Anda di halaman 1dari 13

Antropologi Ekonomi dan Industri

TEORI MORAL DAN RASIONAL

ANGGOTA KELOMPOK 3 :

Ani Nur Mujahidah R 071611733035

Sukma Faridhotul A. 071711733014

Gifar Insani P. 071711733048

Program Studi Antropologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga
2019
1. TEORI MORAL EKONOMI

Moral ekonomi merupakan suatu analisa atau prinsip yang menyebabkan seseorang
berperilaku, bertindak, dan beraktivitas dalam kegiatan Ekonomi. Dan hal ini diyakini sebagai
gejala sosial yang sangat mempengaruhi tatanan kehidupan sosial di masyarakat.Prinsip moral
tersebut dipelajari, dipahami, dan diterapkan dalam kehidupan melalui proses pembudayaan
secara terus-menerus dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Yang
menjadi alat kontrol atas tingkah laku seseorang di dalam komunitas adalah ukuran “baik dan
buruk” berdasarkan sistem nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Dimana dapat diketahui
dalam teori ini terdapat 2 tokoh besar yang menjelaskan teori moral ekonomi, yaitu yangpertama
James C Scott dengan penjabaran tentang teori moral ekonomi di masyarakatpetani dan H.D
Evers yang menjelaskan tentang teori moral ekonomi pedagang. Adapun penjelasan nya antara
lain:

A. Teori Ekonomi Moral Petani (James C Scott)


James C Scott merupakan seorang Profesor dari Yale University yang menjadi salah satu
peneliti asing yang ada di Indonesia yang memulai penelitiaannya pada tahun 1980-an. Scott
melahirkan teori ekonomi moral petani dengan obejek penelitian yang dipilih yaitu berada di
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Scott mendasarkan analisanya pada ruang lingkup keluarga
petani dimana perlawanan petani dilihat sebagai serangan yang meluncur akibat habisnya
batas toleransi. Pencurian-pencurian kecil yang dilakukan oleh petani dilihatnya sebagai
bentuk kecil dari perlawanan seharri-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan dapat
dikatakan bahwa kehidupan para petani sangat dekat dengan batas subsistensi dan menjadi
sasaran permainan cuaca serta tuntutan- tuntutan dari pihak luar, maka rumah tangga petani
tidak mempunyai banyak peluang untuk menerapkan ilmu hitung keuntungan maksimal
dalam kehidupannya dan lebih menerapkan ilmu hitung yang penting dapat memenuhi
kehidupannya sehari-hari. Sehingga yang dilakukan oleh petani dalam bercocok tanam adalah
berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupannya dan bukan
berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko. Adapun 3 prinsip sikap
yang diterapkan oleh para petani anatara lain :
1. Safety first/Dahulukan Selamat : Ekonomi Subsistensi
Kaum ekonomi moral petani memandang keamanan sebagai sesuatu yang paling
penting. Mengingat bahwa, petani itu miskin dan selalu dekat dengan garis bahaya,
sehingga penurunan sedikit saja terhadap produksi dapat menimbulkan bencana besar
bagi kelangsungan hidup rumahtangga mereka. Para petani enggan mengambil resiko
dan lebih memusatkan diri pada usaha menghindarkan jatuhnya produksi, bukan pada
usaha memaksimumkan keuntungan-keuntungan harapan. Serta harapan petani dengan
menghindari reiko tersebut makan akan mendatangkan hasil bersih rata-rata yang lebih
tinggi dan dapat memenuhi kehidupan sehari-harinya.
2. Etika Subsistensi
Etika subsistensi yaitu etika untuk bertahan hidup dalam kondisi minimal . Secara
kasarnya dapat dikatakan bahwa masalah yang dihadapi keluarga petani adalah
bagaimana dapat menghasilkan beras yang cukup untuk makan keluarga, untuk
membeli beberapa barang kebutuhan seperti garam dan kain, dan untuk memenuhi
tagihan-tagihan yang tak dapat ditawar-tawar lagi dari pihak-pihak luar. Perilaku
ekonomis petani bersumber pada kenyataan bahwa perjuangan untuk memperoleh hasil
yang minimum bagi subsistensi berlangsung dalam konteks kekurangan tanah, modal,
dan lapangan kerja diluar. Subsistensi sendiri dilakukan dengan cara mencari bantuan
kepada orang lain, menjual hasil tanam atau barang yang dimiliki dengan harga rendah
yang penting laku atau melakukan cara lain mengurangi pengeluaran untuk pangan
dengan jalan makan hanya sekali sehari dan beralih ke makanan yang mutunya lebih
rendah, seperti beralih makan jewawut atau umbi-umbian.
3. Distribusi Resiko dalam Masyarakat petani
Scott memandang wajar sekali bahwa petani yang setiap musim bergulat dengan
lapar dan segala konsekuensinya. Petani seperti ini mempunyai pandangan yang agak
berbeda tentang soal mengambil resiko dibandingkan dengan penanaman modal yang
main “ditingkat atas”. Sikap menghindari resiko juga dikemukakan untuk menjelaskan
mengapa petani lebih suka menanam tanaman subsistensi dari pada tanaman bukan
pengan yang hasilnya untuk di jual dan memiliki nilai tinggi untuk dijual. Hal tersebut
dilakukan petani dengan alasan rasionalnya ialah, jika petani menanam tanaman
subsistensi maka hasil produksi tanaman dapat di memenuhi kebutuhan dasar keluarga
atau sedikit banyaknya dapat menjamin kebutuhan pangan keluarga. Berbeda dengan
jenis tanaman komersil, jika petani menanam tanaman komersil petani akan bergantung
dengan harga pasar yang terkadang tidak stabil.

