Anda di halaman 1dari 6

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM

PERSPEKTIF UNDANG UNDANG NO 35 TAHUN 2014

Oleh : Emilia Oktaviani (16610023)

Abstrak

Kekerasan terhadap anak di bawah umur harus ditangani secara komprehensif dan
optimal oleh seluruh pemerintah, mulai dari pemerintah pusat sampai daerah. Pemerintah
Provinsi Lampung melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak harus
terus berupaya meningkatkan kinerja dalam memberikan perlindungan terhadap anak dengan
merumuskan strategi perlindungan anak melalui upaya-upaya pemberian perlindungan
terhadap anak yang mengalami kekerasan. Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimana
bentuk perlindungan hokum terhadap anak korban kekerasan dalam UU No 35 Tahun 2014 ,

Bagaimanakah peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak


Provinsi Lampung dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak dan faktor-faktor
apakah yang menjadi penghambat peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Provinsi Lampung dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pengumpulan


data dengan studi lapangan dan studi pustaka. Pengolahan data meliputi seleksi, klasifikasi
dan penyusunan data. Analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan: bentuk perlindungan hokum terhadap anak korban
kekerasan dalam UU No 35 Tahun 2014 ,Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Provinsi Lampung dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur
terdiri atas peran di bidang pencegahan, peran di bidang penanganan dan peran di bidang
pemulihan. Pencegahan dilakukan dengan sosialisasi dan koordinasi dengan lembaga-
lembaga terkait. Pelaksanaan dilakukan melaksanakan pendampingan dan bantuan hukum
kepada korban dan pelayanan kesehatan. Pemulihan dilakukan dengan kegiatan reintegrasi
anak yang menjadi korban kekerasan kepada lingkungannya. Faktor-faktor penghambat peran
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung dalam
penanganan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur adalah masyarakat yang
menganggap kekerasan sebagai cara mendidik anak sebab meskipun Dinas PPPA Provinsi
Lampung telah melaksanakan penanganan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur,
tapi pada kenyataannya kasus kekerasan terhadap anak masih terjadi Selain itu masih adanya
orang tua/keluarga yang tidak melapor apabila anaknya menjadi korban kekerasan karena
masih adanya anggapan bahwa kekerasan pada anak sering kali dianggap sebagai persoalan
intern keluarga dan karenanya tidak layak atau tabu atau aib untuk diekspose keluar secara
terbuka.

Saran dalam penelitian ini adalah: Masyarakat agar lebih meningkatkan kepedulian
terhadap lingkungannya sehingga apabila diketahui terdapat anak yang menjadi korban
kekerasan. Dinas PPPA Provinsi Lampung agar memperkuat kelembagaan Perlindungan
Anak Terpadu Berbasis Masyarakat sampai ke tingkat desa/kelurahan.

Kata Kunci : perlindungan, kekerasan terhadap anak, UU No 35 Tahun 2014


Abstract

Violence against minors must be dealt with comprehensively and optimally by all
governments, starting from the central government to the regions. The Lampung Provincial
Government through the Office of Women's Empowerment and Child Protection must
continue to work to improve performance in providing protection for children by formulating
child protection strategies through efforts to provide protection for children who experience
violence. The problems of this study are: What is the form of legal protection for child
victims of violence in Law No. 35 of 2014,
What is the role of the Lampung Province Women's Empowerment and Child
Protection Agency in handling cases of violence against children and what factors are
obstacles to the role of the Lampung Province Women's Empowerment and Child Protection
Agency in handling cases of violence against children?
This research uses a normative and empirical juridical approach. Data collection by
field study and literature study. Data processing includes selection, classification and
compilation of data. Data analysis was done qualitatively juridical.
The results of this study indicate: shape legal protection for child victims of
violence in Law No. 35 of 2014, the Office of Women's Empowerment and Child Protection
in Lampung Province in handling cases of violence against minors consists of roles in the
field of prevention, roles in the field of handling and roles in the field of recovery. Prevention
is done by socializing and coordinating with related institutions. Implementation is carried
out by providing assistance and legal assistance to victims and health services. Recovery is
carried out by reintegrating children who are victims of violence into their environment.
Inhibiting factors in the role of the Office of Women's Empowerment and Child Protection in
Lampung Province in handling cases of violence against minors are people who consider
violence as a way of educating children because although the PPPA Office of Lampung
Province has carried out handling cases of violence against minors, but in in fact cases of
violence against children still occur Besides that there are still parents / families who do not
report if their children become victims of violence because there is still an assumption that
violence against children is often considered an internal family problem and therefore not
appropriate or taboo or disgrace to be exposed out open.
Suggestions in this study are: The community should be more concerned about their
environment so that if there are known children who are victims of violence. Lampung
Province PPPA Office to strengthen the institution of Community-Based Integrated Child
Protection up to the village / kelurahan level.

