Fisika Terapan 2017-2018
Fisika Terapan 2017-2018
Hidjan AG
Jurusan Teknik Sipil
Wassalam,
Hidjan AG
i
1. PENDAHULUAN
Fisika merupakan ”Basic Science” yang terkait erat dengan banyak disiplin ilmu
yang lain terutama bidang teknik dan rekayasa. Hampir seluruh kemajuan teknologi
yang ada di dunia ini tak terlepas dari kontribusi Ilmu Fisika. Adanya pesawat
terbang, kapal laut, komputer, gedung pencakar langit, jembatan, dan sebagainya
pada dasarnya semua dibuat berasaskan teori teori dan konsep konsep ilmu fisika.
Mengingat materi ilmu fisika begitu luas maka topik topik tertentu dipilih agar sesuai
dengan bidang ilmu lain yang ditunjangnya. Untuk jurusan teknik sipil, dipilih topik
topik fisika yang terkait erat dengan disiplin ilmu teknik sipil, dan dalam buku ini
pembahasan ditekankan kepada mekanika, serta sedikit teori panas dan pengetahuan
atom-molekul. Mekanika ditujukan untuk mendasari matakuliah Mekanika Teknik,
Mekanika Fluida, dan Teori Gempa, sedang teori panas dan pengetahuan atom-
molekul ditujukan untuk mendasari Ilmu Bahan.
Buku ini disusun dengan tujuan agar para mahasiswa jurusan Teknik Sipil mampu
memahami prinsip-prinsip dan konsep konsep dasar Ilmu Fisika sebagai pengetahuan
fundamental untuk menunjang beberapa matakuliah lain yang terkait kemudian dapat
menerapkannya di lapangan sesuai dengan keperluan.
1
Diktat ini berisi topik topik yang terdiri dari Kinematika, Dinamika, Statika, Teori
Panas, serta Atom dan Molekul. Kinematika, merupakan ilmu mengenai gerak tanpa
pembahasan terhadap massa dari benda yang bergerak maupun gaya penyebab
geraknya. Sub topiknya mengenai : Gerak lurus, Gerak lurus dengan kecepatan
konstan, Gerak lurus dengan kecepatan berubah, Gerak Parabola, Gerak melingkar,
Gerak berputar, dan Gerak berputar dengan kecepatan berubah.
Kemudian Dinamika, ilmu mengenai gerak dengan pembahasan terhadap massa dari
benda yang bergerak dan gaya penyebabnya. Sub topiknya adalah : Gesekan, Kerja
dan Energi, Momentum dan Tumbukan, Mesin mesin Angkat, Momen Inersia,
Getaran Mekanis, dan Gelombang Mekanis. Adapun Statika, merupakan ilmu yang
membahas benda yang berada dalam keseimbangan mekanis. Kemudian juga dibahas
topik topik mengenai Panas dan Perpindahan Panas serta Atom-Molekul yang terkait
dengan disiplin ilmu Teknik Sipil.
Panjang foot ft
Panjang inch in
Massa pound mass lbm
Massa slug slug
Gaya pound force lbf
Energi British Thermal Unit Btu
Waktu sekon s
o
Suhu Fahrenheit F
4
Sistim Satuan Internasional SI
Sudut 1rad
6
2. Besaran Turunan :
Karena merupakan turunan, maka satuan dari besaran turunan dapat dinyatakan
dengan satuan dari besaran dasar. Terdapat banyak sekali besaran-besaran
turunan, berikut adalah beberapa contoh :
Besaran Nama Satuan Simbol Satuan Pernyataan dalam
Satuan Dasar
Gaya (F) newton N Kg.m.s-2
Tekanan(P) pascal Pa Kg.m-1.s-2
Energi(E) joule J Kg.m2.s-2
Daya(P) watt W Kg.m2.s-3
7
Proses Konversi dari suatu Sistim Satuan ke Sistim Satuan yang lain
Apabila perlu dilakukan konversi satuan dari suatu sistim ke sistim yang lain,
misalnya akan dilakukan konversi dari SI ke FPS atau dari FPS ke SI, maka dapat
dilakukan dari pengkonversian satuan panjang, satuan gaya, dan satuan massa.
Satuan waktu untuk seluruh sistim satuan adalah sama yakni sekon, maka tidak
perlu dikonversi.
Dari FPS ke SI Dari SI ke FPS
Satuan Panjang : 1 ft = 0,3048 m Satuan Panjang : 1 m = 3,281 ft
: 1 inch = 0,0254 m : 1 m = 39,37 inch
2
SKALAR & VEKTOR
Skalar adalah suatu kwantitas yang hanya mempunyai besar saja dan tidak
mempunyai arah. Misalnya : panjang, massa, waktu, suhu, jarak, energi, usaha
(kerja), bilangan riil, dan lain-lainnya. Skalar ditunjukkan dengan huruf biasa, dan
operasi perhitungan skalar menggunakan aljabar biasa.
Vektor adalah suatu kwantitas yang mempunyai besar dan arah. Misalnya :
kecepatan, percepatan, gaya, perpindahan, lintasan, posisi, momentum, torka,
berat, dan lain-lain.
Vektor dapat dinyatakan secara grafis maupun secara trigonometris.
Secara grafis, vektor digambarkan sebagai anak panah dengan arah tertentu. Ujung
ekor O dinamakan titik asal vektor, sedang ujung kepala P dinamakan titik terminal.
O P
F (dengan tanda anak panah diatasnya) atau F
Gambar 2.3. Vector
Panjang anak panah menyatakan besar vektor, sedang arah anak panah, menyatakan
arah vektor. Apabila vektor masuk bidang, digambarkan dengan tanda silang (x),
sedang apabila vektor keluar bidang, digambarkan dengan tanda titik (.)
Secara trigonometris, vektor digambarkan dengan huruf yang diberi gambar anak
panah diatasnya, atau huruf tebal tanpa anak panah diatasnya, sebagai contoh : F
(gaya), v (kecepatan), a (percepatan), r (posisi), P (momentum linier), dan
sebagainya.
Vektor Satuan : adalah vektor yang mempunyai besar satuan. Jika F adalah vektor
yang besarnya F (huruf tidak tebal) dan bukan nol, maka F / F adalah vektor satuan
yang mempunyai arah seperti arah F.
10
Suatu vektor F dapat dinyatakan dengan vektor satuan a dalam arah F dikalikan
besar F tersebut, jadi F = Fa. Vektor satuan pada sumbu x, y, dan z, masing-masing
dilambangkan dengan i, j, dan k. dengan demikian maka Fx = Fx i ; Fy = Fy j ; Fz =
Fz k
F1 F2
-F
Gambar 2.4. Vektor F1 dan F2 Gambar 2.5. Sebuah vector samabesar
Sama besar dan searah, maka dan sejajar dengan A tetapi berlawanan
F1 = F2 arah, maka A = -A
11
Fy j F
F
Fzk
Fy j
Fx i Fx i
12
F1
F1 - =
F2 F1 - F2 F2
Contoh Soal 1 :
Contoh Soal 2: Gaya-gaya berikut bekerja pada sebuah titik, dimana besar dan arah
masing-masing gaya adalah: F1= 40N, F2 =70N, F3 = 40N, F4 = 30N, F5 = 80N, F6 =
60N (gambar 2.10).Tentukan besar dan arah gaya resultan FR baik secara grafis
maupun trigonometris !
13
y F2
F5 F4 F3
F3 F2
60 30 30 F4 y FR
30 F1 x
F6 F5 F1
x
F6
Gambar 2.10 Gambar 2.11
Jawab :
a). Secara Grafis dilakukan dengan meletakkan ekor dari vektor tiap gaya yang
dijumlahkan ke kepala vektor yang lain secara simultan (tidak harus berurutan, yang
penting besar dan arahnya tetap), kemudian tarik anak panah dari titik asal ke kepala
vektor terakhir, dan hasilnya seperti pada gambar 2.11.
b). Secara trigonometris, dapat dilakukan dengan menguraikan tiap gaya menjadi
komponen komponen gaya pada sumbu x dan sumbu y, kemudian dijumlahkan secara
vektor.
Pada arah sumbu x, maka :
Fx = F1 cos 0o + F2 cos 30o + F3 cos 60o + F4 cos 90o + F5 cos 120o + F6 cos 210o
= 40 cos 0o + 70 cos 30o + 40 cos 60o + 30 cos 90o + 80 cos 120o + 60 cos 210o
= 40.1+70.0,866+40.0,5+30.0+80.-0,5+60.-0,866 = 40+60,62+20+0-40-51,96
= 28,66N
Pada arah sumbu y,
Fy = F1 sin 0o + F2 sin 30o + F3 sin 60o + F4 sin 90o + F5 sin 120o + F6 sin 210o
= 40 sin 0o + 70 sin 30o + 40 sin 60o + 30 sin 90o + 80 sin 120o + 60 sin 210o
= 40.0+70.0,5+40.0,866+30.1+80.0,866+60.-0,5 = 0+35+34,64+30+69,28-30
= 138,92N
14
Jadi besar gaya resultan FR = √ Fx 2 + Fy 2 = 28,662+138,922 = 141,85N
1. A.B = B.A
2. A. ( B+C ) = A.B + A.C
3. m ( A.B ) = ( mA ).B = A.( mB ) = ( A.B ) m
4. i.i = j.j = k.k = 1 ; i.j = j.k = k.i = 0
15
5. Jika : A = Ax i + Ay j + Az k dan B = Bx i + By j + Bz k
maka : A.B = AxBx + AyBy + AzBz
A.A = A2 = Ax2 + Ay2 + Az2
B.B = B2 = Bx2 + By2 + Bz2
6. Jika A dan B masing-masing bukan vektor nol, sedang
A.B = 0, maka berarti A dan B saling tegak lurus
-y -y
A
-x B x -x A x
B
y C y -z
-z
(a) (b)
Gambar 2.12.
Pada gambar 2.12 (a) Dinyatakan A x B = C =AB sin 90o. Jika besar A = 2, dan besar
B = 2 maka besar C = 2.2.1 = 4 (arah C kebawah) ; Pada gambar 2.12 (b)
Dinyatakan B x A = D = BA sin 90o. Jika besar B = 3, dan besar A = 2 maka besar D
= 3.2.1 = 6 (arah D keatas).
Contoh Soal 5 :
4m/s
30o
A 400 m B
3m/s
Lebar suatu sungai 400 m. Sebuah kapal menyeberang dari sisi A ke sisi B dengan
kecepatan tetap 5m/s.
17
Karena arah arus air yang kecepatannya 3m/s membentuk sudut 90o terhadap arah
dari A ke B dan mempengaruhi gerak kapal, maka nakhoda mengarahkan kapalnya
dengan membentuk sudut 30o terhadap arah A ke B dengan harapan kapal akan
merapat di suatu tempat yang tidak terlalu jauh dari B (Lihat gambar). Hitung
ditempat mana kapal merapat, diukur dari tempat B!
Jawab : 5m/s
5sin30o 30o 400 m
A 5cos30o B
3m/s
Vektor kecepatan kapal dapat diuraikan menjadi komponen kecepatan dalam arah
sumbu x (5cos30o) dan komponen kecepatan dalam arah sumbu y (5cos30o).
4,33m/s 400m
A 6,587 o B
0,5m/s C
18
Hukum-hukum pada perkalian vektor :
1. A x B = - B x A
2. A x (B + C) = A x B + A x C
3. m(A x B) = (mA) x B = A x (mB) = ( A x B )m
4. i x i = j x j = k x k = 0 ; i x j = k, j x k = i, k x i = j
5. jika : A = Ax i + Ay j + Az k dan B = Bx i + By j + Bz k
maka :
i j k
A x B = Ax Ay Az = (AyBz – AzBy) i
Bx By Bz + (AzBx – AxBz) j
+ (AxBy – AyBx) k
6. Jika A dan B bukan vektor nol, sedang A x B = 0,
maka A sejajar B.
3
KINEMATIKA
3.1. Gerak Lurus
Sebuah benda dikatakan bergerak apabila ada perubahan posisi pada waktu
tertentu terhadap acuan tertentu, dan dikatakan diam bila tidak ada perubahan posisi
pada setiap waktu. Benda yang bergerak dikatakan mempunyai kecepatan v (velocity)
yakni harga perubahan perpindahan sebagai fungsi waktu, terhadap sekitarnya.
Apabila besar kecepatan benda berubah dalam waktu tertentu dikatakan mempunyai
percepatan a (acceleration). Pada bab ini pembahasan hanya untuk percepatan
seragam (uniform acceleration) dimana besar percepatan disetiap waktu adalah tetap.
Percepatan adalah harga perubahan kecepatan per interval waktu t.
19
Gerak Lurus : adalah gerak yang lintasannya lurus. Dapat dibagi menjadi 2 :
1. Gerak Lurus dengan kecepatan konstan (tetap) : Apabila benda bergerak
dengan kecepatan v dalam waktu t, maka Lintasan benda adalah : s = v.t
v v
s
Gambar 3.1
Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) : ada 2 macam :
3.1.1.a. GLBB Horizontal
Apabila benda bergerak pada arah horizontal dengan kecepatan awal vo ,
kemudian dalam waktu t kecepatannya berubah menjadi vt , berarti ada
percepatan a yang besarnya :
a = vt - vo t = vt - vo …….(1)
t a
Persamaan tersebut dapat ditulis : vt - vo= a.t vt = vo + a.t
Besar kecepatan rata-rata v = vt + vo s = v.t = (vt + vo )t ,
2 2
s = perpindahan (displacement)
s = ( vo + vo + a.t ) t sehingga s = vo . t + ½ a.t 2 .…………….(2)
2
Apabila persamaan (1) di substitusikan ke persamaan (2) maka diperoleh :
s = vo.t = vo (vt - vo ) + ½ a. (vt - vo ) 2 vt 2 = vo 2 + 2 a.s
a a2
vo vt
s
Gambar 3.2
20
Keterangan :
Percepatan a diberi tanda positif jika kecepatan benda bertambah, dan diberi tanda
negatif bila kecepatan berkurang.
3.1.1.b. GLBB Vertikal
Sebuah benda yang bergerak pada arah vertikal, misal suatu benda yang
dilemparkan dari permukaan bumi ke atas atau sebaliknya, maka akan
dipengaruhi oleh percepatan gravitasi bumi g yang besar rata-ratanya di
permukaan bumi = 9,8 m/s2.
Benda yang dilemparkan dari permukaan bumi ke atas dengan kecepatan awal v o
mempunyai persamaan sebagai berikut :
Kecepatan pada saat ke t : vt = vo – gt
Besar lintasannya : s = vo.t – 1/2 gt 2
vt
s=h
vo
g
Gambar 3.3
(Tanda g negatif karena arah gerak benda berlawanan dengan arah g)
2. Benda yang dilemparkan dari ketinggian tertentu dengan kecepatan awal v o
kearah permukaan bumi mempunyai persamaan :
Kecepatan pada saat ke t : vt = vo + gt
Besar lintasannya : s = vo.t + 1/2 gt 2
21
vo
s=h
vt
g
Gambar 3.4
(Tanda g positif karena arah gerak benda sama dengan arah g)
Benda dilepas dari ketinggian tertentu kearah permukaan bumi (tidak diberi
kecepatan awal), disebut gerak jatuh bebas, mempunyai persamaan :
Kecepatan pada saat ke t : vt = gt
Besar lintasannya : s = 1/2 gt 2
vo = 0
s=h
vt g
Gambar 3.5
Contoh Soal 1 : Seorang pengendara motor melaju dengan kecepatan konstan 10 m/s
melewati sebuah pos polisi. Karena kecepatan pengendara motor itu melebihi batas
kecepatan maksimum yang diperbolehkan, maka tepat ketika ia melewati pos
tersebut, seorang polisi mengejarnya dengan mobil patroli dengan percepatan 2 m/s 2.
tanpa kecepatan awal. Tentukan dimana pengendara motor berhasil ditangkap polisi !