B. Teori Moral Ekonomi Perdagangan (Hans Dieter Evers)


Pada dasarnya setiap manusia yang terlibat dalam aktivitas perekonomian akan
mengalami hal yang sama dalam dilema atau permasalahan dalam aktivitas ekonomi, baik
masyarakat petani, pedagang, nelayan baik yang ada di desa maupun di perkotaan. Apabila
mereka menghadapi masalah yang disebut dengan masalah subsistensi atau resiprositas, maka
mereka akan mencoba untuk melakukan tindakan-tindakan yang baru seperti menjual,
menggadaikan, meminjam uang (berhutang) dan tindakan lainnya dengan tujuan yang sama
yaitu mengamankan perekonomian mereka dalam aktivitas ekonomi di masyarakat.
Adapun dilema yang dimiliki oleh para pedagang yaitu berasal dari dirinya sendiri
dimana mereka berfikiran apabila mematok harga yang tinggi maka takut akan tidak lakunya
hasil dagangan, tetapi apabila mematok harga yang murah tidak bisa memperoleh keuntungan
yang besar atau merugi karena modal yang dikeluarkan pun sudah mahal . Dan oleh sebab itu
hal yang dilakukan pedagang yaitu mencari jalan keluarnya sendiri yaitu dengan cara imigrasi
atau merantau ke daerah lain untuk memjual barang dagangannya. Melihat dilema yang
dialami oleh pedagang tersebut, Hans Dieter Evers menemukan ada 5 solusi atau jalan keluar
yang yang dilakukan oleh para pedagang dalam menghadapi dilema tersebut, yaitu:
1. Imigrasi Pedagang Minoritas
Kelompok minoritas baru dapat diciptakan melalui migrasi atau dengan
etnogenesis yaitu munculnya identitas etnis baru. Cara diferensiasi etnis dan budaya
tersebut secara efektif untuk menghindari dilema dikampung halamannya maka lebih
baik merantau (migrasi) ke daerah lain dan melakukan aktivitas perdagangan di sana.
2. Pembentukan Kelompok-Kelompok Etnis atau Religius
Muncul dua komunitas moral yang menekankan pentingnya kerja sama
tetapi tidak keluar dari batas-batas moral. Seperti pedagang kredit yang ada di
Sumatera Barat, mereka dibutuhkan oleh masyarakat Sumatera Barat sebagai
pemasok kebutuhan sandang baru, sedangkan pedagang sendiri memperoleh untung
yang relatif besar karena harga ditetapkan relatif lebih tinggi dari harga di pasaran. Ini
berarti terdapat hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara masyarakat
pedesaan Sumatera Barat dan pedagang kredit yang masing-masing memiliki
komunitas moral sendiri yaitu agama Islam dan agama Kristen.
3. Akumulasi Status Kehormatan (Moral Budaya)
Melalui peningkatan akumulasi modal budaya berarti adanya peningkatan
derajat kepercayaan masyarakat untuk melakukan aktivitasnya. Sesuai dengan studi
Geertz tentang peranan santri pada sektor perdagangan orang Jawa bahwa
kedermawanan, keterlibatan dalam urusan masyarakat, berziarah, menunaikan ibadah
haji yang dilakukan oleh kaum santri memberi dampak kepada akumulasi modal
budaya yang dimiliki. Hal ini menghindari dari cemoohan masyarakat sebagai orang
kikir dan tamak tetapi sebaliknya dianggap orang yang berbudi baik dan bermurah
hati.
4. Munculnya Pedagang Kecil dengan Ciri “Ada Uang Ada Barang”
Dengan mengambil fenomena pedagang bakul di Jawa, Evers melihat
bahwa para pedagang bakul kurang ditundukkan oleh tekanan solidaritas jika
dibandingkan dengan pedagang yang lebih besar. Pedagang melakukan transaksi
dalam bentuk “ada uang ada barang” dan menghindari masalah utang piutang dengan
pelanggan. Apabila ada permintaan kredit maka akan dipertimbangkan dengan sangat
hati-hati agar tidak muncul resiko perkreditan. Dan dapat diketahui disini pedagang
kecil memiliki prinsip menghindari resiko dikemudian hari.
5. Depersonalisasi (Ketidakterlekatan) Hubungan-Hubungan Ekonomi.
Jika ekonomi pasar berkembang dan hubungan-hubungan ekonomi relatif
tidak terlekat atau terdiferensiasi maka dilema pedagang ditransformasikan ke dalam
dilema sosial pasar ekonomi kapitalis. Evers melihat bahwa suatu ekonomi modern
memerlukan rasionalisasi hubungan-hubungan ekonomi dan keunggulan
produktivitas di satu sisi dan di sisi lain keadilan sosial dan redistribusi dibutuhkan
untuk mempertahankan legitimasi penguasa serta tatanan sosial politiknya. Ini bukan
berarti dilema pedagang hilang tetapi nilainya turun dan diubah ke dalam suatu figur
sosial dan budaya baru.
2. TEORI EKONOMI RASIONAL (Samuel L. Popkin (1979,1983))

