LANDASAN TEORI
2.1 DRAINASE
Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain (Suripin, 2004) :
a. Mengeringkan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah.
b. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.
c. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
d. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir.
Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu hujan, air
yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak
menimbulkan genangan yang dapat mengganggu aktivitas dan bahkan dapat
menimbulkan kerugian (R. J. Kodoatie, 2005).
II|1
b. Karena aliran lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko
kesehatan lingkungan bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya.
c. Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena terhindar dari
kelembaban.
d. Dengan sistem yang baik tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga
memperkecil kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan
lainnya.
II|2
3. Menurut fungsi
a. Single Purpose
Saluran berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja, misalnya air
hujan atau jenis air buangan lain seperti air limbah domestik, air limbah industry
dan lain-lain.
b. Multy Purpose
Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara
bercampur maupun bergantian.
4. Menurut konstruksi
a. Saluran Terbuka
Saluran untuk air hujan yang terletak di area yang cukup luas. Juga untuk
saluran air non hujan yang tidak mengganggu kesehatan lingkungan.
b. Saluran Tertutup
Saluran air untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan.
Juga untuk saluran dalam kota.
Sumber : Hasmar.2011
II|3
2. Paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang
(sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi perkembangan
kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.
Sumber : Hasmar.2011
3. Grid iron
Untuk daerah dimana sungainya terleteak di pinggir kota, sehingga saluran-
saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.
Sumber : Hasmar.2011
II|4
4. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya sungai pada pola alamiah lebih besar.
Sumber : Hasmar.2011
5. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah
Sumber : Hasmar.2011
6. Jaring-jaring
Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan cocok
untuk daerah dengan topografi datar.
II|5
Gambar 2.6 Jaringan Drainase Jaring-jaring
Sumber : Hasmar.2011
Saluran Utama adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan
dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan
daerah yang dilaluinya.
Saluran Cabang adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang
diperolah dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang ke
saluran utama.
Bentuk-bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran irigasi
pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat
membentuk dimensi yang ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan
menimbulkan permasalahan karena daya tampung yang tidak memadai.
Adapun bentuk-bentuk saluran antara lain :
1. Trapesium
Pada umumnya saluran ini terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup
kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan beton. Saluran ini memerlukan
cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan
serta air buangan domestik dengan debit yang besar.
II|6
Sumber: Drainase Perkotaan (SNI 03-3424-1990)
2. Persegi
Saluran ini terbuat dari pasangan batu dan beton. Bentuk saluran ini tidak
memerlukan banyak ruang dan areal. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan
limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar.
Gambar 2.8 Penampang Persegi
3. Segitiga
Saluran ini sangat jarang digunakan tetap mungkin digunakan dalam
kondisi tertentu.
Gambar 2.9 Penampang Segitiga
II|7
Sumber: Drainase Perkotaan (SNI 03-324-1990)
4. Setengah lingkaran
Saluran ini terbuat dari pasangan batu atau dari beton dengan cetakan
yang telah tersedia. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan
air hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar.
Gambar 2.10
Penampang Setengah
Lingkaran
II|9
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dangan menggunakan alat
ini berupa data pencatatan secara terus menerus pada kertas pencatat yang
dipasan pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisa
untuk memperoleh besaran intensitas hujan.
Cara ini menggunakan perhitungan rata-rata secara aljabar, tinggi curah hujan
diambil dari harga rata-rata dari stasiun pengamatan di dalam daerah yang ditinjau.
1
R= ( R1 + R2 + … . . + Rn )
𝑛
Dimana :
II|10
Uji konsistensi bertujuan untuk menguji kebenaran data yang diperoleh,
karena data hasil dari pengukuran curah hujan tidak sepenuhnya benar. Kesalahan
data disebabkan karena perubahan lokasi stasiun hujan, perubahan sistem
lingkungan atau perubahan prosedur pengamatan yang sangat berpengaruh
terhadap pengukuran curah hujan yang ada. Hasil dari pengukuran tersebut bisa saja
tidak sesuai dan tidak konsisten sehingga menyebabkan penyimpangan terhadap
hasil perhitungan.