22
Jawab : Lintasan oleh pengendara motor yang melaju dengan kecepatan konstan
mempunyai persamaan : s = v.t, sedang lintasan oleh mobil patroli polisi yang melaju
dengan percepatan dan tanpa kecepatan awal, persamaannya : s = ½ a.t 2. Dengan
demikian maka : v.t = ½ at2 10.t = ½ .2.t2 10 = ½ .2.t Waktu yang
ditempuh : t = 10 s Maka pengendara motor tersebut ditangkap ditempat yang
berjarak s = ½ a.t2 = ½ .2.102 = 100 m, diukur dari pos polisi.
Contoh Soal 2 : Sebuah lift yang bagian atasnya terbuka, bergerak vertikal keatas
dengan kecepatan tetap 10m/s terhadap acuan bumi. Ketika sudah berada pada
ketinggian 100m, seorang didalam lift melemparkan bola keatas dengan kecepatan
20m/s relatif terhadap lift, sementara lift terus bergerak keatas dengan kecepatan
tetap. Hitung tempat tertinggi dari bola yang dilempar, tentukan pula berapa lama
waktu yang diperlukan oleh bola sejak dilempar sampai jatuh kembali ke tempat
semula di lift tersebut (g = 9,8m/s2).
v = g.t 10 m/s
s = ½ g.t2
v = 10m/s 15,32m
s = v.t
45,92m
10 m/s 30,6m
20m/s (thd.lift)
=30m/s(thd.bumi)
v =10 m/s
100m
23
Jawab : Bola dilempar keatas (Dari tempat berketinggian 100m) dengan kecepatan
relatif 20m/s terhadap lift, sedang lift sendiri mempunyai kecepatan 10m/s terhadap
bumi, berarti kecepatan bola terhadap bumi adalah = 20m/s +10m/s =30m/s.
Karena arah bola melawan arah gravitasi bumi maka persamaan untuk kecepatan bola
: vt = vo – g.t ; Pada titik tertinggi kecepatan bola vt = 0 sehingga : 0 = vo – g.t
0 = 30 – 9,8.t ; Maka waktu yang diperlukan bola untuk mencapai titik tertinggi
adalah t = vo/g = 30/9,8 = 3,06 sekon. Adapun lintasan bola yang ditempuh untuk
mencapai titik tertinggi = s = vo.t – ½ g.t2 ; s = 30.3,06 – ½.9,8.3,062 = 45,92 m, atau
apabila diukur dari permukaan bumi, tempat tertinggi bola = 45,92+100 = 145,92m.
Ketika bola sedang bergerak keatas, lift juga tetap bergerak keatas dengan kecepatan
tetap 10m/s sehingga ketika bola mencapai titik tertinggi, lintasan yang ditempuh
oleh lift adalah s = v.t = 10.3,06 = 30,6m, atau apabila diukur dari permukaan bumi =
30,6 + 100 = 130,6m. Ketika selisih jarak antara posisi lift dan bola 15,32m, lift
sedang bergerak keatas dengan persamaan lintasan s = v.t, sedang bola mengalami
gerak jatuh bebas dengan persamaan lintasan s = ½ g.t2 dan keduanya bertemu pada
suatu tempat dimana total jarak keduanya = v.t + ½ g.t2 , ini = 15,32m sehingga : v.t +
½ g.t2 = 15,32 , atau : 10.t + ½ .9,8.t 2 – 15,32 = 0 ini adalah bentuk persamaan
kwadrat dalam t: 4,9 t2 + 10.t -15,32 = 0 Gunakan rumus : t 1,2 = (-b+ √b -4.a.c)/2a
2
Diperoleh harga t =1,07 sekon. Dengan demikian, waktu yang diperlukan bola sejak
dilempar sampai mencapai titik tertinggi kemudian kembali ke lift = 3,06 + 1,07 =
4,13 sekon.
24
4
GERAK PARABOLA
Sebuah benda yang dilemparkan atau ditembakkan dengan kecepatan awal vo dan
sudut kemiringan tertentu misal maka lintasannya berbentuk parabola (lengkung)
akibat pengaruh gravitasi bumi. Apabila komponen kecepatan ini diuraikan ke sumbu
x dan sumbu y maka komponen kecepatan yang dipengaruhi oleh percepatan gravitasi
g adalah komponen kecepatan yang berada pada sumbu y yakni vy.
voy = vosin
y vo
vox = vocosg x
Gambar 3.6
Kecepatan awal benda vo dapat diuraikan menjadi komponen kecepatan pada
sumbu x dan y dengan persamaan gerak pada masing-masing sumbu sebagai
berikut :
Pada sumbu x : Pada sumbu y :
Kecepatan vx = voxcos Kecepatan vy = voysing.t
Lintasan sx = vxcost Lintasan sy = vysint g.t2
Contoh Soal : Seorang pengendara mobil berpetualang di lereng sebuah bukit.
Sesampai diujung jalan yang terjal, ia sengaja menginjak pedal gas untuk me
lompatkan mobilnya ke tempat yang lebih rendah dengan kecepatan 9m/s.
Tentukan posisi mobil, jarak dari tempat ia menginjak pedal gas, dan kecepatan
nya, setelah 1 sekon.
25
y
vo
O
y
vx=vo
x
vy=-g.t v
Jawab : Ketika mobil akan dilompatkan, posisi mobil adalah xo=0, dan yo=0.
Kecepatan awal hanya kearah horizontal saja yakni vox = 9m/s2, sedang voy = 0
Setelah bergerak selama 1 sekon, posisi pada sumbu x = vox.t = 9.1 = 9 m, sedang
posisi pada sumbu y (gerakan mobil ini pada sumbu y merupakan gerak jatuh bebas)
2
adalah : y = -1/2g.t = -1/2.9,8.12 = - 4,9 m. Tanda negatif menunjukkan bahwa
posisi mobil sekarang berada dibawah posisi mula-mula.
Jarak mobil setelah dilompatkan 1 sekon diukur dari posisi mula-mula adalah :
s = √ x2+y2 = √ (9)2+(-4,9)2 = 10,25 m. Kecepatan mobil setelah 1 sekon adalah
merupakan jumlah vektor dari komponen kecepatan pada arah sumbu x dan
komponen kecepatan pada arah sumbu y, dimana vx = vox = 9 m, sedang vy = -g.t = -
9,8.1 = -9,8 m/s. Maka besar kecepatan mobil setelah 1 sekon adalah : v = √vx2+vy2 =
= t - o t = t - o …….(1)
t
27
Persamaan tersebut dapat ditulis : t - o = a.t t = o + .t
= o.t = o ( t - o ) + ½. ( t - o ) 2 t2 = o2 + 2 .
2
Energi Kinetik Rotasi : Suatu benda yang berputar merupakan massa yang bergerak,
maka mempunyai energi kinetik rotasi.
Misal benda tersebut berputar dengan kecepatan sudut . Apabila tiap elemen benda
bermassa mi bergerak dengan kecepatan linier vi maka energi kinetik totalnya
adalah Ek = 1/2mi.vi2 Karena v = r , maka besar Energi Kinetiknya adalah :
Ek = ½ m.2.r 2 Harga m.r2 disebut momen inercia I, maka I = m.r 2, sehingga Ek
= ½ I.2
Contoh hubungan antar roda :
RPM = Rotation Per Minutes, dimana : 1RPM = 2/60 rad/s
Disini : vA = vB
A B (Kecepatan linier A = kecepatan linier B)
28
A B vA = vB
(Kecepatan linier A = kecepatan linier B)
A A = B
A C
B
Contoh Soal 2.
Sebuah roda berputar dengan kecepatan sebesar 1800 RPM. Jika direm selama 1
menit, kecepatannya berubah menjadi 1200 RPM. Apabila roda tersebut terus di rem
sampai berhenti.
a) Tentukan besar perlambatan sudutnya
t b). Jika terus direm dengan perlambatan tersebut
sampai berhenti, hitung lama (t) pengereman
1menit c). Hitung jumlah putaran roda sejak direm
o sampai berhenti !
(Ingat, setiap berputar 1 kali, besar sudutnya = 2rad, berarti untuk menghitung
jumlah putaran, sama dengan besar sudut dibagi 2, jadi: Jumlah putaran = /2
29
Contoh Soal 3 :
Rancanglah sebuah tikungan jalan miring yang jari-jari kelengkungannya 100m.
Apabila mobil yang melewati tikungan tersebut berkecepatan 25 m/s, berapa sudut
kemiringan jalan agar mobil tersebut dapat berlalu dengan aman?
Contoh Soal 4 :
Jari-jari roda A = 0,5m sedang roda B = 0,2m
B Apabila roda B berputar dengan kecepatan sudut
A 1000 RPM, tentukan besar kecepatan linier dari
Roda A !
v v
Benda bergerak dengan v konstan
Gambar 4.2
b). Jika benda bergerak dengan kecepatan berubah, berarti ada percepatan “a”,
maka : F = m x a
a
vo vt
Benda bergerak dengan percepatan “a”
Gambar 4.3
Contoh Soal 1(Cara Statik ): Sebuah benda berat 1000 newton digantung dengan dua
tali seperti pada gambar. Tentukan besar gaya tegangan tali TA dan TB !
30 60
TA TB
1000N
Contoh Soal 2(Cara Dinamik dengan percepatan “a” ): Tentukan besar gaya
percepatan “a” dan gaya tegangan tali T sistim sebagai berikut, dimana g = 9,8m/s 2 :
(TA = TB = T)!
33
a
A B
100kg 500kg
800kg g = 9,8m/s2 1000kg
Contoh Soal 4 : (Cara Dinamik dengan percepatan “a” ): Hitung percepatan sistim
dan gaya tegangan tali T!
100kg
T
Licin Sempurna T
a
10 kg
34
Contoh Soal 5 :
Sebuah lift sewaktu masih kosong , bermassa F=6000N
sama dengan beban penyeimbangnya =1000kg
Kemudian beberapa orang masuk lift, setelah a=2m/s2
itu mesin lift bekerja dan mengangkat lift ke
atas dengan gaya 6000N sehingga lift bergerak
dengan percepatan 2m/s2. Tentukan massa
total para penumpang lift tersebut !
( g = 9,8m/s2) 1000 kg
Contoh Soal 6 :
. F=100N
Sebuah benda ditarik dengan gaya 100N
45o membentuk sudut 45o terhadap horizontal
100kg
Tentukan besar gaya normalnya !
g = 9,8m/s2
Jawab :
F
F L Fcos F
A Fsin
W = m.g
Disini tidak ada gaya vertikal, Fy = 0 ; Gaya horizontal mengarah ke pusat
lingkaran, ini pasti harus sebanding dengan m.v2/R sehingga Fx = F sin = m.v2/R
F sin - m.v2/R = 0, sedang pada arah vertikal, Fy = F cos - m.g = 0
F = m.g/cos Masukkan harga F ke persamaan Fx (m.g/cos)sin=m.v2/R
m.g.tg =m.v2/R tg= v2/g.R R = L sin sehingga : v = R/T = Lsin
tg= v2/g.R = (Lsing.R sin /cos = 4Lsing.R
1 /cos = 4RL g.R = 4L g. cos = g./ 4L T = 2 √ L cos /g
GESEKAN
N Gesekan (Gaya Gesek) f, merupakan gaya yang melawan
gerak relative dari dua permukaan yang bersinggungan
Benda yang belum dikenai gaya kesamping, belum meng
W alami gaya gesek apapun, baik statik maupun kinetik.
Gambar 5.1
36
F F F
fs fs max fk
W W W
Gambar 5.2
1. Benda yang diberi gaya 2. Benda diberi gaya F yang 3. Benda sedang dalam
F relativ kecil dan benda cukup besar sehingga benda keadaan bergerak,maka
masih diam, sudah timbul tepat akan bergerak, maka berlaku persamaan :
gaya gesek statis dimana : berlaku persamaan : fk = k.N
f s <s.N f s = s.N Disini ada hal penting
untuk diperhatikan :
Jika F=fk mk benda sedang
bergerak dg v konstan.
Jika F>fk mk benda sedang
bergerak dg percepatan“a”
Koefisien gesek adalah angka perbandingan antara gaya gesek dengan gaya
normal
Koefisien gesek s adalah angka perbandingan antara gaya gesek statik maximum
dengan gaya normal
Koefisien gesek k adalah angka perbandingan antara gaya gesek kinetik dengan
gaya normal
37
Contoh Soal 1:
1.a). Apabila benda R yang tidak diketahui massanya menarik benda P dan Q
sehingga semua bergerak bersama-sama dengan kecepatan konstan, tentukan massa R
b). Jika massa benda R diganti dengan benda lain yang besar massanya 300kg,
hitung besar percepatan bersama “a”
NQ T
Np
P Q
R
WQ
Npsin30 Npcos30
WP WR = mR.g
100kg Q 100kg
P 0,5
0,5
30o g = 9,8 m/s2 v konstan
R
Contoh Soal 2:
Jika benda A,B, dan C bergerak bersama-sama dengan percepatan a = 2m/s2,
tentukan besar massa benda A yang belum diketahui!
100kg
C
B
A =0,2
30o 200kg
=0,4 38
Contoh Soal 3: Benda P,Q, dan R bergerak bersama-sama dengan kecepatan v
konstan, tentukan massa benda Q seperti pada gambar berikut :
200kg Q
P v konstan
R
60o 200kg
30o
Tikungan Datar
Mobil bergerak melingkar pada suatu tikungan datar berjari-jari R. Jika koefisien
gesekan statik antara roda dan jalan adalah s , berapa kecepatan maksimum (v max
m) mobil agar tetap pada jalur tikungan tersebut dengan tidak tergelincir ?
Jawab : Anggap gambar kotak kecil adalah mobil yang sedang berbelok di tikungan
W = Berat mobil ; N = Gaya Normal ; f = Gaya Gesek mobil pada jalan, dimana arah
gaya gesek menuju ke pusat kelengkungan tikungan berjari-jari R.
N Percepatan ac = v2/R kearah pusat kelengkungan
harus disebabkan oleh gaya gesek f = s.N, maka
f Fx = f = s.N m.v2/R , sedang Fy=N-m.g =0
Disini f diperlukan untuk menjaga agar mobil tetap
W = m.g bergerak dalam lintasan lingkaran.
