di
Disusun Oleh:
di
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh:
Pembimbing,
Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Rima Elfitra Rambe, S.Farm., Apt.
NIP. 1953010111983031000 NIP 198612232014042001
Staf Pengajar Fakultas Farmasi Koordinator Instalasi Farmasi
Universitas Sumatera Utara RS Universitas Sumatera Utara
Medan Medan
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
Praktik Kerja ProfesiApoteker (PKPA) dan laporan Praktik Kerja Profesi (PKP)
ditulis berdasarkan teori dan hasil pengamatan selama melakukan Praktik Kerja
Praktik Kerja Profesi ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
Profesi Apoteker ini tidak terlepas dari bantuan berupa arahan, bimbingan dan
masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku
kesempatan kepada penulis untuk dapat menjalani Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA), Ibu Dr. Aminah Dalimunthe, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi
telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk dapat menjalani
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan kepada bapak Prof. Dr. Urip Harahap,
yang membimbing penulis dengan penuh tanggung jawab selama Praktik Kerja
Profesi Apoteker hingga selesainya penulisan laporan ini dan juga selaku Kepala
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Universitas Sumatera Utara yang telah
iii
memberikan izin untuk melaksanakan praktik kerja profesi di Rumah Sakit
Kepada Ibu Rima Elfita Rambe, S.Farm., Apt., sebagai Koordinator Instalasi
Farmasi Rumah Sakit USU dan apoteker pembimbing yang telah memberikan
Profesi Apoteker.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih
serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada orang tua tercinta atas doa
yang tiada henti, motivasi, nasihat dan dukungan baik moril maupun materil dan
kepada semua keluarga dan teman-teman yang telah memberikan semangat dan
doanya. Tak lupa juga saya ucapkan terimakasih kepada teman-teman satu tim
dalam melaksanakan praktik kerja profesi yang telah bekerja sama dengan baik
selama masa praktik kerja profesi di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
itu diharapkan kritik dan saran guna mendapat perbaikan yang positif dan
membangun. Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi
iv
RINGKASAN
Telah dilakukan studi kasus pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Farmasi Rumah Sakit di RS Universitas Sumatera Utara, Kota Medan.
Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 9 November sampai dengan 12
November2019.Tujuan dilaksanakannya studi kasus ini adalah untuk memantau
penggunaan obat pada pasien Bapak AA yang dirawat ruangan khusus Meranti,
kelas 2, Lantai IIdi RS Universitas Sumatera Utara, Kota Medan.
Studikasus dilakukan padapasien penyakit“Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK) + Congestive Heart Failure (CHF)”. Kegiatan studi kasus
meliputi visite (kunjungan) langsung pada ruang perawatan pasien, memberikan
pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah
ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi obat kepada pasien dan keluarga
pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat pasien, dan memberikan
pertimbangan farmakoterapi kepada tenaga professional kesehatan lain untuk
meningkatkan rasionalitas penggunaan obat.
Penilaian rasionalitas penggunaan obat meliputi SOAP (Subjective,
Objenctive, Assesment dan Planning) dan 5T +1W yaitu tepat pasien, tepat
indkasi, tepat obat, tepat dosis, tepat rute dan lama pemberian dan waspada efek
samping. Penilaian dilakukan setiap harinya untuk pasien tersebut. Obat-obat yang
dipantau dalam kasus ini adalah NaCl, injeksi Levofloxacin, Furosemid injeksi,
Ventolin, Pulmicort, N-asetil sistein, KSR, Candesartan, Isosorbit Dinitrat.
Kegiatan PKPA dalam mengelola perbekalan farmasi di rumah sakit yaitu
mempelajari pengadaan perbekalan farmasi, penyimpanan di gudang obat dan
gudang alat kesehatan, pengelolaan keuangan dan administrasi. Calon apoteker
juga melakukan pelayanan farmasi klinis seperti Pemberian Informasi Obat (PIO)
di unit rawat jalan dan rawat inap, Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
mengenai cara penggunaan obat, serta meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat. Selain itu juga melakukan pemantauan terapi obat dan
pengkajian rasionalitas penggunaan obat melalui metode pendekatan terintegrasi
yaitu metode SOAP (Subjective, Objective,Assesment, Plan), serta melakukan
peninjauan ke Instalasi Central Sterilized Supply Department (CSSD) untuk
melihat sistem sterilisasi alat dan bahan medis di rumah sakit dalam rangka
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.
