Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Rumah Sakit UNS


Rumah Sakit UNS adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi sebagai
tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam
bidang pendidikan kedokteran dan/atau kedokteran gigi, pendidikan
berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya secara multiprofesi. RS UNS
merupakan rumah sakit dengan tipe pelayanan A, B dan C, memiliki 200 kamar,
dan di tahap awal membuka layanan rawat inap dengan kapasitas 60 pasien
yang akan ditambah kapasitasnya seiring dengan ketersediaan sumber daya
pendukung pelayanan. Sebanyak 10 poliklinik spesialis mulai beroperasi pada
tahap ini. Selain itu, juga dibuka fasilitas Instalasi Gawat Darurat (IGD) beserta
laboratorium yang buka selama 24 jam.

B. Profil dan Sejarah Singkat


Rumah Sakit UNS adalah Unit Pelaksana Teknis Universitas Sebelas Maret
(UNS) yang merupakan unsur pendukung tugas rektor di bidang pelayanan
kesehatan. Rumah Sakit UNS dipimpin oleh seorang direktur yang bertanggung
jawab kepada rektor. Pendirian Rumah Sakit UNS salah satunya dilatarbelakangi
oleh Standar Nasional yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Untuk dapat menghasilkan lulusan dokter yang mampu mencapai kompetensi
dan menguasai keterampilan standar, setiap institusi pendidikan dokter
diwajibkan memiliki Rumah Sakit Pendidikan sebagai wahana untuk memberikan
kualitas pendidikan yang baik, yang didukung oleh penelitian dengan tanpa
mengabaikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi bagi masyarakat.
Dalam rangka memenuhi tujuan tersebut, Universitas Sebelas Maret (UNS)
mendirikan Rumah Sakit UNS.
Rumah Sakit UNS telah secara resmi mendapatkan izin operasional dan
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Tipe C, berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo Nomor 445/8426/VI/2016 tanggal
28 Juni 2016. Dengan demikian, Rumah Sakit UNS telah memiliki landasan
hukum yang kuat untuk menjadi penyedia layanan kesehatan di bidang
perumahsakitan. Pada tahap awal, Rumah Sakit UNS membuka layanan rawat
inap dengan kapasitas 60 pasien, yang akan ditambah kapasitasnya seiring
dengan ketersediaan sumber daya pendukung pelayanan. Sebanyak sepuluh
poliklinik spesialis mulai beroperasi pada tahap ini. Selain itu, juga dibuka
fasilitas Instalasi Gawat Darurat (IGD) beserta Laboratorium yang buka selama
24 jam. Dengan tersedianya layanan-layanan tersebut, Rumah Sakit UNS
diharapkan mampu memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat secara

1
2

optimal. Untuk kedepannya, layanan-layanan tersebut akan dikembangkan


secara kualitatif maupun kuantitatif sehingga mendukung terwujudnya visi dari
Rumah Sakit UNS.

C. Visi Misi dan Tujuan RS UNS


1. Visi
“Mewujudkan RS UNS sebagai pusat pendidikan, penelitian dan pelayanan
kesehatan, bereputasi internasional, berlandaskan kedokteran komunitas
dan nilai luhur budaya nasional”
2. Misi
a. Menyelenggarakan penelitian yang berbasis komunitas dan translational
research.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran klinik yang menuntut
pengembangan diri dosen dan mendorong kemandirian mahasiswa
dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
c. Menyelenggarakan layanan rumah sakit dengan berbasisis evidence
based medicine dengan mengembangkan sistem informasi kesehatan
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian dan kebutuhan
masyarakat.
d. Menyelenggarakan tata kelola rumah sakit berbasis good hospital
governance untuk meraih reputasi unggul nasional dan internasional.
3. Tujuan
a. Pendidikan Kedokteran
1) Untuk meningkatkan proses pendidikan yang efektif dan efisien
dengan sistem pendidikan profesi yang terintegrasi, yang memenuhi
standar nasional maupun internasional
2) Untuk menyediakan real patient yang memadai baik jenis jumlah dan
atau simulasi tentang pasien yang relevan untuk mencapai
kompetensi tertentu.
3) Untuk menyediakan tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan lainnya guna meningkatkan kualitas pelayanan
yang berkelanjutan dan pengembangan profesi berkelanjutan.
4) Untuk meningkatkan layanan pendidikan dan penelitian medis melalui
kerjasama dengan penerapan Teknologi Informasi Kesehatan (TIK).

b. Penelitian Medis
1) Untuk menyediakan fasilitas yang memadai untuk melakukan
penelitian dalam ilmu kedokteran dalam rangka meningkatkan
pendidikan dan pelayanan;
3

2) Untuk meningkatkan ilmu kedokteran dan teknologi;


3) Untuk penilaian dan penjaringan ilmu teknologi kedokteran
c. Pelayanan Kesehatan
1) Untuk mengembangkan pusatunggulan dalam pelayanan medis
sehingga bisa menjadi pusat rujukan;
2) Untuk mengembangkan pelayanan berkualitas dengan mendasarkan
pada pelayanan berbasis bukti (Evidence Based Medicine);
3) Untuk mendukung sistem rujukan kesehatan dengan rumah sakit
afiliasi dan pusat kesehatan masyarakat;
4) Untuk memberikan layanan pada masyarakat, terutama masyarakat
ekonomi rendah, dengan fasilitas kesehatan lebih mudah diakses dan
pelayanan medis yang berkualitas tinggi.
d. Implementasi ICT
1) Untuk mengembangkan database kesehatan yang dapat diandalkan
dan berkelanjutan yang berperan dalam mendukung proses
pendidikan kedokteran dengan data berbasis masyarakat.
2) Untuk mengembangkan jaringan kolaboratif di bidang pendidikan,
penelitian, dan pelayanan.

D. Lokasi RS UNS
Lokasi Rumah Sakit UNS berada di Jl. A. Yani No.200, Dusun II Makamhaji,
Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 57161.

E. Struktur Organisasi
Susunan Direksi
1. Direktur : Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan,dr.,SpPD-
KR,FINASIM
2. Wakil Direktur Pelayanan : Tonang Dwi Ardyanto,dr.,SpPK,PhD
3. Wakil Direktur Umum : Ir. Ahmad Farkhan,MT
4. Wakil Direktur Keuangan dan SDM : Dr.Evi Gantyowati,M.Si,Ak

Direktur Utama

Wakil Direktur Wakil Direktur Wakil Direktur


Umum Pelayanan Keuangan dan SDM
Gambar 1. Struktur Organisasi Ruang Gizi Rumah Sakit UNS

Kepala Seksi Penunjang Medis

Kepala Ruang Gizi

Penanggung Jawab Penanggung Jawab


Pelayanan Gizi Rawat Penyelenggaraan

Ahli Gizi Pramusaji Logistik Pemasak


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. SNH (Stroke Non Hemoragik)
SNH merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan
peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan
hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Sumbatan
tersebut dapat disebabkan oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di dalam
pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak (Price, 2005).
Stroke non hemoragik adalah tipe stroke yang paling sering terjadi,
hampir 80% dari semua stroke. Disebabkan oleh gumpalan atau sumbatan
lain pada arteri yang mengalir ke otak. Pada pasien terdapat kelemahan
anggota gerak, dan parese nervus VII dan XII yang mengarah pada stroke
non hemoragik. Sehingga diperlukan penaganan segera untuk menghindari
komplikasi lebih lanjut (Lloyd-Jones et al, 2009).
SNH adalah terhentinya aliran darah ke bagian otak akibat tersumbatnya
pembuluh darah. Darah berfungsi mengalirkan oksigen ke otak, tanpa
oksigen yang dibawa oleh darah, maka sel-sel otak akan mati dengan sangat
cepat, mengakibatkan munculnya deficit neurologis secara tiba-tiba. Gejala
SNH dapat bervariasi pada seseorang yang mengalaminya, tergantung pada
lokasi arteri di bagian otak yang terpengaruh. Gejala tersebut meliputi
kelemahan pada bagian wajah secara tiba-tiba; kelemahan di lengan atau
tungkai secara tiba-tiba; kesemutan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau
tungkai; kesulitan berbiacara atau memahami pembicaraan; kehilangan
penglihatan, penglihatan menjadi kabur, atau gangguan lapangan
penglihatan; kehilangan koordinasi dan keseimbangan, dan sakit kepala
hebat tiba-tiba (honestdocs.com). Menurut Lumbantobing (2004), gejala
utama stroke non hemoragik ialah timbulnya defisit neurologik secara
mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi waktu istirahat atau bangun
tidur dan kesadaran biasanya tidak munurun.
Klasifikasi SNH menurut Maas (2009) dibagi berdasarkan klini dan proses
patologik (kausal) :
a. Berdasarkan manifestasi klinik
1) Serangan iskemik sepintas/ transient ischemic attack (TIA)
Gejala neurologic yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit neurologik iskemik sepintas/reversible ischemic neurological
deficit (RIND)