39
Besar gaya gesek f akan bertambah dengan bertambahnya kecepatan, tetapi gaya
gesek maksimum yang tersedia adalah f max = s.m.g yang mana merupakan harga
konstan, dan ini menentukan kecepatan maksimum mobil agar tidak tergelincir. Maka
jika f max disubstitusikan ke persamaan f dan v maximum ke persamaan v diperoleh :
W=m.g
Kotak kecil ditengah tikungan jalan miring adalah mobil yang sedang melaju dengan
kecepatan v, sedang N adalah gaya normal pada mobil yang arahnya tegak lurus
terhadap permukaan jalan miring. Secara trigonometris dapat dibuktikan bahwa besar
sudut pada mobil sama dengan sudut kemiringan jalan. Pada keadaan disini,
penyebab gaya m.v2/R adalah : N sin jadi : Fx = N sin = m.v2/R ......(1)
Fy Ncos m.g N = m.g/cos
40
Harga N ini dimasukkan ke persamaan (1) diperoleh : (m.g / cos sin = m.v2/R ,
maka diperoleh : tg v 2/ g.R
Dalam merancang jalan mobil ataupun kereta api, tikungan sering dimiringkan untuk
kendaraan dengan kecepatan rata-rata. Jadi jika jari-jari kelengkungan tikungan R =
230 m dan kecepatan v = 25m/s maka sudut kemiringannya adalah :
tg v 2/ g.R = arc tg {(25)2/ 9,8.230} = 15o
Tikungan miring permukaan kasar
Persamaan (1)
Dari gaya-gaya pada sumbu y, pada kasus ini sama dengan gaya yang arahnya ke atas
atau ke bawah:
Persamaan (2)
42
sin θ
/cos θ tidak lain adalah tan θ sehingga
43
Ep = m.g.h
Ek = 0
Ep = m.g.h’
Ek = ½ m.v2
h h’ v
Ek = ½ m.v2max
Ep = 0
Gambar 6.1 vmax
x
F Ep = ½ k.x2
Gambar 6.2
k = konstanta pegas ; x = simpangan dari posisi mula-mula
6.1.2. Energi Kinetik
Energi Kinetik merupakan energi yang dimiliki oleh benda akibat geraknya. Semua
benda bermassa m yang bergerak dengan kecepatan v, mempunyai energi kinetik
yang besarnya ½ mv2
m
Gambar 6.3 v Ek = ½ mv2
6.2. Kerja (W)
Kerja didefinisikan sebagai hasil perkalian antara gaya F yang beraksi terhadap
Suatu benda dengan lintasan s dari benda tersebut dalam arah yang sama.
Bila sebuah benda ditarik dengan gaya F sejauh s, maka besar kerjanya adalah :
44
F W = F coss
Fcos
s
Gambar 6.4
Hubungan antara Kerja dan Energi
Jika sebuah benda bermassa m ditarik dengan gaya F dalam arah horizontal sejauh x
dengan kecepatan awal vo, kemudian mendapat percepatan a sehingga dalam waktu t
kecepatannya berubah menjadi vt, maka Kerja W = F.x = m.a.x
x = v.t = (vo+vt) t ; a = vt-vo ; maka W = m(vt-vo)(vo+vt) t sehingga :
2 t t 2
Kerja W = ½ m.vt2 - ½ m.vo2 ; (Kerja = Energi Kinetik akhir – Energi Kinetik awal)
Untuk sebuah benda jatuh, besar energi kinetik maupun energi potensialnya akan
berubah-ubah pada setiap tempat sebagai fungsi dari ketinggian. Ketika energi
kinetiknya membesar maka energi potensialnya mengecil, demikian pula sebaliknya
sehingga besar rata-rata Energi Kinetik = rata-rata Energi Potensial. Dengan
demikian maka besar kerja yang dilakukan oleh benda juga dapat dinyatakan :
Kerja : W = m.g.h2 – m.g.h1
(Kerja = Energi Potensial ditempat 2 – Energi Potensial ditempat 1)
Demikian pula pada gerak pegas maka : Kerja W = ½ k.x22 - ½ k.x12
(½ kx22 = Energi Potensial ditempat 2, sedang ½ kx12 = Energi Potensial ditempat
1)
Contoh Soal 1 :
Sebuah mobil menarik beban bermassa 2000kg dengan gaya F sejauh 4000m dan
melaju dengan kecepatan konstan. Jika koefisien gesek kinetik sepanjang jalan 0,4
dan g =9,8m/s2, tentukan besar kerja yang dilakukan oleh mobil ; hitung pula besar
kerja oleh gaya gesek!
45
F
2000kg
30o
Contoh Soal 2 :
Seorang dari helikopter berketinggian 200m menarik beban bermassa 100kg dari
permukaan bumi kearah atas sehingga beban bergerak dengan percepatan 4m/s2.
Tentukan : a. Kerja yang dilakukan oleh penarik
b. Kerja yang dilakukan oleh bumi
c. Kerja yang dijalani oleh beban tsb
d. Kecepatan akhir beban tersebut.
.
a = 4m/s2
200m
100kg
g=9,8m/s2
Contoh Soal 3 :
F Sebuah benda bermassa 200kg ditarik dengan
v konstan gaya F sejauh 500m dengan membentuk
sudut
60o terhadap bidang horizontal. Jika besar
200kg 60o
koefisien gesek kinetik k = 0,2 hitung besar
kerja yang dilakukan oleh penarik!
k=0,2 ( g = 9,8m/s2 )
46
8
MESIN-MESIN ANGKAT
7.1. Pengantar
Mesin didefinisikan sebagai alat untuk transformasi gaya, yakni merubah besar
maupun arah gaya. Pada masa sekarang, penggunaan mesin sangat mendominasi
berbagai kegiatan manusia di berbagai bidang, seperti : Industri, Transportasi,
Pertanian, bahkan Kedokteran dan Pendidikan, serta banyak bidang yang lain. Di
dunia Teknik Sipil, mesin pada umumnya digunakan sebagai alat penunjang untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan suatu obyek, misalnya gedung, jembatan, jalan
raya, terminal, dan sebagainya. Sesuai dengan kebutuhan di lapangan, mesin mesin
yang banyak diperlukan adalah berupa mesin yang berfungsi mengangkat dan
memindahkan benda-benda bermassa besar seperti beton, baja, balok kayu, batu,
lempengan besi, dan bahan-bahan bangunan lainnya. Oleh karena itu, digunakan
mesin angkat yang berfungsi untuk kelancaran dan kemudahan pelaksanaan suatu
bangunan. Terdapat banyak jenis mesin angkat, semakin besar nilai efisiensi suatu
mesin yang digunakan, tentu semakin baik.
Ada beberapa besaran yang digunakan untuk menunjukkan ukuran kemampuan
mesin, yakni :
7.2. M.A.(Mechanical Advantage): merupakan harga perbandingan antara besar
gaya beban yang diangkat dengan gaya yang digunakan untuk mengangkat .
47
48
Efisiensi didefinisikan sebagai harga perbandingan antara besar kerja output dengan
besar kerja input (dinyatakan dalam persen), sehingga :
Efisiensix 100 %
D.R.
0 <
Suatu kenyataan bahwa pada sebuah mesin, senantiasa terdapat faktor-faktor yang
merugikan kerja mesin, misalnya gesekan, panas, kelembaban, korosi, dan lain
sebagainya yang tidak diinginkan, sehingga menyebabkan efisiensi mesin tidak
pernah dapat mencapai 100 %, sebagaimana yang dinyatakan dalam hukum
thermodinamika. Hal-hal yang merugikan kerja mesin akan merubah besarnya harga
M.A., tetapi tidak berpengaruh terhadap harga D.R. (Penjelasan dari pernyataan ini
dapat dibaca pada pembahasan terhadap katrol tunggal di halaman selanjutnya).
7.4. Macam macam mesin angkat
Beberapa jenis mesin angkat yang akan dibahas adalah : Katrol tunggal ;
Katrol Ganda, meliputi : Katrol Sistim Pertama, Kedua, dan Katrol Sistim Ketiga ;
Katrol diferensial Weston ; Roda Poros ; Roda Poros Diferensial ; Dongkrak Sekrup
Sederhana ; Bidang Miring ; Kerekan Ketam Tunggal ; Kerekan Ketam Ganda ; Roda
Cacing.
a. Katrol Tunggal
Mesin sederhana ini dalam keadaan ideal mempunyai
harga M.A = 1, yang diperoleh dari Fo / Fi , dimana :
besar gaya Fi yang digunakan untuk mengangkat beban
W (sebagai gaya output Fo) besarnya sama dengan besar
So Si Fo . Demikian pula harga D.R. juga = 1 yang diperoleh
dari Si/So, karena untuk menaikkan W setinggi So= x m
Fo harus menarik Si sepanjang x m juga. Dalam keadaan
b. Katrol Ganda
Sistim Pertama :
DR = Jarak yang digerakkan oleh kerja
Jarak yang dijalani oleh beban
4
T3
DR = 2n ; dimana n = jumlah roda katrol
T2 3 3 Fi bebas, disini n ada 3 buah
( Katrol tetap yakni no.4, tidak dihitung)
T1 2 Dalam keadaan ideal, MA = DR, maka
MA = Fo/Fi = W/Fi = Si/So = 2n
1
Jika massa katrol bebas (nomor 1,2,dan 3)
cukup besar, maka perlu dihitung juga!
W
Katrol tetap ( nomor 4) tidak berpengaruh
50
Perhatikan, jika mesin ideal maka MA=DR, tetapi jika mesin tidak ideal, maka :
hubungan antara MA dan DR adalah :
51
MA = 3 Fi MA = 4
Fi
W W
Sistim Ketiga :
W = T1+T2+T3+T4
4 T1 = Fi
T4 T2 = 2T1 = 2Fi
3 T3 = 2T2 = 2(2Fi) = 22Fi
T4 = 2T3 = 2(22Fi) = 23Fi
T3 W = Fi+2Fi+22Fi+23Fi
2 W/Fi = (1+2+22+23+…2n)
T2 maka untuk n buah katrol :
1 MA =Fo/Fi =W/Fi = 2n-1
T4 T3 T2 T1 T1 (disini n = seluruh katrol)
Fi
52
9
Katrol Diferensial Weston
W
sedang tali 2 turun sejauh 2r. Ini
membuat beban W naik setinggi :
2R-2r = R-r = So . Dengan
2
Demikian,MA = Si/So = 2R/( R-r) , atau : MA = 2R/(R-r)
Roda Poros :
R
r Jika tali pada silinder besar ditarik
dengan gaya Fi sehingga silinder ter
Fi putar 1 kali, berarti panjang tali yang
W
ditarik = 2R (sebagai Si), dan beban
W pada silinder kecil naik setinggi
r R 2r (sebagai So). Dengan demikian,
M.A.=Fo/Fi =Si/So=2R/2r = R/r
53
54
Bidang Miring :
L = panjang bidang miring AB
h = tinggi dari C ke B
Fi B Gaya Fi yang bergerak dengan
n1 MA=Fo/Fi=Si/So=
L/(r x n2/n1 x n4/n3)
Jadi MA = L.n1.n3/(n2.n4)
W
Keterangan : n4,n3, n2, dan n1 masing-masing adalah jumlah gigi yang ada di
roda 4,3,2, dan 1, sedang r = jari-jari silinder tempat beban
Roda Cacing :
56
Jika satu putaran roda K menyebabkan roda cacing bergeser 1 gigi, maka : silinder
beban akan terputar 1/n kali, dan jarak yang ditempuh oleh beban = So = r/n ; maka
:MA=Fo/Fi=Si/So=R/(r/n) , Jadi: MA = R.n/r
Contoh Soal 1 :
T2
T4 T3 T2 T1 T1
Fi
4500
Contoh Soal 2 : Pada sebuah Kerekan Ketam Ganda, panjang L=1 m
n1=300 gigi; n2=100 gigi ; n3=400 gigi ; n4= 200 gigi ;
n4 adapun jari-jari tabung tempat beban = r = 0,2m
Hitung besar gaya Fi yang diperlukan untuk meng-
angkat beban seberat 30000N!
L n3 n2
n1
r
30000N
57
10
MOMENTUM
y m1(.x1, y1)
x pm = (m1.x1+ m2.x2) / (m1 + m2)
y pm = (m1.y1 + m2.y2) / (m1 +m2)
m2(.x2 ,y2)
x
Gambar 8.1
Untuk sejumlah partikel berlaku persamaan :
x pm = mi xi /mi =(m1.x1 + m2.x2 + m3.x3 +.mn.xn) /m1 + m2 + m3 +.mn
y pm = mi yi /mi =(m1.y1 + m2.y2 + m3.y3 +.mn.yn) /m1 + m2 + m3 +.mn
Contoh Soal 1:
Tentukan letal pusat massa dari tiga partikel dengan massa m1 = 1kg, m2 = 2kg, dan
m3=3kg yang terletak pada titik-titik sudut segitiga sama sisi yang panjang sisinya 1m
58
F2
m1 (-2,2) = 4 kg
F1 a pm
m2 (4,1) = 8 kg
P 63o
m3 (1,-3) = 4 kg
F3
Gambar 8.3
59
Jawab : Letak pusat massa sistim diperoleh sebagai berikut :
x pm =(-2.4 + 4.8 +1.4) /4+8 +4 = 1,75m
y pm =(2.4 + 1.8 + -3.4) /4+8 +4 = 0,25m
Pusat masanya ada pada titik P (1,75;0,25) ; Adapun besar gaya resultan pada sumbu
x = Fx = 14-6 = 8 N ; Besar gaya resultan pada sumbu y = Fy = 16 N
Gaya Fx dan Fy saling tegak lupus (membentuk sudut 90º, maka besar gaya resultan
yang bekerja pada pusat massa sistim adalah FR = Fx2 + Fy2 = √82 + 162 = 17,89 N
Dengan demikian besar percepatan pusat massa = a pm = FR/m = 17,89/16 = 1,12m/s2
Gaya resultan FR ini membentuk sudut dengan sumbu x yang besarnya dapat dicari,
Tg = Fy/Fx = 16/8 = 2, maka besar sudut = 63o
z
dm x pm = ∫ x dm/ ∫dm
y pm = ∫ ydm / ∫dm
z pm = ∫ z dm/ ∫ dm
r
0
x
y
Gambar 8.4
Contoh menentukan pusat massa sebuah batang kecil tipis dengan rapat massa
dan panjang batang L :
60
dx
0 L
x
Gambar 8.6
Diambil elemen massa dm yang terletak pada jarak x. Jika tinjauan hanya 1 dimensi
kearah memanjang saja maka rapat massa batang adalah = massa per panjang = ,
sedang elemen panjangnya dx, maka elemen massa dm = dx . dengan demikian
pusat massa batang ini x pm = ∫ x dm / ∫ dm = ∫ xdx / ∫dx = ∫ x dx / ∫ dx
x pm = [1/2 x2] 0 L / [ x ] 0 L = ½ L2/L = ½ L
11
8.2. Tumbukan
Dua benda dapat bertumbukan apabila keduanya bergerak berlawanan arah, keduanya
bergerak searah dengan kecepatan berbeda, atau salah satu benda bergerak sedang
benda yang lain diam.
Dua buah partikel masing-masing bermassa m1 dan m2 yang bergerak dan akan
bertumbukan, masing-masing sudah mempunyai kecepatan, momentum, dan energi
kinetik sebagai berikut :
m1 m2
Ek1=1/2m1v12 v1 v2 Ek2=1/2m2v22
P1=m1v1 P2=m2v2
m2
F2 m1 F1
Ek1’=1/2m1v1’2 m1 m2 Ek2’=1/2m2v2’2
v1’ v2 ’
Gambar 8.9
Pada saat terjadi tumbukan, benda 1 memberi gaya F1 kepada benda 2, demikian pula
benda2 memberikan gaya F2 kepada benda 1, ini adalah gaya : aksi = -reaksi,
sehingga :
F1 = - F2 . Waktu tumbukan pada benda 1 = waktu tumbukan pada benda 2 sehingga :
F1.t = - F2.t I1 = - I2 . Atau : m1v1’- m1v1= - (m2v2’- m2v2)
m1v1’+ m2v2’ = m1v1+ m2v2
Jadi, apabila gaya yang terjadi pada peristiwa ini hanya gaya yang diakibatkan oleh
peristiwa tumbukan saja (gaya luar seperti gesekan udara, gravitasi, dan sebagainya
diabaikan) maka total momentum kedua benda setelah tumbukan = total momentum
kedua benda sebelum tumbukan.