v
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ........................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
RINGKASAN ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Tujuan Kegiatan ........................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4
2.1 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).................. 4
2.1.1 Defisini Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)........ . 4
2.1.2 Patofisiologi ................................................................... 4
2.1.3 Manifestasi Klinik .......................................................... 6
2.1.4 Etiologi ........................................................................... 7
2.1.5 Faktor Resiko ................................................................. 7
2.1.6 Diagnosis PPOK ............................................................ 8
2.1.6.1 Anamnesis .......................................................... 8
2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik .............................................. 10
2.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang ..................................... 12
2.1.6.3.1 Pemeriksaan Spirometri ..................... 12
2.1.6.3.2 Pemeriksaan Penunjang Lain ............. 13
2.1.7 Kriteria Diagnosis .......................................................... 14
2.1.8 Penatalaksanaan PPOK .................................................. 15
2.2 Definisi Heart Failure (CHF) / Gagal Jantung....................... 20
2.2.1 Definisi Congestive Heart Failure (CHF) ...................... 20
2.2.2 Patofisioligi .................................................................... 21
2.2.3 Manifestasi Klinis .......................................................... 21
2.2.4 Klasifikasi ...................................................................... 22
2.2.5 Penyebab Gagal Jantung ................................................ 24
2.2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang .......................... 24
2.2.7 Terapi Non Farmakologi ................................................ 26
2.3 Tinjauan Umum Obat.............................................................. 28
2.3.1 Infus NaCI 0,9% ............................................................ 28
2.3.2 Pulmicort ........................................................................ 29
2.3.3 Ventolin .......................................................................... 30
2.3.4 Levofloxacin .................................................................. 31
2.3.5 N-asetil Sistein ............................................................... 31
2.3.6 KSR ................................................................................ 32
2.3.7 Candesartan .................................................................... 33
2.3.8 Isosorbit Dinitrat ............................................................ 33
2.3.9 Furosemid....................................................................... 34
vi
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan .......................................... 36
3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu .......................................... 36
3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga............................................ 36
3.2.3 Riwayat Alergi ............................................................... 36
3.2.4 Riwayat Pengobatan....................................................... 36
3.2.5 Skala dan Lokasi Nyeri .................................................. 37
3.3 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan............................................................................ 37
3.4 Hasil Pemeriksaan ................................................................... 37
3.4.1 Pemeriksaan Fisik .......................................................... 38
3.4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ................................... 38
3.4.3 Hasil Pemeriksaan Thorax ............................................. 40
3.4.4 Hasil Test Spirometri ..................................................... 40
3.4.5 Hasil EKG ...................................................................... 41
3.5 Riwayat Pemakaian Obat ........................................................ 42
3.6 Pemantauan dan Evaluasi (SOAP).......................................... 43
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 47
4.1 Pembahasan............................................................................. 47
4.2 Pengkajian Tepat Pasien ......................................................... 48
4.3 Pengkajian Tepat Indikasi dan Obat ....................................... 49
4.4 Pengkajian Tepat Dosis........................................................... 52
4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping Obat dan Interaksi
Obat ...................................................................................... 52
4.6 Drug Related Problem (DPR) ................................................. 54
4.7 Edukasi Pasien ........................................................................ 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 56
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 56
5.2 Saran ...................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 57
vii
BAB I
PENDAHULUAN
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Menkes RI, 2016).
kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi kepada pasien
dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian,
1
Apoteker di Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan
risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan dalam pemantauan terapi obat
meliputi pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi,
terkait obat, dan pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat (Menkes RI,
2016).
yang dilakukan secara mandiri maupun bersama tim dokter dan tenaga kesehatan
mahasiswa calon Apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk praktik kerja
profesi di Rumah Sakit. Praktik kerja profesi di Rumah Sakit menerapkan salah
Sumatera Utara Kota Medan. Studi kasus yang diambil adalah PPOK (Penyakit
2
Paru Obstruksi Kronik) + CHF (Congestive Heart Failure) di Rawat Inap Kelas II
Failure).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif non reversibel
1. Bronkitis kronis
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan
penyakit lainnya.
2. Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
2.1.2 Patofisiologi
4
Inhalasi partikel berbahaya dan gas mengaktivasi neutrofil, makrofag, dan
CD8+ limfosit, yang mana melepaskan mediator kimia, termasuk tumor necrosis
defensif di paru-paru (protease dan antiprotease) juga dapat terjadi. Oksidan yang
dihasilkan dari asap rokok bereaksi dengan dan merusak protein dan lipid, yang
termasuk neutrofil elastase. Dengan adanya aktivitas AAT yang tidak terlawan,
dkk., 2015).
dan ukuran sel goblet dan kelenjar mukus. Sekresi mukus meningkat dan motilitas
siliari rusak. Terdapat penebalan otot polos dan jaringan ikat di saluran napas.
napas terjadi dan lebih menonjol terjadi pada saluran napas yang kecil (Wells,
dkk., 2015).