5
5

Gejala neurologic yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih


lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke progresif (Progressive stroke/stroke in evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4) Stroke komplit (Completed stroke/Permanent stroke)
Kelainan neurologic sudah menetap dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan kausal
1) Stroke trombotik
Terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar, trombotik
terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga dapat disebabkan oleh
tingginya kadar Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Hal ini terkait dengan
hipertensi.
2) Stroke Emboli/non trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.
Hemiparesis adalah sebuah penyakit di mana ada bagian tubuh pada
salah satu sisi tubuh (kanan atau kiri) yang melemah sehingga susah untuk
digerakkan. Para penderita penyakit stroke biasanya mengalami hemiparesis
terlebih dahulu. Penderita hemiparesis biasanya akan mengalami kelemahan
pada beberapa bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh yang biasanya terasa
jika mengalami hemiparesis di antaranya adalah otot wajah, tangan, lengan,
kaki, dan dada. Penyakit hemiparesis sinistra adalah jenis hemiparesis di
mana sisi tubuh sebelah kiri yang mengalami kelemahan atau ‘semi lumpuh’.
Hemiparesis jenis ini terjadi karena adanya kerusakan pada korteks serebri
sebelah kanan. Kerusakan korteksi serebri akan berefek pada sisi tubuh
yang berlawanan. Orang-orang yang mengalami penyakit hemiparesis
sinistra ini biasanya memiliki gejala khusus. Gejala khusus para penderita
hemisparesis sinistra bisa dilihat melalui kemampuannya adalah hal persepsi
visuomotor dan visuopasial. Mereka biasanya tidak mampu untuk
menggambar bahkan untuk gambar salinan. Mereka juga sulit memakai
pakaian. Gejala khusus pada jenis hemiparesis ini juga bisa dikenali dengan
mengamati kemampuannya dalam mengenal tempat dan wajah. Hal tersebut
6

dikarenakan penderita hemiparesis sinistra mengalami pelemahan ingatan


(https://doktersehat.com/hemiparesis/).
2. DM (Diabetes Melitus)
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
terjadinya hiperglikemia yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan
atau kerja insulin sehingga terjadi abnormalitas metabolism karbohidrat,
lemak, dan protein. Diagnosis DM menurut PERKENI atau yang dianjurkan
ADA (American Diabetes Association) jika hasil pemeriksaan glukosa darah:
gula darah sewaktu lebih atau sama dengan 200 mg/dL ; gula darah puasa
lebih atau sama dengan 126 mg/dL ; gula darah lebih atau sama dengan 200
mg/dL pada 2 jam setelah diberikan beban glukosa 75 gram pada tes
toleransi glukosa.
3. Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan dimana seseorang mengalami kenaikan
tekanan darah di atas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Menurut
WHO, tidak bergantung pada usia, pada keadaan istirahat batas normal
teratas untuk tekanan sistolik 140 mmHg, sedangkan tekanan diastolik 90
mmHg. Daerah batas yang harus diamati bila sistolik 140-149 mmHg dan
diastolik 90-94 mmHg (Sheps, 2005).
Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committe On
Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure
(JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7
Klasifikasi Hipertensi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Keterangan : TDS = Tekanan Darah Sistolik


TDD = Tekanan Darah Diastolik

B. Faktor Risiko
1. SNH (Stroke Non Hemorrhagic)
Kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan
kelompok faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan
dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang
termasuk kelompok ini antara lain usia, jenis kelamin, ras, dan hereditas
(Hinkle, 2007).
7

a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat pada sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-
20%.
b. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko 1,25x lipat lebih besar dibandingkan wanita.
c. Ras
Orang berkulit hitam mempunyai risiko lebih besar dibandingkan
orang kulit putih, hal ini dikarenakan pengaruh lingkungan dan gaya
hidup.
d. Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, jantung, diabetes mellitus, dan kelainan pembuluh darah.
Adanya riwayat stroke dalam keluarga, terutama apabila ≥2 anggota
keluarga terkena stroke pada usia kurang dari 65 tahun, maka dapat
meningkatkan risiko terkena stroke.
Kelompok risiko yang dapat dimodifikasi merupakan akibat dari gaya
hidup seseorang dan dapat dimodifikasi, yang meliputi hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, obesitas, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol,
stres, penyalahgunaan obat (Maas, 2009).
a. Hipertensi
Merupakan faktor risiko utama. Penderita hipertensi memiliki risiko 4-
6 kali lebih besar terkena stroke.semakin tinggi tekanan darah, semakin
besar kemungkinannya karena terjadi kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.
b. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempercepat terjadinya ateroskelrosis
(pengerasan pembuluh darah) sehingga dapat menyebabkan stroke.
Penderita DM mempunyai risiko 3.39 kali untuk terkena stroke.
c. Penyakit jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di
jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di
samping itu juga penyakit jantung coroner, kelainan katup jantung, infeksi
otot jantung, pasca opersi jantung juga memperbesar risiko stroke.
Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.
d. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dyslipidemia, dan
diabetes mellitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%.
Obesitas dapat meningkakan hipertensi, penyakit jantung, diabetes
mellitus, dan aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan
kemungkinan terkena serangan stroke.
8

e. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara tidak langsung dan tidak langsung meningkatkan
faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah
dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi
terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dL meningkatkan risiko
stroke 1,31-2,9 kali.
f. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4
kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di
seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga
merokok dapat mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran
darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
g. Alkohol
Konsumsi alcohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme
tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi
berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf
otak dan lain-lain. Semua ini mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi
alkohol berlebihan meningkatkan risiko stroke 2-3 kali.
h. Stres
Stres psikososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi
berkombinasi dengan faktor risiko lain dapat memicu stroke. Depresi
meningkatkan risiko stroke sebesar 2 kali.
i. Penyalahgunaan obat
Kerusakan pembuluh darah dapat terjadi pada pengguna narkoba
terutama jenis suntikan karena risiko infeksinya lebih besar. Di samping
itu, zat narkoba sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh.
2. DM (Diabetes Melitus)
Menurut penelitian Fitriyani (2012), faktor risiko penyakit diabetes mellitus
dikategorikan menjadi sosiodemografi, riwayat kesehatan, pola hidup, kondisi
klinis dan mental.
Faktor sosiodemografi terdiri dari :
a. Umur, penuaan menyebabkan penurunan fungsi sel β pankreas dan
meningkatkan risiko DM.
b. Jenis kelamin, wanita lebih berisiko menderita DM dibanding laki-laki.
c. Pendidikan, pendidikan yang tinggi meningkatkan kesadaran terhadap
kesehatan dan menurunkan risiko terkena DM.
d. Pekerjaan, mempengaruhi tinggi rendahnya aktivitas fisik.
Faktor riwayat kesehatan terdiri dari:
a. Riwayat DM keluarga, 15% penderita DM dipengaruhi oleh faktor genetik.
9

b. Berat lahir, bayi yang lahir dengan BBLR akan berisiko mengalami
kerusakan pankreas sehingga menyebabkan diabetes mellitus.
Faktor pola hidup terdiri dari:
a. Aktivitas fisik, akan mengontrol kadar gula darah dengan mengubah
glukosa menjadi energi.
b. Konsumsi makanan, terutama karbohidrat sederhana
c. Paparan asap rokok, berpengaruh terhadap rangsangan kelenjar adrenal
yang dapat menigkatkan kadar glukosa darah.
d. Konsumsi alkohol, akan menghambat oksidasi lemak sehingga
meningkatkan berat badan, serta merangsang pengeluaran epinefrin
yang mengarah ke hiperglikemia dan hiperlipidemia.
Faktor kondisi klinis dan mental terdiri dari:
a. Indeks masa tubuh, orang yang obesitas akan berisiko lebih tinggi
dibanding normal.
b. Lingkar perut, menunjukkan obesitas sentral. Peningkatan adiposit di
daerah perut lebih sensitif menimbulkan resistensi insulin dibanding
daerah lain.
c. Tekanan darah, hipertensi akan menyebabkan insulin resisten sehingga
meningkatkan risiko DM.
d. Stres, faktor ini meningkatkan risiko terkena DM hingga 1,67 kali
dibanding yang tidak stres.
3. Hipertensi
a. Faktor usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat risiko hipertensi.
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia 35
tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian
prematur (Julianti, 2005).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya
hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit
hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55
tahun, ketika seorang wanita mengalami menopouse.
c. Faktor Genetik
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah
terjadinya hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika
seorang dari orang tua memiliki hipertensi maka seseorang tersebut 25 %
terkena hipertensi (Astawan, 2002).
d. Faktor Asupan Natrium
10

Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis


hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara
5 – 15 gram perhari, pravelensi hipertensi meningkat menjadi 15 – 20 %.
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha,
2004). Garam mengandung 40 % sodium dan 60 % klorida, sodium dapat
menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah (Sheps,
2000).
e. Faktor Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah , adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah
kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah ke otak, otak
akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja
lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon
monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah
(Astawan, 2002).

