Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Riskesdas tahun 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular


mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013 antara lain kanker,
stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi. Prevalensi kanker naik
dari 1,4 % (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%, stroke naik dari 7% menjadi 10,9%, dan
penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%.

Perawatan paliatif adalah Semua tindakan aktif guna meringankan beban


penderita terutama yang tidak dapat disembuhkan.Tindakan aktif yang dimaksud
adalah antara lain menghilangkan nyeri dan keluhan lain,serta perbaikan dalam
bidang psikologis,sosial dan spiritual (WHO,dalam Buku Pedoman Nasional Program
Paliatif Kanker,Kemenkes RI,2015 ).

Perawatan paliatif di Indonesia belum optimal, hanya ada beberapa pelayanan


paliatif dengan metode HHC (Hospice Home Care) atau dengan mengunjungi rumah
pasien yang kebanyakan dikhususkan untuk penderita kanker, stroke, dan alzheimer.

Penderita stroke kebanyakan kurang menerima kondisi pada dirinya. Kondisi


tersebut akan menjadikan penerimaan diri penderita menjadi rendah, merasa tidak
berharga karena kelemahannya, tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri karena
kognitifnya. Rendahnya penerimaan diri pada penderita menandakan bahwa penderita
masih dalam kondisi depresi. Menurut Kubler Ross (dalam teori kehilangan/berduka)
sebelum mencapai acceptance individu akan melalui beberapa tahapan diantaranya
adalah tahap denial, anger, bargaining, depresi, dan acceptance (Tomb, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana aspek psikologis paliatif care pada pasien stroke hemoragik?

1.3 Tujuan

Mampu menjelaskan aspek psikologis paliatif care pada pasien stroke hemoragik.

1
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Konsep perawatan paliatif

Perawatan paliatif adalah Semua tindakan aktif guna meringankan beban


penderita terutama yang tidak dapat disembuhkan.Tindakan aktif yang dimaksud
adalah antara lain menghilangkan nyeri dan keluhan lain,serta perbaikan dalam
bidang psikologis,sosial dan spiritual (WHO,dalam Buku Pedoman Nasional Program
Paliatif Kanker,Kemenkes RI,2015 ). Tujuan perawatan paliatif adalah sebagai
berikut :

a) Mengurangi beban penderitaan pasien terhadap gejala yang timbul.


b) Meningkatkan kualitas hidup sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang
dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya.
c) Mempersipkan keluarga dan pasien dalam menghadapi penyakitnya sampai
akhir hayat hidupnya.

Kualitas hidup adalah apa yang dikatakan seseorang. Kualitas hidup mengacu
pada kepuasan subjektif yang dialami dan / atau diungkapkan oleh seorang individu;
ini berhubungan dengan dan dipengaruhi oleh semua dimensi kepribadian - fisik,
psikologis, sosial dan spiritual. Dimensi kualitas hidup antara lain kekhawatiran fisik
(gejala, nyeri), kemampuan fungsional (aktivitas), kesejahteraan keluarga, kondisi
emosional, kerohanian, fungsi sosial, kepuasan pengobatan, orientasi masa depan,
seksualitas / keintiman (termasuk citra tubuh), fungsi kerja.

Prinsip perawatan paliatif merupakan acuan dalam melaksanakan program


paliatif pasien kanker (Adaptasi WHO, 2007) :

a) Menghilangkan nyeri dan ngejala fisik lain.


b) Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal.
c) Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian.
d) Mengintegrasikan aspek fisik,psikologis,sosial dan spiritual.
e) Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin.
f) Memberikan dukungan pada keluarga sampai masa dukacita.

2
g) Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya.
h) Menghindari tindakan yang sia-sia.
i) Bersifat individual tergantung kebutuhan pasien.

Perawat paliatif bekerja dengan humanity /kemanusiaan, heart / hati, head /


Pikiran, humor / Kelucuan, honesty / kejujuran. Karakteristik perawatan paliatif
adalah sebagai berikut :

a) Profesional
b) Komunikatif.
c) Jujur.
d) Empati.
e) Berpikir positif.
f) Mencintai pekerjaan.
g) Team work…pendekatan tim.
h) Memberi rasa nyaman.
i) Respon terhadap rasa takut.
j) Respon terhadap keluarga dan kolega/tim.
k) Meningkatkan kualitas hidup sampai kematian.