Alfrad marshall (1842-1924) menyatakan bahwa manusia selalu cenderung


memaksimalkan rasionalitasnya, selalu cendrung menghitung nilai sesuatu (utility) yang
hendak dipertukarkan (waters, 1994). Menurut pareto ( 1848-1923), ada dua bentuk utility,
yaitu economic utility dan moral utility (moral). Keduanya, kata waters (1994), dalam
realitasnya acap dikaitkan dengan realitas.
Popkin, dalam bukunya berjudul the rational peasant: the political economi of rural
society in Vietnam, (1979) menyebutkan bahwa semua perlawanan petani tidaklah
dimaksudkan untunk menentang program Negara, dalam hal ini revolusi hijau, tetapi lebih
dimaksudkan untuk menentang kekuasaan elit desa (petani kaya),yang selama ini
mengklaim mewakili komunitas tradisional ; padahal lebih untuk mempertahankan tatanan
yang lebih menguntungkan mereka.
Bagi popkin, petani adalah manusia-manusia rasional, kreatif dan juga inggin
menjadi orang kaya. Kesempatan itu terbuka untuk petani dan menurutnya, akan bisa
didapatkan seandainya petani memiliki akses yang lebih leluasa dengan pasar. Namun,
persoalannya, petani tidak mempunyai kesempatan sehingga tidak dapat menjual hasil
pertaniannya sendiri kepasar. Mereka mengkalkulasi prospek kembalinya investasi dan
kualitas organisasi dimana mereka memberikan kontribusinya. Bagi popkin, campur tangan
organisasi politik di luar petani merupakan pendorong timbulnya kesadaran petani untuk
menjadi political entrepreneur.
Dari hasil penelitian popkin divietnam (1997), antara lain, ditemukan,(1) gerakan
yang dilakukan para petani adalah gerakan anti feudal, bukan gerakan untuk mengembalikan
tradisi lama (restorasi), tetapi untuk membangun tradisi yang baru; bukan untuk
menghancurkan ekonomi pasar, tetapi untuk mengontrol ekonomi kapitalime, ; (2) tidak ada
kaitan yang signifikan antara ancaman terhadap subsistensi dan tindakan kolektif, dan (3)
kalkulasi keterlibatan dalam gerakan lebih penting dari pada isu ancaman kelas. Dengan kata
lain, ada perbedaaan yang jelas antara rasionalitas individu dan rasionalitas kelompok.
Kelompok petani kedua ( di distrik ui chu), justru melakukan perlawanan
meskipun mereka tidak menagalami kerisis jangka pendek, karena berdasarkan perhitungan
rasional bahwa perlawanan dinilai sebagai cara yang efektif dan efesien untuk keluar dari
kondisi subsistensinyang membelenggu mereka dan, karena itu, diantara petani dapat dengan
mudah tercapai kesepakatan untuk melakukan gerakan perlawanan bersama (popkin, 199:
235-240). Dalam teori ini diyakini bahwa individu akan memilih keputusan dengan
memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang dapat diaksesnya. Individu akan
mengoptimalkan pilihan-pilihannya (termasuk tindakan) dalam kondisi tertentu yang
memang menjadi pilihannya, sehingga pada prinsipnya petani bersikap mengambil posisi