C. Etiologi
1. SNH (Stroke Non Hemorrhagic)
Menurut Batticaca (2008) stroke non hemoragik berdasarkan etiologinya
(1) disebabkan oleh karena kekurangan suplai oksigen yang menuju otak, (2)
pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak,
(3) adanya sumbatan bekuan darah di otak (Batticaca, 2008).
Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh
emboli dari ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga
disebabkan oleh berkurangnya aliran darah otak. Pada level seluler, setiap
proses yang mengganggu aliran darah ke otak dapat mencetuskan suatu
kaskade iskemik, yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark
otak (Rahmawati, 2009).
a. Emboli
Sumber emboli dapat terletak di arteri karotis maupun vertebralis
akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskular sistemik (Mardjono,
1988).
11

1) Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat


berasal dari “plaque atherosclerotique” yang berulserasi atau
thrombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
2) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: Penyakit jantung dengan
“shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri
atrium atau ventrikel.
3) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli
septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis, dapat juga akibat
metaplasia neoplasma yang sudah ada di paru.
b. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis dan percabanganya) dan pembuluh
darah kecil. Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan
kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa. Bila tidak ada aliran
darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2
menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka
kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia
dapat meninggal (Wijaya, 2013).

2. DM (Diabetes Melitus)
Menurut Perkeni (2011), gejala diabetes mellitus dapat dilihat dari:
a. Keluhan klasik
Keluhan klasik yaitu poliuria (sering buang air kecil), polidipsi (sering
merasa haus), polifagi (sering merasa lapar), dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Apabila penurunan berat badan
dilakukan pada pasien dengan kelebihan berat badan, maka dapat
membantu kontrol glukosa darah. Namun bila penurunan berat badan
berlanjut maka akan meningkatkan risiko pasien untuk mengalami gizi
kurang. Status gizi kurang akan menurunkan sistem kekebalan tubuh
sehingga penderita diabetes mellitus tipe 2 lebih rentan mengalami
infeksi dan meningkatkan risiko komplikasi (Al Tera, 2011).
b. Keluhan lain
Keluhan lain yaitu lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
3. Hipertensi
a. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan
dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
12

essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan.


Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor,
resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor
lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stres emosi, obesitas
dan lain-lain (Nafrialdi, 2009). Pada sebagian besar pasien, kenaikan
berat badan yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran
yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien
hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada
berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang
berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi
primer (Guyton, 2008).
b. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit
ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003). Hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya
ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat
(Sunardi, 2000).
D. Patofisiologi
1. SNH (Stroke Non Hemorrhagic)
Menurut Batticaca (2008), setiap kondisi yang menyebabkan perubahan
perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia
yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik otak
terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat
menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan
iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati
permanen dan mengakibatkan infark pada otak. Setiap defisit fokal
permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah
otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena.
Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral
tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui
jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi. Jika
aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan
oksigen dalam satu menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti
13

kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang


lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang
mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan
oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak. Perdarahan
intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau ke
dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan
dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri
serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan
perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan
biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan
oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur
ulang merupakan risiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah
perdarahan pertama (Batticaca, 2008).
Ruptur ulang mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu,
menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat
menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan
cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah
sepanjang serabut). Pendarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang
merusak jaringan otak. Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya
edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa
dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi
bradikardia, hipertensi iskemik, dan gangguan pernafasan. Darah merupakan
bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi
pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas
mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral.
Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10
setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan kontruksi arteri otak.
Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark (Batticaca, 2008).
14

Gambar 2. Pathway Stroke

Sumber : Kaharu, Etika. (2017). Pathway stroke non hemoragik.


2. DM (Diabetes Melitus)
15

Keadaan yang berperan dalam patofisiologis diabetes mellitus yaitu


resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas. Resistensi insulin merupakan
keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja secara optimal pada sel
targetnya seperti sel otot, sel lemak, dan sel hepar. Keadaan resisten ini
menyebabkan sel β pankreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih
besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi
hiperinsulinemia kompensator untuk mempertahankan glukosa darah normal.
Akibat konsumsi makanan dengan kandungan gula dan lemak tinggi, kadar
glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan
hiperinsulinemia. Disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas
dalam darah. Keadaan glukotoksisitas dan lipotoksisitas akibat kekurangan
insulin relatif mengakibatkan lama kelamaan sel pankreas mengalami
disfungsi sehingga terjadi gangguan metabolisme glukosa. Gangguan
toleransi glukosa ini pada akhirnya menyebabkan diabetes mellitus tipe 2
(Arifin, 2011).
3. Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang
serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontraksi pembuluh darah
(Brunner, 2002).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2005).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan
16

volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan


keadaan hipertensi (Brunner, 2002).
Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi
pada lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami penurunan
kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2005).

E. Manajemen Terapi Gizi


1. SNH (Stroke Non Hemorrhagic)
Dalam penatalaksanaan diet pada pasien stroke, yang diperhatikan
adalah keadaan pasien, kemampuan menerima makan, dan penyakit
penyerta sehingga dalam pembuatan diet yang diperhatikan adalah jenis
konsistensi, energi yang dibutuhkan, serta keseimbangan cairan dan
elektrolit (Almatsier, 2010).
a. Tujuan diet
1) Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan gizi
pasien dengan memperhatikan keadaan dan komplikasi penyakit
2) Memperbaiki keadaaan stroke, seperti disfagia, pneumonia, kelaianan
ginjal, dan decubitus
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
b. Syarat diet
1) Energi, protein, lemak, karbohidrat cukup sesuai dengan keadaan
dan komplikasi penyakit
2) Konsistensi makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien,
kemampuan mengunyah serta menelan, dan masalah gastrointestinal
yang ada
3) Pemberian cairan cukup, namun jika ada edema atau asites
pemberiannya dibatasi
Pasien stroke dengan tekanan darah tinggi memerlukan pembatasan
natrium supaya menurunkan tekanan darahnya. Selain natrium, mineral yang
perlu diperhatikan dalam membantu menurunkan tekanan daah yakni kalium,
magnesium, kalsium. Pengaturan diet ini dikenal dengan sebutan DASH diet
(Wahyuningsih,2013).
2. DM (Diabetes Melitus)
Pilar penatalaksanaan diabetes mellitus yaitu melalui edukasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani, dan terapi farmakologis. Edukasi bertujuan untuk
memberikan pemahaman, pencegahan, dan pengelolaan diabetes mellitus.
Sedangkan di dalam terapi gizi yang perlu diperhatikan adalah keteraturan
17

jumlah, jenis, dan jadwal (prinsip 3J) (Perkeni, 2011). Menurut Putro (2012),
jumlah yang dimaksud yaitu jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan
dikurangi atau ditambah sesuai kebutuhan. Jenis makanan manis atau
karbohidrat sederhana harus dibatasi supaya tidak meningkatkan kadar gula
darah terlalu tinggi. Jadwal yang dimaksud harus sesuai dengan intervalnya
yaitu 6 waktu makan dalam sehari, 3 kali makanan utama dan 3 kali selingan.
Menurut Perkeni (2011), jumlah kalori yang harus dikonsumsi pada setiap
waktu makan tersebut yaitu untuk makan pagi (20%), makan siang (30%),
dan makan malam (25%), serta 2-3 porsi makanan selingan (10-15%) di
antaranya. Selain edukasi mengenai diet 3J, diperlukan pula edukasi
mengenai penanganan hipoglikemia. Hipoglikemia merupakan keadaan
dimana kadar gula dalam darah terlalu rendah karena ketidakseimbangan
antara diet yang dikonsumsi, aktivitas fisik, dan obat yang digunakan.
Edukasi ini penting karena pasien diabetes mellitus rentan mengalami
hipoglikemia. Tanda dan gejala hipoglikemia antara lain keringat dingin,
gemetar, pusing, lemas, dan mata berkunang-kunang. Penanganannya yaitu
dengan meminum segelas sirup atau teh manis, jika tidak memungkinkan
bisa dengan memakan permen. Langkah selanjutnya yakni memeriksakan
diri ke dokter.
3. Hipertensi
Tujuan dari manajemen terapi gizi hipertensi atau Diet Garam Rendah
adalah membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan
tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Adapun
syarat-syarat diet Garam Rendah adalah sebagai berikut:
a. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin
b. Bentuk makanan sesuai keadaan penyakit.
c. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air
(Almatsier, 2010).
18

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Skrining Gizi

Tabel 2. Skrining Gizi Awal dengan MST


(Malnutrition Screening Tool)
Parameter Skor
1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak
direncanakan/ tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir?

Tidak 0
Tidak yakin (ada tanda: baju menjadi lebih longgar) 2

Ya, ada penurunan BB sebanyak:


1 – 5 kg
6 – 10 kg 1
11 – 15 kg 2
> 15 kg 3
Tidak tahu berapa kg penurunannya 4
2
2. Apakah asupan makan pasien berkurang karena penurunan nafsu makan/
kesulitan menerima makanan?