5
PPOK yang berhubungan dengan merokok biasanya menghasilkan
Emfisema panlobular dapat dilihat pada defisiensi AAT dan meluas ke saluran
yang parah, hipertensi paru sekunder menyebabkan gagal jantung sebelah kanan
Gejala awal PPOK termasuk batuk kronik dan produksi sputum; pasien
pada tahap PPOK yang lebih ringan. Bila keterbatasan aliran udara menjadi parah,
dangkal, bibir monyong selama ekspirasi dan penggunaan otot respirasi pelengkap
lebih parah, peningkatan volume sputum, atau peningkatan kandungan nanah pada
sputum. Tanda umum lain dari PPOK yang memburuk termasuk dada sempit,
6
2.1.4 Etiologi
adalah sesak napas pada waktu menjalani kegiatan fisik dan sewaktu berolahraga,
pada PPOK adalah progresif dan peradangannya pada umumnya resisten terhadap
(Barnes dan Celli, 2009), menurunnya berat badan, depresi, osteoporosis dan
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
Adapun yang menjadi faktor resiko Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah
7
1. Kebiasaan merokok merupakan satu – satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata – rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun:
- Ringan: 0-200
- Sedang: 200-600
- Berat: >600
3. Hiperaktivit bronkus
2.1.6.1 Anamnesis
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda
dan gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru, bronkiektasis, keganasan dan
penyakit paru kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat
8
Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah sebagai
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun
terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi
sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
b. Berdahak kronik
Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun
tidur.
c. Sesak napas
mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga
sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan
Sesak
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat
9
d. Eksaserbasi akut
gejala. Kebanyak pasien akan mencari pengobatan hanya jika episode ini
memburuk.
Selain gejala klinis, dalam anamnesis pasien juga perlu ditanyakan riwayat
pasien dan keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor resiko yang terlibat.
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk PPOK. Lebih dari 80% kematian
pada penyakit ini berkaitan dnegan merokok dan orang yang merokok memiliki
resiko yang lebih tinggi (12-13 kali) dari yang tidak merokok. Resiko untuk
perokok aktif sekitar 25% (Jindal, dkk., 2004; Stephens dan Yew, 2008).
Akan tetapi, faktor resiko lain juga berperan dalam peningkatan kasus
PPOK. Faktor resiko lain dapat antara lain paparan asap rokok pada perokok
ketika masa kanak-kanak, riwayat PPOK pada keluarga dan defisiensi α1-
anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik
dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada
seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua (Sciurba, F.C., 2004).
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi
paru yang signifikan (Badget, R.G., dkk., 2003). Pada pemeriksaan fisik
seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK
ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK
10
derajat sedang dan PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara
Inspeksi
-Bentuk dada: barrel chest (diameter antero – posterior dan transversal sebanding)
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis/ leher dan
edema tungkai
Palpasi
Perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
Auskultasi
-Fremitus melemah
-Ekspirasi memanjang
11
-Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
spirometri (GOLD, 2018). The National Heart, Lung, dan Darah Institute
terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak persisten
Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1 adalah volume udara
yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu detik pertama setelah inspirasi
penuh. FEV1 pada pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi
badan. FVC adalah volume maksimum total udara yang pasien dapat hembuskan
1. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan
Spirometri: Normal
12
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih sering terjadi
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi
harus dilakukan untuk mencari bukti nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis.
tekanan sirkulasi paru. Pulse oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga,
dan selama tidur harus dilakukan untuk mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan
13
oksigen tambahan(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011; Stephens dan Yew,
2008; Sciurba, F.C., 2004). Selain itu, pemeriksaan khusus lain (tidak rutin) yang
dapat dilakukan meliputi uji coba kortikosteroid, analisis gas darah dan kultur
Kriteria diagnosis PPOK dibagi atas PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi
(dalam serangan). Adapun kriteria PPOK stabil adalah (Amiruddin, dkk., 2018):
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisis gas darah
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri)
- Tipe III: Eksaserbasi ringan, memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
14
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% nilai dasar, atau
secara teratur serta memperbaiki asupan nutrisi. Edukasi mengenai PPOK kepada
pasien merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Pada umumnya, edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma
karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti
B. Terapi Farmakologi
PPOK yaitu :
1) Bronkodilator
dapat diberikan secara tunggal maupun kombinasi. Bentuk obat yang utama yaitu
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat atau obat berefek
panjang.
mengurangi sekresi lendir. Obat yang digunakan untuk jangka pendek (derajat
15
ringan) yaitu ipratropium bromide dan oxitropium bromide. Sedangkan obat yang
eksaserbasi akut serta eksaserbasi berat. Obat yang digunakan untuk jangka
2018).
(GOLD), 2018).
yang digunakan yaitu aminofilin dan teofilin (Global Intiative for Chronic
2) Kortikosteroid (Antiinflamasi)
16
yaitu beclomethasone, budesonide, dan fluticasone (Global Intiative for Chronic
3) Antibiotika
Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Antibiotik yang digunakan sebagai lini
pertama yaitu amoksisilin dan makrolid sedangkan sebagai lini kedua yaitu
4) Antioksidan
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
2011).