Model perawatan paliatif sebagai berikut :

a) Perawatan paliatif di rumah sakit ( Hospice Hospital Care ) :

 Rawat singkat ( one day care )


 Rawat inap

b) Hospis ( Hospice ) : Tempat khusus diluar RS,pengelola diluar struktur


RS………..(blm ada di Indonesia ).
c) Pelayanan paliatif di rumah ( Hospice Home Care )

 Keluarga terlatih/Caregiver.
 Home visit tim paliatif.
 Praktek Bersama

3
2.2 Konsep Stroke Hemoragik

National Institute of Neurological Disorder and Stroke mendefinisikan stroke


sebagai kejadian ketika pasokan darah ke bagian otak tiba-tiba terganggu atau ketika
pembuluh darah di otak pecah, yang menyebabkan darah masuk kedalam sel-sel otak
sehingga sel-sel otak mati (NINDS, 2015).

Menurut Neil F. Gordon, stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada
suplai darah suatu bagian otak. Tidak ada satupun bagian tubuh manusia yang dapat
bertahan bila terdapat gangguan suplai darah dalam waktu relatif lama.

Stroke adalah sindroma klinis yang awal timbulnya mendadak dan cepat, yang
berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang terkadang berlangsung 24 jam
atau nantinya akan langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Oktamiati,2014).

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya


pembuluh darah pada otak. Pendarahan di dalam otak dapat menganggu jaringan otak
sehingga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang
disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan
tulang tengkorak. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah
tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah. Tipe stroke hemoragik sebagai
berikut :

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya


pembuluh darah otak, diikuti pembentukan edema dalam jaringan otak di
sekitar hematoma. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh
hematoma yang menyempitkan atau menyumbat pembuluh darah sehingga
terjadi iskemi pada jaringan yang dilayani (Aliah, dkk, 2006).

b. Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Pada PSA, darah didorong ke dalam ruang sub arachnoid yang


mengelilingi otak. Jaringan otak pada awalnya tidak terpengaruh, tetapi pada

4
tahap selanjutnya dapat terganggu. Nyeri kepala khas pada perdarahan sub
arachnoid, timbul mendadak, parah, dan tanpa sebab yang jelas (Feigin, 2006).

2.3 Aspek psikologis paliatif care

Perawatan paliatif sangat penting dalam membantu kondisi psikologis yang


mengidap penyakit mematikan. Misalkan pada pasien stroke akan mengalami
perubahan perilaku dan emosional, setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda-beda
terhadap kondisi yang dialami. Penyakit yang berat terutama yang dapat mengancam
kehidupan, dapat menimbulkan perubahan perilaku yang lebih luas, ansietas, syok,
penolakan, marah, stres, depresi. Hal tersebut merupakan respon psikologis yang
terganggu (Potter, 2005). Stroke membuat seseorang mengalami ketergantungan
dengan orang lain,setidaknya untuk sementara, dan sebagai konsekuensi hubungan
keluarga atau sosial lainnyaakan sangat terpengaruh langsung. Penderita stroke
biasanya terjadi kesulitan motorik, gangguanfungsi kognitif dan emosi, tergantung
daerah otak yang mendapatkan serangan (Hasan, 2008). Berbagai masalah yang
mungkin dialami oleh pasien pasca stroke diantaranya kelumpuhan atau kelemahan,
gangguan keseimbangan, gangguan berbicara atau berkomunikasi, gangguan menelan
dan gangguan memori (Mulyatsih, 2008).

Dukungan keluarga adalah bantuan yang dapat diberikan kepada anggota


keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasihat yang mampu membuat
penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram.

Respon psikologis pasien dengan stroke hemoragik dapat dengan kecemasan,


kehilangan, dan berduka.

 Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan ketakutan


dan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan
dalam menilai realitas, kepribadian masih utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih
dalam batas normal (Hawari, 2006). Kecemasan adalah suatu sinyal yang
menyadarkan dan memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan
memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Kaplan
dan Sadock, 1997).

