Anda di halaman 1dari 3

Pengkaderan Santri Sebagai Jembatan Aktualisasi Ulama Muda Milenial

Oleh: Muhammad Imam Muttaqin (Santri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran)

Pendidikan adalan investasi paling strategis bagi kemajuan negara di masa depan. Dewasa ini,
Pendidikan di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu formal, non-formal dan informal. Pesantren
masuk dalam kategori pendidikan non-formal yang dalam sejarahnya mampu melahirkan banyak
tokoh bangsa yang mampu berperan besar dalam merebut kemerdekaan dengan mengisi
pembangunan dari berbagai aspek kehidupan. Pesantren merupakan lembaga indegenos Indonesia,
yang melahirkan sosok pejuang nasionalis seperti Hadlratussyaikh Hasyim Asy’ari, KH. Abdul
Wahid Hasyim, KH Wahab Hazbullah, dan KH. As’ad Syamsul Arifin yang tulus
memperjuangkan bangsa dan mengisi pembangunan Indonesia dalam segala aspek.
Menurut Zamakhsyari Dhofier pesantren memiliki lima unsur yaitu: Pondok, masjid,
pengajaran kitab klasik (kitab kuning), santri dan kiai. Jika kita melihat sejarah lahirnya pesantren,
maka unsur pertama dalam pesantren yaitu kiai. Jika mulai merintis awal, kiai inilah yang menjadi
tokoh berdirinya pesantren, kemudian dibuatlah mushalla kecil, adanya santri yang mengaji
kepada kiai, karena keilmuan dan budi pekerti luhur kiai maka banyak masyarakat yang ikut
mengaji, dan kemudian dibuatlah pondok untuk tempat tinggal santri yang mukim.
Pesantren dalam perkembangannya dibagi menjadi dua, yaitu pesantren salaf (tradisional)
dan pesantren khalaf (modern). Pesantren salaf adalah pesantren-pesantren yang konsisten dengan
system pembelajaran awal (old style), yaitu bandongan, sorogan, musyawarah dan hafalan.
Sedangkan pesantren khalaf adalah pesantren yang mengadopsi system pembelajaran baru (new
style) dengan system modern yang sifatnya komplementer.
Dalam mempertahankan serta mengahadapi perkembangan zaman yang semakin kompleks
ini, maka penggabungan metode salafi dan khalafi sangat dibutuhkan. Sehingga keaslian dari
karakter pesantren tetap terjaga dan dapat mengikuti perkembangan zaman era ini. Seperti kaidah
ushul fiqh “Al-Mukhafadzatu ‘ala al- qadim al-ashalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah,” artinya:
melestarikan nilai Islam yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang sesuai dengan konteks
zaman.
Ditengah krisis multidimensi yang melanda bangsa ini, pesantren diharapkan mampu
memberikan solusi efektif. Krisis multidimensi ini tidak lepas dari krisis pendidkan moral yang
sudah akut pada bangsa ini. Banyaknya kasus korupsi, narkoba, miras, ujaran kebencian, hoax dan
kasus kriminal lainnya menunjukkan rendahnya moral bangsa yang menjangkiti para elite dan
masyarakat umum.
Ketinggian ilmu yang di buktikan dengan titel, jabatan dan status sosial tinggi yang tidak
diimbangi dengan karakter yang kokoh yang dilandasi nilai-nilai religiusitas dan nasionalitas,
menjadikan kesombongan, keangkuhan, merasa superior yang mudah menyalahkan pihak lain.
Televisi dan media sosial yang sebenarnya menjadi sarana terjalinnya persatuan malah membuat
perpecahan dengan menyebarkan berita aktual yang isinya satu kelompok menyalahkan kelompok
lain tanpa mau mengevaluasi dan instropeksi diri.
Di sinilah urgensi dan signifikansi kehadiran pesantren. Pesantren sebagai pusat edukasi
bangsa yang menekankan moralitas dan pembangunan karakter yang diharapkan mampu menjadi
oase bangsa yang menyiratkan nilai-nilai opitimisme dalam menghadapi tantangan masa depan
yang sangat kompleks.
Menjadi tugas dan tanggung jawab ulama pesantren untuk aktif membuat trobosan-
trobosan baru yang brilian dalam konteks internalisasi karakter dan dinamisasi keilmuan generasi
