A. Pendahuluan
Kitab suci Al-qur'an merupakan kitab Suci yang berisi kebenaran yang
jelas dan terperinci yang menjangkau segala aspek kahidupan, hal ini terlihat
dengan jelas ketika masa kejayaan Islam yang dibangun berlandaskan Al- qur'an.
Namun banyak manusia yang mengingkari keabsahannya sehingga hatinya
dipenuhi kesombongan dan menyatakan diri tidak mengimaninya. Al-Qur'an tidak
berisi kalimat-kalimat verbal yang sunyi arti, tapi lebih merupakan untaian
kalimat petunjuk dan hidayah untuk seluruh ummat manusia dan terbukti telah
menyatukan berbagai macam keragaman, oleh sebab itu, masuk akal jika terdapat
banyak sekali proses-proses para penafsir al- Qur'an dari zarnan ke zaman dalam
upaya mengungkap ma'na-ma.na dan system yang terkandung dalam al-qur'an
yang merupakan Mujizat terbesar Akhir zaman.
Selain itu hakikat-hakikat yang sudah jelas nampak dan nyata telah dapat
disentuh manusia, dibeberkan oleh bukti-bukti alam dan tidak memerlukan lagi
argumentasi lain untuk menetapkannya dalil atas kebenarannya. Namun demikian,
kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan keraguan
dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancuan yang
dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cerminan akal. Usaha yang
demikian, perlu dihadapi dengan hujjah agar hakikat-hakikat tersebut mendapat
pengakuan yang semestinya, dipercayai atau malah diingkari.
B. Pembahasan
1) Pengertian
Menurut kamus Bahasa Arab jadal berasal dari kata الدجججددلل و الججججددللyang
artinya perdebatan atau perbantahan. 1
1
Adib Bisri, “Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia al-Bisri”, (Surabaya: Pustaka Progresif,
1999), 67.
1
Menurut kitab Manna’ al-Qaṭān
Jadal dan jidāl adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing untuk
mengalahkan lawan.
Sedang dalam kamus al-Munjid lafad jadal adalah bentuk masdar dari يجادل
جدالartinya kokoh. Atau dari kata يجدل جدلartinya menantang atau membantah
denga keras, sedang kata جدلatau مجلدadalah isim masdar dari يوجادل جدلartinya
saling berselisih atau bertentangan. 2
Pengertian ini berasal dari kata “ ”جدلت الحبلىartinya: Aku mengikat tali
dengan kencang, seakan dua orang yang berdebat mengencangkan pendapat
masing-masing.
2
Lois Ma’luf, al-Munjid fi lughoh wa al-A’lam, (Beirut:dar al-Masyrik, 1987), 82.
3
Badru al-Din Abi Abdillah Muhammad al-Zarkasyi, “al-Burhān fī ‘ulūm al-Qur’an”, (Lebanon:
Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 1971), 271.
2
Allah memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk mendebat kaum
musyrikin dengan cara yang baik, yang dapat melunakkan tabiat mereka. Allah
SWT berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pengajaran yang
baik, serta berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.”
Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara
yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim diantara mereka. (al-
Ankabūt:46)
4
Manna Khalil al-Qothan, “Mabahis Fi ‘Ulumul Qur’an” (ttp: thoba’ah tsaniyah, tth), 299.
3
peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokkan.” (al-
Kahfi:56).
Dan firman-Nya:
5
Manna Khalil al-Qothan, “Mabahis Fi ‘Ulumul Qur’an” (ttp: thoba’ah tsaniyah, tth), 302.
4
Dan Rabb kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain
Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Sesungguhnya pada
penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang
berlayar di Laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa
yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan didalamnya
bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti. (al-
Baqarah:163-164).
a. Menegaskan hal-hal yang diterima oleh lawan dan juga akal dalam
bentuk pertanyaan, hingga lawan bicara mengakui apa yang ia
ingkari, seperti istidlal adanya makhluk yang menunjukkan adanya
Khaliq.