5
kecemasan timbul dari rangsangan-rangsangan sebagai berikut: ketakutan
yang terus-menerus disebabkan oleh kesusahan dan kegagalan yang bertubi-tubi,
represi terhadap berbagai masalah emosional, kecenderungan harga diri yang
terhalang, dan dorongan-dorongan seksual yang terhambat.

Gejala kecemasan dibagi menjadi dua menurut Mujaddid (2007), yaitu :

1. Gejala Psikis : Penampilan berubah, sulit konsentrasi, mudah marah, cepat


tersinggung, gelisah, tak bisa diam, timbul rasa sakit.
2. Gejala Somatis: Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan,
pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal,
sulit tidur, dan lain-lain.

Menurut Spilberger (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, 2012:
53) menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk, yaitu.

1. Trait anxiety

Trait anxiety, yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang


menghinggapi diri seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak
berbahaya. Kecemasan ini disebabkan oleh kepribadian individu yang
memang memiliki potensi cemas dibandingkan dengan individu yang lainnya.

2. State anxiety

State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan sementara


pada diri individu dengan adanya perasaan tegang dan khawatir yang
dirasakan secara sadar serta bersifat subjektif.

Kecemasan (Anxiety) memiliki tingkatan Gail W. Stuart (2006: 144)


mengemukakan tingkat ansietas diantaranya :

1. Ansietas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,


ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang

6
persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.

2. Ansietas sedang

Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan


mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi
individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif
namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.

3. Ansietas berat

Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung


berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal
lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu
tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

4. Tingkat panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci


terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali, individu
yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran
yang rasional.

 Kehilangan dan berduka

Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu


yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbed (Yosep, 2010).

7
Tipe-tipe kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:

1.Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya
amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan
kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.

Terdapat 5 tahap dalam kehilangan yaitu sebagai berikut :

1.Denial
2.Anger
3.Bargaining
4.Depresi
5.Acceptance

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan


yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, cemas, sesak nafas, susah tidur
dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua jenis tipe berduka, yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional (Rachmad, 2011)

 Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
 Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara
aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

Seorang laki-laki usia 58 tahun pingsan di rumah dan di bawa ke rumah sakit dengan
ambulance. Kondisi saat ini tidak stabil, san kepatenan jalan nafas terganggu sehingga
di lakukan intubasi serta mendapatkan bantuan nafas dengan ventilasi di IGD sebelum
masuk ICU.

Hasil CT Scan pasien menderita stroke hemoragik pada arteri serebral kiri tengah
yang membuatnya tidak sadarkan diri. Dokter neurology yang menangani pasien ini
sejak awal menginformasikan kepada keluarga, bahwa kemungkinan hidup sangat
kecil dan jika pasien dan jika pasien mampu bertahan hidup hanya memiliki 40%
untuk kembali secara fungsional. Neurology juga menjelaskan akan melaporkan hasil
evaluasi kondisi pasien dalam 3-4 hari untuk menentukan prognosis yang lebih tepat.

Tiga hari setelah masuk ICU pasien masih dalam kondisi koma, tidak memberikan
stimulus dengan nyeri dalam, pupil tidak bereaksi, tidak ada reflek kornea, dan tidak
ada reflek muntah maupun batuk. Hasil CT Scan ulang menunjukkan terjadi edema
serebri dengan herniasi yang cukup luas.

Data Pelengkap

1. Keluarga tampak bertanya terus menerus kepada perawat


2. Keluarga mengatakan cemas dengan keadaan pasien
3. Hasil pemeriksaan TTV TD: 180/100 N: 92 RR: 24
4. Keluarga terlihat gelisah dan menangis
5. Keluarga mengatakan “kenapa ini terjadi pada suami saya”
6. Keluarga terlihat syok
7. Keluarga mengatakan belum siap menerima kehilangan pasien
8. Keluarga tampak kebingungan.