santri, sehingga ke depan lahir generasi penerus yang mumpuni.
Dalam melancarkan pengembangan pesantren, dibutuhkan kaderisasi yang mumpuni.
Kaderisasi menjadi strategi efektif dalam memastikan bahwa pendidikan mengikuti filosofi
perubahan kontinuitas. Perubahan adalah sunnatullah yang harus diterima dan disikapi secara
kreatif untuk kontinuitas kembaga pendidikan pesantren.
Dalam konteks kaderisasi ini dapat diusahakan dengan memberikan waktu kepada santri-
santri untuk mengamalkan ilmu yang telah didapat. Sehingga membuat mereka termotivasi dan
bertanggung jawab untuk mengajarkan dan mengamalkan ilmu yang sudah dikuasai.
Seorang pemimpin yang tidak memperhatikan kaderisasi sangat berbahaya bagi eksistensi
dan dinamisasi lembaga dan pimpinannya. Sangat besar kemungkinan akan membuat stagnasi,
degradasi, dan deviasi yang dapat mengahancurkan lembaga. Urgensi pematangan ilmu setiap
santri sebagai bekal menjadi kader penerus yang professional dan mumpuni.
Upaya menciptakan pengkaderan generasi penerus yang mumpuni dalam hal keilmuan,
maka di dalam pesantren dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut:
Pembangunan system yang kuat. System yang kuat akan melahirkan produk yang
dicanangkan. Standar kompetensi lulusan pesantren yang diharapkan menjadi pencapaian minimal
yang harus direalisasikan oleh seluruh calon outputs (mutakharijin-mutakharijat) pondok
pesantren. Manajemen professional menjadi keniscayaan dalam memenuhi standar kompetensi
lulusan yang ditargetkan. Mananjemen inilah yang menopang seluruh aktivitas pesantren.
Manajemen professional menjanjikan transparansi, akuntabilitas, efektivitas, produktivitas, dan
dinamintas. Ketika manajemen tersebut berjalan sesuai prosedur dan kontinu maka setiap masalah
akan cepat teridentifikasi dan solusi-solusi dapat diterapkan secara efektif.
Pendidikan karakter juga sangat dibutuhkan dalam mencapai kaderisasi yang mumpuni.
Seperti menanamkan pendidikan karakter, kedisiplinan, keagamaan, akhlakul karimah, sifat
nasionalisme, optimisme, dan kepedulian kepada orang lain, sehingga ketika keluar dari pesantren
bisa terbiasa dan dapat menjadi teladan bagi masyarakat.
Metode fokus dalam mempelajari satu bidang ilmu hingga mendalaminya secara matang
akan membentuk keilmuan yang sempurna. Fokus di sini bermakna mencurahkan segala
konsentrasi, atensi, dan potensial dalam satu waktu untuk menguasai satu target kurikulum yang
dicanangkan, baik yang berkaitan dengan keilmuan atau perilaku. Sehingga membuat santri
berjuang sampai berhasil menguasainya.
Gradualisasi dalam pendidikan pesantren akan membuat santri lebih konsentrasi
menguasai satu disiplin ilmu dalam durasi waktu yang ditentukan dan dapat melanjutkan kedisiplin
ilmu yang lain jika telah lulus dari disiplin ilmu yang dipelajarinya. Hal ini sangat efektif untuk
diterapkan dalam pesantren, sehingga santri dapat secara utuh menguasai ilmu yang telah
dipelajarinya.
Akselerasi kualitas sangat dibutuhkan dalam pendidikan pesantren. Berlomba-lomba
meningkatkan kualitas dari waktu ke waktu akan menghasilkan akselerasi kualitas yang dahsyat.
Budaya ini akan menciptakan mentalitas fastabiqul khoirot (continues improvement) sehingga
dapat melahirkan kader-kader yang berkualitas.
Dan yang terakhir, untuk dapat mengikuti perkembangan zaman saat ini, para kaderisasi
perlu penggabungan dimensi pendidikan pesantren salaf dan khalaf, sehingga dapat menjadi kader
yang dapat selain mumpuni dalam bidang agama mereka juga mumpuni dalam bidang umum,
sehingga dapat mengembangkan ilmunya di kancah lokal, nasional, maupun internasional.

Anda mungkin juga menyukai