62
Adapun, apakah total energi kinetik sebelum tumbukan sama dengan total energi
kinetik setelah tumbukan, sangat tergantung kepada jenis tumbukan yang terjadi
sebagai berikut :
1. Tumbukan Elastis Sempurna
a). m1v1’+ m2v2’ = m1v1+ m2v2
b).1/2m1v1’2 +1/2m2v2’2 = 1/2m1v12 +1/2m2v22
(Kedua persamaan “a” dan “b” berlaku semua)
2. Tumbukan Elastis Sebagian
a). m1v1’+ m2v2’ = m1v1+ m2v2
b).1/2m1v1’2 +1/2m2v2’2 = 1/2m1v12 +1/2m2v22
(Hanya berlaku persamaan “a” saja )
3. Tumbukan Non Elastis Samasekali
a). m1v1’+ m2v2’ = m1v1+ m2v2
b).1/2m1v1’2 +1/2m2v2’2 = 1/2m1v12 +1/2m2v22
(Hanya berlaku persamaan “a” saja)
Beda nomor 2 dengan nomor 3 adalah : Pada tumbukan non elastis sama sekali (no.3)
besar kecepatan kedua benda setelah tumbukan adalah sama, jadi pada nomor 3 ber-
laku persamaan : v1’2 = v2’2 (Persamaan ini tidak berlaku untuk no.2)
Hukum Kekekalan Momentum
Misalkan dalam suatu sistim terdapat sejumlah n partikel yang masing masing
mempunyai massa m dan kecepatan v, dan antar partikel dapat saling berinteraksi satu
sama lain. Masing masing partikel memiliki kecepatan dan momentum. Apabila
partikel1bermassa m1 dan kecepatan v1 maka momentumnya m1.v1, partikel 2
bermassa m2 dan kecepatan v2 dengan momentum m2.v2, demikian juga untuk
partikel-partikel yang lain.
63
Dengan demikian sistim secara keseluruhan mempunyai momentum total P Tot. Besar
PTot merupakan jumlah vektor semua momentum partikel dalam sistim tersebut, jadi :
PTot = P1+P2+P3…Pn = m1.v1+m2.v2+m3.v3+…. m.n.vn
sehingga : PTot = M.vpm , dmana M = massa total sistim ; v pm = kecepatan pusat massa.
Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistim (misal gesekan udara, gravitasi
bumi,dll) maka jumlah momentum dalam sistim tersebut constan. Gaya dalam (gaya
antar partikel dalam sistim) tidak akan merubah besar momentum total P Tot karena
saling meniadakan. Jika ada gaya luar yang bekerja pada sistim maka :
F luar = M.apm
Fluar = jumlah vektor semua gaya luar ; .apm = percepatan pusat massa.
Sistim dengan massa yang berubah
v (terhadap bumi)
Ditinjau suatu gerakan yang terjadi pada sebuah roket
Mula-mula roket memancarkan gas pada ekornya, ini
Ini adalah gaya aksi oleh roket terhadap gas. Pancaran
gas melakukan gaya reaksi terhadap roket sehingga
menggerakkannya. Kedua gaya ini adalah gaya dalam
untuk sistim yang terdiri dari roket dan gas. Gas mem
M peroleh momentum kearah belakang sedang roket mem
peroleh momentum dalam harga yang sama ke depan.
Jika massa total roket mula-mula M dan kecepatannya
terhadap bumi adalah v sedang kecepatan pancaran
gas terhadap roket adalah u, maka kecepatan pancaran
dM/dt gas terhadap bumi adalah v+u .
Gb.8.10 Karena massa bahan bakar gas M akan terus berkurang
u ( terhadap roket) berarti M adalah variable, demikian pula v juga variabel
dengan demikian laju perubahan momentum roket :
dP/dt = d(Mv)/dt = Mdv/dt + vdM/dt
64
Gambar 8.11
65
8m/s 10.000(8)+2000(0)=(10.000+2000)v’
Apabila angka ½ pada tiap suku dicoret maka : m1v1’2 +m2v2’2 = m1v12 +m2v22
sehingga :
m1 ( v1’2 - v12) = m2 ( v22 - v2’2 ) m1 ( v1’2 - v12) = m2 ( v22 - v2’2 )
atau : m1 ( v1’ - v1) ( v1’ + v1) = m2 ( v2 - v2’ ) ( v2 + v2’ ) …..(2)
Apabila persamaan (2) dibagi dengan persamaan (1) maka diperoleh :
(v1’ + v1) = (v2 + v2’) , maka : v1’ = v2 + v2’- v1 …….……(3)
v2’ = v1’ + v1 - v2 …………(4)
Apabila persamaan (3) dimasukkan ke persamaan (1) maka diperoleh besar
kecepatan akhir benda 2 yakni v2’, sedang apabila persamaan (4)
dimasukkan ke persamaan (1) maka diperoleh besar kecepatan akhir
benda 1 yakni v1’ , jadi :
v2’ = [2m1v1’ + v2’(m2-m1)] / (m1+m2)
v1’ = [2m2v2’ + v1’ (m1-m2)] / (m1+m2)
Contoh Soal 4 Bola bermassa 1kg menumbuk bola lain bermassa sama yang diam
dengan kecepatan 10m/s. Apabila tumbukan yang terjadi adalah Elastis Sempurna,
tentukan kecepatan akhir dari masing-masing bola!
1kg 10m/s 1kg
Diam
Contoh Soal 5: Sebuah bola bermassa 1kg menumbuk benda bermassa sangat besar
dengan kecepatan 8m/s. Jika tumbukan yang terjadi adalah Elastis Sempurna,
tentukan kecepatan akhir bola tersebut!
67
1.000.000 kg
Kunci : Anggap massa benda diam = besar tak terhingga,
Contoh Soal 6 :
Sebuah peti bermassa 20 kg dilemparkan ke dalam kereta bermassa 50 kg yang
sedang dalam keadaan diam sehinga kereta bermuatan peti tersebut bergerak
horizontal. Hitung besar Energi Kinetik yang hilang pada peristiwa tumbukan tersebut!
(Tidak ada pengaruh gaya luar)!
20 kg
V= 40m/s
----------- 30o---- v’
50kg
68
12
ELASTISITAS
Suatu benda yang dapat kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah dikenai
gaya disebut bersifat elastis, sedang yang tak dapat kembali seperti bentuk dan ukuran
semula disebut bersifat plastis. Elastisitas pada benda tergantung kepada jenis
bahannya yang besar harganya dinyatakan dengan suatu konstanta. Untuk membahas
elastisitas, didefinisikan beberapa besaran terkait, antara lain : Stress(Tegangan) dan
Strain(Regangan)
9.1. Stress : didefinisikan sebagai harga perbandingan antara besarnya gaya F yang
beraksi terhadap benda dengan luas penampang lintang A dari benda tersebut.
Jadi : F/A (N/m2) (A = luas penampang lintang benda)
9.2. Strain didefinisikan sebagai harga perbandingan antara besarnya perubahan
ukuran dengan besar ukuran mula-mula.
Untuk kearah memanjang : = L/Lo (L= perubahan panjang ;Lo= panjang semula)
Untuk kearah ruang : = V/Vo (V=perubahan volume ;Vo = volume mula-mula )
1. Pada benda yang dikenai gaya kearah memanjang (ditarik) atau kearah memendek
(ditekan) maka berlaku persamaan :
F/A = Y.L/Lo
Y: disebut Modulus Young, suatu konstanta yang harganya tergantung jenis bahan
Lo L
F A F
Gambar 9.1
2. Benda yang mengalami gaya dari berbagai arah (seperti kubus dibawah) maka
berlaku persamaan :
F/A = - B.V/Vo (Tanda negatif menunjukkan ukuran benda berkurang)
B: disebut Modulus Bulk, suatu konstanta yang harganya tergantung jenis bahan.
69
F
F F
F
F F
Gambar 9.2
3. Benda mengalami gaya geser seperti pada gambar dibawah, maka berlaku
persamaan :
F/A = S.
x A F S : Modulus Geser
4m
1000N 1000N
X=?
Kunci :
Dari rumus : F/A = (Y.L/Lo) diperoleh : L=F.Lo/(A.Y) karena L baja = L tembaga , maka :
F.Lo/(A.Y) baja = F.Lo/(A.Y) tembaga ¡
71
13
GETARAN MEKANIS
Setiap gerak berulang dalam selang waktu yang sama disebut gerak Harmonik
(Periodik). Apabila didalam bergerak periodik suatu benda bergerak bolak balik
melalui lintasan yang sama maka gerakannya disebut sebagai GETARAN.
Bentuk getaran yang paling sederhana dikenal dengan Gerak Harmonik Sederhana.
10.1. Gerak Harmonik Sederhana (GHS) :
GHS adalah gerak periodik yang terjadi apabila gaya balik dari benda yang
disimpangkan dari posisi seimbangnya adalah berbanding lurus dengan
simpangannya, sedang arah gaya balik tersebut berlawanan dengan arah simpangan.
Grafik GHS sebagai fungsi waktu sangat identik dengan grafik Gerak Melingkar
Beraturan sebagai berikut :
Persamaan umum GHS dapat dituliskan dalam fungsi sinus/cosinus
Misal : x = A cos (t + ) x = simpangan getaran (m)
A= simpangan maksimum
= Amplitudo (m)
Gambar m 0
10.1
-A
(t + ) = Fase Getaran = tempat kedudukan titik yang dicapai pada saat t .
72
Sudut disebut : Konstanta Fase
Dari persamaan simpangan (x) ini dapat diperoleh harga kecepatan (v) dengan cara
mendiferensialkan persamaan x ke waktu t, jadi :
Kecepatan pada saat t : v = dx/dt = d[A cos (t + )]/dt = - A sin (t +
Demikian pula dari persamaan kecepatan (v) ini dapat diperoleh harga percepatan (a)
dengan cara mendiferensialkan persamaan v ke waktu t :
Percepatan pada saat t : a = dv/dt
= d2x/dt2 = d[- A sin (t +dt = - A cos (t + )
Dari persamaan yang ada dapat dijabarkan bahwa besar periode Tnya (waktu yang
73
Disini getaran diasumsikan sebagai konstan, tidak ada gaya redaman dari luar yang
menghambat gerak benda, dan tidak ada gaya paksa dari luar yang menambah besar
kekuatan gerak benda sehingga energi total getaran juga konstan .
74
Contoh Soal 1:
Sebuah benda bermassa 200kg bergetar mengikuti persamaan : x = 4 cos (t/3 - )
Hitung : a). Kecepatan pada saat 3 s. b). Percepatan pada saat 6s. c) Total Energinya
Contoh Soal 2:
Empat penumpang dengan berat seluruhnya 490N yang teramati menyebabkan pegas
mobil tertekan sejauh 0,1 m ketika mereka masuk ke mobil. Jika beban total yang
sekarang disangga oleh pegas mobil akibat adanya tambahan beban adalah 980N,
hitung periode getaran dari pegas mobil tersebut! ( g=9,8m/s2 )
Contoh Soal 3 :
Energi potensial benda jika bergetar sejauh
100 0,2m dari titik seimbangnya adalah 100J.
kg Tentukan harga konstanta pegasnya !
Contoh Soal 4 :
4. Sebuah benda bermassa 900 kg bergetar g pegas mengikuti persamaan :
x = 5 sin ( 2t/3 - /6)
a). Hitung kecepatannya ketika benda bergetar selama 3 s?
b). Tentukan besar harga konstanta pegas k !
75
14
10.2. Getaran Terredam
Getaran disini mengalami hambatan karena adanya gaya redaman dari luar
sistim,misalnya karena benda mengalami gesekan dengan zat cair. Redaman juga
berasal dari sifat inersia benda itu sendiri yang menentang terhadap perubahan
keadaan.
dimana C1 dan C2 adalah konstanta. Bentuk nyata persamaan (3) ini tergantung
apakah : r2 > 2 , atau : r2 = 2 , atau : r2 < 2
Jika r2 > 2 : maka √ (r2 – 2) adalah real dan lebih kecil dari r, menyebabkan
pangkat r + √ (r2 – 2) dan r √ (r2 – 2) persamaan (3) adalah negatif, ini
berarti perpindahan simpangan x secara kontinyu berkurang dengan waktu.
Simpangan partikel akan kembali ke posisi seimbangnya tanpa terjadi getaran.
Gerak seperti ini dinamakan OVER DAMPED
Jika r2 = 2 : maka √ (r2 – 2) = 0, harga ini tidak memenuhi persamaan (3), oleh
karena itu kita asumsikan bahwa √ (r2 – 2) mempunyai harga, meskipun sangat
kecil, ini menyebabkan pangkat r + √(r2– 2) dan r√(r2 – 2) persamaan (3)
juga berharga negatif, dan lebih negatif dari jika r2 > 2 Maka simpangan dari
partikel akan kembali ke posisi seimbangnya lebih cepat dari jika r2 > 2 dan
tanpa terjadi getaran. Gerak seperti ini disebut CRITICAL DAMPED.
Jika r2 < 2 : maka harga √ (r2 – 2) adalah imajiner, disini terjadi getaran bolak
balik yang makin lama makin lemah. Maka disini terjadi GETARAN TERREDAM.
√ (r2 – 2) adalah imajiner, jadi √ (r2 – 2) = i√ ( 2 – r2) i = bilangan imajiner
77
i = √-1 ; √ ( 2 – r2) = ’ ’ ini dinamakan : frekwensi sudut getaran teredam
’=2/T’=2f’ T’=periode getaran teredam ; f’=frekwensi getaran teredam
Sehingga periode getaran teredam : T’ = 2/’ = 2 √ ( 2 – r2)
Maka √ (r2 – 2) = i’ ’ = √ ( 2 – r2) ; Harga ini dimasukkan ke persamaan (3)
maka : x = C1.e (r + i.’) t + C2.e (r i.’) t = e r.t (C1.e + i.’. t + C2.e ( i.’) t)
Berdasarkan teori matematik, e +i. cos i sin , dan e -i.cosi sin
maka : ra. e r.t sin (’t +dapat diabaikan, sehingga besar kecepatan v :
78
Grafik Simpangan Getaran Terredam sebagai fungsi waktu t :
a. e r.t
-a
Gambar 10.4
Ek = ½ m.v2= ½ m.(a. e r.t ’cos (’t + 2 = ½ m.a2. e r.t (’)2cos 2(’t +
Untuk r<< maka berdasarkan hubungan √ ( 2 – r2) = ’ , besar ’ = sehingga
Diperoleh : ET =Ep+Ek = ½ k.a2. e r.t sin2(’t ) + ½ k.a2. e r.tcos2(’t +
ET = ½ k.a2. e r.t ((sin2(’t ) + cos2(’t + ET = ½ k.a2. e r.t
Jadi Besar Energi Total pada saat “ t “ adalah : ET = ½ k.a2. e r.t (joule)..(7)
Maka Daya Terdissipasi = Daya yang hilang keluar sistim
adalah P = - dET/dt = - d(½ k.a2. e r.t )/dt dengan demikian :
15
10.3.Getaran Paksa (Tak Terredam)
Pada peristiwa disini, getaran tidak mengalami hambatan dari gaya redaman
tetapi ada gaya paksa dari luar yang menambah kekuatan gerak benda, misal
ada benda yang bergerak-gerak diatasnya dengan gaya paksa Fp
Fp
’’ =2/T’’=2f’’ T’’ =periode getaran paksa ; f’’ =frekwensi getaran paksa
80
Fmax sin ’’t – k.x = m.d2x/dt2 d2x/dt2 +k.x/m = Fmax sin’’t/m….(1)
Penyelesaian dari persamaan ini adalah x = xc + xp dimana :
xc = x complementary (pelengkap) ; xp = x particular (khas)
81
16
Getaran disini mengalami gaya redaman yang menghambat gerakan, dan gaya paksa
dari luar yang memaksa benda untuk terus bergetar.