9
ANALISA DATA

Data Etiologi
DS : Ansietas
 Keluarga mengatakan cemas dengan
keadaan pasien
DO :
 Keluarga tampak bertanya terus
menerus pada perawat
 Prognosis pasien buruk
 Hanya memiliki angka harapan
hidup 40%
 Pasien tampak koma
 Keluarga kebingungan
DS : Kehilangan
 Pasien mengatakan “ kenapa ini
terjadi pada suami saya”
 Keluarga mengatakan belum siap
menerima kehilangan pasien
DO :
 Keluarga terlihat syok
 Keluarga menangis

DS: Berduka
 Keluarga mengatakan belum siap
kehilangan pasien
DO :
 Tampak menangis
 Kondisi koma
 Prognosis pasien buruk

10
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ansietas
2. Kehilangan
3. Berduka

No. DX Intervensi
1 Ansietas Observasi :
 Identifikasi saat tingkat ansietas
berubah
 Identifikasi kemampuan mengambil
keputusan
 Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik :
 Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
 Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
Edukasi
 Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien kalau perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat ansietas
jika perlu
2 Kehilangan  Berikan kesempatan klien untuk
mengepresikan kesedihan
 Observasi kondisi klien
 Beri dukungan spiritual
3 Berduka Observasi :
 Identifikasi fungsi marah
 Identifikasi hal yang memicu emosi

11
Terapeutik :
 Fasilitasi mengungkapkan perasaan
cemas
 Buat pernyataan suportif atau empati
selama fase berduka
 Lakukan sentuhan untuk memberikan
dukungan
 Tetap bersama klien dan pastikan
keamanan selam ansietas
 Kurangi tuntutan berpikir saat lelah
Edukasi :
 Jelaskan konsekuensi tidak
menghadapi rasa bersalah dan malu
 Anjurkan mengungkapkan perasaan
yang dialami
 Anjurkan mengungkapkan
pengalaman emosional sebelumnya
 Ajarkan menggunakan mekanisme
pertahanan yang tepat
Kolaborasi :
 Rujuk untuk konseling jika perlu

EVALUASI

1. Keluarga tampak cemas teratasi dan lebih tenang


2. Keluarga mengekspresikan kehilangan dengan tahapan normal dan
sudah terlihat tanda penerimaan
3. Keluarga dapat mempraktekkan mekanisme koping yang baik dan
mulai terlihat tanda penerimaan

12
Telaah Jurnal

Abstract

Stroke adalah salah satu masalah kesehatan serius. Masalah yang terjadi tidak hanya
pada pasien, tetapi juga berdampak kepada keluarga. Proses berduka akan dilewati
oleh keluarga pada pasien dengan stroke. Dukungan spiritual dapat digunakan untuk
menghadapi reaksi berduka.Pendekatan dukungan spiritual merupakan area mandiri
keperawatan. Artikel yang digunakan dalam telaah literatur ini adalah melalui
penyedia jurnal elektronik.Kriteria artikel yang dipakai adalah terbitan tahun
19982013 dan tersedia di perpustakaan universitas serta beberapa literatur yang
mendukung dalam proses penulisan. Pembahasan telaah literatur ini terkait masalah
yang muncul pada keluarga dengan pasien stroke, aspek spiritualitas dalam individu,
spiritualitas sebagai faktor protektif kejadian depresi dan proses berduka tidak efektif
serta implikasi pada asuhan keperawatan dan penelitian. Kesimpulan telaah literatur
ini adalah Kesehatan psikologis menjadi satu hal penting dalam pelayanan
keperawatan. Kemungkinan terjadinya kematian yang mendadak akibat stroke dapat
menimbulkan respon berduka (bereavement). Salah satu tindakan mandiri

13
keperawatan yang dapat dintegrasikan untuk mengatasi respon tersebut adalah
memberikan dukungan.

Metode

Artikel yang digunakan dalam telaah literatur ini adalah melalui penyedia jurnal
elektronik EBSCO, Sciencedirect, Springer dan Google Scholar. Laman penyedia
jurnal tersebut dipilih karena telah diketahui secara umum sebagai penyedia akses
jurnal yang tersedia di perpustakaan universitas penulis. Kata kunci yang dipakai
adalah "stroke dan spiritual "bereaved family dan spiritual Kriteria artikel yang
dipakai adalah terbitan tahun 1993-2013 dan tersedia perpustakaan universitas serta
beberapa literatur yang mendukung dalam proses penulisan tekanane literatur.

