Anda di halaman 1dari 17

BENTUK TERAPI KOMPLEMENTER ECT (Electroconvulsive Therapy)

Disusun untuk memenuhi tugas Terapi Komplementer

OLEH :
KELOMPOK 2 KELAS C
DIAN K. DJAFAR NUR INDAH ADAM
ERIKA DETUAGE PERCI TAMANI
FATMAWATY DJAFAR NUR AIN MAHABU
MOHAMMAD RIVAL MADJOKA RIVALDI AHMAD

PROGARAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya serta taufiknya, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas
Mata Kuliah TERAPI KOMPLEMENTER yang berjudul ”Terapi ECT
(Electroconvulsive Therapy)”. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas yang
merupakan salah satu standar atau kriteria penilaian dari Mata Kuliah Terapi
Komplementer yang telah dipercayakan kepada kelompok kami yakni Kelompok
2. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing. Selaku
salah satu dosen pembimbing mata kuliah Terapi komplementer. Tak lupa pula
kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu kami dalam menyelasaikan tugas makalah ini. Kami menyadari
kekurangan kami sebagai manusia biasa dan oleh karena keterbatasan sumber
referensi yang kami miliki sehingga kiranya dalam makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan, kekeliruan, dan kekurangan baik dalam penyusunan maupun
isinya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari
Ibu Dosen Pembimbing dan dari pihak-pihak lain atau sesama teman mahasiswa
untuk dapat menambahkan sesuatu yang kiranya dianggap masih kurang atau
memperbaiki sesuatu yang dianggap salah dalam tulisan ini. Akhirnya kami
mengucapkan banyak terima kasih. Dan semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua sebagai bahan tambahan pengetahuan untuk lebih
memperluas wawasan kita dalam ilmu Keperawatan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ i


DAFTAR ISI .............................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ................................................................. 2
2.2 Berbagai jenis terapi listrik…………………………………… 2
2.3. Manfaat Terapi Liastrik…………………………………………. 2
2.4 Efek Samping………………………………………………………….. 2
2.5Pelaksanaan dan Prosedur Kerja (ECT)……………………. 2
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................. 3
3.2 Saran....................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada penanganan klien gangguan jiwa di Rumah Sakit baik kronik maupun
pasien baru biasanya diberikan psikofarmaka ,psikotherapi, terapi modalitas
yang meliputi terapi individu, terapi lingkungan, terapi kognitif, terapi
kelompok terapi perilaku dan terapi keluarga. Biasanya pasien menunjukan
gejala yang berkurang dan menunjukan penyembuhan, tetapi pada beberapa
klien kurang atau bahkan tidak berespon terhadap pengobatan sehingga
diberikan terapi tambahan yaitu ECT (Electro Convulsive Therapy).
Terapi Elektrokonvulsif disingkat ECT juga dikenal sebagai terapi
elektroshock. ECT telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan
masyarakat karena beberapa alasan. Di masa lalu ECT ini digunakan di
berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk
schizophrenia. Namun terapi ini tidak membuahkan hasil yang bermanfaat.
Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan
pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun
lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan
ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan
hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang
menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik.
Namun, sekarang ECT sudah tidak begitu menyakitkan. Pasien diberi obat
bius ringan dan kemudian disuntik dengan penenang otot. Aliran listrik yang
sangat lemah dialirkan ke otak melalui kedua pelipis atau pada pelipis yang
mengandung belahan otak yang tidak dominan. Hanya aliran ringan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan serangan otak yang diberikan, karena serangan
itu sendiri yang bersifat terapis, bukan aliran listriknya. Penenang otot
mencegah terjadinya kekejangan otot tubuh dan kemungkinan luka. Pasien
bangun beberapa menit dan tidak ingat apa-apa tentang pengobatan yang
dilakukan. Kerancuan pikiran dan hilang ingatan tidak terjadi, terutama bila
aliran listrik hanya diberikan kepada belahan otak yang tidak dominant
(nondominan hemisphere). Empat sampai enam kali pengobatan semacam ini
biasanya dilakukan dalam jangka waktu 2 minggu.
Akan tetapi, ECT ini tidak cukup berhasil untuk penyembuhan
schizophrenia, namun lebih efektif untuk penyembuhan penderita depresi
tertentu (Atkinson, et al.,1991). Berdasarkan pemaparan di atas, maka
dipandang perlu untuk membahas lebih jauh dan lebih mendalam lagi mengenai
Terapi ECT tersebut.
BAB II
Pembahasan
2.1 Definisi
Terapi listrik adalah rangsangan elektrik yang bekerja untuk menangani
beberapa jenis penyakit saraf dan kejiwaan. Selain dilakukan di rumah,
penanganan ini juga dapat diterapkan melalui prosedur operasi.
Terapi listrik untuk menangani rasa sakit telah diterapkan sejak zaman dulu,
antara lain menggunakan sengatan listrik dari ikan. Pada pertengahan abad ke-18,
mesin penghasil listrik statis mulai digunakan untuk menyebabkan nekrosis atau
kematian jaringan dalam penghancuran tumor. Selain itu, juga dalam
elektroakupunktur menggunakan jarum. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan medis, kini terapi listrik juga banyak digunakan sebagai metode
penanganan penyakit saraf dan gangguan kejiwaan.
Penyakit saraf sendiri sering ditandai dengan berbagai gejala seperti nyeri
punggung bagian bawah atau pun bagian atas, sakit saat bergerak, sakit kepala,
hilang sensasi rasa atau sebaliknya menjadi sangat sensitif, hingga kesemutan.
Dalam penanganan penyakit saraf, terapi ini bekerja dengan mengirimkan
sinyal listrik dan menstimulasi saraf yang terganggu sehingga menghambat atau
mengurangi rasa sakit. Namun, Terdapat banyak jenis penyakit saraf dengan
beragam penyebab, sehingga tepat tidaknya terapi listrik untuk pasien perlu
dikonsultasikan lebih dulu ke dokter.
2.2 Berbagai Jenis Terapi Listrik
Di bawah ini adalah beberapa jenis terapi listrik yang sering digunakan.
 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
TENS adalah terapi listrik dengan menggunakan mesin bertenaga baterai
dengan voltase rendah untuk meredakan rasa sakit. Mesin berukuran kecil
ini mengantarkan sinyal listrik melalui dua elektroda ke saraf di mana rasa
sakit atau nyeri terasa. Metode ini paling sering digunakan untuk menangani
masalah tulang, otot, dan sendi seperti fibromyalgia, osteoartritis, sakit leher,
dan sakit punggung bagian bawah. Diduga aliran listrik dari elektroda ini
merangsang saraf mengirimkan sinyal ke otak untuk menghambat rasa sakit.
Dugaan lain, listrik menstimulasi saraf untuk memproduksi endorfin atau
pereda rasa sakit alami untuk menghambat persepsi terhadap rasa sakit.
Metode terapi listrik TENS ini lebih efektif untuk mengobati fibromyalgia
jika ditambah dengan olahraga.
 Percutaneous electrical nerve stimulation (PENS) atau
elektroakupunktur
Metode ini menggabungkan cara Timur dan Barat menggunakan alat kecil
yang mengantar sinyal listrik ke saraf melalui jarum akupunktur. PENS yang
dikenal sebagai alternatif dari TENS ini merangsang saraf yang berhubungan
dengan rasa sakit. Studi menemukan bahwa stimulasi saraf ini sama
efektifnya dengan stimulasi titik akupuntur untuk meredakan rasa sakit, dan
bahwa PENS lebih efektif dibanding TENS dalam meningkatkan kualitas
tidur dan aktivitas fisik. Kombinasi PENS dengan pengobatan menggunakan
etoricoxib juga efektif untuk mengurangi nyeri lutut kronis. Namun, hasil
penelitian terhadap metode ini belum menunjukkan hasil yang konsisten.
 Deep Brain Stimulation (DBS)
Merupakan salah satu metode terapi listrik yang memerlukan tindakan
operasi. Metode ini awalnya dimanfaatkan dalam pengobatan penyakit
Parkinson, namun kini DBS juga digunakan untuk mengobati berbagai
gangguan psikologis seperti depresi dan gangguan obsesif kompulsif (OCD).
 Repetitive transcranial magnetic stimulation (rTMS)
rTMS adalah singkatan dari repetitive transcranial magnetic stimulation
yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik untuk mengirim sinyal
listrik sebagai penghambat rasa sakit atau nyeri. Namun perawatan ini
cenderung memerlukan lebih dari satu kali sesi untuk mendapatkan hasil
maksimal.
 Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau Electroconvulsive Therapy (ECT) adalah suatu
tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang
pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi
pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall.
Untuk hasil yang lebih baik, pasien disarankan untuk mengikuti paduan terapi
listrik dengan fisioterapi dan olahraga, serta menjalani gaya hidup sehat. Walaupun
dapat memberi efek baik bagi beberapa orang, sejauh ini masih diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan potensi terapi listrik dalam menangani
penyakit saraf secara pasti
Manfaat listrik sudah tidak diragukan lagi untuk kehidupan sehari-hari.
Tanpa adanya listrik, dapat dikatakan mungkin dunia akan mejadi gelap. Dalam
dunia medis, litsrik juga sangat bermanfaat karena sekarang ini banyak sekali alat
medis yang penggunaannya memerlukan listrik. Tapi bagaimana jika listrik bukan
sebagai penunjang untuk alat kesehatan bekerja, melainkan listrik sebagai obatnya.
Atau dapat dikatakan dengan pengobatan menggunakan listrik, atau lebih tepatnya
terapi listrik. Terapi listrik sudah banyak dilakukan oleh berbagai terapis, atau
orang yang melakukan terapi kepada pasiennya.
Metode Terapi Listrik
Terapi listrik, tentu saja terapi kesehatan yang menggunakan listrik untuk
penyembuhannya. Tegangan listrik yang digunakan juga tidka boleh sembarangan,
yakni 220 volt. Dengan menancapkan kabel pada tegangan listrik, kemudian listrik
akan dialirkan melalui konduktor. Melalui konduktor, daya listrik akan dialirkan ke
dalam tubuh. Daya listrik yang masuk dapat diatur, dapat diturunkan kemudian
juga dapat dinaikkan kembali. Biasanya, terapis atau yang yang melakukan terai
terhadap pasiennya, akan menaik turunkan daya listrik atau meregulasi daya listrik.
Regulasi ini bertujuan untuk memberikan stimulus kepada tubuh pasiennya dalam
menerima respon dari dsaya listrik yang dialirka ke dalam tubuh melalui konduktor
listrik tersebut.
2.3.Manfaat Terapi Listrik
Menggunakan listrik sebagai media untuk melakukan terapi tidak hanya dapat
digunakan untuk menjaga kesehatan, akan tetapi juga dapat mengatasi masalah
kesehatan yang sedang diderita. Banyak yang mengatakan, bahwa terapi
menggunakan listrik dirasa efektif untuk menyembuhkan penyakit yang sedang
diderita. Beberapa manfaat dari terapi menggunakan listrik diantaranya:
1. Membantu Melancarkan Sistem Peredaran Darah
Aliran daya listrik yang masuk ke dalam tubuh dapat memberikan stimulus kepada
darah. Rangsangan listrik yang masuk dapat membantu melancarkan peredaran
darah. Aliran darah ke seluruh tubuh menjadi lancar. Sirkulasi darah ke berbagai
tubuh dapat berjalan dengan lancar. Sehingga tubuh dapat menjadi lebih sehat
karena aliran darah yang lancar.
2. Mengaktifkan Ion Tubuh
Tubuh terdiri dari berbagai zat dan ion yang sangat penting untuk menjaga
keseimbangan tubuh. Keseimbangan tubuh tidak akan terjadi apabila tidak ada
keseimbangan ion tubuh terlebih dahulu. Keseimbangan ion tubuh dapat
didapatkan dengan melakukan terapi listrik. Listrik yang masuk ke dalam tubuh
melalui konduktor yang digunakan, dapat membantu menyeimbangkan ion dalam
tubuh, serta mengaktifkan ion tubuh yang belum bekerja dengan baik. Sehingga
kesehatan tubuh dapat terjaga.
3. Menurunkan Kadar Kolesterol
Kadar kolesterol tubuh yang tinggi dapat mendatangkan berbagai penyakit ke
dalam tubuh. Tidak hanya dapat dikurangi dengan menjaga pola makan,
menurunkan kolesterol juga dapat dilakukan dengan melakukan terapi listrik.
Aliran listrik yang masuk ke dalam tubuh, akan merambat keseluruh tubuh, bahkan
masuk kedalam pembuluh darah, dan meluruhkan koleterol yang berada pada
saluran darah. Kolesterol yang menempel pada pembuluh darah dapat dibersihkan,
sehingga aliran darah tidak terganggu.
4. Menurunkan Gula Darah
Selain menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh, menggunakan listrik untuk terapi
juga dapat bermanfaat untuk menurunkan gula darah. Melakukan terapi listrik
dapat membantu menjaga keseimbangan gula dalam tubuh. Dengan demikian,
seseorang dapat terhindar dari penyakit diabetes, atau penyakit gula yang
disebabkan karena kandungan gula dalam darah yang tinggi.
5. Melenturkan Syaraf
Syaraf yang kaku dapat memberikan dampak kepada tubuh, untuk lebih sulit
bergerak. Penggunaan listrik untuk terapi sangat baik untuk mencegah syaraf
menjadi kaku dan melenturkan syaraf. Pemakaian arus listrik untuk terapi, mampu
memberikan rangsangan terhadap syaraf motorik dan syaraf sensorik. Sehingga,
syaraf menjadi lebih peka ketika diberikan rangsangan.
6. Meningkatkan Vitalitas Tubuh
Terapi menggunakan listrik dapat membantu meningkatkan vitalitas tubuh. Dengan
kesehatan syaraf yag terjaga dan lebih peka, vitalitas tubuh juga dapat terjaga.

7. Meningkatkan Metabolisme
Pentingnya metabolisme tubuh membuat kesehatan akan terganggu apabila
metabolisme tubuh terganggu. Menjaga pola hidup sehat sangatlah diperlukan
untuk membantu meningkatkan metabolisme tubuh. Cara lain yang dapat
dilakukan, yakni dengan melakukan terapi listrik. Terapi menggunakan listrik
dapat membantu meningkatkan metabolisme tubuh. Sehingga pembakaran dalam
tubuh dapat berjalan dengan normal.
8. Mengatasi Asma
Terapi listrik yang dilakukan kepada penderita asma, dapat membantu
mengeluarkan dahak yang menyumbat sistem pernapasan. Aliran listrik yang
masuk akan menghancurkan dan mengeluarkan dahak yang menyumbat sistem
pernapasan. Dengan demikian, proses pernapasan atau respirasi penderita asma
dapat kembali baik, karena dahak yang menyumbat dapat dikeluarkan.
9. Mengatasi Vertigo
Penyakit vertigo berkenaan dengan kesehatan syaraf. Ketika syaraf mengalami
gangguan, sehingga tidak dapat menerima impuls dari stimulannya, maka akan
terjadi vertigo. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa menjaga kesehatan syaraf
dengan melenturkan syaraf dapat dilakukan dengan terapi listrik. Dengn terapi
listrik, kesehatan syaraf terjaga dan dapat terhindar dari vertigo.
10.Menyembuhkan Reumatik
Rematik dapat disebabkan karena asam urat kronis yang tidak segera dilakukan
penanganan. Kandungan asam yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan rasa
nyeri pada beberapa bagian tubuh. Menurunkan kadar asam dalam tubuh dapat
dilakukan dengan melakukan terapi listrik. Daya listrik yang masuk ke dalam
tubuh dapat membantu menurunkan kadar asam, sehingga rematik yang diderita
dapat disembuhkan.
11.Mengeluarkan Zat Berbahaya Dan Racun Dalam Tubuh
Adanya zat berbahaya dan racun di dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan
pada beberapa organ tubuh dan membuat ginjal harus bekerja ekstra untuk
melakukan proses sekresi. Melakukan terapi listrik dapat membantu ginjal dalam
melakukan sekresi. Dengan begitu, zat berbahaya serta racun di dalam tubuh dapat
dikeluarkan, baik melalui urine, keringan atau tinja.
12.Membantu Menurunkan Berat Badan
Dampak melakukan terapi listrik yakni dapat membantu meningkatkan
metabolisme dan menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh. Selain itu, terapi
listrik juga dapat membantu membakar lemak tubuh yang tidak diperlukan.
Dengan melakuakn terapi listrik, lemak tubuh berkurang, dan berat badan ideal
dapat diperoleh.
2.4. Efek Samping
ECT merupakan terapi yang beresiko dan memiliki efek samping baik ringan
hingga serius. Efek samping dapat disebabkan prosedur anastesi atau akibat kejang
yang distimulus. Beberapa efek samping antara lain:
 Kebingungan setelah terapi, dapat berlangsung beberapa menit hingga
beberapa jam.
 Hilangnya ingatan, sebagian besar pasien yang menjalani ECT akan
mengalami amnesia retrograde atau kesulitan mengingat kejadian sebelum
pemberian terapi dimulai.
 Efek samping fisik seperti mual, muntah, nyeri rahang, nyeri otot, atau sakit
kepala.
 Efek samping medis. Dapat menyebabkan timbulnya gangguan jantung yang
serius. Karena selama terapi stimulus jantung meningkat ditandai dengan
denyut jantung dan tekanan darah yang meningkat.
2.5.Pelaksanaan dan Prosedur kerja (ECT)

 Peran Perawat
Perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan alat dan
mengantisipasi kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan.
 Persiapan Alat
Adapun alat-alat yang perlu disiapkan sebelum tindakan ECT, adalah sebagai
berikut:

a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)


b. Tounge spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan Nacl secukupnya
e. Spuit disposibel
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator

 Persiapan klien

a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT
c. Siapkan surat persetujuan
d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin
dipakai klien 6
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
g. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT
h. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnotik, dan
antikonvulsan harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan
beberapa hari sebelumnya karena berisiko organik.
h. Premedikasi dengan injeksi SA (sulfa atropin) 0,6-1,2 mg setengah jam
sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini mengembalikan aritmia vagal dan
menurunkan sekresi gastrointestinal.

 Pelaksanaan

a. Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan rata
dan cukup keras. Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian
dikendorkan, seluruh badan di tutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.
b. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini dipakai
untuk menghasilkan koma ringan.
c. Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum.
d. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan alkohol untuk tempat
elektrode menempel.
e. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi
caira Nacl.
f. Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang spatel/karet yang
dibungkus kain dimasukkan dan klien diminta menggigit
g. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang dengan
dilapisi kain
h. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutu) di tahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang 7.
i. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudia tekan tombol sampai timer
berhenti dan dilepas
j. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat).
k. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
diafragma
l. Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger
m. Kepala dimiringkan
n. Observasi sampai klien sadar
o. Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan

 Setelah ECT

a. Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien stabil


b. Jaga keamanan
c. Bila klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi klien sesuai kebutuhan,
biasanya timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Terapi ECT (Electroconvulsive) adalah suatu tindakan terapi dengan
menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik
tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis
klien untuk membangkitkan kejang grandmall.
 Tujuan Terapi ECT Mengembalikan fungsi mental klien Meningkatkan
ADLs klien secara periodic
3.2.Saran
Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dan
sasarannya. Untuk segala kekurangan dalam makalah ini maka kami selalu
membuka diri untuk menerima saran dan kritik dari semua pihak yang sama-
sama bertujuan membangun makalah ini demi perbaikan dan penyempurnaan
dalam pembuatan makalah kami ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta : Trans Info Media Maramis, W.F. 1994. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya :
Airlangga University Press Baihaqi, MIF. 2007. Psikiatri. Bandung : PT Refika
Aditama http://wir-nursing.blogspot.com/2011/03/elektro-convulsif-therapie-
ect.html http://www.news-medical.net/health/Electroconvulsive-Therapy-Side-
Effects %28Indonesian%29.aspx www.google.com/.../anonim/ECT/ 10

Anda mungkin juga menyukai