Data hujan disebut konsisten jika data yang terukur dan dihitung adalah teliti
dan benar serta sesuai dengan fenomena saat hujan itu terjadi. Konsistensi data dari
suatu stasiun pengamatan dapat dilakukan dengan metode kurva massa ganda
(double mass curve). Metode kurva massa ganda digunakan untuk data curah hujan
tahunan dengan jangka waktu pengamatan yang panjang. Metode ini
membandingkan hujan kumulatif dari stasiun hujan yang diteliti dengan harga-harga
kumulatif curah hujan rata-rata dari beberapa stasiun hujan yang berdekatan. Nilai
kumulatif tersebut digambarkan pada sistem koordinat kartesian x-y, kurva tersebut
diperiksa untuk melihat kemiringan (trend). Jika garis berbentuk lurus, berarti data
konsisten. Jika kemiringan patah/berubah, berarti data tidak konsisten perlu dikoreksi
dengan mengalikan data setelah kurva berubah dengan perbandingan kemiringan
setelah dan sebelum kurva patah.
II|11
penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka standar deviasi akan
kecil.
Rumus ;
1
1
𝑠= [ ∑𝑛 (𝑥 − 𝑥)2 ]...................................................................................(2.1)
𝑛−1 𝑖=1 𝑖
Dimana :
S = deviasi standar
Xi = nilai variat
X = nilai rata-rata
N = jumlah data
Rumus :
𝑛 ∑𝑛
𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋)
3
𝐶𝑠 = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑆 3 .................................................................................(2.2)
Dimana :
CS = koefisien kemencengan
Xi = nilai variat
X = nilai rata-rata
N = jumlah data
S = standar deviasi
Dimana :
Ck = koefisien kurtosis
II|12
Xi = nilai variat
X = nilai rata-rata
N = jumlah data
S = standar deviasi
Keterangan :
Cv = koefisien variasi
S = standar deviasi
X = nilai rata-rata
a. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.
Perhitungan curah hujan rencana menurut metode distribusi normal, mempunyai
persamaan sebagai berikut:
𝑋𝑇 = 𝑋 + 𝐾𝑇 𝑆 .......................................................................................(2.5)
Keterangan:
XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-
tahunan,
X = Nilai rata-rata hitung variat,
S = Deviasi standar nilai variat,
KT = Faktor frekuensi
II|13
Untuk mempermudah perhitungan, nilai faktor frekuensi (KT) umumya
sudah tersedia dalam tabel, disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss
(Variable reduced Gauss), seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.1
𝑌𝑇 −Ȳ
𝐾𝑇 = 𝑆
..........................................................................................(2.7)
II|14
Keterangan:
YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahun
Ȳ = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi
c. Distribusi Gumbel
Faktor frekuensi untuk distribusi ini dapat dihitung dengan mempergunakan
persamaan sebagai berikut :
3. Hitung besarnya curah hujan untuk periode ulang t tahun dengan rumus :
𝑌𝑇 −𝑌𝑛
𝑋𝑇 = 𝑥 + 𝑆𝑑 ...................................................................(2.10)
𝜎𝑛
Keterangan :
Xt = Besarnya curah hujan untuk t tahun (mm)
Yt = Besarnya curah hujan rata-rata untuk t tahun (mm)
Yn = Reduce mean deviasi berdasarkan sampel n
σn = Reduce standar deviasi berdasarkan sampel
n = Jumlah tahun yang ditinjau
Sd = Standar deviasi (mm)
x = Curah hujan rata-rata (mm) x
Xi = Curah hujan maximum (mm)
Harga Yn berdasarkan banyaknya sampel n dapat dilihat pada tabel 2.2
berikut ini:
Tabel 2.2 Hubungan reduce mean (Yn) dengan banyaknya sampel (n)
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 , , , , , , , , , ,
10 495 449 503 507 510 512 515 518 520 522
II|15
2 , , , , , , , , , ,
20 523 525 526 528 529 530 532 533 534 535
3 , , , , , , , , , ,
30 536 537 538 538 539 540 541 541 542 543
4 , , , , , , , , , ,
40 543 544 544 545 545 546 546 547 547 548
, , , , , , , , , ,
50 548 549 549 549 550 550 550 551 551 551