5) Mukolitik
terjadi terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
pemberian rutin. Obat yang bisa digunakan adalah bromheksin, ambroxol, dan
6) Antitusif
C. Terapi Oksigen
17
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya (Perhimpunan Dokter
Manfaat oksigen:
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
Indikasi:
- PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan Ppulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
18
dengan gagal napas kronik. Sedangkandi rumah sakit oksigen diberikan pada
PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU
rumahdibedakan :
stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15 jam setiap hari,
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
19
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
analisis gas darah pada waktu tersebut (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2011).
sindrom klinis progresif yang dapat dihasilkan dari berbagai kelainan yang
sehingga membuat jantung tidak mampu untuk memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro, dkk, 2008).
ketidakmampuan jantung dalam memompa darah pada jumlah yang cukup bagi
20
2.2.2 Patofisiologi
Gagal jantung terjadi jika curah jantung tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan akan O2. Gagal jantung adalah suatu gejala klinik kompleks akibat
untuk diisi oleh darah atau untuk mengeluarkan darah. Pada kebanyakan pasien
disfungsi sistolik, kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga darah yang
biasanya terjadi akibat infark miokard yang menyebabkan kemarian sebagian sel
otot jantung, sedangkan disfungsi diastolik biasanya terjadi akibat hipertensi yang
ventrikel. Sel miokard yang mati pada infark miokard diganti dengan jaringan
ikat, dan pada sel miokard yang tinggal (jumlahnya telah berkurang) terjadi
hingga syok kardiogenik. Gejala utama yang timbul adalah sesak nafas (terutama
kongesti pulmonary dan udem perifer. Gejala nonspesifik yang dapat timbul
21
diantaranya termasuk nokturia, hemotypsis, sakit pada bagian abdominal,
anoreksia, mual, kembung, ascites dan perubahan status mental (ISFI, 2008).
2.2.4 Klasifikasi
gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional yang diterbitkan oleh New York
22
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung
ACC/AHA
STADIUM A KELAS I
STADIUM B KELAS II
jantung, tidak terdapat tanda dan Hasil aktivitas normal fisik kelelahan,
angina
STADIUM D KELAS IV
23
lanjut serta gejala gagal jantung mengakibatkan ketidakmampuan
ventrikel yang meningkat tidak dapat dipenuhi dengan peningkatan aliran darah
Pada kasus ini, disfungsi diastolik dan sistolik, keduanya terjadi. Penyebab lain
gagal jantung yaitu hipertensi sistemik atau penyakit paru kronis, gagal ginjal atau
intoksikasi air (jarang terjadi), akan meningkatkan volume plasma sampai dengan
24
Kriteria diagnosis utama :
d. Pembesaran jantung.
e. Gallop S3
f. Edema paru
g. Rales
d. Pembesaran hati
Bila terdapat 1 gejala utama dan 2-3 gejala tambahan maka sudah memenuhi
gagal jantung antara lain foto thorax untuk melihat adanya kongesti pada paru,
25
tidaknya infark miokard, ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien
dengan dugaan klinis gagal jantung, tes darah untuk mengetahui ada tidaknya
angiografi dan melakukan tes tambahan seperti tes fungsi hati, serum elektrolit,
mengukur kreatinin, lipid, urin, tes fungsi paru dan hormon stimulasi tiroid (Dosh,
2004).
a. Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipdemia, atau obesitas harus diet
sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat badan.
bersepeda atau berjalan dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA
kelas II-III).
Berikut ini adalah beberapa terapi yang dapat diterapkan pada pasien gagal
26
a. ACE Inhibitor
dipecah menjadi kinin aktif, sehingga vasodilator Nitric Oxide (NO) dan PGI2
tidak terbentuk. Karena itu, obat golongan ini tidak menimbulkan efek samping
batuk kering.
c. Diuretik
Merupakan obat utama yang mengatasi gagal jantung akut yang selalu
disertai dengan kelebihan (overload) cairan yang menyebabkan kongesti paru dan
retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, alir balik
d. Antagonis Aldosteron
preload dan efek langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi
fibroblast.
27
e. β – Blocker
kerja jantung, akan tetapi aktivitas simpatsi berkepanjangan pada jantung yang
telah mengalami disfungsi akan merusak jantung, dan hal ini akan dicegah oleh
f. Vasodilator
dari NO, suatu vasodilator kuat, kerjanya di arteri maupun vena, sehingga
dari NO, pada kecepatan infus yang rendah obat ini mendilatasi vena dengan
g. Digoksin
Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung yaitu inotropik positif, konotropik
28
- Efek samping: Reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau cara
- Kemasan: Infus natrium klorida kekuatan biasa 0,9% (9 g, 150 mmol tiap
(PIONAS, 2019).
2.3.2 Pulmicort
- Indikasi: untuk meredakan dan mencegah gejala serangan asma, seperti sesak
napas dan mengi. Obat ini bekerja langsung pada saluran pernapasan dengan
terjadi
- Kontraindikasi: Hipersensitivitas.