Keywords: protection, violence against children, Law No. 35 of 2014

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana bentuk perlindungan hokum terhadap anak korban kekerasan dalam UU


No 35 Tahun 2014 ?
2. Bagaimanakah peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Provinsi Lampung dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak ?
3. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat peran Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung dalam penanganan kasus
kekerasan terhadap anak ?
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus kita
jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang
harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah masa
depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas
perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Potensi tumbuh kembang suatu bangsa di masa depan terdapat pada anak dan memiliki
sifat serta ciri khusus. Kekhususan ini terletak pada sikap dan perilakunya di dalam
memahami dunia, yang mesti dihadapinya. Oleh karenanya anak patut diberi
perlindungan secara khusus oleh negara dengan undang-undang. Perkembangan dan
kebutuhan akan perlindungan anak yang semakin besar mendesak kita untuk memikirkan
secara lebih akan hak-hak anak karena dibahu merekalah masa depan dunia tersandang.
Perwujudan generasi muda yang berkualitas berimplikasi pada perlunya pemberian
perlindungan khusus terhadap anak-anak dan hak-hak yang dimilikinya, sehingga anak-
anak bebas berinteraksi dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Sesuai dengan isi
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap
anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh dengan baik menjadi pintar, hebat,
berkualitas, memiliki kemampuan, bersikap bijaksana, pintar, beragama, dan lain
sebagainya. Maka dibutuhkan perhatian orang tua maupun orang-orang disekitarnya
dalam masa pertumbuhannya. Peran serta orang tua sangat berpengaruh bagi
perkembangan anak dalam keluarga. Selain dari lingkungan keluarga, negarapun
berkewajiban dalam memberikan perlindungan terhadap anak seperti yang tercantum
dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin
dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.1

Banyak orang mulai memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM) anak mengingat saat ini
banyak sekali terjadi pelanggaran terhadap hak – hak anak. Banyak kasus – kasus
pelanggaran HAM terutama pada anak yang menjadi sorotan dan menyita perhatian
publik. Banyak anak dijual dan disiksa, anak yang terkena penyakit turunan dari orang tua
dan mengalami gizi buruk. Jika kita melihat ini adalah potret yang sangat menyedihkan,
anak yang seharusnya mendapatkan perhatian kasih sayang dan cinta malah mendapatkan
perlakuan yang tidak seharusnya seperti itu.

Sepanjang tahun 2015, pemberitaan kekerasan anak tersebar di media televisi, internet,
koran, dan media lainnya. Kekerasan pada anak dilakukan oleh orang tua, guru, dan
orang-orang terdekat lainnya yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak. Penyebab
kekerasan pada anak yang terekspos media berasal dari faktor eksternal atau sosial yaitu
kemiskinan, masalah keluarga, masalah sosial, gangguan jiwa pelaku kekerasan, dan
rendahnya pengetahuan pelaku kekerasan akan efek tindakannya.

Angka kekerasan terhadap anak yang masih tinggi di Indonesia dinilai karena lemahnya
perlindungan pada anak. Peraturan perundang-undangan yang mengaturnya memang ada
namun implementasinya lemah. Masih banyak penyidik yang menggunakan KUHP dalam
penanganan kasusnya, sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap pelakunya. Potensi
yang dimiliki anak dalam mengisi pembangunan baik sebagai subyek maupun obyek
pembangunan sangat penting untuk dilindungi maka dibentuk lembaga perlindungan
anak.

1
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2013, Profil Anak Indonesia, Jakarta, PT.
Desindo Putra Mandiri, hlm. 1-2

Anda mungkin juga menyukai