Fp
(Ingat, fmax adalah = Fmax /m = Gaya Paksa Maksimum per massa benda yang
getaran akan menjadi maksimum jika harga denominator dari √ 2-’’2)2 + (2r’’ 2
adalah minimum. Hal ini terjadi jika koefisien dari diferensial (turunan) pertamanya =
0, jadi : d{ 2-’’2)2 + (2r’’ 2 }/d’’ 0
2 2-’’2)(-2’’ + 4r2(2’’ 0 2-’’2 =2r2
Jika redamannya kecil ( r kecil), maka frekwensi resonansi f’’ sangat mendekati
frekwensi alami f = /2 , sehingga jika r=0 maka ’’=
fek redaman pada respons terhadap resonansi : Ketika kondisi amplitudo adalah
maksimum, ’’√ 2-2r2, maka Amaks = fmaks / 2r√(r2+’’2) fmaks = Fmax/m !
85
A
(a) r=0
(b) r = kecil
(c)
(d) r = medium
r = besar
0 0,5 1 1,5 2
’’<’’ =’’>’’
Keterangan : Untuk frekwensi sudut paksa ’’sangat kecil, amplitudo adalah nyaris
sama untuk semua harga redaman. Ketika ’’ bertambah maka amplitudo juga
bertambah dan menjadi maksimum pada harga ’’ tertentu yang mana tergantung
pada redaman. Kurva (a) menunjukkan amplitudo ketika r = 0, yakni ketika nggak
ada redaman. Dalam keadaan ini amplitudo menjadi tak terhingga pada saat ’’ =
. Kurva (b), (c), dan (d) menunjukkan bahwa pada saat r bertambah maka puncak
kurva bergerak kearah kiri yakni harga ’’ untuk mana amplitudo maksimumnya
berkurang. Lebih lanjut, ketika redaman ”r” bertambah, puncak bergerak kearah
bawah, yakni amplitudo maksimum dari getaran paksa semakin menurun. Pada saat
’’ bertambah, amplitudo cenderung kearah nol. Dapat dilihat bahwa kurva untuk
harga ”r” yang kecil akan jatuh dengan cepat dibanding ”r” yang lebih besar.
86
Ini berarti bahwa untuk permulaan yang sama dari kondisi resonansi, amplitudo
getaran akan jatuh dengan cepat ketika redaman adalah kecil, dan jatuh pelan-pelan
ketika redamannya besar. Dapat disimpulkan bahwa : semakin kecil redaman, maka
resonansi semakin tajam.
Contoh Soal 1 :
Sebuah benda bermassa 100 kg bergetar terredam mengikuti persamaan simpangan :
Contoh Soal 2 :
2. Benda yang mengalami getaran paksa terredam mempunyai simpangan getaran :
87
17
GELOMBANG MEKANIS
Gelombang adalah gangguan/usikan yang merambat. Gelombang yang
memerlukan medium (zat penghantar) didalam perambatannya adalah Gelombang
Mekanis, sedang gelombang yang tidak membutuhkan medium didalam
perambatannya adalah Gelombang Elektromagnetis. Berdasarkan dimensinya maka
gelombang ada yang 1 dimensi, 2 dimensi, dan 3 dimensi. Gelombang juga dapat
dibagi menjadi gelombang pulsa dan gelombang periodik. Dapat dikatakan bahwa
gelombang periodik merupakan rangkaian dari gelombang pulsa. Disini akan dibahas
Gelombang Mekanis :
Pada 3 grafik gelombang pulsa 1 dimensi ini, fungsi matematiknya dapat ditulis sbg:
y y y
x a x v.t x
(1) y = f(x) (2) y = f(x-a) (3) y = f(x-v.t)
Gambar : (1),(2),dan(3) adalah gelombang pulsa 1 dimensi
Adapun pada grafik gelombang periodik 1 dimensi berikut, fungsi matematiknya
dapat dinyatakan dengan : y = ymsin k (x-v.t)
A ym = Amplitudo gelombang
k = angka gelombang
t (berharga k = 2/
-A = panjang gelombang
A
E I = E/(t.A)=dE/(dt.dA) J/s.m2(=W/m2)
Rapat massa untuk benda 3 dimensi dikenal sebagai rapat massa volum yang
harganya :m/V atau dm/dV ; sedang benda yang hanya 2 dimensi adalah rapat
massa luasan m/A atau dm/dA, adapun untuk benda 1 dimensi adalah rapat
massa linier = m/x atau dm/dx (dm = elemen massa, dV=elemen volum, dA=
elemen luasan, sedang dx = elemen panjang)
Pada persamaan simpangan gelombang diatas yakni: y = ym sin (kx-.t) , maka
persamaan kecepatannya dapat diperoleh dengan mendiferensialkan y ke waktu t ,
90
18
91
Contoh Soal 1: Dalam sebuah auditorium, besar taraf intensitas bunyi ditempat C
adalah 80dB. Apabila jarak dari sumber bunyi : S ke A = 10m, S ke B = 20m, dan S
ke C = 30m, tentukan : a). Besar Daya dari sumber S b). Intensitas di A dan di B c).
Energi yang diterima oleh bidang seluas 4m2 di C!
C
B
A
Contoh Soal 2 :
Tentukan taraf intensitas bunyi dari suatu sumber bunyi yang intensitasnya
sama dengan: a) 100 kali intensitas ambang b).10000 kali intensitas ambang
Efek Doppler
Gelombang mekanis berupa bunyi, merambat dengan kecepatan terbatas. Oleh
karena itu dimungkinkan untuk seorang pengamat yang mengukur gelombang untuk
bergerak relatif terhadap gelombang tersebut, atau sumber gelombang yang bergerak
relatif terhadap pengamat.
92
Pergerakan pengamat ataupun sumber bunyi tentu mempengaruhi besar frekwensi
yang diukur. Efek Doppler adalah peristiwa pergeseran frekwensi dan panjang
gelombang sebagai akibat dari gerak sumber bunyi pada suatu medium, gerak
penerima bunyi pada suatu medium, atau bahkan gerak dari medfium itu sendiri.
1. Sumber bunyi yang bergerak : Ditinjau sirene yang berbunyi dengan frekwensi
fo. ( Berarti periode To = 1/fo ). Gelombang ini merambat dengan kecepatan v yang
sama (simetri) kesegala arah, dan panjang gelombangnya = v/fo. Tetapi jika sirene
ini bergerak dengan kecepatan vs terhadap medium, maka panjang gelombangnya
lebih pendek terhadap arah +vs, dan lebih panjang terhadap arah –vs. Untuk jelasnya
perhatikan penjelasan berikut :
Diujung sebelah kiri terdapat pengamat A, dan diujung sebelah kanan terdapat
pengamat B, sedang sumber bunyi berada ditengah-tengah antara A dan B. Apabila
sumber bunyi bergerak ke kanan mendekati B maka selama satu periode To bergerak
pada jarak sebesar vs.To = vs/fo. Dengan demikian panjang gelombang berkurang
sebesar ’= - vs/fo = (v – vs)/fo Frekwensi dimana pengamat B menerima
gelombang yang mendekat menjadi : f ’ = v/’ = fo [v/(v-vs)] = fo/[1 – (vs/v)] ;
Karena sumber bunyi menjauhi A maka panjang gelombang bertambah sehingga bagi
pengamat A : ’ = + vs/fo = (v + vs)/fo Frekwensi dimana pengamat A menerima
gelombang yang menjauh : f ’ = fo/[ 1 + (vs/v) ]
2. Pengamat yang bergerak : Misal seorang pengamat bergerak ke arah sumber
bunyi dengan kecepatan v dimana terdapat sumber bunyi diam dengan frekwensi fo.
Karena gelombang dari sumber bunyi juga mempunyai kecepatan yang menuju
kepada pengamat maka kecepatan pengamat perlu dimodifikasi menjadi :
v ’ = v + | vr | vr = kecepatan relatif dari orang terhadap gelombang . dengan
demikian frekwensi gelombang juga perlu dimodifikasi menjadi:f ’= v’/ = (v+|vr|)/
= fo+|vr|/= fo(1+|vr|/v). Jadi : f’ = fo(1+|vr|/v).
93
Ketika pengamat bergerak kearah sumber gelombang berjalan, panjang gelombang
nya tak berubah, kecepatan gelombang bertambah dan frekwensi bertambah. Ketika
pengamat bergerak menjauh dari sumber gelombang, panjang gelombangnya juga tak
berubah, sedang kecepatan gelombang berkurang dan frekwensi gelombang
berkurang. Maka apabila seorang bergerak menjauhi sumber bunyi, kecepatannya
sekarang: v ’ = v - |vr| ; f ’ = (v - |vr|)/ = fo - |vr|/ Jadi : f ’ = fo(1-|vr|/v)
3. Sumber bunyi bergerak dan Pengamat bergerak : jika semua gerakan berada
pada satu garis, misal pada sumbu x, maka kita dapat menggabungkan keduanya.
Setiap kecepatan termasuk gelombang, diberi tanda positif bila bergerak kekanan dan
negatif bila bergerak kekiri. Efek dari sumber yang bergerak adalah merubah panjang
gelombang tetapi tidak merubah kecepatan gelombang. Dan efek dari pengamat yang
bergerak adalah merubah kecepatan gelombang tetapi tidak merubah panjang
gelombang. Ini bisa dinyatakan dengan : ’ = (v – vs)/fo ; v’ = v – vr ; dengan
demikian frekwensi termodifikasi f’ = v’/ ’ = (v – vr)fo/(v – vs) Sumber dan
pengamat saling mendekat satu sama lain ketika vs dan v mempunyai tanda yang
sama, dan vr mempunyai tanda yang berlawanan. Dalam hal ini f’ bertambah atas fo.
Bila sumber dan pengamatb saling menjauhi satu sama lain, vr dan v mempunyai
tanda yang sama, sedang vs mempunyai tanda yang berbeda, frekwensi yang
dirasakan berkurang. Catat bahwa persamaan diatas ini adalah tidak simetris diantara
sumber dan pengamat. Jika kita tahu kecepatan relatif, kita dapat tahu siapa yang
bergerak, sumber atau pengamat. Apabila kecepatan pengamat dan sumber adalah
kecil dibanding v maka dapat ditunjukkan bahwa : f’ = fo{1+(vs-vr)/v}
94
19
MOMEN INERSIA
Inersia merupakan sifat pada benda yang menolak terhadap perubahan keadaan,
jadi benda yang diam senantiasa ingin diam, demikian pula benda yang sedang
bergerak dengan kecepatan konstan akan senantiasa berusaha mempertahankan
keadaan geraknya jika tidak ada gaya yang mempengaruhinya. Bisa dikatakan bahwa
inersia adalah ukuran seberapa sukar benda untuk dirubah dari keadaannya. Ada 2
inersia : Inersia translasi adalah ukuran seberapa sukar benda untuk bergerak
translasi, dan Inersia Rotasi adalah ukuran seberapa sukar suatu benda untuk bergerak
translasi. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa Inersia Translasi tak lain adalah
adalah sama dengan massa (m) , sedang Inersia Rotasi adalah sama dengan Momen
Inersia (I). Momen Inersia dibedakan menjadi 2 :
Momen Inersia untuk benda partikel dan Momen Inersia untuk benda kontinyu
12.1. Momen Inersia benda partikel : apabila sebuah sistim terdiri dari sejumlah
benda yang dapat dianggap partikel (benda titik) maka besar :
I = ∑mi.ri2 = m1.r12 + m2.r22 + m3.r32 + mn.rn2
r1 = jarak benda bermassa m1 ke sumbu putar
95
Jawab : I = mA.rA2+mB.rB2+mC.rC2 = 2.02+5.02+1.32 = 9 kgm2
2kg B 5kg
Sumbu putar
A 4m B
3m
C
1kg
12.2. Momen Inersia Benda Kontinue : apabila benda yang akan diputar berukuran
Untuk benda 2 dimensi : I = ∫ r2dm, dimana dm = dA = massa per luas
Disini r = jarak dari elemen benda 2 dimensi (dA) bermassa dm ke sumbu putar.
Jadi : dV = elemen volume ; dA = elemen luas ; dx = elemen panjang!
Contoh 2 : Tentukan besar momen inersia dari tongkat sangat kecil (anggap hanya
1 dimensi) yang panjangnya L bermassa M dan diputar pada sumbu putar yang :
x a). Tegak lurus pada ujung tongkat
x b). Tegak lurus pada pusat tongkat
dx
(a) L (b)
96
Jawab : Rapat massa tongkat kecil adalah = M/L Jadi massa M = .L
L L L L
(a) I = ∫ x 2 dm = ∫ x 2 dx = ∫ x 2 dx = x 3/3 ] = L /3= ML /3
3 2
0 0 0 0
Teorema Sumbu Parallel : momen inersia suatu benda yang mengelilingi suatu
sumbu adalah diberikan oleh jumlah momen inersia yang mengelilingi sumbu yang
melewati pusat massa dan parallel terhadap sumbu yang diberikan dan hasil perkalian
total massa M dari benda dan kwadrat jarak d yang tegak lurus diantara dua sumbu.
Secara matematis dinyatakan sebagai :
I = I pm + M.d2
Ipm = momen inersia pada pusat massa benda
r=L
r = L/2 pm r = L/2
Tinjau dua buah bola baja yang bermassa sama masing-masing sebesar m dan ambil
dua sumbu putar yang parallel, satu melalui pusat massanya sistim dan satunya lagi
melalui salah satu massa bola baja. Untuk sumbu yang melalui pusat massa (pm),
maka momen inersianya adalah Ipm = m(L/2)2 + m(L/2)2 = mL2/2, sedang untuk
sumbu yang melalui salah satu sisi bola momen inersianya adalah I = mL2
97
Harga ini juga bisa diperoleh dari rumus I = I pm + M.d2 disini d = L/2, sedang
M = 2m, maka : I = mL2/2 + (2m)(L/2)2 = mL2
Contoh 3 : Suatu lembaran logam segi empat tipis bermassa M dengan lebar a dan
panjang b. Hitung momen inersia dari lembaran logam tersebut yang diputar pada
sumbu putar yang : a).Tegak lurus lembaran logam dan melalui salah satu sudutnya
b). Tegak lurus lembaran logam dan melalui pusat massanya.
O b y
dy
a y dx
x
(a) (b)
Jawab : Rapat massa lembaran logam tipis yang lebarnya a dan panjangnya b
adalah : M/A = M/a.b Massa M = a.b
(a) Momen inersia dengan sumbu putar pada salah satu sudutnya (misal sumbu z) :
a b a b
I= ∫ dx ∫ dy( x2 + y2) = M/ab dx ∫ ∫ dy(x 2 + y 2 ) =
0 0 0 0
a b a b
M/ab (∫ x dx ∫ dy∫ dx ∫ y dy ) = M/ab [ (a /3)b + (b /3)a ] = M(a
2 2 3 3 2
+
b2)/3
0 0 0 0
(b) Pusat massa terletak ditengah-tengah segi empat, berarti pada x = a/2 dan y = b/2
dan jarak terhadap tiap sudut adalah d2 = (a/2)2 + (b/2)2
Berdasarkan teorema sumbu parallel, I = Ipm + Md2
98
Ipm = I – Md2 =M(a2 + b2 )/3 – M (a/2)2 + (b/2)2 [ ] = M(a + b )(1/3 – 1/4)
2 2
dm=dx
dx
Contoh 5. Menghitung momen inersia silinder pejal yang diputar pada sumbu putar
yang sama dengan sumbu silinder : I = ∫ r2dm = ∫ r2dV = ∫ r2rdrL = L∫ r3dr
L ( r = jarak dari elemen dm ke sumbu putar! )
R Batas integralnya adalah dari 0 sampai R,
sehingga :
L∫oR r3dr = L.1/4[r4]oR = ½ m.R2
m =R2L
dm = rdrL
(Ini adl bentuk elemen dm di dalam silinder jika dibuka!)