- Efek samping: iritasi ringan pada tenggorokan dan suara serak. Iritasi lidah dan
- Dosis: > 12 th : 2 x sehari 1-2 mg. Pemeliharaan : 2 x sehari 0,5-1 mg. Anak 3
- Penyimpanan: simpan di tempat sejuk dan kering, terhindar dari paparan sinar
matahari langsung
29
2.3.3 Ventolin
plasenta previa, preeklamsia berat, eklamsia berat dan ibu dengan abortus
reaksi alergi, seperti ruam, gatal, sakit tenggorokan, demam, arthralgia, pucat,
- Efek samping: nadi meningkat, nyeri dada, denyut jantung cepat, tremor
terutama pada tangan, kram otot, sakit kepala dan gugup, bronkospasme
kerja pendek lain tidak boleh dilakukan karena bisa memberikan efek yang
- Dosis: Dewasa dan anak > 18 bulan 2.5 mg, diberikan sampai 4 x sehari, atau 5
x bila perlu, tetapi perlu segera dipantau hasilnya, karena mungkin diperlukan
alternatif terapi lain. Efektivitas untuk anak < 18 bulan masih diragukan.
- Penyimpanan: simpan di tempat sejuk dan kering, terhindar dari paparan sinar
matahari langsung
30
2.3.4 Levofloxacin
- Perhatian: Jangan menggunakan obat ini jika Anda memiliki alergi terhdapap
Levofolxacin pada pasien dengan penyakit hati atau gangguan pada fungsi hati
- Efek samping: sakit kepala, vertigo dan insomnia. Reaksi psikotik, halusinasi,
dengan obat antasida yang mengandung magnesium (Mg) atau aluminium (Al),
atau suplemen dengan kandungan seng (Zn), kalsium (Ca), magnesium (Mg),
- Dosis: 500 mg sekali sehari selama >7 hari (peroral atau intravena)
- Indikasi: untuk terapi muks kental dan tebal pada saluran pernafasan.
31
iritasi nasofaringeal dan saluran cerna seperti pilek (rinore), stomatitis, mual,
dan muntah.
Pastikan ada jarak setidaknya dua jam sebelum dan sesudah mengonsumsi N-
asetil sistein. Penggunaan antitusif atau pereda batuk seperti kodein sebaiknya
- Dosis: Dewasa dan anak usia > 7 tahun : 600 mg per hari sebagai dosis tunggal,
atau dibagi menjadi tiga dosis. Anak usia 1-24 tahun: 100 mg, 2 kali sehari.
2.3.6 KSR
hernia (untuk sediaan lepas lambat); penting: bahaya khusus bila diberikan
dengan obat yang bisa menaikkan kadar plasma kalium seperti diuretik hemat
- Efek samping: mual dan muntah (bila berat dapat merupakan tanda obstruksi)
- Interaksi obat : KSR tablet dapat berinteraksi degan obat dan produk
32
- Dosis: 600 mg, 2-3 kali sehari 1- 2 tablet
2.3.7 Candesartan
- Indikasi: untuk terapi tekanan darah tinggi dan mengobati gagal jantung.
- Perhatian: Pasien yang mengalami penyakit pada hati, tingginya kadar kalium
- Efek samping: pada penggunaan sistemik : pusing, mual, diare, nyeri sendi,
dan nyeri punggung. Reaksi alergi yang bisa terjadi ruam, gatal atau bengkak
- Dosis: Dewasa dan anak usia > 7 tahun : Untuk pengobatan awal gagal jantung
4 mg satu kali sehari, dapat digandakan dengan jarak tidak kurang dari 2
33
- Perhatian: gangguan hepar atau ginjal berat; hipotiroidisme, malnutrisi, atau
- Efek samping: sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing, hipotensi postural,
- Interaksi obat: Berpotensi memicu efek fatal, seperti hipotensi berat, pingsan,
efek obat isosorbit dinitrat jika digunakan bersama dengan dispyramide jenis
sublingual.
- Dosis: Sublingual: 5-10 mg; Oral: sehari dalam dosis terbagi, angina 30-120
2.3.9 Furosemid
- Indikasi: untuk udem karena penyakit jantung, hati dan ginjal. Terapi tambahan
pada udem pulmonari akut dan udem otak yang diharapkan mendapat onset
pankreatitis, jaundice, anorexia, iritasi oral dan gaster, muntah, kejang dan
34
vaskulitis, necrotizing angiitis, diazziness dan sakit kepala. Reaksi dermatologi
- Dosis: Untuk udema: Dewasa : Dosis awal 20-40 mg sebagai dosis tunggal,
paling cepat setelah kira-kira 2 jam setelah dosis awal sampai tercapai diuresis
intravena (1-2 menit), bila perlu dapat diulang kira-kira 10 menit dengan dosis
kira-kira 2 jam.
35
BAB III
PENATALAKSANAAN UMUM
Nama : AA
JenisKelamin : Laki-laki
RM : 106396
Tidak Ada
Tidak Ada
- Furosemid 40 mg 3 x 1 tablet
- Candesartan 4 mg 1 x 1 tablet
- Seretide 2 x 1 inhalasi
36
3.2.5 Skala dan Lokasi Nyeri
Skala 0
2019 pukul 17.20 WIB melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pasien datang
dengan keluhan sesak nafas dalam 1 minggu ini. Batuk sudah dialami selama 1
bulan dengan dahak berwarna putih dan susah dikeluarkan, nafas berbunyi
- O2 3-5 L
- KSR tablet 3 x 1
37
3.4.1 Pemeriksaan Fisik
38
HitungJenis:
Neutrofilsegmen 50-70 % 75.8
Limfosit 20-40 % 15.4
Monosit 2-8 % 6.6
Eosinofil 1-6 % 2.20
Asofil 0-1 % 0.0
IG (Diff) % 1.1
Neutrofil 2.7-6.5 103/µL 8.29
absolute
Limfosit absolut 1.5-3.7 103/µL 1.68
Monosit absolut 0.2-0.4 103/µL 0.72
Eosinofil 0-0.10 103/µL 0.24
absolute
IG absolut (Diff) 103/µL 0.12
Basofil Absolut 0-0,1 103/µL 0.00
KIMIA DARAH:
pH 7.37- 7.51
7.45
PaCO2 33-44 mmHg 35.6
PaO2 71-104 mmHg 132.00
HCO3 22-29 mmol/L 28.6
T CO2 23-27 mmol/L 30.0
BE (-2)-3 mmol/L 6
O2 salurasi 94-98 % 99
Jenis Nilai Hasil/ Tanggal
Satuan
Pemeriksaan Rujukan 9/11 11/11
DIABETES
GulaDarahSewaktu
< 100 mg/dL : Bukan DM
129
100-199 mg/dL : Belumpasti DM
>200 mg/dL : Mungkin DM
GINJAL:
Ureum <50 mg/dL 31.80
Kreatinin 0.6-1.3 mg/dL 0.73
ELEKTROLIT:
Natrium (Na) 135-155 mmol/L 140 139
Kalium (K) 3.5-5.0 mmol/L 2.80 3.10
Klorida (Cl) 96-106 mmol/L 98 101
HATI:
Bilirubin total ≤1.4 mg/dL 1.13
Bilirubin direk ≤0.40 mg/dL 0.35
SGOT 5-35 U/L 16
SGPT 5-35 U/L 23
GINJAL
Asam Urat <8.4 mg/dL 7.6
IMUNOSEROLOGI (SEROLOGI)
Anti HIV Tidak reaktif Tidak reaktif
39
3.4.3 Hasil Pemeriksaan Thorax
Hasil :
- Aorta dilatasi
Kesan :
40
Hasil: - FEV/FVC : 98,41%
- FEV : 22%
- FVC : 18%
41
3.5 Riwayat Pemakaian Obat
Tanggal pemberian
Bentuk Kekuatan
Nama obat Regimen 9/ 10/ 11/ 12/
Sediaan Sediaan
11 11 11 11
Furosemid Injeksi 10 mg Per 12 jam - √ √ √
Levofloxacin Injeksi 750 mg Per 24 jam √ √ √ √
IVFD NaCl 0.9% Infus 0.9% 20g tt/i √ √ √ √
Ventolin Nebule 2,5 mg Per 8 jam √ √ √ √
Pulmicort Nebule 0,5 mg/ml Per 12 jam √ √ √ √
N- asetil sistein Tablet 200 mg 3x1 tab √ √ √ √
KSR Tablet 600 mg 3x1 tab √ √ √ √
Candesartan Tablet 4 mg 1x1 tab - √ √ √
Isosorbit Dinitrat Tablet 5 mg 3x1 tab - √ √ √
42
3.6 Pemantauan dan Evaluasi (SOAP)
terasa nyeri
Terapi:
- IVFD NaCl 0.9% 20gtt/i
- N-Asetil sistein 200 mg 3 x 1 tablet
- Injeksi Levofloxacin 500 mg per 24 jam
- KSR 600 mg 3x 1tablet
- Ventolin nebule 2.5 mg per 8 jam
- Pulmicort nebule 0.5 mg per 12 jam
43
Tanggal Subjek (S) Objek (O) Assesment (A) Plan (P)
Sesak nafas Pemeriksaan Fisik Penggunaan Monitoring efek
terapi obat samping obat
berkurang,
10 TD HR RR T yang sesuai. yang telah
Jam Kesadaran
pola nafas (mmHg) (x/min) (x/min) (˚C) Pantu kadar diberikan.