yang dapat menguntungkan dirinya. Rasionalitas petani menurut Popkin (Syayuti, 2014)
adalah moral ekonomi seorang petani yang hidup pada garis batas subsistensi, yaitu dengan
norma yang mendahulukan keselamatan diri sendiri dan berani mengambil resiko. Dalam hal
ini Popkin menyakini bahwa petani pada hakekatnya ingin meningkatkan ekonominya dan
berani mengambil resiko, serta bagi Popkin petani adalah manusia yang penuh perhitungan
untung rugi bukan hanya manusia yang didikatoleh nilai-nilai moral. Jadi pada saat mereka
melakukan suatu tindakan dalam pilihan-pilihannya bukan karena “tradisi mereka” terancam
oleh ekonomi pasar yang kapitalistik namun karena mereka ingin memperoleh kesempatan ”
hidup” dalam tatanan ekonomi baru. Petani ingin mendapatkan akses ke pasar, mereka ingin
kaya, dan bahkan mampu menerapkan praktek untung rugi.
Menurut Popkin dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik, bahwa dalam
menggunakan konsep-konsep pemilihan dan pengambilan keputusan secara individual, akan
mengetaui tentang bagaimana dan mengapa kelompok-kelompok individual itu harus
memutuskan untuk melakukan suatu tindakan dan harus meninggalkan tindakan lain.
Dimana Popkin beranggapan bahwa manusia adalah “homoeconomicus” atau pelaku
rasional yang terus-menerus memperhitungkan bagaimana ditengah situasi yang dihadapi
dia dapat meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan atau paling tidak mempertahankan
tingkat kehidupan ekonomi yangtengah di alaminya.
Popkin menuliskan bahwa para petani selalu berusaha untuk meningkatkan
standar hidup mereka, yang pada umumnya tidak pernah memikirkan untuk mendapatkan
hasil yang minimum agar tidak mati kelaparan. Sehingga parameter terus dinegosiasi ulang
oleh petron-klien yang berusaha untuk mendapatkan yang terbaik dari hubungan ini.
Perpaduan antara rasionalitas dan independensi mampu menumbuhkan keberanian para
petani dalam menghadapi resiko, yang pada hakekatnya seluruh tindakan sosial petani selalu
mengandung unsur rasionalitas. Sehingga pada level independensi dan keberanian beresiko
menjadi faktor penting yang menentukan tipologi tindakan seperti apa yang akan dilakukan
oleh seorang petani. Pilihan rasional petani dalam menentukan tanaman yang akan
dikembangkan karena adanya beberapa pertimbangan yang difikirkan oleh seorang petani,
Yaitu dimana petani pada dasarnya akan memilih tanaman yang dianggap lebih
menguntungkan dan mendatangkan hasil yang pasti serta memiliki resiko yang lebih sedikit.
Karena dari tindakan yang telah diambil oleh seorang petani lah yang akan menentukan hasil
yang akan didapat oleh petani tersebut.
Dalam teori ekonomi rasional Popkin, perilaku-perilaku manusia yang
mencerminkan penerapan ekonomi rasional atau yang disebut dengan tipologi tindakan :