99
Contoh 6 : Tentukan harga momen inersia sebuah bola pejal berjari-jari R yang rapat
massanya dan diputar dengan sumbu putar pada sumbu x seperti pada gambar!
R
Jawab : I = ∫ r2dm, dimana dm = dV
r dm = r2dx ; r2 = R2 – x2 sehingga :
dm = R2 – x2)dx
x
I = ∫ (R2 – x2 ) R2 – x2)dx
= ∫ R2 – x2)2 dx
x Batas integral dari 0 sampai R, maka
R
dx I = ∫ ( R4-2R2x2+x 4)dx
o
I = [ R x - 2/3R x + 1/5 x ] = ( R R - 2/3R2R3 + 1/5 R5 ) =
4 2 3 5 R 4
0
Soal Latihan :
Tentukan besar momen inersia dari silinder pejal berjari-jari 0,5m panjang 10m dan
rapat massanya 12000 kg/m3 jika diputar dengan sumbu putar yang tegak lurus
terhadap sumbu silinder dan posisi sumbu putar tepat ditengah-tengah silinder !
100
20
P y1
Maka : P = Po + g.h
Gaya apung dan Hukum Archimides
Suatu benda apabila dicelupkan kedalam zat cair akan mengalami beberapa
kemungkinan, tergantung kepada rapat massa dari benda tersebut dan rapat massa
dari zat cair itu sendiri. Tinjau sebuah balok yang rapat massanya dengan luas A
dan tinggi h, dengan demikian volume balok adalah V = A.h. balok tersebut sebagian
tercelup kedalam air yang rapat massanya a. Gaya keatas yang dialami oleh balok
adalah terkait dengan tekanan dari air. Berdasarkan rumus : P = Po + .g.h, sedang
P=F/A, maka : Fkeatas = P.A = Po.A +a.g.y.A ; y = jarak vertikal bagian balok yang
tercelup air!Gaya kebawah ada dua komponen : Tekanan atmosfir diatas balok dan
berat balok itu sendiri. Gaya oleh atmosfir = F atm = Po.A, dan gaya akibat berat balok
F = m.g = h.g Dengan demikian besar gaya kebawah total F kebawah = Po.A +
g.h.A Maka resultante gayanya (Gaya netto) pada balok F = F kebawah –F keatas =
Po.A + g.h.A – Po.A - a.g.y.A = .g.h.A- a.g.y.A
102
Keadaan seimbang – mengapung – menuntut keseimbangan gaya yakni F netto = 0.
Apabila harga gaya netto ini dibagi dengan g.A maka diperoleh : .h = a.y atau
/a = y/h Jika <a maka y/h < 1, ini berarti hanya sebagian saja dari balok yang
tenggelam. Jika a, balok secara keseluruhan tenggelam dalam air dimana y = h.
Disini balok akan mengapung tepat dibawah permukaan air karena gaya keatas dan
gaya kebawah saling meniadakan. Jika > a maka balok pasti tenggelam secara
penuh. Untuk keadaan tenggelam maka : F netto = g.h.A - a.g.h.A > 0 Beda
harga dari berat balok g.h.Adikurangi F netto dikenal sebagai Gaya Apung
(Buoyant force). Jaqi Gaya Apung F apung = F berat benda – F netto. Untuk kasus balok
yang tenggelam sebagian maka Fapung = g.h.A – 0 = .g.h.A = a.g.y.A. Adapun
jika balok tenggelam secara kesdeluruhan, dimana y >=h maka gaya apungnya :
F apung = .g.h.A – ( .g.h.A - a.g.h.A) = a.g.h.A Apabila V adalah volume
benda dibawah permukaan air ( V = y.A atau h.A tergantung apakah benda tenggelam
sebagian atau secara keseluruhannya ke dalam air) maka kita bisa mengkombinasikan
hasil kita ke satu pernyataan tunggal yakni : F apung = a.g.V ; Gaya apung melawan
gaya gravitasi pada benda ( .g.h.A) ; Archimides mengemukakan prinsip yang
berbunyi : Besar gaya apung pada benda yang tercelup sama dengan besar berat
zat cair yang dipindahkan oleh benda tersebut.
(a) F netto = 0 ; V’<V ; Fapung = a.g.V’ = F = .g.V ; a.V’ = .V
F keatas
h y F kebawah
103
(b) F netto = 0 ; V’=V ; = a
F keatas
y=h F kebawah
F kebawah
y
+y
Keterangan :
V = Volume total benda : V’ = Volume bagian benda yang tercelup dalam air
= Volume air yang dipindahkan oleh benda
Contoh Soal 1 : Suatu bak mandi segi empat yang terbuat dari plastik mempunyai
panjang L= 1m, lebar W = 0,8m, tinggi t = 0,6m, dan massa M =200kg. Bak tersebut
terapung di danau. Berapa banyak orang yang bermassa masing masing m = 50 kg
dapat naik ke bak tersebut sebelum tenggelam?
104
?
y W
L
Jawab : Misalkan jumlah orang yang naik sebanyak x sedang rapat massa air a =
1000 kg/m3. Jika bak tersebut tenggelam sedalam y, maka volume air yang
dipindahkan = gaya apung Fapung = air.L.W.y.g . Adapun gaya kebawah dengan
sejumlah x orang = Fkebawah = (M+x.m)g . Bak terapung dengan kedalaman y dimana :
F apung = F kebawah . Bak akan tenggelam pada saat y = t. Sebelum tenggelam, persamaan
keseimbangannya adalah : air.L.W.t.g = (M+x.m)g. air.L.W.t.g = M.g+x.m.g
Harga g dikiri dan kanan persamaan dapat dicoret sehingga banyaknya orang = x
=(air.L.W.t.- M)/m = (1000.1.0,8.0,6 – 200) / 50 = 280/50 = 5,6. Ini berarti jika bak
dinaiki oleh 5 orang (berarti massanya cuma 250 kg) bak masih terapung, tetapi jika
dinaiki oleh 6 orang (berarti massanya 300 kg) maka bak akan tenggelam.
Contoh Soal 2 : Suatu balon timah dengan rapat massa = 11300kg/m 3 yang berisi
udara berjari-jari R = 0,1m secara total tercelup dalam tangki air seperti pada gambar
dibawah. Berapa ketebalan t dari kulit timah balon jika balon tersebut tidak terapung
juga tidak tenggelam? (Anggap t sangat tipis dibanding jari-jari R!) t << R
105
Jawab : Kita harus menghitung berat air yang dipindahkan oleh balon. Untuk itu kita
perlu menghitung volume timah dan volume udara didalamnya.Dalam hal balon tidak
tenggelam, secara pendekatan dapat diasumsikan bahwa tebal balon t jauh lebih kecil
dibanding jari-jari balon R t <<R = 0,1m. Maka volume timah Vt dapat di anggap
volume bola luar dikurangi volume bola dalam
sehingga jari-jarinya adalah R – t , dimana t=0
R karena sangat kecil, maka Vt = R x t
T Vt = R t ; Berat timah Wt = R t..g
T Berat air yang dipindahkan = Wa = a.Vt.g
Wa = 4/3 R3 .a.g Wa = Wt, maka :
t 4/3 R3 .a.g = R t..g
Jadi tebal kulit timah balon t = R.a / 3
t = 1000.0,1 / 3(11300) = 0,0029m = 3 mm
( Bukti bahwa t<< R, atau 0,0029m<<0,1m)
21
13.2. Fluida dinamis
Suatu zat cair yang mengalir dapat menghasilkan kondisi yang kompleks,
misalnya terjadi pusaran aliran, timbulnya gesekan internal, dan sebagainya. Disini
yang akan dibahas adalah zat cair yang ideal, yang memenuhi sejumlah kriteria
tertentu, antara lain : zat cair yang mengalir tidak kental, tidak dalam keadaan
terkompresi, tidak ada gesekan internal, alirannya tidak turbulen ( berpusar), dan
sebagainya.
Persamaan Kontinuitas : Ditinjau suatu elemen zat cair bermassa dm1 yang
mengalir di pipa 1 yang luasnya A1 dalam waktu dt ( dt = elemen waktu) dan dengan
kecepatan v1. Massa dm1= dV1 (dV1=elemen volum). Elemen massa dm1 tersebut
berbentuk koin yang luasnya A1, maka besar dm1= dV1 = A1.v1.dt
106
Gerakan dm1menyebabkan elemen massa di pipa 2 bermassa dm 2 yang luas pipanya
A2 bergerak dengan kecepatan v2 dalam waktu dt juga .
v2 Jadi :
A2 dm2 dm1 = dV1 = A1.v1.dt
dm2 = dV2 = A1.v1.dt
dm1 = dm2 Maka :
A1 v1 A1.v1 A2.v2 , atau :
A1.v1 A2.v2 = R (m3/s)
Persamaan Bernoulli :
A2
A1 h2
h1
(a)
v2
v1 F2=A2P2
F1=P1.A1 h2
h1
L1(b)gL2
107
KETERANGAN :
Sebuah pipa mempunyai ukuran penampang yang berbeda pada bagian bawah dan
bagian atasnya. Luas penampang pipa bawah = A1, sedang luas penampang pipa atas
= A2 . Pipa pada gambar (a) berisi zat cair yang rapat massanya yang masih diam
Kemudian pada gambar (2), tutup pipa bawah yang luasnya A1 didorong dengan gaya
F1 sampai sejauh L1 menyebabkan tutup pipa atas yang luasnya A2 bergeser sejauh
L2 ( Timbul gaya reaksi F2 akibat adanya gaya aksi F1). Pada peristiwa ini, gaya F1
melakukan kerja sebesar = F1L1 , sedang gaya F2 melakukan kerja sebesar = F2.L2
Karena zat cair yang bermassa m dipindahkan dari tempat berketinggian h1 ke tempat
lain berketinggian h2 , sedang gaya gravitasi bumi berarah kebawah (berlawanan
dengan arah gerak zat cair ) maka kerja oleh gaya gravitasi besarnya = m.g.h 1- m.g.h2
Dengan demikian besar kerja yang dilakukan oleh seluruh gaya (gaya resultan) =
F1L1+ F2.L2 + (m.g.h1- m.g.h2)
Menurut Teorema Kerja Energi : Besar kerja yang dilakukan oleh gaya
resultan yang beraksi terhadap sistim = Besar perubahan Energi Kinetik dalam
sistim itu.
Besar energi kinetik dipipa bawah = ½ m.v12, sedang besar energi kinetik dipipa atas
= ½ m.v22. Maka besar perubahan Energi Kinetik dalam sistim = ½ m.v22 ½ m.v12
Berdasarkan Teorema Kerja Energi maka diperoleh persamaan :
F1L1+ F2.L2 + (m.g.h1- m.g.h2) = ½ m.v22 ½ m.v12
Apabila suatu benda dimasukkan ke dalam zat cair maka terdapat dua
kemungkinan yakni tenggelam atau terapung. Hal ini terkait dengan adanya dua
macam gaya yang bekerja terhadap benda tersebut dan saling berlawanan arah yakni
gaya gravitasu dan gaya dorong keatas oleh zat cair. Jika gaya gravitasi lebih besar
dari gaya dorong keatas maka benda akan tenggelam, sebaliknya jika gaya gravitasi
lebih kecil dari gaya dorong keatas, benda akan terapung. Archimides menyatakan :
“Ketika suatu benda dicelupkan sebagian atau keseluruhannya kedalam zat cair, ia
akan mengalami gaya dorong keatas oleh suatu gaya yang besarnya sama dengan
berat zat cair yang dipindahkan oleh benda itu “, dengan kata lain, gaya resultant
yang beraksi pada benda itu adalah sama dengan perbedaan antara gaya keatas oleh
zat cair dan gaya kebawah oleh gravitasi. Kecenderungan dari zat cair untuk
mendorong keatas dari benda yang dicelupkan dikenal sebagai gaya apung, ini selalu
sama dengan berat zat cair yang dipindahkan oleh benda. Jika gaya apung lebih besar
dari berat benda maka benda akan didorong keatas sampai terapung, tdetapi jika gaya
apung lebih kecil dari berat benda maka benda akan tenggelam. Pusat gaya apung
adalah tempat suatu titik dimana gaya apung ditetapkan beraksi. Ini selalu merupakan
pusat berat dari volume zat cair yang dipindahkan. Dengan kata lain, pusat gaya
apung adalah pusat dari wilayah bagian yang dicelupkan.
Metacentre
Ketika suatu benda terapung pada suatu cairan, ada pergeseran sudut kecil,
kemudian mulai bergetar disekitar titik tertentu. Titik disekitar mana benda mulai
bergetar pada saat terapung disebut metacentre.
Jadi, metacentre (M) adalah interseksi dari suatu garis yang melewati pusat gaya
apung (B) dan pusat berat dari benda (G), dengan garis vertikal yang melalui pusat
gaya apung yang baru B’).
109
M
1
A B
2
G
B’ B
3
C 4 D
Tinggi metacentre
Jarak diantara pusat gravitasi G suatu benda yang terapung dan metacentre M
yakni jarak GM disebut tinggi metacentre. Suatu kenyataan bahwa tinggi metacentre
suatu benda yang terapung merupakan ukuran kestabilannya, semakin tinggi
metacentre dari suatu benda yang terapung, maka ia akan semakin stabil. Dalam
rancangan modern, tinggi metacentre suatu kapal senantiasa dihitung dengan teliti
untuk mengecek kestabilannya.
Cara mengukur tinggi metacentre :
Asumsikan ada sebuah kapal terapung dengan bebas di air. Kapal ini mengalami
rotasi searah dengan putaran jarum jam seperti pada gambar berikut :
2b
3
b
b m
2 M
a o c
Gn
e1 B’ B
e d
110 d1
Anggap ada kapal terapung di air yang mengalami rotasi membentuk sudut kecil
disekitar titik O. Sebagai akibat rotasi, kedudukan kapal sekarang adalah mengikuti
gambar dengan garis tipis. Maka bagian yang tenggelam sekarang berubah dari acde
ke acd1e1. pusat gaya apung mula-mula B sekarang berubah ke posisi B 1. Maka
segitiga aom telah keluar dari air, sedang segitiga ocn berada dibawah air. Karena
volume air yang dipindahkan adalah sama maka berarti kedua segitiga tadi
mempunyai luas wilayah yang sama. Ketika segitiga aom keluar air (berarti
berkurangnya gaya apung disebelah kiri) maka ini cenderung memutar kapal kearah
anti putaran jarum jam. Demikian pula segitiga ocn karena tenggelam kedalam air
(berarti bertambahnya gaya apung disebelah kanan) maka ini cenderung memutar
kapal kearah putaran jarum jam. Efek gabungan dari kedua gaya ini membentuk
kopel yang mana cenderung akan memulihkan atau memutar kapal dalam arah anti
putaran jarum jam. Untuk kecil dimana putaran kapal juga kecil, maka kapal bisa
diasumsikan berputar disekitar titik metacentre M.
