Anda di halaman 1dari 11

Jadal Fi al-Qur’an

Oleh: Nopi Nafisatunnisa

A. Pendahuluan

Kitab suci Al-qur'an merupakan kitab Suci yang berisi kebenaran yang
jelas dan terperinci yang menjangkau segala aspek kahidupan, hal ini terlihat
dengan jelas ketika masa kejayaan Islam yang dibangun berlandaskan Al- qur'an.
Namun banyak manusia yang mengingkari keabsahannya sehingga hatinya
dipenuhi kesombongan dan menyatakan diri tidak mengimaninya. Al-Qur'an tidak
berisi kalimat-kalimat verbal yang sunyi arti, tapi lebih merupakan untaian
kalimat petunjuk dan hidayah untuk seluruh ummat manusia dan terbukti telah
menyatukan berbagai macam keragaman, oleh sebab itu, masuk akal jika terdapat
banyak sekali proses-proses para penafsir al- Qur'an dari zarnan ke zaman dalam
upaya mengungkap ma'na-ma.na dan system yang terkandung dalam al-qur'an
yang merupakan Mujizat terbesar Akhir zaman.

Selain itu hakikat-hakikat yang sudah jelas nampak dan nyata telah dapat
disentuh manusia, dibeberkan oleh bukti-bukti alam dan tidak memerlukan lagi
argumentasi lain untuk menetapkannya dalil atas kebenarannya. Namun demikian,
kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan keraguan
dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancuan yang
dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cerminan akal. Usaha yang
demikian, perlu dihadapi dengan hujjah agar hakikat-hakikat tersebut mendapat
pengakuan yang semestinya, dipercayai atau malah diingkari.

B. Pembahasan

1) Pengertian

Menurut kamus Bahasa Arab jadal berasal dari kata ‫ الدجججددلل و الججججددلل‬yang
artinya perdebatan atau perbantahan. 1

1
Adib Bisri, “Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia al-Bisri”, (Surabaya: Pustaka Progresif,
1999), 67.

1
Menurut kitab Manna’ al-Qaṭān

‫الفماوضة على سبيل النمازعة والغمالأبة للأزام الصحم‬

Jadal dan jidāl adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing untuk
mengalahkan lawan.

Sedang dalam kamus al-Munjid lafad jadal adalah bentuk masdar dari ‫يجادل‬
‫ جدال‬artinya kokoh. Atau dari kata ‫ يجدل جدل‬artinya menantang atau membantah
denga keras, sedang kata ‫ جدل‬atau ‫ مجلد‬adalah isim masdar dari ‫ يوجادل جدل‬artinya
saling berselisih atau bertentangan. 2

Pengertian ini berasal dari kata “‫ ”جدلت الحبلى‬artinya: Aku mengikat tali
dengan kencang, seakan dua orang yang berdebat mengencangkan pendapat
masing-masing.

Allah SWT didalam al-Qur’an menyebut perdebatan sebagai bagian dari


tabiat manusia, melalui firman-Nya:

          
    

“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (al-Kahfi:54)

Didalam kitab al-Burhan di jelaskan bahwasannya orang yang cenderung


pada cara berbantahan sesungguhnya ia tidak mampu untuk mendatangkan bukti
yang kuat dalam pembicaraan, maka Allah SWT mengeluarkan khitab
(perbincangan) dengan makhluknya dalam bentuk bantahan atau perdebatan
dalam gambaran yang paling jelas, agar keagungannya dapat dipahami oleh semua
orang yang dapat memuaskan mereka, dan menetapkan bukti-bukti bagi mereka,
yang dapat dipahami oleh indera saat hal itu berlangsung yang dapat mendidik
dan menambah wawasan para juru khutbah.3

2
Lois Ma’luf, al-Munjid fi lughoh wa al-A’lam, (Beirut:dar al-Masyrik, 1987), 82.

3
Badru al-Din Abi Abdillah Muhammad al-Zarkasyi, “al-Burhān fī ‘ulūm al-Qur’an”, (Lebanon:
Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 1971), 271.

2
Allah memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk mendebat kaum
musyrikin dengan cara yang baik, yang dapat melunakkan tabiat mereka. Allah
SWT berfirman:

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pengajaran yang
baik, serta berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.”

Disamping itu, Allah SWT memperbolehkan mendebat ahli kitab dengan


cara yang baik melalui firman-Nya:4

         
        
       

Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara
yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim diantara mereka. (al-
Ankabūt:46)

Perdebatan ini bertujuan untuk menampakkan kebenaran dan menegakkan


bukti atas kebenarannya. Inilah salah satu metode debat yang digunakan al-Qur’an
dalam memberikan petunjuk kepada orang-orang kafir dan mengalahkan para
penentang. Berbeda dengan perdebatan para pengikut hawa nafsu, karena
perdebatan mereka ini didasarkan pada kecenderungan batil. Allah SWT
berfirman,

       


       
    

“Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa


berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang
kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat
melenyapkan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan

4
Manna Khalil al-Qothan, “Mabahis Fi ‘Ulumul Qur’an” (ttp: thoba’ah tsaniyah, tth), 299.

3
peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokkan.” (al-
Kahfi:56).