6 , , , , , , , , , ,
60 552 552 552 553 553 553 553 554 554 554
7 , , , , , , , , , ,
70 554 555 555 555 555 555 555 556 556 556
8 , , , , , , , , , ,
80 556 557 557 557 557 558 558 558 558 558
9 , , , , , , , , , ,
90 558 558 558 559 559 559 559 559 559 559
1 ,
100 560
Hubungan periode ulang untuk t tahun dengan curah hujan rata - rata dapat dilihat
pada tabel 2.3
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2504
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Sistem Drainase Perkotaan, Nomor 12/Prt/M/2014)
Harga reduce standar deviasi (σn) dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Hubungan reduce standar deviasi (σn) dengan banyaknya sampel (n)
II|16
n. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,94 0,96 0,98 ,99 1 1,02 ,03 1,04 1,04 ,05
20 1,06 1,06 1,07 ,08 1,08 1,09 ,09 1,1 1,1 1,1
30 1,11 1,11 1,11 ,12 1,12 1,12 ,13 1,13 1,13 ,13
40 1,14 1,14 1,14 ,14 1,14 1,15 ,15 1,15 1,15 ,15
50 1,16 1,16 1,16 ,16 1,16 1,16 ,16 1,16 1,16 ,16
60 1,17 1,17 1,17 ,17 1,17 1,17 ,17 1,17 1,17 ,17
70 1,18 1,18 1,18 ,18 1,18 1,18 ,18 1,18 1,18 ,18
80 1,19 1,19 1,19 ,19 1,19 1,19 ,19 1,19 1,19 ,19
90 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
100 1,2
Keterangan:
Log X = Rata-rata logaritma data
II|17
n = Banyaknya tahun pengamatan
Sd = Standar deviasi
G = Koefisien kemencengan
K =Variabel standar (standardized variable) untuk X yang
besarnya tergantung koefisien kemiringan G
Tabel 2.5 Distribusi Log Pearson Type III untuk Koefisien Kemencengan G
II|18
Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)
II|19
Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar yang mungkin terjadi
pada suatu daerah tertentu pada periode ulang tertentu, yang dipakai sebagai dasar
perhitungan dalam perencanaan suatu dimensi bangunan air. Menentukan curah
hujan rerata harian maksimum daerah dilakukanberdasarkan pengamatan beberapa
stasiun pencatat hujan. Perhitungan curah hujan rata-rata maksimum ini dapat
menggunakan beberapa metode, diantaranya menggunakan metode rata –rata
aljabar, garis Isohiet, dan poligon Thiessen .
1
R = 𝑛 ( R1 + R2 + … . . + Rn ) .......................................................(2.15)
Dimana :
R = Curah hujan rata-rata rendah.
n = Jumlah titik atau pos pengamatan.
R1 + R2 +… + Rn = curah hujan ditiap titik pengamatan.
1
II|20
1
0
Sumber : Hasmar.2011
𝐴1 𝑑1 +𝐴2 𝑑2 +⋯+𝐴𝑛 𝑑𝑛
𝑑= .......................................................(2.18)
𝐴1 +𝐴2 +⋯+𝐴𝑛
𝑑 = 𝑝1 . 𝑑1 + 𝑝2 . 𝑑2 + ⋯ + 𝑝𝑛 . 𝑑𝑛 ...........................................(2.19)
Dimana:
d = Curah hujan harian rerata maksimum (mm)
dn = Curah hujan pada stasiun penakar (mm)
An = Luas daerah pengaruh stasiun pencatat hujan (km2)
Pn= Faktor koreksi (An/∑ 𝐴)
II|21
a. Tentukan curah hujan harian maksimum pada stasiun-stasiun lain pada bulan
untuk masing-masing stasiun
b. Cari besarnya curah hujan pada stasiun-stasiun lain pada bulan kejadian
yang sama dalam tahun sama
c. Dalam tahun yang sama, dicari hujan maksimum tahunan untuk stasiun
berikutnya
d. Dengan metode Thiesen dipilih salah satu yang tertinggi pada setiap tahun
Data curah hujan yang terpilih adalah merupakan data hujan maksimum
daerah (basin rainfall)
(
Sumber:Soemarto (1999)
Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara aljabar.
Akan tetapi penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain umpananya
untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan
pada salah satu titik pengamatan.
II|23
Timbunan Tanah 0,100
II|24
Berbukit Dan Tidak Beraturan Metode Isohiet
Catchment area adalah suatu daerah tadah hujan dimana air yang mengalir pada
permukaannya ditampung oleh saluran yang bersangkutan. Sistem drainase yang baik
yaitu apabila ada hujan yang jatuh di suatu daerah harus segera dapat dibuang, untuk
itu dibuat saluran yang menuju saluran utama.