Apabila lebar kapal adalah b, sedang panjang kapal L, adapun adalah sudut kecil
dimana kapal berputar sekitar O dan V adalah volume air yang dipindahkan oleh
kapal, maka : am = cn = b2 Jika kecil maka sin = , sehingga am = b. /2
Sedang volume air pada segitiga aom sepanjang L adalah : ½ (a.m)(b/2)L =
½ (b/2)(b/2)L = b2L/8. Jadi massa air pada volume ini = b2L/8 (= massa jenis)
Dengan demikian massa air pada segitiga con sepanjang L juga = b2L/8. Disini
lengan kopelnya adalah sepanjang 2b/3. (Ingat, pada segitiga siku-siku pusatnya
berada pada 1/3 jarak dari tingginya!). Maka momen gaya dari kopel pemulih
(restoring couple) adalah b2L/8 x 2b/3 = b3 L/12, sedang momen dari gaya
pengganggu (disturbing force) adalah : b2L/8 x B1B. Kedua momen ini adalah
sama besar, maka : b3 L/12 = b2L/8 x B1B
111
Masukkan harga Lb2/12 = I (Momen inersia dari bidang kapal yang lebarnya b dan
panjangnya L) dan harga BB1 = BM x (Lihat gambar untuk kecil!), maka :
Keseimbangan Stabil : Jika benda terapung yang diberi pergeseran sudut kecil dapat
kembali ke posisi semula
Keseimbangan Tak Stabil : Jika benda terapung yang diberi pergeseran sudut kecil tak
dapat kembali ke posisi semula dan terlempar ke tempat yang lebih jauh.
Keseimbangan Netral : Jika benda terapung yang diberi pergeseran sudut kecil
kedudukannya pindah ke tempat yang baru tetapi dalam keadaan tetap diam.
Contoh Soal 1 :
Rapat massa air laut 1,4 gr/cm 3. Tentukan besar gaya yang dialami oleh bidang
seluas 4 m2 didasar laut yang dalamnya 5000m jika tekanan udara diatas permukaan
air adalah 1 atm. (g = 9,8 m/s2)
Contoh Soal 2 :
Pipa horizontal dibawah tanah yang luas penampangnya 0,5 m2 mengalirkan zat
cair bermassa 0,9 gr/cm3 . Pipa tersebut berbelok keatas setinggi 10 m dan
ukuran luas penampangnya mengecil sehingga menjadi 0,2 m2. Apabila tekanan
di pipa bawah adalah 4.105 N/m2, sedang besar debit dalam pipa adalah 1m3/s ,
hitung besar tekanan zat cair di ujung pipa yang berada diatas! (g = 9,8m/s2).
112
Contoh Soal 3 :
Sebuah tangki raksasa yang tingginya 40m berisi zat cair dengan rapat massa 0,9
gr/cm2.Permukaan tangki sangat luas dibanding pipa berkelok yang mengalirkan zat
cair tersebut. ( g = 9,8 m/s2)
A1 = luas permukaan tangki ; A2 = luas pipa 2 ; A3 = luas pipa 3
A1 = ∞ Tentukan :
a). Kecepatan aliran di pipa 2
b). Tekanan di pipa 2 apabila
40m tekanan di luar 1 atm !
0,9 gr/cm2
A2 = 0,4m2 A3 = 0,2m2
Contoh Soal 4 :
Suatu silinder pejal berdiameter 3m mempunyai tinggi 3m. Silinder ini dibuat dari
bahan yang specific gravitynya 0,8 dan ia terapung di air dengan sumbunya vertical.
Hitung tinggi metacentrenya dan nyatakan apakah keseimbangannya stabil atau tidak!
Gambar :
G
3m B
O
3m
113
Jawab : Specific gravity adalah harga perbandingan antara rapat massa suatu benda
(dengan rapat massa air (air), jadi specific gravity = airmaka dalamnya bagian
yang tercelup adalah = 0,8 x 3 = 2,4 m, dan jarak pusat gaya apungnya dari bagian
bawah silinder, OB = 2,4/2 = 1,2m. Jarak pusat beratnya dari bagian bawah silinder =
OG = 3/2 = 1,5m. Jadi BG = OG-OB = 1,5-1,2 = 0,3m
Momen Inersia dari seksi lingkaran I = (3)4/64 = 1,27 m4, dan volume air yang
dipindahkan = V = (3)2/4 x 2,4 = 5,4 m3 ; BM = I/V = 1,27 /5,4 = 0,235m,
maka tinggi metacentrenya GM = BM-BG = 0,235 – 0,3 = - 0,065m.
Tanda minus berarti bahwa metacentre M dibawah pusat berat G. Dengan demikian,
silinder dalam keadaan keseimbangan tak stabil.
Contoh Soal 5 : Balok kayu dengan specific gravity 0,8 dan berukuran 1,2x0,4x0,3
terapung dalam air. Tentukan tinggi metacentre disekitar sumbu longitudinalnya!
0,4m
Jawab : Dalamnya bagian balok yang tercelup
adalah = 0,8 x 0,3 = 0,24m. Jarak pusat gaya
apung B dari bagian bawah balok=OB=0,24/2
= 0,12m. Jarak pusat berat dari bagian bawah
balok =OG=0,3/2 = 0,15m. Maka jarak dari
1,2m B ke G = BG = OG-OB = 0,15-0,12 = 0,03m.
Momen inersia benda persegi empat panjang
disekitar sumbu pusat dan parallel terhadap
sisi yang panjang adalah L.b3/12=1,2(0,4)3/12
=0,0064m4.Adapun volume air yang dipindah
V = 1,2 x 0,4 x 0,24 = 0,1152m3. Jadi,
G Jarak B ke metacentre M = BM = I/V =
0,3m B 0,0064/0,1152 = 0,056m. Maka tinggi metacentre
GM = BM – BG = 0,056 – 0,03 = 0,026 m
114
Contoh Soal 6 : Suatu benda terapung berbentuk silinder berdiameter 2m dan
dalamnya 1,2m. Bagian bawahnya yang berbentuk kurva (lengkung), memindahkan
volume air 400 liter sedang pusat gaya apungnya berada pada 1,3m dibawah puncak
silinder. Pusat berat seluruh benda terapung ini adalah 0,8m dibawah puncak silinder
dan total air yang dipindahkan adalah 2,6m3. Tentukan tinggi metacentre dari benda
terapung tersebut !
Gambar :
2m
h O
0,8m
1,2m 1,3m G
Jawab : ”h” adalah jarak antara antara permukaan air dengan bagian puncak benda
terapung. Diameter benda yang terapung = 2m ; Kedalaman silinder 1,2m ; Volume
bagian yang berbentuk lengkung 400 liter = 0,4m3 ; OB = 1,3m ; OG = 0,8m ; Total
volume air yang dipindahkan = 2,6m3. Volume air yang dipindahkan oleh bagian yang
silindris adalah 2,6-0,4 = 2,2m3. Jadi 2,2 = /4 (2)2 x (1,2-h) = (1,2-h)
(1,2-h) = 2,2/ = 0,7
115
Maka h = 1,2 – 0,7 = 0,5m. Jarak pusat gaya apung benda terapung yang silindris dari
puncak benda terapung adalah OB = 0,5+(1,2-0,5)/2 = 0,85m. (B adalah pusat gaya
apung untuk semua benda yang terapung !). Maka :
OB = {(0,4x1,3)+(2,2x0,85)}/(0,4+2,2) = 0,92mBG = OB-OG = 0,92-0,8 = 0,12m
Momen inersia I dari bagian silinder atas disekitar pusat beratnya adalah :
I = /64 x (2)4 = 0,7854m2. BM = I/V = 0,7854/2,0 = 0,302m. Maka tinggi
metacentrenya adalah GM = BM – BG = 0,302 – 0,12 = 0,182 m.
Benda terapung yang berbentuk kerucut :
D
Ditinjau benda terapung berbentuk kerucut.
D =Diameter ; d = Diameter pada permukaan
d Zat Cair ; 2= Sudut puncak kerucut ;
G L = Panjang Kerucut ; l = Panjang Kerucut
B yang tercelup zat cair.
Jarak pusat gaya apung B dari O = OB = 3l/4
l ;Jarak pusat berat dari
O=OG=3L/4
O
G = 0,75L
Volume zat cair yang dipindahkan :
O V = 1/3 l3 tg2 ; Momen inersia bagian lingkaran
sekitar permukaan zat cair I = /64 x d4
I = /64 x (2l tg )4 = /4 ( l4 tg4)
Harga BM dan tinggi metacentre dapat dicari seperti pada teori diatas.
BM = I/V = {/4 ( l4 tg4)}/ {1/3 l3 tg2 = 0,75 l tg2 GM = BM – BG !
116
22
KESEIMBANGAN
Pusat Massa(Titik Massa) merupakan suatu titik pada benda dimana seluruh massa
benda dapat dianggap terpusat dititik tersebut, sedang Pusat Berat (Titik Berat) adalah
suatu titik pada benda dimana seluruh berat benda dapat dianggap terpusat dititik
tersebut. Gaya F adalah besaran penyebab gerak translasi, sedang Momen gaya
(Torka) adalah besaran penyebab gerak rotasi. Sebuah benda berada dalam keadaan
keseimbangan (equilibrium) jika :
1. Resultant gaya-gaya yang beraksi terhadap benda adalah nol, jadi :
F=0 (Fx=0 ; Fy=0 ;Fz=0)
2. Resultant momen gaya pada sumbu adalah nol, jadi :
=0 (x=0 ;y=0 ;z =0)
Torka didefinisikan sebagai hasil perkalian antara posisi r dan gaya F,
jadi r x F , dimana besar harganya adalah r F sin (sudut antara r dan
FArah torka senantiasa tegak lurus terhadap bidang dimana r dan F berada. (Untuk
menentukan arah gunakan aturan putaran sekrup seperti pada teori perkalian
Perjanjian Tanda untuk Torka :
O r - F
o r F + F O r
Jika searah putaran jarum jam, diberi tanda +
Jika berlawanan arah putaran, diberi tanda –
117
Contoh Soal 1. Papan yang panjangnya 8 m dan berat 400N menahan beban yang
beratnya 200N dengan posisi seperti pada gambar. Hitung besar gaya normal N1 dan
N2 !
O
W1 W2
1) F=0, maka +W1+W2-N1-N2=0 , jadi 400+200 =N1+N2 atau : N1+N2 = 600
2) =0, maka : +4.W1+6W2-8N2=0 ; 4.400+6.200-8.N2=0 -> Diperoleh :
N2= 350newton, maka N1= 600-350=250newton.
Contoh Soal 2.
Pusat berat dari jembatan miring ada pada 1/3 panjangnya. Jika berat jembatan 800
N, sedang berat mahluk yang akan menyeberang 400N. Hitung pada posisi
ketinggian berapa mahluk tersebut menginjakkan kaki yang menyebabkan
jembatan tersebut tepat ambruk? (s bidang vertikal = 0)
12m
Uhuk,uhuk..
9m s=0,4
118
Jawab : Buat acuan O, misal di ujung bagian bawah papan miring, kemudian
gambar seluruh vektor gaya yang ada dalam sistim setelah mahluk tersebut naik.
Menurut teori trigonometri, pada segitiga siku-siku berlaku h:12m=x:9m=t :L
N1
12m
L (panjang sisi miring)
400N N2 12m h t
800N
Fs O x O
9m
9m
Anggap pada saat jembatan tepat ambruk ketika diinjak, posisi mahluk berada pada
ketinggian h, dan proyeksinya ke bidang datar sejauh x dari acuan O. Sekarang mulai
dilakukan perhitungan sesuai dengan teori keseimbangan :
1) F=0 ; karena gaya-gaya yang bekerja ada pada sumbu x dan y maka : Fx=0 dan
Fy=0 Pada arah sumbu y : Fy=0 N2-400-800=0 N2 =1200 newton
Pada arah sumbu x : Fx=0 N1-Fs = 0 N1 - sN2 = 0 N1=0,4.1200 = 480 ;
maka : N1= 480 newton.
2) =0 ; Torka-torka yang ada dengan acuan O adalah: yang ditimbulkan oleh
gaya-gaya 400N, 800N, dan N1 (Tak ada torka oleh N2). Posisi gaya 400N terhadap
O adalah berjarak = x meter Posisi gaya 800N terhadap O adalah berjarak = 3 meter.
Posisi gaya N1 terhadap O adalah berjarak = 12 meter. Maka :
+12.N1 – 400.x – 800.3 = 0 N1= 480 newton, sehingga:12.480 – 400.x – 800.3 = 0
5760 – 400.x – 2400 = 0 ; x = 3360/400 = 8,4m. Menurut perbandingan
trigonometri, h : 12m = x : 9m = t : L , jadi , h : 12m = 8,4m : 9m
Maka pada posisi mahluk h = (8,4)(12)/(9) = 11,2m jembatan ambruk!
119
Contoh Soal 3 :
Mobil derek digunakan untuk mengangkat beban bermassa 2000 kg dengan
menggunakan alat seperti pada gambar berikut :
B
Panjang batang AB=10m T C
Massa batang 100 kg
(Pusat berat tepat ditengah)
30o 2000
A 60o kg
Jarak CB= 0,5m
g = 9,8 m/s2
Contoh Soal 4 :
23
PANAS
15.1. Panas
Panas merupakan bentuk energi yang ditransfer diantara dua benda sebagai akibat
adanya beda temperatur (suhu), diberi simbol Q. Satuan panas dalam SI adalah joule
sedang dilapangan sering digunakan satuan kalori (kal) 1 kal = 4,1868 J
Temperatur suatu benda yang menentukan arah aliran panas ketika suatu obyek
mengalami kontak panas dengan obyek lain. Panas mengalir dari tempat yang
bertemperatur lebih tinggi ke tempat lain yang bertemperatur lebih rendah.
Temperatur adalah ukuran dari energi kinetik molekul-molekul, atom-atom, atau ion-
ion pada mana suatu benda atau zat tersusun. Pengukuran terhadap temperatur rendah
dan menengah ( sampai 500 C) biasanya digunakan thermometer, sedang pengukuran
terhadap temperatur tinggi digunakan pyrometer.
15.1.1. Kapasitas panas (C) : dahulu disebut kapasitas termal, adalah jumlah panas
yang diperlukan untuk menaikkan temperatur suatu benda sebesar 1 oC. Persamaan
ditulis : C = Q/T, dimana T = perubahan temperatur, dalam satuan kelvin (K) .
Satuan kapasitas panas C adalah joule/kelvin (J/K)
15.1.2. Panas Jenis (c) : adalah banyaknya panas persatuan massa per derajat
perubahan temperatur. c = Q/m.c T , m = massa benda, sehingga dengan demikian
persamaan untuk panas dapat dituliskan : Q = m.c. T joule. Satuan untuk panas jenis
c adalah joule / kg K. Berdasarkan Asas Black, apabila suatu benda memberikan
panas kepada benda yang lain maka pada saat tertentu temperatur kedua benda sama,
dikatakan temperatur kedua benda dalam keadaan seimbang. Dinyatakan bahwa
panas yang diberikan oleh benda 1 ke benda 2 = panas yang diterima oleh benda dari
benda 1 Q1 = Q2 m1.c1. = m2.c2.
