ANGGOTA KELOMPOK 3 :
Moral ekonomi merupakan suatu analisa atau prinsip yang menyebabkan seseorang
berperilaku, bertindak, dan beraktivitas dalam kegiatan Ekonomi. Dan hal ini diyakini sebagai
gejala sosial yang sangat mempengaruhi tatanan kehidupan sosial di masyarakat.Prinsip moral
tersebut dipelajari, dipahami, dan diterapkan dalam kehidupan melalui proses pembudayaan
secara terus-menerus dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Yang
menjadi alat kontrol atas tingkah laku seseorang di dalam komunitas adalah ukuran “baik dan
buruk” berdasarkan sistem nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Dimana dapat diketahui
dalam teori ini terdapat 2 tokoh besar yang menjelaskan teori moral ekonomi, yaitu yangpertama
James C Scott dengan penjabaran tentang teori moral ekonomi di masyarakatpetani dan H.D
Evers yang menjelaskan tentang teori moral ekonomi pedagang. Adapun penjelasan nya antara
lain:
Logika dalam berinvestasi yang sama juga dapat diterapkan pada desa-desa sama
halnya pada pasar-pasar. Yaitu, sumbangan-sumbangan kepada desa, partisipasi dalam
program-program asuransi dan kesejateraan, dan pertikaran pertukaran antara patron-klien,
semua hal ini ditentukan oleh logika investasi. Karena, semangkin dekat orang-orang dengan
titik bahaya, maka semangkin berhati-hati mereka dalam berinvestasi. Dengan kata lain,
permintaan teradap asuransi akan meningkat dengan semangkin meningkatnya resiko hidup,
tetapi suplai akan turun dengan menurunnya peluang premi-premi yang akan dibayarkan.
Dengan ketidakpastian hal ini, Popkin menggambarkan bahwa kaum tani akan
mengandalkan investasi-investasi pribadi atau keluarga demi keamanan jangka panjang
mereka, dan dengan demikian mereka akan tertarik pada keuntungan jangka pendek dari
pada keuntungan pada jangka panjang dari desa.
Mereka akan berusaha memperbaiki keamanan jangka panjang mereka dengan
cara berpindah kepada posisi yang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi serta
kecil variasinya (yang seringkali berusaha beralih dari buruh tani menjadi penyewa, kepada
pemilik tanah kecil menjadi tuan tanah). Konflik ekonomi dalam perpindahan kepada posisi
–posisi yang lebih aman didalam desa, dengan demikian tidak dapat dihindari lagi. (Popkin,
1986 : 19)
Dalam hal ini aksi terkoordinir diperlukan untuk penyediaan barang-barang dan
pendistribusian keuntungan-keuntungan bersama dan dapat dibagi-bagi. Dalam hal ini
ekonomi politik berfokus kepada faktor-faktor yang sulit untuk diperoleh bahkan dengan
tindakan kolektif terkoordinir sekalipun. Kecuali jika keuntungan-keuntungan yang
diharapkan itu melebihi pengorbanan-pengorbanan, penduduk desa dapat diduga tidak akan
memberikan sumbangan apapun kepada tindakan kolektif tersebut. Ada pun pilihan tindakan
secara kolektif yang akan dilakukan oleh menggunakan prinsip moral yaitu dengan
menekankan : (1) Pengorbanan yang harus dikeluarkan termasuk risikonya, (2) Hasil yang
mungkin diterima, bila menguntungkan maka mereka akan ikut bila tidak mereka bersikap
pasif (3) Proses aksi yaitu dipertimbangkan tingkat keberhasilannya apakah lebih bermanfaat
secara kolektif atau tidak, (4) Kepercayaan pada kemampuan seorang pemimpin.
Dengan demikian aksi-aksi kolektif tersebut dapat dinilai mendatang keuntungan
bagi mereka saja yang diikuti atau didukung Dalam menimbang-nimbang konstribusi
tersebut, seorang petani dapat diharapkan akan memperitungkan faktor-faktor yang
berkaitan dengan pengorbanan-pengorbanan dan keuntungan-keuntungan seperti: (1)
Pengeluaran sumberdaya-sumberdaya, bila seorang petani berkonstribusi kepada suatu
tindakan kolektif, ia harus mengeluarkan sumber daya- sumber daya yang berharga.
Tambahan pula ia bisa dihukum karena ikut berpartisipasi bila tindakan itu gagal. (2)
Ganjaran-ganjaran positif, nilai dari keuntungan-keuntungan langsung dan tidak langsung.