Tidak 0
Ya 1
Total Skor 1

Bila skor ≥ 2, pasien berisiko malnutrisi


Kesimpulan : Pasien tidak berisiko mengalami malnutrisi

B. NCP (Nutritions Care Process)


20 Gizi
1. Identitas Pasien dan Anamnesis
a. Identitas Pasien
Tabel 3. Identitas Pasien
Nama (initial) : Tn. K No RM : 016894
19

Umur : 65 tahun Ruang : Kreativa 405 E


lt.4
Jenis Kelamin : L Tgl Masuk : 28 April 2019,
Agama : Islam Tgl Kasus : 30 April 2019,
Pekerjaan/Penghsilan : Wiraswasta Alamat : Makamhaji,
Kartasura
Pendidikan : SMA Diagnosis : Hemiparesis
Medis Sinistra SNH
Aktivitas fisik : Ringan Suku/Bangsa : Indonesia

b. Riwayat Penyakit
Tabel 4. Riwayat Penyakit Pasien
Keluhan Utama Tangan kiri kaku sejak 3 hari SMRS, pusing
kepala dan leher sakit, keluar air liur, pelo
Riwayat Penyakit Stroke satu tahun yang lalu, DM, vertigo,
Dahulu hipertensi, PPOK

Riwayat Penyakit N/A


Keluarga
Riwayat Penyakit Hemiparesis Sinistra SNH (Stroke Non
Sekarang/Diagnosis medis Hemoragik)

c. Riwayat Gizi
Tabel 5. Riwayat Gizi Pasien
Alergi/ pantangan Tidak ada pantangan terhadap bahan makanan
terhadap bahan makanan tertentu
tertentu
Diet yang pernah Tidak pernah menjalankan diet sebelumnya
dijalankan
Kebiasaan makan Nasi 3x/hr @1ctg, roti manis setiap malam 3-4
potong, lauk sering ikan patin sebanyak 3x
seminggu dan tahu sebanyak 4x seminggu, sayur
bayam 2x seminggu, suka buah jeruk 5x seminggu,
pepaya 2x seminggu sebanyak 1 potong besar,
belimbing dijus selama 4x seminggu satu buah,
dan timun dijus selama 3x seminggu sebanyak 1
buah tanpa gula. Tidak pernah makan jeroan.
Membatasi gorengan

Makanan yang disukai Buah jeruk

Suplementasi gizi N/A


Cara pengolahan Digoreng, dikukus, dibumbu kuning
makanan
20

Gangguan fungsi Mual : -


gastrointestinal Muntah : -
Nyeri ulu hati : -
Anoreksia : -
Diare : -
Konstipasi : -
Perubahan pengecapan/penciuman : -
Gangguan mengunyah: -
Gangguan menelan : Ya
Lain-lain: -
Perubahan berat badan Tidak ada perubahan berat badan

Lain-lain Kadang-kadang masih merokok. Perut terkadang


merasa penuh (kembung) lalu mengonsumsi obat
ranitidin. Jika tensi tinggi, pasien selalu
mengobatinya dengan mengonsumsi obat anti
hipertensi.

Pasie n Tn. K masuk rumah sakit karena merasakan keluhan tangan


kiri kaku sejak 3 hari SMRS, pusing kepala dan leher sakit, keluar air liur,
dan pelo. Pasien memiliki riwayat penyakit dahulu yaitu stroke satu tahun
yang lalu, DM, vertigo, hipertensi, dan PPOK.
Menurut penuturan pasien dan keluarganya, Tn. K tidak memiliki
alergi terhadap bahan makanan tertentu, namun membatasi konsumsi
gorengan sejak didiagnosis stroke satu tahun yang lalu. Masalah
gastrointestinal yang dialami pasien yaitu kesulitan menelan. Kebiasaan
lain yaitu terkadang pasien masih merokok. Jika pasien merasakan perut
terasa kembung dan tensi tinggi, pasien mengatasinya sendiri dengan
mengonsumsi obat
Dilihat dari riwayat pola makan pasien, dalam sehari pasien
mengonsumsi makanan pokok 3x dengan porsi 1 centong dalam sekali
makan untuk nasi. Selain nasi, makanan pokok yang dikonsumsi pasien
seperti roti manis 3-4 potong setiap malam. Hal ini dikarenakan pasien
mengetahui bahwa gula darahnya tinggi karena makan nasi, maka
dialihkan ke roti manis. Lauk hewani yang biasa dikonsumsi yaitu ikan
patin 3x per minggu. Lauk nabati seperti tahu dikonsumsi 4x per minggu
sebanyak 1 potong. Biasanya lauk diolah dengan cara digoreng, dikukus,
dan dibumbu kuning. Sayur yang dikonsumsi yaitu sayur bayam 2x
seminggu sebanyak 3 sendok sayur. Pasien menyukai buah jeruk. Selain
itu, buah pepaya juga dikonsumsi 2x seminggu sebanyak 1 potong. Buah
21

belimbing 4x seminggu sebanyak 1 buah dibuat jus. Ditambah timun 3x


seminggu sebanyak 1 buah juga dibuat jus. Pasien juga tidak pernah
makan jeroan.
2. Assesment Gizi
a. Antropometri
Tabel 6. Antropometri Pasien
Berat badan (BB) : 60 kg BB idaman/ideal: (TB-100)
berdasar RM = (160-100)
= 60 kg
Tinggi badan (TB) : 160 cm
berdasar RM
IMT : = = 23,43 kg/m2 (normal)

Tinggi lutut: N/A Rumus Estimasi TB berdasar tinggi lutut: N/A


Panjang ulna: 26 cm Rumus Estimasi TB berdasar ulna: N/A
Lingkar lengan atas (LLA ): 29 cm
% LLA: x 100%

= x 100%

= 91,48 % (Gizi Baik)


Sumber: WNPG, 2004
Lingkar pinggang: N/A Rasio lingkar pinggang/pinggul: N/A
Lingkar pinggul: N/A
Kesimpulan status gizi berdasarkan pemeriksaan antropometri:
Berdasarkan pemeriksaan antropometri, status gizi Tn. K termasuk kategori gizi baik
dibuktikan dengan % LILA 91,48% (N= 85 – 110%) (WNPG, 2004).

Pemeriksaan fisik yang paling sederhana untuk melihat status gizi


pada pasien rawat inap adalah BB. Tetapi, pasien dalam keadaan lemah
sehingga sulit untuk dilakukan pengukuran BB maka digunakan
pengukuran LILA.
Kriteria penilaian status gizi berdasarkan LILA yaitu obesitas >120%,
overweight 110 – 120%, gizi baik jika 85 – 110%, gizi kurang 70,1 –
84,9%, dan jika gizi buruk <70%. Hasil pengukuran status gizi
menggunakan LILA yang kemudian dibandingkan dengan standar LILA,
Tn. K termasuk dalam kategori gizi baik.
b. Biokimia
Tabel 7. Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan
Kadar Rentang Normal Keterangan
urin/darah
Tanggal 27 April 2019
HEMATOLOGI
DARAH RUTIN
44,6% 34 – 40% Tinggi
HCT 31,6 pg 27 – 31 pg Tinggi
22

MCH
14,7% 20 – 40% Rendah
HITUNG JENIS (DIFF)
76,1% 50 – 70% Tinggi
Limfosit 4,3% 0 – 4% Tinggi
Neutrofil
184 mg/dL 70 – 140 mg/dL Tinggi
Eusinofil 1,71 mg/dL 0,5 – 1,1 mg/dL Tinggi
KIMIA DARAH
GDS
Kreatinin
Kesimpulan status gizi berdasarkan pemeriksaan biokimia :
Hasil pemeriksaan biokimia pada tanggal 27 April 2019 menunjukkan kadar HCT yang
tinggi (44,6%), kadar MCH yang tinggi (31,6 pg), kadar limfosit yang rendah (14,7%),
kadar neutrofil yang tinggi (76,1%), dan kadar eusinofil yang tinggi (4,3%). Pemeriksaan
kimia darah pada GDS didapat lebih tinggi dari kadar normal yaitu 184 mg/dL dan kadar
kreatinin yang tinggi yaitu 1,71 mg/dL.

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27 April 2019,


didapatkan kadar HCT tinggi yaitu 44,6% dan MCH tinggi yaitu 31,6 pg.
Hal ini dapat memicu terjadinya stroke. Rendahnya kadar limfosit yaitu
14,7% dan tingginya kadar neutrofil yaitu 76,1% mengindikasikan adanya
lesi pada daerah stroke. Adanya peningkatan pada GDS yaitu 184 mg/dL
menandakan adanya gangguan metabolisme karbohidrat dan ditandai
adanya riwayat diabetes mellitus. Tingginya kadar kreatinin yaitu 1,71
mg/dL mengindikasikan adanya gangguan pada ginjal pasien.
c. Fisik dan Klinis
Tabel 8. Fisik dan Klinis Pasien

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


Kesan Umum Compos mentis
Vital sign: Hasil Rentang Normal Keterangan
1. Tensi 142/88 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi I
2. Respirasi 20 kpm 14 – 20 kpm Normal
3. Nadi 66 kpm 60 – 100 kpm Normal
4. Suhu 36,6°C 36 - 37°C Normal
Kepala/abdomen/ekstrimitas dll Abdomen: datar/supel
Ekstremitas: hemiparesis sinistra
Kelemahan otot
Kesimpulan status gizi berdasarkan pemeriksaan klinis/fisik :
Berdasarkan pemeriksaan fisik, Tn. K dalam kondisi composmentis. Berdasarkan
pemeriksaan klinis, Tn. K mengalami hipertensi stage I dibuktikan dengan tensi 142/88
mmHg termasuk kategori hipertensi stage I (>139/89 mmHg) (N= 120/80 mmHg),
respirasi, nadi, dan suhu termasuk kategori normal (Depkes RI, 2003), pasien mengalami
kelemahan otot sebelah kiri.
23