121
Keterangan : = beda suhu benda 1(T1)dengan suhu akhir Ta = (T1-Ta)
=beda suhu akhir Ta dengan suhu benda 2(T2) = (Ta-T2)
m1 = massa benda 1 ; m2 = massa benda 2
c1 = panas jenis benda 1 ; c2 = panas jenis benda 2
Lo
Lt
Besar kecilnya perubahan juga tergantung kepada jenis benda, oleh karena itu harus
dimasukkan suatu faktor berupa konstanta yang dinamakan koefisien ekspansi linier
alpha ( ) sehingga diperoleh persamaan : L= Lo.t atau : = L/Lo t
Jika panjang benda pada suhu mula-mula to adalah Lo, sedang pada suhu akhir t
panjangnya adalah Lt maka L = Lt – Lo, sedang t = t – to, dengan demikian
persamaan menjadi : Lt = Lo ( 1 + t )
122
b. Ekspansi Bidang (peninjauan kearah 2 dimensi)
Jika benda homogen berekspansi maka jarak antara 2 titik dalam zat itu bertambah
sebanding koefisien ekspansinya tiap derajat kenaikan suhu.
Perhatikan benda 2 dimensi pada gambar berikut ini :
xo.y x.y
y
yo.x
yo Ao = xo.yo
xo x
Luas mula-mula Ao dan suhu mula-mula to, setelah dipanasi sampai suhu t maka
sisi xo bertambah panjang sebesar x, sisi yo bertambah panjang sebesar y. Jika A
= At – Ao maka : = xo.y +x.y + yo.x = xo.yo.t + xo.t.yo.t +
yo.xo.t = xo.yot (2 + t) , dimana xo.yo = Ao Karena koefisien
ekspansi umumnya kecil sekali relatif terhadap bilangan 2 yang ada dalam tanda
kurung diatas, ini berarti t kecil sekali relatif terhadap bilangan 2 maka dapat
diabaikan sehingga : A =2t, atau At = Ao (1 + 2t)
Besaran 2biasa disebut koefisien ekspansi luasan sehingga persamaan dapat
ditulis : At = Ao (1 + t)
c. Ekspansi Volum (peninjauan kearah 3 dimensi)
Dengan cara identik pada teori ekspansi bidang maka dapat diperoleh persamaan
ekspansi volum (tiga dimensi) Vt =Vo(1 + 3t) besaran 3 dinamakan
koefisien ekspansi volum , maka persamaan dapat ditulis : Vt = Vo (1 + t)
Termometer : adalah alat yang digunakan untuk mengukur temperatur (suhu) benda,
pada umumnya hanya digunakan untuk pengukuran temperatur rendah dan
menengah.
123
Macam-macam Thermometer :
Celcius : Skala suhu air beku 0oC, suhu air mendidih 100oC
Reamur : Skala suhu air beku 0or, suhu air mendidih 80or
Fahrenheit : Skala suhu air beku 32oF, suhu air mendidih 212oF
Rankine : Skala suhu air beku 492oR, suhu air mendidih 672oR
Kelvin : Skala suhu air beku 273K, suhu air mendidih 373K
t oC t or t oF t oR tK
24
x
Dengan demikian maka jumlah panas yang mengalir per satuan waktu dinyatakan
sebagai : Q/t = - k.A.T/x , dinamakan arus panas H, satuannya J/s
Secara umum persamaan dituliskan : H = dQ/dt = - k.A.dT/dx ; dimana :
dQ = elemen panas yang mengalir
dt = elemen waktu
- = tanda negatif, menunjukkan adanya
penurunan suhu
dT = elemen perubahan suhu
dx = elemen tebal bahan
125
126
T1
T2
L
Berjari-jari : Ra r Rb
Ditinjau elemen silinder berjari-jari ”r”(garis tebal), luas permukaan elemen silinder :
A = 2 .r.L, maka H = - k. 2 .r.L.dT/dr, atau : H.dr/r = - 2 L.k.dT.
Untuk r = Ra, maka besar suhu T = T2, sedang untuk r = Rb, besar suhu T = T1. Harga-
harga ini merupakan batas integral, sehingga apabila dimasukkan ke persamaan
diperoleh : H ∫ba dr/r =-2L.k∫T1T2 dT ; H (ln a-ln b)= -2 L.k.(T2-T1) ;
H.ln a/b = - 2 L.k.(T2-T1) ; H.ln b/a = + 2 L.k(T2-T1) Maka besar arus panas
yang mengalir melalui dinding dari bagian dalam pipa ke bagian luar :
H = 2L.k (T2-T1)/ln(b/a) J/s
127
T1
H = 2L(T2-T1) / [ ln(r1/ro)/k1+ln(r2/r1)/k2+ln(r3/r2)/k3+ln(r4/r3)/k4]
129
H∫ b
a
dr/r2 = - 4 k ∫ T1T2 dT ; H [ -1/r ] ba = - 4 k (T2-T1)
-H (1/a-1/b) = -4 k(T2-T1)
Jadi besar arus panasnya adalah : H = 4 k (T2-T1)/ [(b-a)/ab]
Untuk dinding bola yang terdiri dari beberapa lapisan bahan dari jenis yang berbeda-
beda, dengan cara seperti pada bab-bab terdahulu (yakni dengan persamaan H1=H2)
maka besar arus panas yang mengalir dapat dihitung.
Contoh Soal : Suatu pipa dinding berlapis 2 dengan jari-jari dinding terluarnya 20cm
terbuat dari 2 bahan yang berbeda jenisnya mengalirkan cairan panas bersuhu 60oC.
Tebal kedua bahan sama yakni 4cm. Koefisien konduksi bahan 1 = 0,48 J/s.m.K,
sedang koefisien konduksi bahan 2 = 0,04 J/s.m.K. Apabila suhu di permukaan luar
pipa 20oC, bahan yang mana yang harus ditempatkan dibagian dalam pipa agar daya
isolasi dinding terhadap panas lebih besar ? (daya isolasi = kebalikan daya konduksi)
20oC b
a
Jawab : Besar arus panas untuk pipa yang dindingnya tersusun dari 2 jenis bahan
yang berbeda adalah :
H = 2L(T2-T1) / [ ln(c/a)/k1+ln(b/c)/k2 ]
Dimana : a = jari-jari dinding dalam
b= jari-jari dinding luar
c = jari-jari sambungan (gambar lingkaran tebal)
130
Dari hasil perhitungan diperoleh harga arus panas H untuk bahan 1 yang ditempatkan
di bagian dalam pipa (bahan 2 diluar) lebih besar jika dibandingkan dengan harga H
untuk bahan 2 yang ditempatkan di bagian dalam (bahan 1 diluar), berarti daya
konduksi panas lebih besar. Adapun jika bahan 2 yang ditempatkan dibagian dalam
pipa daya konduksi panasnya lebih kecil. Karena daya isolasi kebalikan dari daya
konduksi maka berarti agar daya isolasi dinding pipa lebih besar maka yang harus
ditempatkan dibagian dalam pipa adalah bahan 2.
131
25
16.1. Atom
Atom merupakan elemen dasar dari suatu benda yang tersusun dari inti atom dan
kulit atom. Inti atom terdiri dari proton (p) yang bermuatan listrik positif dan netron
(n) yang tidak bermuatan listrik (netral), sedang kulit atom berisikan elektron (e) yang
bermuatan listrik negatif. Massa proton = 1.67.10-27 kg, massa netron kurang lebih
sama dengan massa proton, sedang massa elektron = 9,1.10 -31 kg. Muatan listrik
proton = +1,6.10 -19 coulomb (C), sedang muatan listrik elektron = -1,6.10 -19C.
Nomor atom Z menunjukkan banyaknya proton yang ada dalam suatu atom =
banyaknya elektron yang ada dalam atom tersebut. Massa atom M dihitung dari
banyaknya massa proton dan massa netron dalam inti, sedang massa elektron karena
relatif kecil tidak dimasukkan dalam perhitungan, jadi dapat diabaikan. Benda-benda
yang berada disekitar kita termasuk yang digunakan dalam dunia industri terdiri atas
banyak sekali atom-atom dan molekul-molekul. Molekul adalah suatu bentuk atom
tunggal atau kelompok atom yang berikatan secara kimia. Bila massa dua zat yang
berbeda mempunyai massa molekuler yang sepadan, zat-zat tersebut terdiri atas
molekul yang sama jumlahnya. Berdasarkan kenyataan ini didefinisikan istilah mole.
1 mole suatu zat adalah jumlah/banyaknya zat tersebut yang massanya sama dengan
massa atom / molekuler zat itu. Jadi jumlah zat itu, mungkin atom, molekul, ion,
elektron, proton, dan lain sebagainya.
132
23
Satu mole setiap zat apa saja mengandung sebanyak 6,022.10 butir. Satuan massa
untuk atom dan molekul adalah a.m.u. (atomic mass unit) dengan simbol u yang
besarnya 1,67.10 -27 kg. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa : 1 mole carbon-
12 mempunyai massa 12 gram karena massa atom carbon-12 besarnya 12u, atau
kalau dibalik, untuk 12 gram 12C terdapat 1 mole atom-atom carbon. Demikian juga
untuk 235gram 235U terdapat 1 mole atom-atom uranium.
16.1.1. Elektron
Elecktron merupakan partikel dasar untuk listrik, dan semua muatan listrik
merupakan kelipatan muatan elektron. Elektron terdapat pada kulit atom, suatu
tempat dimana elektron mengorbit menempuh lintasan lingkaran mengelilingi inti
atom. Keberadaan setiap elektron pada kulit atom mengikuti aturan tertentu. Pauli
(1925) mengemukakan prinsip yang dikenal dengan prinsip Exclusi Pauli yang
menyatakan bahwa : Dalam setiap atom tidak boleh ada suatu elektron yang
mempunyai ke empat bilangan kuantumnya tepat sama dengan yang lain.
Empat bilangan kuantum electron adalah :
a. Bilangan Kuantum Utama-n : berharga 1,2,3,4,..... Pada orbit n = 1
mempunyai energi terrendah. Tempat kedudukan elektron pada n = 1,2,3,4, dan
seterusnya dinamakan kulit K,L,M,N, dan seterusnya. Banyaknya elektron
disetiap kulit maksimum adalah 2n2. Apabila kulit tidak sepenuhnya terisi maka
jumlah elektron pada kulit tersebut kurang dari 2n2 .
b. Bilangan Kuantum Azimuth (orbital)-l : berharga l = 0,1,2,3,.......( n-1 ).
Jadi apabila n = 1 maka l = 0, apabila n = 2 maka l = 0 dan l = 1. Orbital l =
1,2,3,4, dan seterusnya merupakan sub kulit yang dinamakan s,p,d,f, dan
seterusnya. Banyaknya elektron di setiap sub kulit maksimum 2(2l+1). Apabila
sub kulit tidak sepenuhnya terisi maka jumlah elektron pada sub kulit tersebut
kurang dari 2(2l+1).
133
c. Bilangan Kuantum Magnetik-m : untuk setiap harga l yang ada, akan mem
punyai harga m yang banyaknya 2l+1. Harga m nya mengikuti rumus :
-l, -(l-1),.....,0,…..+(l-1),+l.
Jadi apabila l = 1, maka m = -1, 0, +1
Untuk l = 2, maka m = -2, -1, 0, +1, +2
d. Bilangan Kuantum Spin-s : untuk setiap harga m yang ada, terdapat 2 s yang
harganya : +1/2 dan -1/2. Maka apabila m = -1, 0, +1, bilangan kuantum spin
“s”nya : +1/2, -1/2, +1/2, -1/2, +1/2, -1/2.
16.1.2. Konfigurasi Elektron
Susunan electron pada kulit atom dapat dituliskan sebagai berikut :
Misal atom natrium Na dengan jumlah elektron 11 buah, dituliskan :
11 Na 1s2 2s2 2p6 3s1 , artinya : sub kulit 1s ( n = 1 , l = 0 ) dan 2s ( n = 2, l = 0 )
masing-masing berisi dua elektron, sub kulit 2p ( n = 2, l = 1 ) berisi enam elektron,
dan sub kulit 3s ( n = 3, l = 0 ) berisi satu elektron.
134
3 0 0 1/2
3 0 0 -1/2
3 1 -1 1/2
3 1 -1 -1/2
3 1 0 1/2
3 1 0 -1/2
3 1 +1 1/2
3 1 +1 -1/2
3 2 -2 1/2
3 2 -2 -1/2
3 2 -1 1/2
3 2 -1 -1/2
3 2 0 1/2
3 2 0 -1/2
3 2 +1 1/2
3 2 +1 -1/2
3 2 +2 1/2
3 2 +2 -1/2
Tabel untuk kulit M yang terisi penuh elektron diatas berasal dari penjabaran berikut :
n = 3 berarti jumlah l ada 3 yakni : l = 0,1, dan 2
l = 0 ; 1 ; 2 untuk l = 0 maka m ada 1 buah yaitu 0
untuk l = 1 maka m ada 3 buah yaitu -1,0,+1
untuk l = 2 maka m ada 5 buah yaitu -2,-1,0,+1,+2
135
136
e
Na Cl
Na+ Cl-
16.2.2. Ikatan Covalen : adalah ikatan antar atom dengan cara pemakaian bersama
sepasang elektron atau beberapa pasang Contoh :
H H H C C H
DAFTAR PUSTAKA
Bansal, R., A Text Book of Engineering Mechanics, Laxmi Publications Ltd., New
Delhi, 2004.
Beiser, A.,Applied Physics, Mc Graw Hill Co., New York, 2003.
Beer, F., Johnston,R., Mechanics for Engineers, 4th ed., Mc Graw Hill Book
Company, NY, 1987.
Burton,T.D., Introduction to Dynamic System Analysis, Mc Graw Hill International
Edition, NY, 1994.
Counihan, M., A Dictionary of Energy, Routledge & Kegan Paul Ltd., 1981.
Enge,H., Introduction to Nuclear Physics, Addison Wesley Publishing Co.,
London,1974.
Fishbane, P., Gasiorowicz, Physics for Scientists and Engineers, Prentice Hall Inc.,
New Jersey, 1996.
Gross, D., et al., Engineering Mechanics-3, Springer Verlag, Berlin, 2011
Hibbeler, Engineering Mechanics: Dynamics, Prentice Hall Pearson Education Asia
Pte, Ltd., Singapore, 2002.
Kelvey, J., Grotch, H., Physics for Science & Engineering, Harper & Row
Publishers, NY., 1978.
Khumar,L., Engineering Fluids Mechanics, Eurasia Publishing House Ltd., New
Delhi, 2006.
Khurmi, R., A Text Book of Engineering Mechanics, S.Chand & Company Ltd.,
New Delhi, 2004.
Meriam, J.L., Kraige,L.G., Engineering Mechanics : Dynamics, John Wiley & Sons
Ltd., Virginia, 2003.
Merken, Physical Science with Modern Applications, 5th ed., Sounders College
Publishing, NY, 1992.
Miller, F., Dillon, T., Concepts in Physics, Harcourt Brace Jovanovich Inc, 1974
Mittal, P., Anand J., A Text Book of Sound, Har Anand Publications, New Delhi,
1994.
Myszka, D.H., Mechanics and Mechanisms, 4th ed., Prentice Hall, New Jersey,
2012.
Spiegel, M., Theory and Problems of Vector Analysis, Mc Graw Hill Book
Company, NY, 1974.
Thomson,W.T. and Dahleh, M.D., Theory of Vibration with Application, 5th ed.,
Prentice Hall Inc., New Jersey 07458, 1998.
Thumann, A., Metha, P., Hand Book of Energy Engineering, 4th ed., The Fairmont
Press Inc., 1997.
Young H.D. and Freedman,R.A., University Physics, 9th ed., Addison Wesley,
Massachusets, 1998.
136