November 05.00 Compos mentis 130/80 80 20 36.5 kalium
kurang
2019 07.00 Compos mentis 128/80 80 20 36 Pantau tanda-
efektif, 10.30 Compos mentis 100/80 98 26 36.5 tanda vital
batuk 18.00 Compos mentis 100/60 78 20 37 Pantau tekanan
darah
Terapi:
- IVFD NaCl 0.9% 20gtt/i - N-Asetil sistein 200 mg 3 x 1 tablet
- Injeksi Levofloxacin 500 mg per 24 jam - KSR 600 mg 3 x 1tablet
- Ventolin nebule 2.5 mg per 8 jam - Candesartan 4 mg 1 x 1 tablet
- Pulmicort nebule 0.5 mg per 12 jam - Isosorbit Dinitrat 5 mg 3 x 1 tablet
- Injeksi Furosemid 1gr/ml per 12 jam
44
Tanggal Subjek (S) Objek (O) Assesment (A) Plan (P)
Sesak nafas Pemeriksaan Fisik Penggunaan terapi Monitoring efek
obat yang sesuai. samping obat
berkurang,
11 TD HR RR T yang telah
Jam Kesadaran
batuk, pola (mmHg) (x/min) (x/min) (˚C) diberikan.
November 06.00 Compos mentis 90/70 96 22 36
nafas masih
2019 09.00 Compos mentis 100/70 86 24 36.7
kurang 10.00 Compos mentis 100/70 80 20 36.8
efektif 18.00 Compos mentis 120/80 92 24 36.5
Terapi:
- IVFD NaCl 0.9% 20gtt/i - N-Asetil sistein 200 mg 3 x 1 tablet
- Injeksi Levofloxacin 500 mg per 12 jam - KSR 600 mg 3 x 1tablet
- Ventolin nebule 2.5 mg per 8 jam - Candesartan 4 mg 1 x 1 tablet
- Pulmicort nebule 0.5 mg per 12 jam - Isosorbit Dinitrat 5 mg 3 x 1 tablet
- Injeksi Furosemid 1gr/ml per 12 jam
45
Tanggal Subjek (S) Objek (O) Assesment (A) Plan (P)
Sesak nafas Pemeriksaan Fisik Penggunaan Monitoring efek
terapi obat samping obat
berkurang,
TD HR RR T yang sesuai. yang telah
Jam Kesadaran
batuk, pola (mmHg) (x/min) (x/min) (˚C) Pantu kadar diberikan.
05.00 Compos mentis 100/80 98 22 36.2 kalium
12 nafas masih
06.30 Compos mentis 100/80 98 24 36 Pantau tanda-
November kurang 07.30 Compos mentis 100/80 92 26 36 tanda vital
2019 efektif tapi 11.00 Compos mentis 100/70 90 22 36.2
keadaan
sudah lebih
membaik
Terapi:
- IVFD NaCl 0.9% 20gtt/i - N-Asetil sistein 200 mg 3 x 1 tablet
- Injeksi Levofloxacin 500 mg per 24 jam - KSR 600 mg 3 x 1tablet
- Ventolin nebule 2.5 mg per 8 jam - Candesartan 4 mg 1 x 1 tablet
- Pulmicort nebule 0.5 mg per 12 jam - Isosorbit Dinitrat 5 mg 3 x 1 tablet
- Injeksi Furosemid 20mg per 12 jam
46
BAB IV
4.1 Pembahasan
2019 pukul 17.20 WIB melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pasien datang
dengan keluhan sesak dalam 1 minggu ini. Batuk sudah dialami selama 1 bulan
dengan dahak berwarna putih dan susah dikeluarkan, nafas berbunyi dijumpai.
Skala nyeri :0
Sumatera Utara pada 09 November 2019 menunjukkan hasil yang abnormal pada
47
Pada tanggal 9 November 2019, pasien di diagnosis PPOK dengan gejala
klinis dan pemeriksaan fisik yaitu : sesak nafas (+), batuk berdahak (+),
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan yaitu: analisis gas darah dengan hasil
alkalosis respiratori dan nilai neutrofil diatas normal. Diagnosis PPOK stabil
dan test spirometri. Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya
hasil dinyatakan pasien mengalami PPOK dengan adanya kesan restruksi berat
dilakukan untuk melihat apakah penggunaan obat untuk terapi pasien diberikan
secara rasional.
obat, tepat dosis, waspada efek samping obat dan Drug Related Problems (DRPs).
Pemantauan terapi obat dilakukan setiap hari sesuai dengan obat yang diberikan.
telah sesuai dengan nama, tanggal lahir, serta nomor Rekam Medis (RM) pasien.
48
Obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai dengan nama dan nomor Rekam
Medis yang tertera pada etiket, serta pasien telah diidentifikasi dengan cara
dan elektrolit serta terapi pemulihan untuk mengganti jumlah cairan yang hilang.