2.1 Investasi Jangka Panjang Dan Pertaruhan – Pertaruhan

Melalui pendakatan ekonomi politik, popkin berpendapat sama dengan argument


ekonomi moral, bahwa para petani itu enggan mengambil resiko ketika mereka
mengevaluasi strategi-strategi ekonomi. Dimana mereka lebih menyukai strategi-strategi
kecil tetapi mendatangkan hasil yang pasti, dari pada strategi yang mendatangkan hasil yang
banyak namun juga akan mendatangkan resiko yang lebih besar berupa kegagalan panen
total. Akan tetapi bagi Popkin, walaupun petani sangat miskin dan dekat dengan garis
bahaya, banyak dijumpai para petani masih memiliki sedikit kelebihan dan kemudian
melakukan tindakan-tindakan insvestasi yang beresiko. Suatu bukti bahwa walaupun mereka
itu miskin dan enggan beresiko, namun tidak menutup kemungkinan bahwa mereka tidak
melakukan tindakan-tindakan investasi.
Para petani berencana dan berinvestasi selama siklus tanam dan siklus - siklus
kehidupan, dan mereka proritaskan pada insvestasi itu untuk hari tua. Selanjutnya
mengambil keputusan antara insvestasi jangka panjang dan jangga pendek, dimana para
petani juga harus memilih antara investasi untuk tujuan umum atau untuk insvestasi untuk
tujuan pribadi, baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Petani juga
mengambil keputusan berinvestasi dalam bentuk anak-anak, hewan ternak, tanah, dan dalam
bentuk benda-benda milik pribadi dan sebagainya. Dalam hal kebutuhan investasi ini,
diamana kita dapat membedakan sekurang-kurangnya dua krisis subsistensi, yaitu
subsistensi jangka pendek, dimana terdapat ancaman bahaya kelaparan yang sangat dekat
dengan terhadap sepasang suami-istri petani. Ada pula krisis dalam jangka panjang, yaitu
dimana sepasang suami-istri petani itu dapat merasa aman dan tenang untuk jangka waktu
yang singkat tetapi tanpa adanya cadangan-cadangan (resources) untuk membangun dan
mempertahankan keluarganya untuk keamanan jangka panjang atau untuk selama hidup
mereka. (Popkin, 1986 : 16)

2.2. Resiko Dan Asuransi

Logika dalam berinvestasi yang sama juga dapat diterapkan pada desa-desa sama
halnya pada pasar-pasar. Yaitu, sumbangan-sumbangan kepada desa, partisipasi dalam
program-program asuransi dan kesejateraan, dan pertikaran pertukaran antara patron-klien,
semua hal ini ditentukan oleh logika investasi. Karena, semangkin dekat orang-orang dengan
titik bahaya, maka semangkin berhati-hati mereka dalam berinvestasi. Dengan kata lain,
permintaan teradap asuransi akan meningkat dengan semangkin meningkatnya resiko hidup,
tetapi suplai akan turun dengan menurunnya peluang premi-premi yang akan dibayarkan.
Dengan ketidakpastian hal ini, Popkin menggambarkan bahwa kaum tani akan
mengandalkan investasi-investasi pribadi atau keluarga demi keamanan jangka panjang
mereka, dan dengan demikian mereka akan tertarik pada keuntungan jangka pendek dari
pada keuntungan pada jangka panjang dari desa.
Mereka akan berusaha memperbaiki keamanan jangka panjang mereka dengan
cara berpindah kepada posisi yang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi serta
kecil variasinya (yang seringkali berusaha beralih dari buruh tani menjadi penyewa, kepada
pemilik tanah kecil menjadi tuan tanah). Konflik ekonomi dalam perpindahan kepada posisi
–posisi yang lebih aman didalam desa, dengan demikian tidak dapat dihindari lagi. (Popkin,
1986 : 19)

