Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemerintah Indonesia telah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.1 Salah satu aspek tersebut adalah tata pergaulan
di tempat bekerja atau perusahaan yang lazim disebut hubungan industrial.
Proses pembangunan tenaga kerja yang sesuai dengan jiwa Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945 melalui pengembangan sumber daya manusia memiliki peran dan
kedudukan yang penting untuk mewujudkan hubungan industrial yang sesuai dengan cita-
cita bangsa. Hal ini karena tenaga kerja adalah pelaku atau subyek pembangunan
sekaligus juga sebagai tujuan atau objek pembangunan nasional yang akan menentukan
kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Pembangunan ketenagakerjaan ini memilik tujuan utama untuk meningkatkan
kelangsungan hidup bangsa terutama pada negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Selain dari pada itu, pembangunan ketenagakerjaan juga bertujuan untuk
menyediakan lapangan kerja bagi setiap angkatan kerja sehingga dapat memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai dengan Pasal 27 ayat (2)
Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini tentunya berbicara
tentang perlindungan dan hak warga negara Indonesia dalam hal pekerjaan dan
keseluruhan penunjang kehidupan, dengan ukuran kriterianya adalah penghormatan
terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ini berarti berbagai tindakan yang bertentangan dengan
nilai-nilai tersebut tidak diperkenankan.2
Cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang
Dasar 1945 kemudian menjadi landasan yuridis bagi pemerintah Indonesia untuk
membuat regulasi mengenai hubungan industrial yaitu Undang-undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.

1
Emmy Latifah “Eksistensi Prinsip-Prinsip Keadilan Dalam Sistem Hukum Perdagangan
Internasional”, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2 Nomor 1 Tahun 2015 ISSN 2442-9325, hlm. 65.
2
Ali Abdurahman dkk, Perlindungan Bagi Pekerja Wanita Dalam Perspektif Ham dan Hukum,
UNPAD, 2001, Bandung: hlm. 8

1
Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menegaskan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan sama untuk
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin,
suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja
yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.3
Penjelasan umum undang-undang ini secara tegas menyamaratakan kedudukan laki-laki
maupun perempuan di depan hukum.
Pengertian perempuan secara etimologis berasal dari kata empu yang berarti “tuan”,
yaitu orang yang mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar. Namun menurut
Zaitunah Subhan kata perempuan berasal dari kata empu yang artinya dihargai.4
Berdasarkan arah kebijakan undang-undang tersebut, dilaksanakan program
perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja dimana salah satu kegiatan pokok
yang dilakukan adalah memberikan jaminan kerja untuk mencegah praktik-praktik
diskriminatif terhadap perempuan dan memastikan agar perempuan mendapatkan haknya.
Selain dari pada itu, undang-undang juga memberikan kesempatan tenaga kerja wanita
untuk tidak melaksanakan pekerjaan pada keadaan, tempat, dan waktu tertentu.
Pembatasan ini sehubungan dengan kondisi wanita yang secara kodrati berbeda dengan
pria.
Pada dasarnya wanita tidak dilarang melakukan pekerjaan, tetapi dibatasi
berdasarkan pertimbangan bahwa wanita itu lemah badannya dan untuk menjaga
kesehatan dan kesusilaannya. Oleh sebab itu, tenaga kerja wanita memiliki hak-hak
tertentu yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan
kewajibannya sebagai pekerja dan hak-hak tersebut tidak bisa disamaratakan dengan laki-
laki. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa masih saja ada pemberi kerja yang tidak
memperhatikan kondisi pekerja perempuan atas hak-hak dasar yang dimilikinya.
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dan mengangkatnya dalam bentuk makalah ilmiah dengan judul :
Perlindungan Hukum Bagi Pekerja/Buruh Perempuan di Indonesia.

3
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan edisi terbaru penjelasan umum
hlm.85 diterbitkan oleh fokusindo mandiri.2012.
4
Zaitunah Subhan, Kodrat Perempuan, Jakarta : El Kahfi, 2004, hlm. 19.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perlindungan Hukum Bagi Pekerja/Buruh Perempuan di Indonesia


Prinsip penempatan tenaga kerja wanita pada suatu perusahaan adalah bahwa
setiap tenaga kerja wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memilih,
mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam
satu perusahaan tertentu sesuai dengan keahlian juga kemampuan yang dimilikinya
dengan tidak melupakan kodrat wanita yang mempunyai sifat lemah lembut, teliti dan
cenderung lemah.
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ditetapkan
sebagai sebuah hak asasi manusia bagi warga Negara yang secara khusus telah dimuat di
dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 yang merupakan
dasar konstitusional Negara Indonesia. Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa: “tiap-tiap warga Negara Indonesia
berhak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan”.
Selain pasal di atas perlindungan hukum bagi pekerja/buruh perempuan diatur di
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat pula
aturan hukum yang lain yang mengatur tentang tenaga kerja wanita yaitu Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 224 Tahun 2003.

a. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan


1. Perlindungan Jam Kerja
Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00
sampai pukul 07.00). Hal ini diatur dalam Pasal 76 Undang-undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menetapkan:
(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)
tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00.
(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil
yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan
keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul
23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib :
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

3
(4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi
pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul
23.00 sampai dengan pukul 05.00.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur
dengan Keputusan Menteri.

Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu pengusaha yang


mempekerjakan wanita pada jam tersebut wajib :
a. Memberikan makanan dan minuman bergizi
b. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
c. Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat
dan pulang bekerja antara pukul 23.00 – 05.00

Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang


berumur di bawah 18 tahun (delapan belas) tahun ataupun perempuan
hamil yang berdasarkan keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan
keselamatan kandungannya apabila bekerja antara pukul 23.00 – 07.00.
Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan
makanan dan minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal
ketentuannya tidak boleh digantikan dengan uang.

2. Perlindungan dalam Masa Haid


Pada Pasal 81 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan diatur masalah perlindungan dalam masa haid. Pasal ini
menyebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan tidak wajib bekerja pada
hari pertama dan kedua pada waktu haid. Ketentuan ini kembali dikuatkan
dengan Pasal 93 ayat (2) huruf b yang menetapkan bahwa pekerja/buruh
perempuan masih menerima upah secara penuh meskipun ia tidak bekerja
karena haid pada hari pertama dan kedua.
Dalam pelaksanaannya lebih banyak pekerja/buruh perempuan
yang tidak menggunakan hak libur karena haid ini dengan alasan mereka
tidak mendapatkan premi hadir.

4
3. Perlindungan Selama Cuti Hamil
Pada Pasal 82 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil
meliputi : pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama
1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut
ketentuan dokter atau bidan. Selain daripada itu, untuk pekerja/buruh
wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh 1,5
bulan sesuai dengan keterangan dokter atau bidan. Selama masa cuti hamil
ini, pekerja/buruh wanita juga berhak menerima upah secara penuh.
Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak
membayar upah secara penuh.
4. Pemberian Lokasi Menyusui
Pasal 83 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
mengatur masalah ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada
pekerja wanita yang anaknya masih menyusui untuk menyusui anaknya
hanya efektif untuk yang lokasinya dekat dengan perusahaan.

b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik IndonesiaNo.


KEP-224/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang
Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 sampai dengan
07.00 (Kepmenaker 224/2003)
Pada Kepmenaker 224/2003 ini tidak mengatur hanya mengenai
pekerja perempuan yang lembur, tetapi mengenai perusahaan yang
mempekerjakan buruh/pekerja perempuan pada pukul 23.00-pukul 07.00.
Berdasarkan Pasal 2 Kepmenaker 224/2003, pengusaha yang mempekerjakan
buruh perempuan antara pukul 23.00-pukul 07.00 memiliki kewajiban-
kewajiban antara lain:
1. Memberikan Makanan dan Minuman Bergizi
a. Makanan dan minuman yang bergizi tersebut harus sekurang-
kurangnya memenuhi 1.400 kalori dan diberikan pada waktu istirahat
antara jam kerja (Pasal 3 ayat (1) Kepmenaker 224/2003);
b. Makanan dan minuman tidak dapat diganti dengan uang (Pasal 3 ayat
(2) Kepmenaker 224/2003);

5
c. Penyediaan makanan dan minuman, peralatan, dan ruangan makan
harus layak serta memenuhi syarat hygiene dan sanitasi (Pasal 4 ayat
(1) Kepmenaker 224/2003);
d. Penyajian menu makanan dan minuman yang diberikan kepada
pekerja/buruh harus secara bervariasi (Pasal 4 ayat (2) Kepmenaker
224/2003).
2. Menjaga Kesusilaan dan Keadaan Selama di Tempat Kerja
a. Menyediakan petugas keamanan di tempat kerja (Pasal 5 huruf a
Kepmenaker 224/2003);
b. Menyediakan kamar mandi/wc yang layak dengan penerangan yang
memadai serta terpisah antara pekerja/buruh perempuan dan laki-laki
(Pasal 5 huruf b Kepmenaker 224/2003)
3. Menyediakan Angkutan Antar Jemput Bagi Pekerja/Buruh Perempuan
yang Berangkat dan Pulang Bekerja Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan
05.00
a. Penguasaha wajib menyediakan antar jemput dimulai dari tempat
penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya (Pasal 6 ayat (1)
Kepmenaker 224/2003);
b. Penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan
sebaliknya antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 (Pasal 6 ayat
(2) Kepmenaker 224/2003);
c. Pengusaha harus menetapkan tempat penjemputan dan pengantaran
pada lokasi yang mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/buruh
perempuan (Pasal 7 ayat (1) Kepmenaker 224/2003);
d. Kendaraan antar jemput harus dalam kondisi yang layak dan harus
terdaftar di perusahaan (Pasal 7 ayat (2) Kepmenaker 224/2003).

6
BAB III
KESIMPULAN
Perlindungan hukum bagi pekerja/buruh perempuan diatur dalam peraturan perundang-
undangan di Indonesia antaranya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 224 Tahun 2003. Bentuk
perlindungan yang diberikan antara lain:
1. Perlindungan Jam Kerja
2. Perlindungan dalam Masa Haid
3. Perlindungan Selama Cuti Hamil
4. Pemberian Lokasi Menyusui
5. Memberikan Makanan dan Minuman Bergizi
6. Menjaga Kesusilaan dan Keadaan Selama di Tempat Kerja
7. Menyediakan Angkutan Antar Jemput Bagi Pekerja/Buruh Perempuan yang
Berangkat dan Pulang Bekerja Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 05.00

Anda mungkin juga menyukai