Kesan umum pasien yakni compos mentis, vital sign (nadi, suhu, dan
respirasi) termasuk dalam kategori normal, sedangkan untuk
pemeriksaan tekanan darah pasien 142/88 mmHg termasuk dalam
kategori hipertensi stage I, dimana tekanan darah normal yaitu 120/80
mmHg.
Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan hasil datar/supel.
Pemeriksaan ekstremitas didapatkan pasien mengalami hemiparesis
sinistra (kelumpuhan pada anggota gerak sebelah kiri).
d. Dietary History
1) Kesimpulan berdasarkan riwayat gizi:
Tabel 9. Perbandingan Kebiasaan Makan (FFQ) dengan AKG
Energi Karbohidrat
Implementasi Protein (gr) Lemak (gr)
(kkal) (gr)
Riwayat Gizi 573,5 21,4 5 110
AKG 1900 62 53 309
% Asupan 30,18% 34,52% 9,43% 35,6%
Keterangan kurang Kurang Kurang Kurang

Berdasarkan riwayat gizi, kebiasaan makan Tn. K memiliki pola


yang kurang baik. Pasien setiap malam mengonsumsi roti manis 3-4
potong dan konsumsi sayur masih kurang yaitu hanya 2x seminggu.
Perhitungan hasil FFQ Tn. K yaitu energi 573,5 kkal; protein 21,4
gram; lemak 5 gram; dan karbohirat 110 gram. Kebutuhan sehari
pasien berdasarkan AKG yaitu 1900 kkal; protein 62 gram; lemak 53
gram; dan karbohidrat 309 gram. Persentase pemenuhan zat gizi
apabila dibandingkan dengan AKG maka pola makan pasien belum
memenuhi, yaitu energi 30,18%; protein 34,52%; lemak 9,43%; dan
karbohidrat 35,6%. Dari pola makan tersebut termasuk dalam
kategori kurang karena belum memenuhi minimal 80% dari AKG
(WNPG, 2004).
2) Hasil Recall 24 jam diet: Rumah/Rumah Sakit
Tanggal: 29 April 2019
Diet RS: BN RG DM
Tabel 10. Hasil Recall 24 Jam

Implemen Energi Protein Lemak KH Na Sukro SFA MUF PUF


tasi (Kkal) (g) (g) (g) (mg) sa (g) (g) A (g) A (g)

Asupan 10,2 14,1 15,4


1577,7 70,4 42,9 223,5 652,1 16,9
Oral
Asupan
N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Enteral
Parenteral N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Kebutuhan 1800 67,5 50 270 <1000 <22,5 14 30 20
24

% Asupan 87,65% 104,3% 85,8% 82,78% 65,2% 75,1% 72,9% 47% 77%

Kesimpulan berdasarkan recall 24 jam:


Berdasarkan food recall 24 jam, persentase asupan Tn. K termasuk baik dibuktikan dengan
energi 87,65% termasuk dalam kategori cukup (80 – 120%); protein 104,3% termasuk dalam
kategori cukup (80 – 120%); lemak 85,8% termasuk dalam kategori cukup (80 – 120%); dan
karbohidrat 82,78% termasuk dalam kategori cukup (80 – 120%). Konsumsi natrium masih di
bawah 1000 mg; sukrosa tidak lebih dari 22,5 gram; SFA tidak lebih dari 14 gram; MUFA tidak
lebih dari 30 gram; dan PUFA tidak lebih dari 20 gram.

e. Medical History
1) Pemeriksaan Penunjang

CT Scan: infark para cella media kanan


EKG: normal sinus rhythm, normal ECG

2) Terapi Medis
Tabel 11. Terapi Medis

Jenis Obat / Fungsi Interaksi dengan Zat


Tindakan Gizi
Infus RL Mengganti elektroit cairan Tidak ada interaksi
tubuh dengan zat gizi.

Injeksi Citicolin Mempercepat masa Tidak ada interaksi


2x500 mg pemulihan akibat stroke dengan zat gizi.

Injeksi Ranitidin 2x1 Mengurangi produksi asam Tidak ada interaksi


lambung sehingga dapat dengan zat gizi.
mengurangi rasa nyeri ulu
hati akibat ulkus atau tukak
lambung, dan masalah
lambung tinggi lainnya.
Aspilet 1x80 mg Pencegahan terhadap Tidak ada interaksi
serangan jantung dengan zat gizi.

3. Diagnosis Gizi

a. NI – 5.4 Penurunan kebutuhan zat gizi natrium berkaitan dengan


hipertensi stage I dibuktikan dengan tensi tinggi yaitu 142/88 mmHg
(normal = 120/80 mmHg).
b. NI – 5.4 Penurunan kebutuhan zat gizi sukrosa berkaitan dengan
gangguan sekresi insulin dibuktikan oleh nilai pemeriksaan GDS tinggi
yaitu 184 mg/dL (normal = 70 – 140 mg/dL).
c. NC – 2.2 Perubahan nilai lab GDS berkaitan dengan gangguan
25

metabolisme karbohidrat akibat DM dibuktikan dengan nilai pemeriksaan


GDS tinggi yaitu 184 mg/dL (normal = 70 – 140 mg/dL).
d. NC – 1.1 Kesulitan menelan berkaitan dengan gangguan motorik
(menelan) dibuktikan dengan pasien mengalami stroke non hemorrhagic.
e. NB – 1.1 Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi berkaitan
dengan pemilihan bahan makanan yang salah dibuktikan dengan
konsumsi roti manis 3-4 potong setiap malam untuk mengurangi lapar.

4. Intervensi Gizi
a) Tujuan Diet

1. Mengurangi asupan natrium.


2. Mengurangi asupan sukrosa.
3. Menurunkan kadar gula darah atau mempertahankan kadar gula
darah dalam batas normal.
4. Membantu memperbaiki kemampuan makan per oral.
5. Memperbaiki kebiasaan makan yang kurang tepat.

b) Syarat/prinsip diet (plus jelaskan alasannya dari bahan makanan yang boleh dan
tidak boleh diberikan)

1. Energi diberikan cukup untuk mempertahankan berat badan normal.


2. Protein diberikan sedang yaitu 15% dari total kebutuhan.
3. Lemak diberikan sedang yaitu 25% dari total kebutuhan.
4. Karbohidrat diberikan cukup yaitu 60% dari total kebutuhan.
5. Sukrosa diberikan < 5% dari total kebutuhan.
6. SFA diberikan < 7% dari total kebutuhan.
7. MUFA diberikan < 15% dari total kebutuhan.
8. PUFA diberikan 10% dari total kebutuhan.
9. Batasi penggunaan natrium yaitu diberikan 1000 – 1200 mg.

c) Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi

Rumus Perkeni 2015


- BMR Laki-laki = 30 x BBI
= 30 x 60
= 1800

- Faktor aktivitas = 10% dari BMR


= 10% x 1800
= 180

- Faktor usia = 10% dari BMR


= 10% x 1800
= 180

- TEE = (BMR + Faktor aktivitas) – Faktor usia


= (1800 + 180) – 180
= 1800 kkal
26

- Protein =

= 67,5 gram

- Lemak =

= 50 gram

- Karbohidrat =

= 270 gram

- Sukrosa =

= 22,5 gram

- SFA =

= 14 gram

- PUFA =

= 20 gram
27

- MUFA =

= 30 gram

- Natrium = 1000 – 1200 mg

d) Jenis Diet, Bentuk Makanan, Cara Pemberian, dan Frekuensi Makan

Jenis Diet : RG DM
Bentuk Makanan : Lunak
Cara Pemberian : Oral
Frekuensi Makan : 3x makan utama, 2x selingan

e) Rencana Monitoring dan Evaluasi


Tabel 12. Rencana Monitoring dan Evaluasi

Parameter Indikator Pengukuran Target


Antropometri BB atau LILA 2x (saat masuk BB normal/
dan keluar RS) LILA normal
Biokimia HCT, MCH, Setiap hari Dalam batas
Limfosit, (kolaborasi normal
Neutrofil, dengan nakes
Eusinofil, GDS, lain)
Kreatinin
Fisik/Klinis Tensi, Setiap hari Vital signs
Respirasi, Nadi, (kolaborasi dalam batas
Suhu, dengan nakes normal,
Ekstremitas lain) keluhan pada
ekstremitas
berkurang
% Asupan E, P, L, KH, Recall 24 jam Memenuhi
Sukrosa, asupan 80%
Natrium kebutuhan

5. Rencana Konsultasi
Tabel 13. Rencana Konsultasi

Masalah Gizi Tujuan Konsultasi Materi Konseling Keterangan


28

Hipertensi Meningkatkan Bahan makanan yang Sasaran: pasien dan


pengetahuan dianjurkan, bahan keluarga
mengenai makanan tinggi Na pasien
hipertensi dan diet
Waktu: 15-30 menit
rendah garam
Pembatasan Mengurangi Bahan makanan yang Tempat: bangsal
asupan sukrosa asupan sukrosa dianjurkan, bahan pasien
makanan dengan
Media: leaflet
karbohidrat kompleks
Metode: ceramah
dan sederhana
Kadar GDS tinggi Menurunkan gula Bahan makanan
darah yang tinggi dengan indeks
pada pasien dan glikemik tinggi
meningkatkan
pengetahuan
mengenai diet DM
Kesulitan Mempermudah Bahan makanan yang
menelan pasien dalam tidak merangsang
mengonsumsi
makanan
Pola makan yang Memperbaiki pola Bahan makanan yang
tidak tepat makan yang tidak dianjurkan dan yang
tepat tidak dianjurkan