2.3. Pembonceng-Pembonceng ( Free- Riders)

Dalam hal ini aksi terkoordinir diperlukan untuk penyediaan barang-barang dan
pendistribusian keuntungan-keuntungan bersama dan dapat dibagi-bagi. Dalam hal ini
ekonomi politik berfokus kepada faktor-faktor yang sulit untuk diperoleh bahkan dengan
tindakan kolektif terkoordinir sekalipun. Kecuali jika keuntungan-keuntungan yang
diharapkan itu melebihi pengorbanan-pengorbanan, penduduk desa dapat diduga tidak akan
memberikan sumbangan apapun kepada tindakan kolektif tersebut. Ada pun pilihan tindakan
secara kolektif yang akan dilakukan oleh menggunakan prinsip moral yaitu dengan
menekankan : (1) Pengorbanan yang harus dikeluarkan termasuk risikonya, (2) Hasil yang
mungkin diterima, bila menguntungkan maka mereka akan ikut bila tidak mereka bersikap
pasif (3) Proses aksi yaitu dipertimbangkan tingkat keberhasilannya apakah lebih bermanfaat
secara kolektif atau tidak, (4) Kepercayaan pada kemampuan seorang pemimpin.
Dengan demikian aksi-aksi kolektif tersebut dapat dinilai mendatang keuntungan
bagi mereka saja yang diikuti atau didukung Dalam menimbang-nimbang konstribusi
tersebut, seorang petani dapat diharapkan akan memperitungkan faktor-faktor yang
berkaitan dengan pengorbanan-pengorbanan dan keuntungan-keuntungan seperti: (1)
Pengeluaran sumberdaya-sumberdaya, bila seorang petani berkonstribusi kepada suatu
tindakan kolektif, ia harus mengeluarkan sumber daya- sumber daya yang berharga.
Tambahan pula ia bisa dihukum karena ikut berpartisipasi bila tindakan itu gagal. (2)
Ganjaran-ganjaran positif, nilai dari keuntungan-keuntungan langsung dan tidak langsung.
(3) Peluang bagi tidankannya untuk memperoleh ganjaran (keampuhan), keefektifan,
konstribusi tergantung pada konstribusi marginalnya kepada keberhasilan usaha tersebut. (4)
Kepemimpinan yang mantap dan dapat dipercaya, puncak keberhasilan suatu usaha sering
kali tergantung dari isi sumberdaya-sumberdaya yang dimobilisir tetapi juga pada keahlian
memimpin pemobilisasian sumberdaya-sumberdaya itu.

2.4. Hubungan-hubungan Patron-Klien

Bagi Popkin hubungan patron-klien merupakan suatu hubungan eksploitasi untuk


mendapatkan sumber daya murah, yaitu tenaga kerja. Dimana petani diberi kesempatan
untuk hal-hal kecil seperti mencari butir-butir padi yang tersisa agar mereka tidak meminta
bayaran sebagai tenaga kerja permanen, dan petani harus bekerja keras untuk dapat
memperbaiki standar hidup tradisional mereka. Hubungan tersebut tidaklah ada dengan
sendirinya, tetapi semata-mata sebagai kemampuan tuan tanah/patron untuk
mengindividukan hubungan-hubungan itu, serta mengahambat kekuatan tawar-menawar
kolektif petani. Hal ini berarti bahwa sumberdaya-sumberdaya yang akan diinvestasikan
oleh patron bukan hanya untuk memperbaiki keamanan dan subsistensi si klien/petani.
Tetapi, juga untuk menjaga agar hubungan-hubungan itu tetap timbal-balik, serta dapat
menghambat petani dalam mendapatkan keterampilan yang dapat merubah keseimbangan
kekuatan. Dimana, pada hakekatnya Popkin menegaskan bahwa yang berlaku bukan prinsip
moral melainkan prinsip rasional serta hubungan patron-klien sebagai hubungan untuk
memperkuat diri. (Popkin, 1986 : 22)