6
Quraish Shihab, “Membumikan Al-Qur’an”, (Bandung: Penerbit Mizan, 1992), 202.
5
Apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang meciptakan (diri
mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya
mereka yidak meyakin (apa yang mereka katakan). Ataukah disisi mereka ada
perbendaharaan Rabbmu ataukah mereka yang berkuasa? Ataukah mereka
mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan (hal-hal yang gaib)? Maka
hendaklah orang yang mendengarkan diantara mereka itu datang membawa
keterangan yang nyata. Ataukah (pantas) untuk Dia anak-anak perempuan
sedangkan untuk kamu anak laki-laki? Ataukah engkau (Muhammad) meminta
imbalan kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan utang? Ataukah disisi
mereka mempunyai (pengetahuan) tetntang yang gaib lalu mereka
menuliskannya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Tetapi orang-
orang kafir itu, justru merekalah yang terkena tipu daya. Ataukah mereka
mempunyai tuhan selain Allah SWT? Mahasuci Allah SWT dari apa yang mereka
persekutukan. (Al-Thur:35-43)
6
7
dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-
lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan
(sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal
telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu
tidak mengetahui (nya)?" Katakanlah: "Allah-lah (yang
menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al
Qur'an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam
kesesatannya. (al-An’am:91)
9
Manna Khalil al-Qothan, “Mabahis Fi ‘Ulumul Qur’an” (ttp: thoba’ah tsaniyah, tth), 303.
8
kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka
siapakah yang lebih lalim daripada orang-orang yang membuat-
buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa
pengetahuan?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang lalim. (al-An’am: 143-144)
Dalam ayat ini ditegaskan bahwasannya Allah tidak mempunyai anak, hal
ini karena proses kelahiran anak tidak bisa dilakukan oleh sesuatu yang tunggal.
Proses tersebut hanya bisa terjadi dari dua hal yang berpasangan, padahal Allah
tidak memiliki istri. Disamping itu, Allah SWT Maha Menciptakan segala sesuatu,
dan penciptaan-Nya segala sesuatu ini sungguh kontradiktif bila dia dinyatakan
melahirkan sesuatu. Selain itu, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, dan
pengetahuan-Nya terhadap segala sesuatu mengharuskan Dia berbuat sesuai
kehendak-Nya. Sesungguhnya, pengetahuan bisa membedakan antara pelaku yang
melakukan sesuatu atas kehendaknya sendiri, dan pelaku yang melakukan sesuatu
karena dorongan watak. Maka, adanya Allah sebagai Dzat yang Maha Mengetahui
menecgah-Nya menjadi seperti benda-benda alami yang melakukan segala sesuatu
9
tanpa adanya pengetahuan, seperti panas dan dingin. Oleh karena itu, tidak boleh
mengatakan Allah SWT memiliki anak.10
Kesimpulan
Kita dapat berkata bahwa yang dimaksud dengan jaddal quran adalah:
bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomaba-lomaba untuk mengalahkan
lawan. Mengingat kedua belah pihak yang berdebat itu mengokohkan
pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang
dipegangnya. Allah telah menyatakan dalam Al-Quran bahwa jadal atau berdebat
merupakan salah satu tabiat manusia,
Daftar Pustaka
Al-Qur’an.
Zarkasyi (al), Badru al-Din Abi Abdillah Muhammad. “al-Burhān fī ‘ulūm al-
Qur’an”. Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 1971.
Suyuthi (al), Jalal al-Din. “al-Itqan fii ‘Ulum al-Qur’an”. Lebanon: Dar al-Kotob
al-Ilmiyah,1971.
10
Manna Khalil al-Qothan, “Mabahis Fi ‘Ulumul Qur’an” (ttp: thoba’ah tsaniyah, tth), 304.
10
Bisri, Adib. “Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia al-Bisri”. Surabaya: Pustaka
Progresif, 1999.
11