Anda di halaman 1dari 4

FR-MPA.

05 : Unjuk kerja

Nama Peserta sertifikasi : Mahmudah Lubis

UK : M.74PAK01.004.01;
M.74PAK01.005.01:M.74PAK01.006.01:M.74PAK01.007.01:M.74PAK01.008.01;M74PAK01.009.01

Jawab:

1. Bentuk atau jenis korupsi yang terjadi dalam kasus tersebut dan kaitannya dengan 30 jenis
tindak pidana korupsi berdasarkan uu no. 31 tahun 1999 dan uu No. 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :
 Merugikan keuangan Negara: Segala sesuatu yang merugikan Negara baik secara
langsung maupun tidak langsung
 Suap Menyuap : suatu tindakan yang dilakukan sebagai upaya meluluskan atau
meloloskan suatu harapan/ keinginan sipenyuap dengan memberikan sejumlah uang .
suap yang dilakukan dalam kasus ini bertujuan untuk menang dalam persidangan atau
mengurangi masa hukuman
 Penggelapan dalam jabatan : Suatu tindakan yang dilakukan oleh mereka yang memiliki
jabatan tertentu atau kewenangan tertentu didalam pemerintahan.
2. a. Didalam kasus tersebut terjadi suap yang dilakukan oleh istri tersangka jajang yang
memberikan uang kepada jaksa Devianti atas perintah Jaksa Fahri Nurmallo.
b. Persamaan dan perbedaan antara Suap , Gratifikasi dan pemerasan, serta contoh masing-
masing:
 Suap : yaitu barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau
patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan
kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum....
 Gratifikasi, menurut Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas,
yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga,
tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.
 Pemerasan, lebih ditekankan pada keaktifan pejabat publik dalam transaksi tertentu
yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum. dengan kata lain adanya permintaan sepihak pejabat yang bersifat
memaksa dengan menyalah gunakan kekuasaan atau wewenangnya.
Perbedaan dari definisi tersebut di atas, tampak bahwa suap dapat berupa janji,
pemerasan bersifat transaksional, sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam
arti luas dan bukan janji. Jika melihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, dalam suap
dan pemerasan ada unsur “mengetahui atau patut dapat di duga” sehingga ada intensi
atau maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun
keputusannya. Sedangkan untuk gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas,
namun dapat dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

3. Pihak yangterlibat dalam kasus tersebut :


1. Jajang abdul khalik
2. Jaksa devianti
3. Budi subiantoro
4. Bupati Subang ojang Suhendi
5. Jaksa Fahri Nurmallo
6. Istri Jajang abdul khalik
7. Suhendi kabid Anggaran pengeluaran pemkab Subang
4. Penyebab kasus korupsi tersebut berdasarkan teori penyebab korupsi adalah :
Teori korupsi menurut Jack Bologne, sering disebut sebagai GONE Theory. Dikatakan, bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan
(opportunity), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Dalam teori ini, faktor
keserakahan potensial dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi.
Faktor kesempatan, berkaitan dengan keadaan organisasi, instansi, atau masyarakat yang
sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
Faktor kebutuhan berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan individu untuk menunjang
hidupnya yang wajar. Dan, faktor pengungkapan berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi
yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan

5. Dampak biaya social korupsi yaitu:


Pertama, biaya antisipasi terhadap korupsi, yakni berapa banyak uang negara yang keluar untuk
mengantisipasi dan mencegah korupsi. Contohnya, ketika terjadi kasus korupsi yang kemudian
menjadi endemik di satu negara, maka negara biasanya membuat kebijakan untuk mengatasi
hal itu.

Kedua, biaya akibat korupsi, yakni kerugian yang ditanggung masyarakat akibat praktik korupsi,
baik eksplisit maupun implisit. Contohnya adalah, dampak sosial ekonomi, dampak dampak
investasi, dan sebagainya. Biaya eksplisit dihitung oleh BPK dan BPKP, sedangkan biaya implisit
yang dihitung, adalah sejumlah nilai efek domino yang ditimbulkan oleh kasus tersebut.
Termasuk di dalamnya, berapa banyak pengaruhnya terhadap investasi sampai ekonomi makro.
Ketiga, biaya reaksi, yaitu biaya yang muncul sepanjang proses penyelesaian perkara. Mulai dari
proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai si koruptor masuk ke lembaga
pemasyarakatan

6. Strategi Pencegahan korupsi :Korupsi sebagai tindak pidana memerlukan aparat penegak hukum
yang kuat untuk memberantasnya. KPK dan Pengadilan Tipikor dibentuk untuk menjadi ujung
tombak perang melawan korupsi. Namun demikian, penguatan institusi penegak hukum lainnya
harus terus dilakukan. Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya, Kejaksaan dan
Kepolisian digambarkan terus melakukan pembinaan dan peningkatan kualitas aparatnya.
Mahkamah Agung misalnya berupaya melakukan peningkatan integritas hakim melalui pelatihan
dan sertifikasi hakim (khusus hakim tipikor). Namun hasil survey Global Corruption Barometer
2013 masih menempatkan lembaga peradilan sebagai lembaga yang korup. Hal ini senada
dengan Index Negara Hukum tahun 2013 yang dikeluarkan Indonesia Legal Roundtable yang
mengatakan 49% persepsi masyarakat bahwa hakim masih bisa disuap. Ditambah dengan fakta
bahwa ada hakim-hakim pengadilan tipikor yang terlibat korupsi, rangkap jabatan/profesi
sebagai advokat, dan hakim yang melanggar kode etik dan administrasi. Ini tentu memperburuk
muka korps hakim. Selain itu untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi, kerjasama yang
baik dan terarah harus dibangun diantara aparat penegak hukum, baik itu Kepolisian, Kejaksaan
dan KPK. Perseteruan yang kerap terjadi antara mereka menjadikan gerak pemberantasan
korupsi tidaklah mengarah pada penegakan hukum yang berkeadilan.
Di lain pihak, pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi bagian dari tanggungjawab
pemerintah dan penegak hukum, tetapi juga perlu melibatkan partisipasi masyarakat secara
aktif sebagaimana termaktub dalam Pasal 41 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang memberikan ruang kepada masyarakat untuk berperan serta dalam
membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tipikor.Kelompok masyarakat sipil
merupakan bagian dari masyarakat yang ikut memegang peranan penting dalam upaya
memerangi korupsi. Perspektif dari masyarakat sipil akan sangat membantu dalam setiap upaya
bangsa ini untuk keluar dari jerat penyakit korups

Anda mungkin juga menyukai