2). Macam-macam Perdebatan dalam al-Qur’an dan Dalil-dalilnya5

Ada dua jenis perdebatan al-Qur’an, yaitu:

1. Ayat-ayat kauniyah yang disebut Allah bersamaan dengan pemikiran


dan renungan untuk dijadikan dalil tentang asas-asas akidah, seperti
mengesakan Allah, beriman kepada malikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian. Jenis ini banyak terdapat
didalam al-Qur’an, diantaranya adalah firman Allah SWT:

       


        
        
         


Wahai manusia! Sembahlah Rabb kalian yang telah mnciptakan kalian


dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (Dialah) yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai
atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rejeki untuk kalian.
karena itu janganlah kalian mengadakan tandingan-tandingan bagi
Allah, padahal kamu mnegetahui. (al-Baqarah:21-22).

Dan firman-Nya:

         


       
        
          

5
Manna Khalil al-Qothan, “Mabahis Fi ‘Ulumul Qur’an” (ttp: thoba’ah tsaniyah, tth), 302.

4
        
       

Dan Rabb kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain
Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Sesungguhnya pada
penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang
berlayar di Laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa
yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan didalamnya
bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti. (al-
Baqarah:163-164).

Menurut Quraish Shihab didalam bukunya, ayat-ayat kauniyah yaitu ayat


yang menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain
menyangkut alam raya dan fenomenanya. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara
tegas menguraikan hal-hal tersebut.6

2. Ayat-ayat yang disebut Allah sebagai bantahan terhadap para lawan


dan memaksa para pembangkang. Jenis kedua ini memiliki beberapa
bentuk sebagai berikut:

a. Menegaskan hal-hal yang diterima oleh lawan dan juga akal dalam
bentuk pertanyaan, hingga lawan bicara mengakui apa yang ia
ingkari, seperti istidlal adanya makhluk yang menunjukkan adanya
Khaliq.

Misalnya firman Allah SWT:

          
         
         
        
        
6
Quraish Shihab, “Membumikan Al-Qur’an”, (Bandung: Penerbit Mizan, 1992), 202.

5
        
         
        

Apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang meciptakan (diri
mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya
mereka yidak meyakin (apa yang mereka katakan). Ataukah disisi mereka ada
perbendaharaan Rabbmu ataukah mereka yang berkuasa? Ataukah mereka
mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan (hal-hal yang gaib)? Maka
hendaklah orang yang mendengarkan diantara mereka itu datang membawa
keterangan yang nyata. Ataukah (pantas) untuk Dia anak-anak perempuan
sedangkan untuk kamu anak laki-laki? Ataukah engkau (Muhammad) meminta
imbalan kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan utang? Ataukah disisi
mereka mempunyai (pengetahuan) tetntang yang gaib lalu mereka
menuliskannya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Tetapi orang-
orang kafir itu, justru merekalah yang terkena tipu daya. Ataukah mereka
mempunyai tuhan selain Allah SWT? Mahasuci Allah SWT dari apa yang mereka
persekutukan. (Al-Thur:35-43)

b. Adapun yang bagian kedua ini perdebatan tentang hari


kebangkitan. Berupa perumpamaan-perumpamaan sebagai
berikut:7

Ber-istidlal dengan mabda' (asal mula kejadian) untuk menetapkan


adanya ma’ad (hari kebangkitan), seperti disebutkan dalam firman
Allah SWT:

          


Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama?


Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan
yang baru. (Qāf:15)

beristidlal pengembalian (kehidupan kembali setelah kematian)


dengan penciptaan langit dan bumi dengan cara yang sama, Allah
SWT berfirman:
7
Jalal al-Din al-Suyuthi, “al-Itqan fii ‘Ulum al-Qur’an”, (Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah,1971),
509.

6
        
      

Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu


berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah
hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi
Maha Mengetahui. (yāsin:81)

beristidlal pengembalian (kehidupan kembali setelah kematian)


dengan penghidupan kembali bumi setelah kematiannya dengan
menurunkan air hujan dan tumbuh-tumbuhan.8

       


        
       

Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Nya bahwa kamu


melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di
atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang
menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati;
sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (fuṣṣilat:39)

c. Membatalkan pernyataan lawan dengan membuktikan kebenaran


kebalikannya, seperti firman Allah SWT:

           
           
       
            
    

Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang


semestinya di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan
sesuatu pun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang
menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya
8
Jalal al-Din al-Suyuthi, “al-Itqan fii ‘Ulum al-Qur’an”, (Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah,1971),
509.