3. CONTOH KASUS “Kasus Beras Berlebel palsu PT IBU” 25 Agustus 2017

Kasus pabrik beras PT IBU di kabupaten Bekasi Jawa Barat yang pekan lalu digerebek
oleh pihak kepolisian telah menguak praktik pedagang perantara (middleman) dalam bisnis
pangan baik itu beras dan komoditas lainnya seperti jagung, bawang merah, cabai, dan daging
ayam ataupun telur. Dimana mereka menjual bahan pangan dengan mutu yang tidak sesuai
ddicantumkan di lebel, serta terbukti bersalah. Hal ini dilakukan para petingginya didasari agar
memperoleh keuntungan yang besar supaya cepat kaya dan tidak mau rugi dengan melakukan
berbagai cara untuk mengatasi dilemanya dan agar dapat ikut bersaing di pasar ekonomi dengan
mengeluarkan biaya kecil. Kasus seperti ini adalah sebagian dari banyak kasus di Indonesia
dalam praktik bisnis yang melanggar tatakrama moral ekonomi yang berlaku.
Dalam hal ini moral ekonomi tidak mampu menjadi pengendali tindakan ekonomi yang
merugikan pihak lain. Secara umum tindakan ekonomi bisa dipandang sebagai cerminan
langsung dari moral ekonomi. Moral ekonomi pedagang timbul ketika mereka menghadapi
dilema atau masalah dalam aktivitas ekonominya dan melakukan etika subsitensi antara lain
melakukan berbagai macam cara dengan mengutamakan kepentingan diri sendiri. Sedangkan
secara rasional sebagai manusia yang menginginkan kesejahteraan yang lebih dalam hidupnya
membuat manusia atau para pimpinan PT IBU telah melakukan praktik ekonomi untuk
meningkatkan keuntungan dengan mengeluarkan modal sedikit dan menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan keuntungan secara sepihak seperti yang diatas dengan cara memalsukan
lebel kualitas yang tidak sesuai dengan mutu pangan yang dijual. Prinsip ekonomi yang
mewarnai setiap tindakan ekonomi yang bertujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya
dengan pengorbanan yang serendah-rendahnya telah menciptakan keserakahan yang terjadi
secara kuat dalam berbagai kehidupan bisnis era kini. Jadi dapat dikatakan rasionalitas yang
dikerjakan tidak memperhatikan moralitas ekonomi yang ada.

4. KESIMPULAN

Moral ekonomi dan ekonomi rasional dijadikan sebagai acuan (nilai) yang mempengaruhi
tindakan ekonomi masyarakat baik di desa atau dikota. Dimana dengan adanya moral ekonomi
diharapakan seseorang dapat menentukan tindakan ekonomi tanpa merugikan orang lain
danmampu menentukan solusi dalam aktivitas ekonominya di kehidupan sosial. Dan begitupun
dengan ekonomi rasional dapat diketahui bahwa sifat manusia yang ingin kesejahteraan dalam
hidupnya dengan menjadi seseorang yang kaya dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan baik mampu melakukan membuat pilihan atau perhitungan di tengah dilema atau
masalah dalam perekonomiannya. Jadi dapat dikatan kedua teori tersebut sama-sama
menjelaskan bahwa dalam aktivitas ekonomi manusia mampu melakukan solusi dalam
mempertahankan kesejahteraan hidupnya baik itu melakukan segala macam cara.
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/11149/8389
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68593/Chapter%20II.pdf?sequence=4&is
Allowed=y
repository.usu.ac.id/bitstream/.../Chapter%20II.pdf?...
lib.unnes.ac.id/32043/1/3401413108.pdf
https://news.detik.com/berita/d-3827385/kasus-beras-berlabel-palsu-dirut-pt-ibu-dihukum-16-
bulan-bui
https://tirto.id/polisi-beberkan-sejumlah-kecurangan-beras-maknyuss-pt-ibu-cvlt
http://chairuelamien.blogspot.com/2011/06/teori-rasionalitas-petani.html?m=1
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68407/Chapter%20II.pdf?sequence=4&is
Allowed=y

Anda mungkin juga menyukai