Untuk menentukan daerah tangkapan hujan tergantung kepada kondisi lapangan
suatu daerah dan situasi topografinya / elevasi permukaan tanah suatu wilayah
disekitar saluran yang bersangkutan yang merupakan daerah tangkapan hujan dan
mengalirkan air hujan kesaluran drainase. Untuk menentukan daerah tangkapan hujan
(Cathment area) sekitar drainase dapat diasumsikan dengan membagi luas daerah
yang akan ditinjau
Gambar 2.13 Lintasan aliran waktu inlet time (to) dan conduit time (td)
II|25
Dengan :
2 𝑛𝑑 0,167
𝑡𝑜 = (3 𝑥 3,28 𝑥𝐿𝑜𝑥 ) ..............................................................................(2.25)
√𝑆
𝐿
𝑡𝑑 = 60𝑣 .....................................................................................................(2.26)
Dimana :
S = Kemiringan saluran,
L = panjang saluran (m),
Lo = jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m),
V = kecepatan rata-rata didalam saluran (m/det)
nd = Koefisien hambatan berdasarkan tabel 2.9
2 Kerikil 5 - 7,5
3 Pasangan 7,5
(Sumber : Petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008/T/BNKT/1990, BINA MARGA)
II|26
Kerikil Halus 0,75
Lempung Kokoh 0,75
Lempung Padat 1,1
Kerikil Kasar 1,3
Batu-Batu Besar 1,5
Pasangan Batu 1,5
Beton 1,5
Beton Bertulang 1,5
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Sistem Drainase Perkotaan, Nomor 12/Prt/M/2014)
Debit air hujan (limpasan) adalah volume aliran yang terjadi di permukaantanah
yang disebabkan oleh turunnya hujan dan terkumpulnya membentuk suatu aliran. Aliran
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhiyaitu jenis permukaan
tanah, luas daerah limpasan, dan intensitas curah hujan. Debit air hujan ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Q Air Hujan= 0.278 C I A……………………………………………………….……….(2.28)
Keterangan :
II|27
3
Q = Debit limpasan (m /det)
C = Koefesien pengaliran (tabel)
I = Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam
2
A = Luas daerah pengaliran (km )
1. Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang
membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Besaran ini di
pengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah.
Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan kemungkinan adanya
perubahan tata guna lahan di kemudian hari.
Sumber:(Gunadarma, 2011)
II|28
Air buangan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet dan airbuangan yang
mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat-alat plambing.
b. Air Bekas :
Air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya seperti bak mandi, baik
cuci tangan, bak dapur dan lain-lain.
c. Air Hujan :
Air buangan yang berasal dari atap bangunan, halaman dan sebagainya.
Air limbah rumah tangga didapat berdasarkan kebutuhan air bersih dandiambil 70%,
sisanya dipakai pada proses industri, penyiraman kebun, dan lain-lain.
2.9 HIDROLIKA
II|29
Zat cair dapat diangkut dari suatu tempat lain melalui bangunan
pembawaalamiah maupun buatan manusia. Bangunan pembawa ini dapat terbuka
maupun tertutup bagian atasnya. Saluran yang tertutup bagian atasnya disebut
saluranmtertutup (closed conduits), sedangkan yang terbuka bagian atasnya disebut
saluran terbuka (open channels).
Pada sistem pengaliran melalui saluran terbuka terdapat permukaan airyang
bebas (free surface) di mana permukaan bebas ini dipengaruhi oleh tekanan udara
luar secara langsung, saluran terbuka umumnya digunakan pada lahan yang masih
memungkinkan (luas), lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang, beban kiri dan kanan
saluran relatif ringan. Pada sistem pengaliran melalui saluran tertutup (pipa flow)
seluruh pipa diisi dengan air sehingga tidak terdapat permukaan yang bebas, oleh
karena itu permukaan tidak secara langsung dipengaruhi oleh tekanan udara luar,
saluran tertutup umumnya digunakan pada daerah yang lahannya terbatas (pasar,
pertokoan), daerah yang lalu lintas pejalan kakinya relatif padat, lahan yang dipakai
untuk lapangan parkir.
Berdasarkan konsistensi bentuk penampang dan kemiringan dasarnya
saluran terbuka dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Saluran prismatik (prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk penampang
melintang dan kemiringan dasarnya tetap.
Contoh : saluran drainase, saluran irigasi.
b. Saluran non prismatik (non prismatic channel), yaitu saluran yang bentuk
penampang melintang dan kemiringan dasarnya berubah-ubah.