7
dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-
lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan
(sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal
telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu
tidak mengetahui (nya)?" Katakanlah: "Allah-lah (yang
menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al
Qur'an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam
kesesatannya. (al-An’am:91)

Ayat diatas merupakan bantahan terhadap pernyataan Yahudi yang Allah


tuturkan dalam firman-Nya diatas bahwa mereka tidak mengagungkan Allah
dengan semestinya, dikala mereka berkata, “allah tidak menurunkan sesuatupun
kepada manusia.”

d. Menghimpun dan merinci sesuatu dengan cara menentukan ciri-


cirinya, selanjutnya membantah bahwa salah satu diantara ciri
tersebut menjadi alasan hukum, seperti firman Allah SWT:9

         


       
        
        
        
          
           
   

(yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang dari domba


dan sepasang dari kambing. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan
yang diharamkan Allah ataukah dua yang betina, ataukah yang ada
dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah kepadaku dengan
berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar,
dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah:
"Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang
betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya. Apakah

9
Manna Khalil al-Qothan, “Mabahis Fi ‘Ulumul Qur’an” (ttp: thoba’ah tsaniyah, tth), 303.

8
kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka
siapakah yang lebih lalim daripada orang-orang yang membuat-
buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa
pengetahuan?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang lalim. (al-An’am: 143-144)

e. Membungkam lawan dan mematahkan argumennya dengan


menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakannya itu
menimbulakan suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapapun.
Seperti firman Allah SWT:

        


        
          
          

Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi


Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka
membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah
mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu
pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat
yang mereka berikan. Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana
Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia
menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.
(al-An’am:100-101)

Dalam ayat ini ditegaskan bahwasannya Allah tidak mempunyai anak, hal
ini karena proses kelahiran anak tidak bisa dilakukan oleh sesuatu yang tunggal.
Proses tersebut hanya bisa terjadi dari dua hal yang berpasangan, padahal Allah
tidak memiliki istri. Disamping itu, Allah SWT Maha Menciptakan segala sesuatu,
dan penciptaan-Nya segala sesuatu ini sungguh kontradiktif bila dia dinyatakan
melahirkan sesuatu. Selain itu, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, dan
pengetahuan-Nya terhadap segala sesuatu mengharuskan Dia berbuat sesuai
kehendak-Nya. Sesungguhnya, pengetahuan bisa membedakan antara pelaku yang
melakukan sesuatu atas kehendaknya sendiri, dan pelaku yang melakukan sesuatu
karena dorongan watak. Maka, adanya Allah sebagai Dzat yang Maha Mengetahui
menecgah-Nya menjadi seperti benda-benda alami yang melakukan segala sesuatu

9
tanpa adanya pengetahuan, seperti panas dan dingin. Oleh karena itu, tidak boleh
mengatakan Allah SWT memiliki anak.10

Kesimpulan

Kita dapat berkata bahwa yang dimaksud dengan jaddal quran adalah:
bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomaba-lomaba untuk mengalahkan
lawan. Mengingat kedua belah pihak yang berdebat itu mengokohkan
pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang
dipegangnya. Allah telah menyatakan dalam Al-Quran bahwa jadal atau berdebat
merupakan salah satu tabiat manusia,

Mana’ul Quthan dalam bukunya mabaahist fi ulum al qur’an menjelaskan


bahwa macam-macam yang digunakan al qur’an dalam berdebat adalah:

a) Allah menyebutkan ayat-ayat kauniyah agar dijadikan dalil bagi sendi-


sendi akidah. Seperti firman Allah dalam surat Al-baqarah:21-22

b) Menantang para penentang.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an.

Qaṭṭān (al), Manna’ Khalil. “Mabahith fi ‘Ulūm al-Qur’an”. Ttp: Ṫoba’ah


Thaniyah, tth.

Shihab, Quraish. “Membumikan al-Qur’an”. Bandung: Penerbit Mizan, 1992.

Zarkasyi (al), Badru al-Din Abi Abdillah Muhammad. “al-Burhān fī ‘ulūm al-
Qur’an”. Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 1971.

Suyuthi (al), Jalal al-Din. “al-Itqan fii ‘Ulum al-Qur’an”. Lebanon: Dar al-Kotob
al-Ilmiyah,1971.

10
Manna Khalil al-Qothan, “Mabahis Fi ‘Ulumul Qur’an” (ttp: thoba’ah tsaniyah, tth), 304.

10
Bisri, Adib. “Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia al-Bisri”. Surabaya: Pustaka
Progresif, 1999.

Ma’luf, Louis. “Al-Munjid fi Lughoh wa al-A’alam”. Beirut: dar al-Masyriq, 1987

11

Anda mungkin juga menyukai