Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA

TRAUMA CAPITIS RINGAN PADA TN.R DI RUANG BAJI


KAMASSE RSUD. LABUAN BAJI MAKASSAR

Disusun oleh :
ERLIN EVO MUALIA
142 2016 0001

CI Lahan CI Institusi
( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
BAB I
KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2014)
B. KLASIFIKASI
Menurut Wahjoepramono (2005) Klasifikasi trauma kepala berdasarkan
Nilai Skala Glasgow
(GCS) yaitu:
1. Ringan, GCS 13 – 15, Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur
cerebral,hematoma;
2. Sedang. GCS 9 – 12. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak;
3. Berat. GCS 3 – 8. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari
24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intracranial.
C. ETIOLOGI
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
D. PATOFISIOLOGIS
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek
yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan
ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan
batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan
fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan
otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau
hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara
luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada
batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak,
atau dua-duanya.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya
lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan :Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada
24 - 72 jam setelah injuri; Adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang,
penurunan kesadaran, mengidentifikasi adanya hemoragi, pergeseran
jaringan otak;
2. Angiografi Serebral Menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti
pergeseran cairan otak akibat oedema, perdarahan, trauma;
3. EEG (Electro Encephalografi) Memperlihatkan keberadaan/perkembangan
gelombang patologis;
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Mengidentifikasi perfusi jaringan
otak, misalnya daerah infark, hemoragik;
5. Rontgen, Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang;
6. Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG). Untuk menentukan apakah
penderita trauma kepala sudah pulih daya ingatnya.
H. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
 Kesadaran  GCS.
 Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak
akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat
kejang.
d. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar  tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga.
B. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma kepala.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
N
DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O
1 Resiko tidak NOC : NIC :
efektifnya Respiratory status : Airway Management
bersihan jalan Ventilation • Buka jalan nafas, gunakan
nafas dan tidak Respiratory status : Airway teknik chin lift atau jaw thrust
efektifnya pola patency bila perlu
nafas Vital sign Status • Posisikan pasien untuk
berhubungan Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
dengan gagal - Mendemonstrasikan batuk • Lakukan fisioterapi dada
nafas, adanya efektif dan suara nafas yang jika perlu
sekresi, gangguan bersih, tidak ada sianosis dan • Keluarkan sekret dengan
fungsi dyspneu (mampu batuk atau suction
pergerakan, dan mengeluarkan sputum, mampu • Auskultasi suara nafas, catat
meningkatnya bernafas dengan mudah, tidak adanya suara tambahan
tekanan ada pursed lips) • Monitor respirasi dan status
intrakranial. - Menunjukkan jalan nafas O2
yang paten (klien tidak merasa Terapi Oksigen
tercekik, irama nafas, frekuensi -Pertahankan jalan nafas
pernafasan dalam rentang yang paten
normal, tidak ada suara nafas -Monitor aliran oksigen
abnormal) -Pertahankan posisi pasien
- Tanda Tanda vital dalam -Onservasi adanya tanda
rentang normal (tekanan darah, tanda hipoventilasi
nadi, pernafasan) Vital sign Monitoring :
Skala : -Monitor TD, nadi, suhu, dan
1 : tidak adekuat RR
2 : sedikit adekuat -Identifikasi penyebab dari
3 : sedang perubahan vital sign
4 : agak adekuat
5 : sangat adekuat
2 Perubahan perfusi NOC : NIC :
jaringan serebral Circulation status Peripheral Sensation
berhubungan Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
dengan edema Kriteria Hasil : sensasi perifer)
serebral dan a. mendemonstrasikan status -Monitor adanya daerah
peningkatan sirkulasi yang ditandai dengan: tertentu yang hanya peka
tekanan - Tekanan systole dandiastole terhadap
intrakranial. dalam rentang yang diharapkan panas/dingin/tajam/tumpul
-Tidak ada tanda tanda -Monitor adanya paretese
peningkatan tekanan -Instruksikan keluarga untuk
intrakranial (tidak lebih dari 15 mengobservasi kulit jika ada
mmHg) lsi atau laserasi
b. mendemonstrasikan -Monitor kemampuan BAB
kemampuan kognitif yang -Kolaborasi pemberian
ditandai dengan: analgetik
-berkomunikasi dengan jelas Vital sign Monitoring
dan sesuai dengan kemampuan -Monitor TD, nadi, suhu, dan
-menunjukkan perhatian, RR
konsentrasi dan orientasi -Identifikasi penyebab dari
-memproses informasi perubahan vital sign
membuat keputusan dengan
benar
Skala :
1 : tidak adekuat
2 : sedikit adekuat
3 : sedang
4 : agak adekuat
5 : sangat adekuat
3 Nyeri akut NOC: Setelah dilakukan NIC:
berhubungan asuhan keperawatan selama -Kaji secara komphrehensif
dengan trauma 5X24jam pasien mampu untuk tentang nyeri, meliputi:
kepala. Mengontrol nyeri dengan lokasi, karakteristik dan
indikator: onset, durasi, frekuensi,
-Melakukan tindakan kualitas, intensitas/beratnya
pertolongan non-analgetik nyeri, dan faktor-faktor
-Menggunakan analgetik presipitasi
-Melaporkan gejala-gejala -Observasi isyarat-isyarat non
kepada tim kesehatan verbal dari ketidaknyamanan,
-Mengontrol nyeri khususnya dalam
Keterangan: ketidakmampuan untuk
1 = tidak pernah dilakukan komunikasi secara efektif
2 = jarang dilakukan -Berikan analgetik sesuai
3 =kadang-kadang dilakukan dengan anjuran.
4 =sering dilakukan -Berikan informasi tentang
5 = selalu dilakukan pasien nyeri, seperti: penyebab,
Menunjukan tingkat nyeri berapa lama terjadi, dan
Indikator: tindakan pencegahan
-Melaporkan nyeri -Ajarkan penggunaan teknik
-Melaporkan frekuensi nyeri non-farmakologi (seperti:
-Melaporkan lamanya episode relaksasi, guided imagery,
nyeri terapi musik, distraksi,
-Mengekspresi nyeri: wajah aplikasi panas-dingin,
-Menunjukan posisi massase)
melindungi tubuh -Monitor kenyamanan pasien
- Kegelisahan terhadap manajemen nyeri
Keterangan: -Pemberian Analgetik
1 : Berat -Tentukan lokasi nyeri,
2 : Agak berat karakteristik, kualitas,dan
3 : Sedang keparahan sebelum
4 : Sedikit pengobatan.
5 : Tidak ada Manajemen Manajemen Lingkungan:
Nyeri Kenyamanan
-Tentukan hal hal yang
menyebabkan
ketidaknyamanan pasien
sepeti pakaian lembab
-Tentukan temperatur
ruangan yang paling nyaman
-Sediakan lingkungan yang
tenang
-Perhatikan hygiene pasien
untuk menjaga kenyamanan
-Atur posisi pasien yang
membuat nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Medikal bedah Jakarta: CV Sagung
Seto; 2014
Wahjoepramono, Eka. (2005). Cedera Kepala. Lippokarawaci: Universitas Pelita
Harapan
Kuncara, H.Y, dkk, 2017, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2015, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-
Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2015, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2015-
2017, NANDA
Tarwoto, et. al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai