Anda di halaman 1dari 6

B.

Patofisiologi
Fraktur merupakan hasil dari terjadinya gerakan mekanis yang keras pada tulang.
Kekuatan yang terjadi menyebabkan fraktur yang besarnya bervariasi tergantung pada bagian
dan karakteristik tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh kekuatan langsung atau tidak
lagsung. Kekuatan langsung (direct force), diantaranya disebabkan oleh trauma baik
kecelakaan lalu lintas ataupun terjatuh dari tempat ketinggian, serta kekuatan tidak langsung
(indirect force) contohnya adalah penyakit metabolic seperti osteoporosis yang dapat
menyebabkan fraktur patologis dan adanya keletihan (fatigue) pada tulang akibat aktivitas
yang berlebihan (Waher, Salmond & Pellino, 2002). Menurut Rasjad (2007), etiologi dari
fraktur adalah sebagai berikut : fraktur traumatic, terjadi karena tiba-tiba. Trauma dapat
bersifat langsung atau tidak langsung. Trauma langsung merupakan trauma yang dapat
menyebabkan tekanan langsung pad tulang dan terjadi fraktur pada daerah yang tertekan.
Sedangkan trauma tidak langsung merupakan trauma yang dihantarkan ke tempat yang lebih
jauh dari daerah yang tertekan. Fraktur patologis, terjadi karena adanya kelemahan tulang
akibat kelainan patologis di dalam tulang seperti kista tulang, metastasis tulang dan tumor.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ektremtas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna. Nyeri biasanya akan terjadi terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen
tulang di imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. Setelah kejadian fraktur,
bagian-bagian ekstremitas yang terkena tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur ini terutama pada
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias
diketahui dengan membandingkannya dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat
melekatnya otot. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik yulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat (Rasjad, 2007).
Eldawati (2011) menjelaskan bahwa manifestasi klinik ini dapat dikaji dengan penggunaan
metode look, feel dan move : look, melihat adanya deformitas berupa penonjolan yang
abnormal, bengkak, warna kulit merah, adanya ekimosis, angulasi, rotasi dan pemendekan
dengan membandingkan ukuran ekstremitas dengan yang sehat dan adanya perubahan warna
pada ekstremitas seperti pucat atau sianosis. Perubahan warna ini, kemungkinan bias
disebabkan oleh aliran darah ke bagian distal yang tidak lancer, karena adanya
pembengkakan. Feel, adanya nyeri yang dirasakan oleh pasien atau spasme/ketegangan otot
dan temperature bagian sekitar yang terkena fraktur. Move, saat ekstremitas diperiksa dengan
tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus dan terasa nyeri bila fraktur
digerakan, gangguan fungsi pergerakan, range of motion (ROM) terbatas, dan kekuatan otot
berkurang.
Black & Hawks (2009) menyebutkan bahwa tulang yang fraktur akan melewati
beberapa tahap penyembuhan diantaranya :
1. Fase inflamasi, yaitu terjadi respons tubuh terhadap cedera yang ditandai oleh adanya
perdarahan dan pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami divitalisasi karena terputusnya aliran darah, lalu terjadi pembengkakan dan
nyeri, tahap inflamasi berlangsung beberapa hari.
Pada fase ini tindakan yang harus dilakukan yaitu imobilisasi di daerah fraktur namun
gerak bebas harus dilakukan pada ekstremitas yang tidak mengalami cedera, dan
pemberian antibiotic harus diberikan untuk mencegah infeksi serta analgesic untuk
mengurangi intensitas nyeri.
2. Fase proliferasi, pada fase ini hematoma akan mengalami organisasi dengan membentuk
benang-benang fibrin, membentuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast.
Kemudian menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang, terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid) berlangsung setelah hari
ke lima.
Pada fase ini tindakan imobilisasi di daerah fraktur tetap dipertahankan namun gerak
bebas harus dilakukan pada ekstremitas yang tidak mengalami cedera, dan pemberian
antibiotic harus diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Fase pembentukan kalus, pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Waktu yang
dibutuhkan agar fragmen tulang tergabung adalah 3-4 minggu. Pada fase ini, penting
sekali dilakukannya pelurusan tulang secara tepat.
Pada fase ini pemberian diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) diperlukan intuk
mencukupi kebutuhan kalori selama fase penyembuhan fraktur serta didukung dengan
pemberian kalsium dan vitamin D untuk mendukung proses penyembuhan tulang. ROM
sudah dapat dilakukan. Pada pasien yang mengalami fraktur kalori yang dibutuhkan dapat
meningkat menjadi 6000 kalori per hari. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
meningkatkan konsumsi protein 10-20 gram dapat mempercepat penyembuhan fraktur
dan mengurangi adanya komplikasi. Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang
kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak
langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan
konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. ROM aktif dapat segera
dilakukan pada daerah yang tidak mengalami cedera dan ROM pasif pada area sendi di
sekitar fraktur untuk mencegah kekakuan otot, mempertahankan dan meningkatkan
fleksibilitas sendi, dan mempertahankan, meningkatkan pertumbuhan tulang selama
imobilisasi, dan mencegah kontraktur.
4. Fase penulangan kalus/osifikasi, adalah pembentukan kalus mulai mengalami penulangan
dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Selama minggu ketiga samapai
kesepuluh, kalus berubah menjadi tulang dan menyatukan patahan tulang dengan
sempurna sehingga tahap ini sering disebut tahap penyatuan. Pada patah tulang panjang
orang dewasa normal, penulangan tersebut memerlukan waktu 3-4 bulan.
Pada fase ini pemberian diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP), pemberian kalsium
dan vitamin D tetap dipertahankan untuk mendukung proses penyembuhan tulang. ROM
aktif dapat segera dilakukan pada daerah yang tidak mengalami cedera dan ROM pasif
pada area sendi di sekitar fraktur.
5. Fase remodeling/konsolidasi, merupakan tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi
pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke sususnan structural
sebelumnya. Pada tahap ini osifikasi terus berlanjut dan jarak antara patahan tulang
semakin hilang dan akhirnya menutup. Bersamaan dengan terbentuknya tulang sejati
melalui osifikasi, terjadi remodeling kalus oleh aktivitas osteoblast dan osteoklas.
Jaringan tulang berlebih akan direabsorpsi dari kalus. Jumlah dan jangka waktu
remodeling tulang tergantung pada tekanan yang dialami tulang, beban tulang, dan usia
penderita. Pasien dapat mulai untuk mengangkat beban pada tahap ini.
Pada fase terakhir ini sudah dapat dilakukan mobilisasi bertahap yaitu latihan duduk,
berdiri, berjalan dengan menggunakan alat bantu.
Gambar 2. Tahap-Tahap Penyembuhan Tulang

Menurut Dr. Susan E. Brown ada beberapa metode yang dapat mempercepat proses
penyembuhan tulang diantaranya :
1. Ketersediaan energi yang cukup
Normalnya kebutuhan energi per hari pada orang dewasa adalah 2500 kalori per hari
namun kebutuhan energi ini akan meningkat pada pasien yang mengalami fraktur. Pada
pasien yang mengalami fraktur kalori yang dibutuhkan dapat meningkat menjadi 6000
kalori per hari.
2. Tingkatkan konsumsi protein
Beberapa penelitian mengatakan bahwa meningkatkan konsumsi protein 10-20 gram dapat
mempercepat penyembuhan fraktur dan mengurangi adanya komplikasi.
3. Tingkatkan konsumsi anti-inflammatory nutrient
Konsumsi anti oksidan seperti vitamin E dan C disarankan untuk meningkatkan
mekanisme pertahanan alami tubuh terhadap radikal bebas.
4. Tingkatkan konsumsi kalsium
Pada dasarnya 70% komponen tulang merupakan mineral (kalsium, fospor, magnesium, zat
besi dan lain-lain). Adapun beberapa mineral yang diperlukan untuk proses penyembuhan
tulang diantaranya :
a. Zinc
Zinc membantu dalam pembentukan kalus, meningkatkan produksi protein yang dapat
mestimulasi penyembuhan tulang.
b. Copper
Copper membantu dalam pembentukan kolagen pada tulang dan hal ini sangat penting
dalam proses penyebuhan tulang
c. Kalsium dan Fospor
Mineral utama pada tulang merupakan kalsium dan fospor dalam bentuk calcium
hydroxyaptite crystals. Mineral ini memiliki peran penting dalam meregulasi kekuatan
tulang dan elastisitas tulang. Tingkat absorpsi kalsium tergantung pada ketersedian
vitamin D sehingga disarankan untuk mengkonsumsi vitamin D dan kalsium secara
optimal untuk mempercepat proses penyembuhan.

d. Silicon
Silicon memiliki peran penting dalam sintesis kolagen. Beberapa penelitian tentang
manusia didpatkan bahwa bioaktif silikon dapat meningkatkan efek dari kalsium dan
vitamin D3 pada formasi tulang baru.
e. Vitamin C, D dan K
Vitamin C sangat dibutuhkan dalam sistesis matrik protein kolagen dan merupakan anti
oksidan dan anti-inflamatory yang terpenting. Sedangkan vitamin D merupakan
regulator utama dari absorpsi kalsium. Sedangkan vitamin K merupakan bagian dari
proses pengikatan kalsium pada tulang dengan mengurangi pembuangan kalsium
melalui urin.

Anda mungkin juga menyukai