Tujuan diet pada kasus ini adalah memberikan asupan makan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi dengan memperhatikan pemilihan
jenis sumber makanan yang rendah natrium dan rendah karbohidrat
sederhana untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Dalam hal ini, pasien
memerlukan pembatasan natrium karena memiliki riwayat hipertensi dan
dilihat dari pemeriksaan vital sign yakni tekanan darah pasien termasuk
kategori hipertensi stage I yaitu 142/88 mmHg. kemudian pasien juga
memerlukan pembatasan karbohidrat sederhana dikarenakan memiliki
riwayat diabetes mellitus dan pemeriksaan gula darah sewaktu pasien masih
di atas normal yaitu 184 mg/dL.
Perhitungan kebutuhan energi pasien berdasarkan rumus PERKENI yaitu
30kkal/kg BBI dengan memperhatikan faktor aktivitas dan faktor usia.
Kebutuhan basal pasien ditambahkan faktor aktivitas 10%, pemilihan faktor
aktivitas ini karena pasien dalam keadaan istirahat dan hanya mampu
berbaring di atas tempat tidur. Selanjutnya terdapat pengurangan 10%
karena usia pasien diantara 60 dan 69 tahun. Kebutuhan protein pasien
29

sedang yaitu 15% dari total kebutuhan energi, lemak diberikan sedang yaitu
25% dari total kebutuhan energi, dan karbohidrat diberikan sedang yaitu 60%
dari total kebutuhan energi.

6. Rekomendasi Diet
Tabel 14. Rekomendasi Diet Siklus ke-10 (Tanggal 30 April 2019)

Menu Siklus ke-10 Standar Diet RS Rekomendasi Standar Diet


Makan Pagi Bubur nasi Bubur nasi 250 gr
Ayam bumbu ungkep Daging ayam paha 55 gr
Sop makaroni + wortel + kapri Minyak 2 gr
Wortel 60 gr
Kapri 5 gr
Makaroni 35 gr
Selingan Pagi Timlo oven Tepung terigu 10 gr
Telur ayam 20 gr
Jamur kuping 0,5 gr
Bihun 5 gr
Wortel 2,5 gr
Makan Siang Bubur nasi Bubur nasi 250 gr
Kakap panggang Ikan kakap 45 gr
Tahu bumbu kuning Margarin 2,5 gr
Sayur buncis labu siam Tahu 55 gr
Jeruk Kacang panjang 25 gr
Labu siam 30 gr
Terong 25 gr
Buncis 20 gr
Jeruk 80 gr
Selingan Siang Cake Pandan Tepung terigu 40 gr
Telur ayam 15 gr
Maizena 5 gr
Susu dancow 5 gr
Makan Malam Bubur nasi Bubur nasi 250 gr
Bola-bola ayam asam manis Daging ayam 45 gr
Perkedel tempe panggang Tepung terigu 10 gr
Timlo Telur ayam 15 gr
Minyak 2,5 gr
Tempe 40 gr
Tepung terigu 10 gr
Telur ayam 10 gr
Minyak 2,5 gr
Wortel 60 gr
30

Kentang 35 gr
Jamur 5 gr

Selingan Malam - -

Terapi diet yang diberikan yaitu RG DM dengan konsistensi makanan


lunak yang diberikan secara oral. Diet ini sesuai dengan diet yang diberikan
rumah sakit, hanya dalam penyajiannya disesuaikan untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Dalam menentukan jenis diet ini, hal yang menjadi
pertimbangan adalah keadaan pasien yang masih lemah dan terdapat
kesulitan menelan sehingga bentuk makanan yang dipilih adalah lunak.
Kemudian tekanan darah yang tinggi dan kadar gula darah yang tinggi,
menjadikan jenis diet yang dipilih adalah diet RG DM.
7. Implementasi
a. Tanggal: 30 April 2019
Jenis Diet/ Bentuk Makanan/ Cara Pemberian: RG DM/BN/Oral
Tabel 15. Implementasi Diet Tanggal 30 April 2019
Energi Protein Lemak KH Na Sukro SFA MUF PUFA
(Kcal) (g) (g) (g) (mg) sa (g) (g) A (g) (g)
Rekomendasi 1696,9 77,7 41,2 248,7 268,9 7,9 15,2 12,8 9,9
Standar Diet
Infus - - - - - - - - -

Kebutuhan 1800 67,5 50 270 <1000 22,5 14 30 20


(Planning)
% 94,27% 115,1% 82,4% 92,1% 26,89 35,1 108, 42,67 49,5%
standar/kebut % % 6% %
uhan

Diet yang diberikan kepada pasien merupakan modifikasi dari standar


diet RS yang sudah ditetapkan. Pemberian diet disesuaikan terhadap
kondisi atau keadaan pasien dengan perhitungan kebutuhan asupan.
Persentase yang didapat yaitu energi 94,27%; protein 115,1%; lemak
82,4%; karbohidrat 92,1%; natrium 268,9 gram; sukrosa 7,9 gram; SFA
15,2 gram; MUFA 12,8 gram; dan PUFA 9,9 gram.
b. Tanggal: 1 Mei 2019
Jenis Diet/ Bentuk Makanan/ Cara Pemberian: RG DM + RL/BN/Oral
Tabel 16. Implementasi Diet Tanggal 1 Mei 2019
Energi Protein Lemak KH Na Sukro SFA MUF PUFA
(Kcal) (g) (g) (g) (mg) sa (g) (g) A (g) (g)
Rekomendasi 1664 64,5 43,6 250,2 266,1 8,5 16,4 13,8 9,7
Standar Diet
Infus - - - - - - - - -
31

Kebutuhan 1800 67,5 50 270 <1000 22,5 14 30 20


(Planning)
% 92,44% 95,56% 87,2% 92,7% 26,61 37,78 117, 46% 48,5%
standar/kebut % % 1%
uhan

Diet yang diberikan kepada pasien merupakan modifikasi dari standar


diet RS yang sudah ditetapkan. Pemberian diet disesuaikan terhadap
kondisi atau keadaan pasien dengan perhitungan kebutuhan asupan.
Persentase yang didapat yaitu energi 92,44%; protein 95,56%; lemak
87,2%; karbohidrat 92,7%; natrium 266,1 gram; sukrosa 8,5 gram; SFA
16,4 gram; MUFA 13,8 gram; dan PUFA 9,7 gram.
c. Tanggal: 2 Mei 2019
Jenis Diet/ Bentuk Makanan/ Cara Pemberian: RG DM + RL/BN/Oral
Tabel 17. Implementasi Diet Tanggal 2 Mei 2019
Energi Protein Lemak KH Na Sukro SFA MUF PUFA
(Kcal) (g) (g) (g) (mg) sa (g) (g) A (g) (g)
Rekomendasi 1743 68,4 40,9 284,7 318 5,6 14,5 13,6 9,7
Standar Diet
Infus - - - - - - - - -

Kebutuhan 1800 67,5 50 270 <1000 22,5 14 30 20


(Planning)
% 96,9% 101,3% 81,8% 105,4 31,8 24,89 103, 45,33 48,5%
standar/kebut % % % 6% %
uhan

Diet yang diberikan kepada pasien merupakan modifikasi dari standar


diet RS yang sudah ditetapkan. Pemberian diet disesuaikan terhadap
kondisi atau keadaan pasien dengan perhitungan kebutuhan asupan.
Persentase yang didapat yaitu energi 96,9%; protein 101,3%; lemak
81,8%; karbohidrat 105,4%; natrium 318 gram; sukrosa 5,6 gram; SFA
14,5 gram; MUFA 13,6 gram; dan PUFA 9,7 gram.
32

C. Pembahasan Monitoring dan Evaluasi


Tabel 18. Pembahasan Monitoring dan Evaluasi

MONITORING ASSESMEN GIZI EVALUASI DAN


DIAGNOSIS TINDAK LANJUT
TGL ANTROP FISIK DAN MONITORING DIAGNOSIS GIZI
MEDIS BIOKIMIA ASUPAN (TERAPI DIET DAN
OMETRI KLINIS
KONSELING GIZI)
30 Hemiparesis BB = 60 27 April K U: CM Energi = 87,65% NI – 5.4 Penurunan kebutuhan Diet RG DM
April Sinistra SNH kg (RM) 2019: Vital Sign: Protein = 104,3% zat gizi natrium berkaitan dengan
2019 TB = 160 HCT = -Tensi 142/88 Lemak = 85,8% hipertensi stage I dibuktikan
cm (RM) 44,6% mmHg KH = 82,78% gr dengan tensi tinggi yaitu 142/88
LILA = MCH = 31,6 -Respirasi 20 Na = 652,1 mg mmHg (normal = 120/80 mmHg).
29 cm pg kpm Sukrosa= 16,9 gr NI – 5.4 Penurunan kebutuhan
Ulna = Limfosit = -Nadi 66 kpm SFA = 10,2 gr zat gizi sukrosa berkaitan dengan
26 cm 14,7% -Suhu 36,6°C MUFA = 14,1 gr gangguan sekresi insulin dibuktikan
%LILA = Neutrofil = Abdomen: PUFA = 15,4 gr oleh nilai pemeriksaan GDS tinggi
91,48% 76,1% datar,supel yaitu 184 mg/dL (normal = 70 – 140
Eusinofil = Ekstremitas: mg/dL).
4,3% Hemiparesis NC – 2.2 Perubahan nilai lab
GDS = 184 sinistra, GDS berkaitan dengan gangguan
mg/dL kelemahan metabolisme karbohidrat akibat DM
Kreatinin = otot dibuktikan dengan nilai
1,71 mg/dL pemeriksaan GDS tinggi yaitu 184

35
33

mg/dL (normal = 70 – 140 mg/dL).