Hasil

Reaksi berduka (bereavement) akibat kematian mendadak dari pasangan lebih banyak
melibatkan respon emosional(15) seseorang yang berupa perasaan kesepian, tidak
berdaya, putus asa dan shock 18). Respon emosional tersebut sangat heterogen
tergantung dari intensitas, durasi, dan adaptasi terhadap kehilangan (17 Reaksi
berduka (bereavement) kemungkinan memiliki konsekuensi negative pada aspek
emosional, fisik, sosial, dan fungsi kognitifKonsekuensi negative tersebut dapat
berupa peningkatan level depresi, peningkatan risiko kematian, kerusakan pada fungsi
fisik, peningkatan level stress dan kebutuhan finansial, kesepian emosional dan sosial
penurunan fungsi memori, peningkatan resiko bunuh diri, peningkatan level dari
kecemasan, dan resiko ketidakteraturan mood. Kesehatan psikologis menjadi satu hal
penting dalam pelayanan keperawatan. Kemungkinan terjadinya kematian yang
mendadak akibat stroke dapat menimbulkan respon berduka (bereavement). Salah
satu tindakan mandiri keperawatan yang dapat dintegrasikan untuk mengatasi respon
tersebut adalah memberikan dukungan

Kesimpulan

Kesehatan psikologis menjadi satu hal terpenting yang dapat mempengaruhi kondisi
kesehatan manusia secara umum. Pada penyakit stroke, selain dialami oleh pasien,

14
perubahan kondisi psikologis juga dirasakan oleh keluarga atau pasangan Hal ini
terkait dengan kemungkinan terjadinya kematian mendadak akibat stroke, yang dapat
menimbulkan respon berduka (bereavement). Salah satu tindakan mandiri
keperawatan yang dapat dintegrasikan untuk mengatasi respon tersebut adalah
memberikan dukungan dengan pendekatan spiritual. Pendekatan tersebut dipercaya
dapat memberikan efek baik untuk mengurangi dampak psikologis dan konsekuensi
negative yang mungkin muncul dari respon berduka (bereavement).

IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perawatan paliatif adalah Semua tindakan aktif guna meringankan beban


penderita terutama yang tidak dapat disembuhkan.Tindakan aktif yang dimaksud
adalah antara lain menghilangkan nyeri dan keluhan lain,serta perbaikan dalam
bidang psikologis,sosial dan spiritual (WHO,dalam Buku Pedoman Nasional Program
Paliatif Kanker,Kemenkes RI,2015 ).

15
Perawatan paliatif di Indonesia belum optimal, hanya ada beberapa pelayanan
paliatif dengan metode HHC (Hospice Home Care) atau dengan mengunjungi rumah
pasien yang kebanyakan dikhususkan untuk penderita kanker, stroke, dan alzheimer.

Penderita stroke kebanyakan kurang menerima kondisi pada dirinya. Kondisi


tersebut akan menjadikan penerimaan diri penderita menjadi rendah, merasa tidak
berharga karena kelemahannya, tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri karena
kognitifnya. Rendahnya penerimaan diri pada penderita menandakan bahwa penderita
masih dalam kondisi depresi. Respon psikologis pasien dengan stroke hemoragik
dapat dengan kecemasan, kehilangan, dan berduka.

Dukungan keluarga adalah bantuan yang dapat diberikan kepada anggota


keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasihat yang mampu membuat
penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, R. 2010. Hubungan Jenis Stroke Dengan Kecemasan Pada Care giver Pasien
Stroke Di RSUD DR. MOEWARDI Surakarta. Fakultas AKULTAS
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

TIM Pokja SIKI DPP PNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia definisi
dan tindakan keperawatan. PPNI

16
Syafera, M. Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka.
https://www.academia.edu/8324741/ASUHAN_KEPERAWATAN_KEHILA
NGAN_DAN_BERDUKA_Diposkan_oleh_Rizki_Kurniadi pada tanggal 11
November 2019, pukul 09.00

17

Anda mungkin juga menyukai