(2018) bahwa salah satu golongan antibiotik yang dianjurkan untuk PPOK adalah
diperlukan oleh bakteri untuk replikasi DNA. Obat ini membentuk ikatan
49
kompleks dengan masing-masing enzim ini dan DNA bakteri. Hambatan ini
menghasilkan efek sitotoksik dalam sel target. Golongan ini aktif melawan
pernafasan. Obat ini bekerja dengan cara mengencerkan dahak dengan jalan
asetil sistein sudah sesuai dengan indikasi untuk penyakit yang dialami pasien.
mengurangi cairan berlebih dalam tubuh (edema) karena kondisi tertentu, seperti
gagal jantung, penyakit hati dan penyakit ginjal. Pemberian Injeksi Furosemide
sudah tepat bagi pasien yang didiagnosis menderita edema karena kondisi
mengatasi sesak akibat bronkopasme pada pasien PPOK. Obat ini bekerja dengan
cara merangsang secara selektif reseptor beta-2 adrenergik terutama pada otot
yaitu obat golongan kortikosteroid yang efektif untuk sesak nafas karena dapat
mengurangi inflamasi pada saluran nafas yaitu menyebabkan sekresi mukus dan
50
udem berkurang. Pulmicort digunakan untuk mengontrol gejala dan eksaserbasi
asma pada pasien yang diberi terapi bronkodilator. Pulmicort dalam pemberiannya
hipokalemia ditandai dengan hasil pemeriksaan nilai kalium yang berada di bawah
menyebabkan kalium pada tubuh pasien banyak berkurang dan terjadi kondisi
hipokalemia pada pasien, sehingga pasien diberikan KSR sebagai suplemen untuk
mengatasi kekurangan kalium. Dalam hal ini penggunaan KSR sudah sesuai
dengan indikasi.
kondisi gagal jantung (CHF) pada pasien. Penggunaan Candesartan telah tepat
dengan indikasi.
dada pada penderita gagal jantung (CHF) akibat tidak cukupnya aliran darah ke
jantung. Obat ini bekerja dengan cara merelaksasikan pembuluh darah pada tubuh
berkurangnya kerja jantung maka kebutuhan oksigen jantung juga akan berkurang
dan nyeri pada dada juga berkurang. Pemberian obat ini sesuai dengan indikasi
bagi pasien yang mengalami Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung.
51
4.4 Pengkajian Tepat Dosis
52
konstipasi,
- Candesartan kelelahan
3. + KSR : Sesak nafas Iritasi Tidak -
meningkatka kerongkongan, Terjadi
Ventolin
n kadar mulut kering,
kalium mual, muntah
4. (hiperkalemi Sesak nafas, iritasi ringan pada Tidak -
a) inflamasi tenggorokan dan Terjadi
pada PPOK suara serak. Iritasi
Pulmicort lidah dan mulut,
- Furosmid + kandidiasis oral.
KSR : Batuk dan mulut
Furosmid kering.
5. menurunkan iritasi Tidak -
kadar nasofaringeal dan Terjadi
kalium, KSR saluran cerna
meningkatka seperti pilek
n kadar (rinore),
N- asetil kalium Mukolitik stomatitis, mual,
sistein muntah, dan
menimbulkan
- N-asetil reaksi
sistein + hipersensitif
Isosorbit seperti urtikaria
dinitrat : N- dan bronkopasme
6. asetil sistein Suplemen mual dan muntah Tidak terjadi -
mningkatkan (bila berat dapat
efek samping merupakan tanda
KSR Isosorbit obstruksi) ulserasi
dinitrat esofagus atau
usus kecil
7. pusing, mual, Tidak terjadi Memonitor
diare, nyeri sendi, kadar
dan nyeri kalium
punggung. Reaksi
alergi yang bisa
Candesartan CHF terjadi ruam, gatal
atau bengkak
pada wajah
maupun lidah,
pusing berat,
kesulitan bernafas
8. CHF dan Pusing, muka Tidak Memonitor
Isosorbit
nyeri dada merah, hipotensi Terjadi tekanan
Dinitrat
postural darah
9. Lemas dan Reaksi yang Tidak -
NaCl cairan mungkin terjadi Terjadi
elektrolit karena larutannya
53
tubuh atau cara
pemberiannya,
termasuk
timbulnya panas,
iritasi atau infeksi
pada tempat
penyuntikan,
thrombosis vena
atau flebitis yang
meluas dari
tempat
penyuntikan dan
ekstravasasi
Furosemid dan Candesartan tidak diberikan bersamaan tapi tetap perlu dilakukan
monitor kadar kalium agar kadar kalium pada pasien tidak semakin menurun.
ini pemberian Furosemid dan Candesartan juga tidak diberikan secara bersamaan
tapi tetap perlu dilakukan monitor kadar kalium agar kadar kalium pada pasien
(Medscape, 2016). Pada kasus ini interaksi dari pemberian Candesartan dan KSR
54
Interaksi N-asetil sistein dan Isosorbit dinitrat yaitu N-asetil sistein
meningkatkan efek samping Isosorbit dinitrat (Medscape, 2016). Pada kasus ini
interaksi dari pemberian N-asetil sistein dan Isosorbit dinitrat tidak terjadi pada
pasien.
obat dengan tepat baik jenis obat maupun waktu pemberiannya dan menjaga gaya
- Memantau apakah ada reaksi efek samping yang timbul dari obat yang
digunakan pasien.
55
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil pemantauan dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat pada pasien
sudah rasional.
2. Dari hasil kegiatan studi kasus ini, penulis sudah melakukan pengkajian
5.2 Saran
perawat di ruangan.
56