NC – 1.1 Kesulitan menelan
berkaitan dengan gangguan
motorik (menelan) dibuktikan
dengan pasien mengalami stroke
non hemorrhagic.
NB – 1.1 Kurang pengetahuan
terkait makanan dan zat gizi
berkaitan dengan pemilihan bahan
makanan yang salah dibuktikan
dengan konsumsi roti manis 3-4
potong sehari.
1 Hemiparesis BB = 60 30 April KU: CM Energi = 61,34% NI – 2.1 Asupan oral tidak Diet RG DM + RL
Mei Sinistra SNH TB = 160 2019: Vital Sign: Protein = 66,81% adekuat berkaitan dengan
2019 cm Kolesterol -Tensi 135/81 Lemak = 44,8% terbatasnya pengetahuan gizi
LILA = Total = 213 mmHg KH = 65,85% tentang asupan oral yang tepat
29 cm mg/dL -Respirasi 20 Na = 167,6 mg dibuktikan dengan recall E=
Ulna = HDL = 26 kpm Sukrosa= 7,6 gr 61,34%; P= 66,81%; L= 44,8%;
26 cm mg/dL -Nadi 74 kpm SFA = 7,4 gr dan KH= 65,85%.
%LILA = LDL = 154 -Suhu 36°C MUFA = 7,1 gr NI – 5.4 Penurunan kebutuhan
91,48% mg/dL Abdomen: PUFA = 6,3 gr zat gizi natrium berkaitan dengan
datar,supel hipertensi stage I dibuktikan

36

37
34

Ekstremitas: dengan tensi tinggi yaitu 135/88


Hemiparesis mmHg (normal = 120/80 mmHg).
sinistra, NI – 5.4 penurunan kebutuhan
kelemahan zat gizi SFA berkaitan dengan
otot gangguan metabolisme lemak
akibat stroke dibuktikan dengan
nilai pemeriksaan kolesterol total
tinggi yaitu 213 mg/dL (normal = 0
– 200 mg/dL).
2 Hemiparesis Tidak Tidak ada KU: CM Energi = 57,73% NI – 2.1 Asupan oral tidak
Mei Sinistra SNH dilakukan pemeriksaan Vital Sign: Protein = 77,48% adekuat berkaitan dengan defisit
2019 pengukur biokimia. -Tensi 106/61 Lemak = 56,6% pengetahuan gizi tentang asupan
an. mmHg KH = 52,37% oral yang tepat dibuktikan dengan
-Respirasi 20 Na = 124,8 mg recall E= 57,73%; P= 77,48%; L=
kpm Sukrosa= 5,1 gr 56,6%; dan KH= 52,37%
-Nadi 62 kpm SFA = 7,8 gr
-Suhu 37°C MUFA = 9,9 gr
Abdomen: PUFA = 8,5 gr
datar,supel

37

39
35

1. Monitoring dan Evaluasi Keluhan Utama


Monitoring dan evaluasi keluhan pasien dilakukan setiap hari dengan
melihat rekam medik pasien dan wawancara langsung kepada pasien. Hasil
monitoring dan evaluasi keluhan pasien dapat dilihat pada tabel 18. sebagai
berikut:
Tabel 17. Monitoring dan Evaluasi Keluhan Utama
No. Tanggal Keluhan Utama
1. 30 April 2019 Tangan kiri kaku
Pusing kepala
Leher sakit
Keluar air liur
Pelo
2. 1 Mei 2019 Tangan kiri nyeri
3. 2 Mei 2019 Tidak ada keluhan

Sumber: Wawancara, 2019


Pasien datang ke RS UNS pada tanggal 28 April 2019 dengan keluhan
utama pusing kepala dan tangan kiri kaku sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit (SMRS), leher sakit, keluar air liur, dan bicara pelo. Berdasarkan hasil
monitoring, keluhan utama terkait kelemahan ekstremitas kiri, keluhan mulai
berkurang pada hari ke-3 sejak implementasi, sedangkan untuk keluhan
pusing kepala, leher sakit, keluar air liur, dan pelo berkurang pada hari ke-2
sejak implementasi.
2. Monitoring dan Evaluasi Data Antropometri
Tabel 18. Monitoring dan Evaluasi Data Antropometri

Tanggal pengukuran
Indikator
30 April 2019 2 Mei 2019
%LILA 91,48% Pasien pulang
Status Gizi Gizi baik -
Sumber: Data Primer, 2019
Pengukuran antropometri yang dilakukan adalah lingkar lengan atas
(LILA) untuk mengetahui status gizi pasien dan panjang ulna untuk estimasi
tinggi badan pasien. Pengukuran antropometri dilakukan pada tanggal 30
April 2019. LILA pada pasien yaitu 29 cm dan panjang ulna yaitu 26 cm.
Didapatkan %LILA yaitu 91,48% termasuk dalam kategori gizi baik. Pada
tanggal 2 Mei 2019 tidak dilakukan pengukuran karena pasien sudah
36

diperbolehkan untuk pulang. Pengukuran dilakukan saat awal masuk RS dan


saat akan keluar RS adalah untuk mengetahui perkembangan status gizi
pasien.
3. Monitoring dan Evaluasi Data Biokimia
Tabel 19. Monitoring dan Evaluasi Data Biokimia
Pemeriksaan Rentang
Hari/Tanggal Kadar Keterangan
urin/darah Normal
Sabtu/27 HCT 44,6% 34 – 40% Tinggi
April 2019 MCH 31,6 pg 27 – 31 pg Tinggi
Limfosit 14,7% 20 – 40% Rendah
Neutrofil 76,1% 50 – 70% Tinggi
Eusinofil 4,3% 0 – 4% Tinggi
GDS 184 mg/dl 70 – 140 Tinggi
Kreatinin 1,71 mg/dL Tinggi
mg/dL 0,5 – 1,1
mg/dL
Selasa/30 Kolesterol Total 213 mg/dL 0 – 200 Tinggi
April 2019 HDL 26 mg/dL mg/dL Rendah
LDL 154 mg/dL 30 – 71 Tinggi
mg/dL
0 – 130
mg/dL
Sumber: Rekam Medis RS UNS Sukoharjo, 2019
Berdasarkan tabel 20, pasien melakukan pemeriksaan sebanyak 2 kali
pemeriksaan yaitu pada tanggal 27 April 2019 dan 30 April 2019. Pada
pemeriksaan tanggal 27 April 2019 pukul 20.40 didapatkan hasil
pemeriksaan HCT, MCH, eusinofil, dan neutrofil tinggi, sedangkan kadar
limfosit rendah. Hal ini berkaitan dengan stroke non hemorrhagic bila kadar
eusinofil tinggi akan meningkatkan volume lesi. Kadar HCT dan MCH tinggi
dapat memicu terjadinya stroke. Pemeriksaan GDS dan kreatinin
menunjukkan kadar lebih dari batas normal. Kadar GDS yaitu 184 mg/dL
termasuk kategori tinggi menunjukkan adanya gangguan metabolisme
karbohidrat yang ditandai adanya riwayat diabetes mellitus dan kadar
kreatinin yaitu 1,71 mg/dL termasuk kategori tinggi yang menunjukkan
adanya gangguan pada ginjal pasien.
Pada tanggal 30 April 2019 dilakukan pemeriksaan kolesterol total, HDL,
dan LDL. Kadar kolesterol total pasien yaitu 213 mg/dL termasuk dalam
kategori tinggi, HDL 26 mg/dL termasuk dalam kategori rendah, dan LDL 154
mg/dL termasuk dalam kategori tinggi. Ketiga pofil lipid ini memiliki peranan
penting. Peningkatan kolesterol dapat berakibat pada penyempitan
37

pembuluh darah, penurunan HDL menyebabkan berkurangnya proteksi


terhadap oksidasi LDL, sehingga proses inflamasi dan aterosklerosis akan
meningkat (Sacco et al, 2013). Tingginya kadar LDL akan berpengaruh pada
keluaran setelah serangan stroke, hipertensi, hiperglikemia, hipertemia, usia
lanjut, dan keparahan stroke (Furie., et al, 2011).
4. Monitoring dan Evaluasi Data Fisik dan Klinik
Tabel 20. Monitoring dan Evaluasi Data Fisik dan Klinik
Vital Tanggal Pemeriksaan Rentang
Sign 30 April 2019 1 Mei 2019 2 Mei 2019 Normal
Tensi 142/88 mmHg 135/81 mmHg 106/61 mmHg 120/80 mmHg
Respirasi 20 kpm 20 kpm 20 14 – 20 kpm
Nadi 66 kpm 74 kpm 62 60 – 100 kpm
Suhu 36,6°C 36°C 37°C 36 - 37°C
Sumber: Rekam Medis RS UNS Sukoharjo, 2019
Berdasarkan tabel di atas, pada pemeriksaan tekanan darah pasien dari
awal masuk sampai diperbolehkan pulang sudah membaik. Data awal
tekanan darah pasien 142/88 mmHg termasuk dalam kategori hipertensi
stage I dan data terakhir tekanan darah pasien saat diperbolehkannya
pulang adalah 106/61 mmHg yang mana termasuk dalam kategori normal.
Pemeriksaan respirasi, nadi, dan suhu dari awal masuk sampai
diperbolehkan pulang dalam batas normal.
5. Monitoring dan Evaluasi Makan Pasien
Tabel 21. Monitoring dan Evaluasi Makan Pasien