(3) Peluang bagi tidankannya untuk memperoleh ganjaran (keampuhan), keefektifan,
konstribusi tergantung pada konstribusi marginalnya kepada keberhasilan usaha tersebut. (4)
Kepemimpinan yang mantap dan dapat dipercaya, puncak keberhasilan suatu usaha sering
kali tergantung dari isi sumberdaya-sumberdaya yang dimobilisir tetapi juga pada keahlian
memimpin pemobilisasian sumberdaya-sumberdaya itu.
Kasus pabrik beras PT IBU di kabupaten Bekasi Jawa Barat yang pekan lalu digerebek
oleh pihak kepolisian telah menguak praktik pedagang perantara (middleman) dalam bisnis
pangan baik itu beras dan komoditas lainnya seperti jagung, bawang merah, cabai, dan daging
ayam ataupun telur. Dimana mereka menjual bahan pangan dengan mutu yang tidak sesuai
ddicantumkan di lebel, serta terbukti bersalah. Hal ini dilakukan para petingginya didasari agar
memperoleh keuntungan yang besar supaya cepat kaya dan tidak mau rugi dengan melakukan
berbagai cara untuk mengatasi dilemanya dan agar dapat ikut bersaing di pasar ekonomi dengan
mengeluarkan biaya kecil. Kasus seperti ini adalah sebagian dari banyak kasus di Indonesia
dalam praktik bisnis yang melanggar tatakrama moral ekonomi yang berlaku.
Dalam hal ini moral ekonomi tidak mampu menjadi pengendali tindakan ekonomi yang
merugikan pihak lain. Secara umum tindakan ekonomi bisa dipandang sebagai cerminan
langsung dari moral ekonomi. Moral ekonomi pedagang timbul ketika mereka menghadapi
dilema atau masalah dalam aktivitas ekonominya dan melakukan etika subsitensi antara lain
melakukan berbagai macam cara dengan mengutamakan kepentingan diri sendiri. Sedangkan
secara rasional sebagai manusia yang menginginkan kesejahteraan yang lebih dalam hidupnya
membuat manusia atau para pimpinan PT IBU telah melakukan praktik ekonomi untuk
meningkatkan keuntungan dengan mengeluarkan modal sedikit dan menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan keuntungan secara sepihak seperti yang diatas dengan cara memalsukan
lebel kualitas yang tidak sesuai dengan mutu pangan yang dijual. Prinsip ekonomi yang
mewarnai setiap tindakan ekonomi yang bertujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
dengan pengorbanan yang serendah-rendahnya telah menciptakan keserakahan yang terjadi
secara kuat dalam berbagai kehidupan bisnis era kini. Jadi dapat dikatakan rasionalitas yang
dikerjakan tidak memperhatikan moralitas ekonomi yang ada.
4. KESIMPULAN
Moral ekonomi dan ekonomi rasional dijadikan sebagai acuan (nilai) yang mempengaruhi
tindakan ekonomi masyarakat baik di desa atau dikota. Dimana dengan adanya moral ekonomi
diharapakan seseorang dapat menentukan tindakan ekonomi tanpa merugikan orang lain
danmampu menentukan solusi dalam aktivitas ekonominya di kehidupan sosial. Dan begitupun
dengan ekonomi rasional dapat diketahui bahwa sifat manusia yang ingin kesejahteraan dalam
hidupnya dengan menjadi seseorang yang kaya dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan baik mampu melakukan membuat pilihan atau perhitungan di tengah dilema atau
masalah dalam perekonomiannya. Jadi dapat dikatan kedua teori tersebut sama-sama
menjelaskan bahwa dalam aktivitas ekonomi manusia mampu melakukan solusi dalam
mempertahankan kesejahteraan hidupnya baik itu melakukan segala macam cara.
DAFTAR PUSTAKA
https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/11149/8389
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68593/Chapter%20II.pdf?sequence=4&is
Allowed=y
repository.usu.ac.id/bitstream/.../Chapter%20II.pdf?...
lib.unnes.ac.id/32043/1/3401413108.pdf
https://news.detik.com/berita/d-3827385/kasus-beras-berlabel-palsu-dirut-pt-ibu-dihukum-16-
bulan-bui
https://tirto.id/polisi-beberkan-sejumlah-kecurangan-beras-maknyuss-pt-ibu-cvlt
http://chairuelamien.blogspot.com/2011/06/teori-rasionalitas-petani.html?m=1
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68407/Chapter%20II.pdf?sequence=4&is
Allowed=y