Contoh : sungai
Keterangan:
V = Kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/det)
II|30
K = Koefisien kekasaran (tabel 2.6)
R = Radius hidrolis (m)
S = Kemiringan rata-rata saluran
F = Luas penampang basah saluran (m²)
P = Keliling basah saluran (m)
Q = Debit aliran (m³/det)
Penurunan rumus perhitungan luas penampang basah saluran (F):
𝐹 = (𝑏 + 𝑚. 𝑦). 𝑦 ...........................................................................................(2.32)
Keterangan:
b = Lebar dasar saluran (m)
m = Perbandingan kemiringan lining
y = Ketinggian saluran (m)
Penurunan rumus perhitungan keliling basah saluran (P):
𝑃 = 𝑏 + 2. 𝑦. √12 + 𝑚2...........................................................................................(2.33)
Keterangan:
b = Lebar dasar saluran (m)
m = Perbandingan kemiringan lining
y = Ketinggian saluran (m)
Debit aliran yang sama dengan debit akibat hujan, harus dialirkan pada
II|31
saluranbentuk persegi, segitiga, trapesium, dan setengah lingkaran untuk drainase
mukatanah (surface drainage).
1. Dimensi Saluran
a. Penampang Persegi
i.Luas Penampang (A) = B x H ..............................(2.34)
= 2H x H
2
= 2H (m)
ii.Keliling Basah (P) = B + 2H ...........................(2.35)
2
= 2H + 2H(m)
iii. Jari-Jari Hidrolis ® = A/P ..................................(2.36)
= BH
B + 2H
= 2H2
2H + 2H
= BH
2H2
4H
= H
2 (m)
2. Kemiringan Saluran
Yang dimaksud kemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan
kemiringan dinding saluran. Kemiringan dasar saluran ini adalah kemiringan dasar
saluran arah memanjang dimana umumnya dipengaruhi oleh kondisi topografi, serta
tinggi tekanan diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan
yangdiinginkan.
Kemiringan dasar saluran maksimum yang diperbolehkan adalah 0.005 –0.008
tergantung pada saluran yang digunakan. Kemiringan yang lebih curamdari 0.002
bagi tanah lepas sampai dengan 0.005 untuk tanah padat akanmenyebabkan erosi
(penggerusan).
Keterangan :
II|32
V = Kecepatan aliran air (m/det)
n = Koefisien kekasaran manning (tabel 2.15)
R = Radius Hidrolik
I = Kemiringan saluran
3. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran adalah kecepatan aliran air pada saluran drainase, yang
didapatkan dati tabel 2.14 atau dihitung dengan rumus Manning atau Chezy.
1 2/3 1/2
a. Rumus Manning :𝑣 = R I ………….…………….………...…….(2.39)
𝑅
II|33
Keterangan :
V = Kecepatan aliran air (m/det)
n = Koefisien kekasaran manning (tabel 2.15)
R = Radius Hidrolik
I = Kemiringan saluran
C = Koefisien Pengaliran
Saluran Alam :
1. Bersih, lurus, tetapi tanpa pasir 0.028 0.030 0.033
dan tanpa celah
2. Berliku, bersih, tetapi berpasir dan 0.034 0.040 0.045
berlubang
3. Idem 3, tidak dalam, kurang 0.045 0.050 0.065
beraturan
4. Aliran lambat, banyak tanaman 0.060 0.070 0.080
dan lubang dalam
II|34
5. Tumbuh tinggi dan padat 0.100 0.125 0.150
Saluran Dilapisi :
1. Batu kosong tanpa adukan semen 0.030 0.033 0.035
2. Idem 1 dengan adukan semen 0.020 0.025 0.030
3. Lapisan beton sangat halus 0.011 0.030
0.012
4. Lapisan beton biasa dengan 0.014 0.014 0.013
tulangan baja
5. Idem 4, tetapi tulangan kayu 0.016 0.016 0.018
Sumber:(Gunadarma, 2011)
Jagaan saluran adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air
pada kondisi rancang.Jarak ini harus cukup untuk mencegah gelombang atau
kenaikan muka air yang melimpah ke tepi. Untuk menghitung sebuah jagaanbiasa
menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
W = Jagaan Saluran (m)
H = Tinggi Kedalaman Air (m)
2.12.1 Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah saluran tertutup yang digunakan untuk mengalirkan air
melewati jalan raya, rel kereta api, atau timbunan lainnya. Gorong-gorong biasanya
dibuat dari beton, alumunium gelombang, baja gelombang dan lainnya. Penampang
II|35
gorong-gorong berbentuk bulat, persegi, oval, tapal kuda, dan segitiga. Untuk
menghitung sebuah gorong-gorong biasa mengunakan rumus sebagai berikut :
II|36
………………………… 2.42
Keterangan :
A = Luas penampang Gorong- gorong ( m² ).
D = Diameter gorong- gorong (m).
II|37