Tanggal
Monev Asupan Oral
30 April 2019 1 Mei 2019 2 Mei 2019
Asupan Energi 87,65% (cukup) 61,34% (kurang) 57,73% (kurang)
Asupan Protein 104,3% (cukup) 66,81% (kurang) 77,48% (kurang)
Asupan Lemak 85,8% (cukup) 44,8% (kurang) 56,6% (kurang)
Asupan Karbohidrat 82,78% (cukup) 65,85% (kurang) 52,37% (kurang)
Asupan Natrium 652,1 mg 167,6 mg 124,8 mg
Asupan Sukrosa 16,9 gram 7,6 gram 5,1 gram
Asupan SFA 10,2 gram 7,4 gram 7,8 gram
Asupan MUFA 14,1 gram 7,1 gram 9,9 gram
Asupan PUFA 15,4 gram 6,3 gram 8,5 gram
Sumber: Wawancara Pasien

Gambar 3. Asupan Monev Pasien


38

Berdasarkan tabel 21 dan gambar 3, pada hari pertama tanggal 30 April


2019 (makan siang 29 April, makan malam 29 April, makan pagi 30 April,
makan siang 30 April) untuk persentase asupan zat gizi makro yaitu energi,
protein, lemak, dan karbohidrat sudah cukup (≥ 80%). Selain itu, persentase
asupan zat gizi mikro seperti natrium <1000 mg; sukrosa yang dikonsumsi
sebanyak 16,9 gram termasuk <22,5 gram; SFA yang dikonsumsi sebanyak
10,2 gram termasuk <14 gram; MUFA yang dikonsumsi sebanyak 14,1 gram
termasuk <30 gram; dan PUFA yang dikonsumsi sebanyak 15,4 gram
termasuk <20 gram. Persentasi pada hari pertama mencukupi kebutuhan
karena pasien menghabiskan makanannya.
Pada hari berikutnya tanggal 1 Mei 2019 (makan siang 30 April, makan
malam 30 April, makan pagi 1 Mei, makan siang 1 Mei), asupan makan
pasien berkurang. Persentase energi yaitu 61,43%; protein 66,81%; lemak
44,8%; dan karbohidrat 65,85%. Sedangkan persentase zat gizi mikro
natrium, sukrosa, SFA, MUFA, dan PUFA juga menurun. Sama seperti di hari
terakhir pada tanggal 2 Mei 2019 (makan siang 1 Mei, makan malam 1 Mei,
makan pagi 2 Mei, makan siang 2 Mei), persentase asupan pasien juga
menurun untuk energi dan karbohidrat. Persentase energi 57,73% dan
karbohidrat 52, 37%. Sedangkan persentase untuk protein dan lemak naik.
Persentase protein 77,48% dan persentase lemak 56,6%. Untuk zat gizi
mikro, natrium mengalami penurunan yaitu menjadi 124,8 gram. Sukrosa,
SFA, MUFA, dan PUFA mengalami peningkatan persentase. Asupan pasien
berkurang disebabkan karena pasien pada tanggal 1 dan 2 Mei tidak
menghabiskan makanannya. Selain itu, pasien juga membatasi asupannya
karena takut berpengaruh terhadap kadar GDS dan tensi pasien menjadi
tinggi.

BAB IV
39

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan laporan studi kasus mendalam, didapatkan simpulan sebagai
berikut:
1. Pasien Tn. K dengan diagnosis Hemiparesis Sinistra SNH (Stroke Non
Hemorrhagic).
2. Keluhan pasien pusing kepala dan tangan kiri lemas sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS), dan bicara pelo kemudian pasien masuk RS
dengan diagnosis medis Hemiparesis Sinistra SNH, memiliki riwayat stroke
satu tahun yang lalu, DM, vertigo, hipertensi, dan PPOK.
3. Tidak ada alergi/pantangan terhadap bahan makanan apapun dan tidak
pernah menjalankan diet sebelumnya.
4. Status gizi pasien berdasarkan %LILA adalah 91,48% dengan kategori gizi
baik.
5. Hasil pemeriksaan laboratorium meliputi HCT, MCH, neutrofil, eusinofil, GDS,
dan kreatinin tinggi, sedangkan kadar limfosit rendah.
6. Hasil pemeriksaan klinik/fisik bahwa pasien dalam keadaan compos mentis.
Tekanan darah pasien 142/88 mmHg termasuk kategori hipertensi stage I.
Pemeriksaan respirasi, nadi, dan suhu dalam batas normal. Pada
pemeriksaan ekstremitas terdapat kelemahan otot hemiparesis sinistra.
7. Kebiasaan makan pasien kurang baik, mengonsumsi roti manis setiap malam
sebanyak 3-4 potong dan jarang konsumsi sayur.
8. Diagnosis gizi yang ditegakkan berdasarkan assessment gizi yaitu:
a. NI – 5.4 Penurunan kebutuhan zat gizi natrium berkaitan dengan
hipertensi stage I dibuktikan dengan tensi tinggi yaitu 142/88 mmHg
(normal = 120/80 mmHg).
b. NI – 5.4 Penurunan kebutuhan zat gizi sukrosa berkaitan dengan
gangguan sekresi insulin dibuktikan oleh nilai pemeriksaan GDS tinggi
yaitu 184 mg/dL (normal = 70 – 140 mg/dL).
c. NC – 2.2 Perubahan nilai lab GDS berkaitan dengan gangguan
metabolisme karbohidrat akibat DM dibuktikan dengan nilai pemeriksaan
GDS tinggi yaitu 184 mg/dL (normal = 70 – 140 mg/dL).
d. NC – 1.1 Kesulitan menelan berkaitan dengan gangguan motorik
(menelan) dibuktikan dengan pasien mengalami stroke non hemorrhagic.
e. NB – 1.1 Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi berkaitan
dengan pemilihan bahan makanan yang salah dibuktikan dengan
konsumsi roti manis 3-4 potong sehari.
9. Intervensi gizi yang diberikan untuk pasien yaitu diet RG DM + RL, bentuk
makanannya lunak (bubur nasi), diberikan 3x makanan utama dan 2x
44
selingan (pagi dan siang).
10. Hasil pemantauan asupan makanan selama pemantauan 3 hari adalah:
40

a. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan energi pasien hari pertama


sebanyak 87,65%; hari kedua 61,43%; dan hari ke tiga 57,73%.
b. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan protein pasien hari pertama
sebanyak 104,3%; hari kedua 66,81%; dan hari ke tiga 56,6%.
c. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan lemak pasien hari pertama
sebanyak 85,8%; hari kedua 44,8%; dan hari ke tiga 56,6%.
d. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan karbohidrat pasien hari pertama
sebanyak 82,78%; hari kedua 65,85%; dan hari ke tiga 52,37%.
e. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan natrium pasien hari pertama
sebanyak 652,1 mg; hari kedua 167,6 mg; dan hari ke tiga 124,8 mg.
f. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan sukrosa pasien hari pertama
sebanyak 16,9 gram; hari kedua 7,6 gram; dan hari ke tiga 5,1 gram
g. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan SFA pasien hari pertama
sebanyak 10,2 gram; hari kedua 7,4 gram; dan hari ke tiga 7,8 gram
h. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan MUFA pasien hari pertama
sebanyak 14,1 gram; hari kedua 7,1 gram; dan hari ke tiga 9,9 gram
i. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan PUFA pasien hari pertama
sebanyak 15,4 gram; hari kedua 6,3 gram; dan hari ke tiga 8,5 gram.
11. Edukasi gizi yang diberikan kepada pasien dan keluarga pasien yaitu
memberikan pengetahuan mengenai diet RG, diet DM, diet RL bahan
makanan yang tinggi Na, bahan makanan yang indeks glikemiknya tinggi,
bahan makanan tinggi sukrosa, bahan makanan yang kadar kolesterolnya
tinggi, dan pola makan yang tepat untuk kondisi pasien.

B. SARAN
1. Bagi pasien diharapkan dapat melanjutkan diet yang sudah dianjurkan
setelah pulang dari rumah sakit dengan menjalankan diet RG DM + RL.
2. Bagi keluarga pasien diharapkan bisa memberikan motivasi kepada pasien
dalam menjalankan diet dan memperhatikan perkembangan kesehatan
pasien.
41

Anda mungkin juga menyukai