Anda di halaman 1dari 11

BAB III

KEGIATAN EKSPLORASI

III.1 Prospeksi
Prospeksi merupakan kegiatan penyelidikan, pencarian, atau penemuan endapan-
endapan mineral berharga. Atau dengan kata lain kegiatan ini bertujuan untuk
menemukan keberadaan atau indikasi adanya bahan galian yang akan dapat atau
memberikan harapan untuk diselidiki lebih lanjut.

Pada tahap prospeksi ditemukan adanya urat-urat timah berasosiasi dengan


tourmaline dan urat kuarsa bertimah. Batuan metasedimen ini berasal dari batupasir
dan batulempung. Pada umumnya berada dalam keadaan lapuk, terutama di sekitar
zona kontak dengan granit. Batuan ini mempunyai arah N 80º sampai N 120º
dengan kemiringan lapisan 70º. Lapisan ini terletak di atas granit dan batuan
metasedimen. Aluvial ini merupakan rombakan dan transportasi dari batuan
metasedimen serta pecahan granit yang telah lapuk.

III.2 Eksplorasi Awal / Pendahuluan


Dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian yang diperlukan masih
kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam eksplorasi pendahuluan juga
berskala kecil 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan pada tahap ini adalah :

III.2.1 Studi Literatur


Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi terhadap
data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-catatan
lama, laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah
pemilihan lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi
regional dan provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk
memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi
dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan tanda-tandanya
dapat dilihat di lapangan.

10
11

III.2.2 Survei Dan Pemetaan


Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka survei
dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat dimulai
(peta topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu
dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada peta
geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa langsung ditujukan
untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan), melengkapi peta
geologi dan mengambil conto dari singkapan-singkapan yang penting.

Gambar III.1
Peta Geologi Kabupaten Belitung
Sumber : http://psdg.bgl.esdm.go.id

Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian (sasaran langsung),


yang perlu juga diperhatikan adalah perubahan/batas batuan, orientasi lapisan
batuan sedimen (jurus dan kemiringan), orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya.
Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar dengan bantuan alat-alat
seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter, serta tanda-tanda alami seperti
bukit, lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dll. Dengan demikian peta geologi
dapat dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).
12

Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan dan
dibuat penampang tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan
model geologi hepatitik tersebut kemudian dirancang pengambilan conto dengan
cara acak, pembuatan sumur uji (test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika
diperlukan dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot
dengan tepat di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.).

Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan,
gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan
apakah daerah survei yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau
tidak. Kalau daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan
dengan tahap eksplorasi selanjutnya.

1. Sumur Uji
Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau
pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji ini
dilakukan jika dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya
suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan
dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal. Sumur uji ini umum
dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan
pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
1). Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk
mendapatkan kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi
litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi
endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling
(lihat Gambar III.5). Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman
sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya
batubara dan mineralisasi berupa urat (vein).
2). Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau
residual), pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-
batas zona lapisan (zona tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan
masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing zona, serta pada
deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.
13

3). Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 3–5 m
dengan kedalaman bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur
uji. Pada endapan lateritik atau residual, kedalaman sumur uji dapat
mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.

Gambar III.2
Sketsa pembuatan sumur uji (Chaussier et al., 1987)
Sumber : http://oon-line.blogspot.com

Dalam pembuatan sumur uji tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai


berikut :
I. ketebalan horizon B (zona laterit/residual),
II. ketinggian muka airtanah,
III. kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
IV. kekuatan dinding lubang, dan
V. kekerasan batuan dasar.

2. Channel Sampling
Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan
membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih
(mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm,
kedalaman 3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan
lapisan.
14

Channel sampling pada sumur uji


a. Channel sampling dapat
dilakukan dinding sumur uji.
b. Channel sampling memotong
tegak lurus bidang perlapisan.
c. Secara vertikal, dapat dibuat
sub-channel sesuai kebutuhan.

Gambar III.3
Sketsa pembuatan channel pada sumur uji untuk endapan berlapis
Sumber : https://densowestliferz.wordpress.com

Informasi-informasi yang harus direkam dalam pengambilan conto dari setiap


alur adalah sebagai berikut :
1). Letak lokasi pengambilan conto dari titik ikat terdekat.
2). Posisi alur (memotong vein, vertikal memotong bidang perlapisan, dll.).
3). Lebar atau tebal zona bijih/endapan (lebar horizontal, tebal semu, atau
tebal sebenarnya).
4). Penamaan (pemberian kode) kantong conto, sebaiknya mewakili interval
atau lokasi sub-channel.
5). Tanggal pengambilan dan identitas conto.

Sedangkan informasi-informasi yang sebaiknya juga dicatat (dideskripsikan)


dalam pengambilan conto adalah :
1). Mineralogi bijih atau deskripsi endapan yang diambil contonya.
2). Penaksiran visual zona mineralisasi (bijih, waste, pengotor, dll.).
3). Kemiringan semu atau kemiringan sebenarnya dari badan bijih.
4). Deskripsi litologi atau batuan samping.
5). Dan lain-lain yang dianggap perlu dalam penjelasan kondisi endapan.

3. Trenching (pembuatan paritan)


Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi
singkapan atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
1). Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan
cara menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang
15

perlapisan (terutama pada endapan berlapis). Informasi yang diperoleh


antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan
lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan), serta dapat
sebagai lokasi sampling.
2). Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa
series dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan
bijih, sehingga batas zona bijih tersebut dapat diketahui . Informasi yang
dapat diperoleh antara lain ; adanya zona alterasi, zona mineralisasi, arah
relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai lokasi sampling.
Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona
bijih/minerasisasi/badan endapan dapat diketahui.

Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum sebagai


berikut :
1). Terbatas pada overburden yang tipis,
2). Kedalaman penggalian umumnya 2–2,5 m (dapat dengan tenaga manusia
atau dengan menggunakan eksavator/back hoe),
3). Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah,
sehingga dapat terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).

30°
TP-6
30°

TP-5 HB IV-2

20°
HB IV-1
TP-4
TR-D.3

30°
TR-D.2 HB III-3
Garis singkapan TR-D.1 30°
batubara TR-C.4 HB III-2

48°
Singkapan TR-C.3 HB III-1
48°
TR-C.2
HB I-8 Pemboran dangkal TP-3

Paritan uji TR-C1


TR-C1 HB I-8
TR-B2
HB I-7
48°
TR-B1
TR-2

Gambar III.4
Sketsa lokasi pembuatan paritan pada garis singkapan
Sumber : http://oon-line.blogspot.com
16

III.3 Eksplorasi Detail


Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada
mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan tahap eksplorasi detail
(White, 1997). Kegiatan utama dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang
lebih dekat (rapat), yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk
mendapatkan data yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan
(volume cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari
sampling yang rapat tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi
terukur, dengan kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan demikian
perencanaan tambang yang dibuat menjadi lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.

Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan,


kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta
data mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran
struktur (kalau ada) akan sangat memudahkan perencanaan kemajuan tambang,
lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga penting untuk
merencanakan produksi bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan tambang maupun
prioritas bantu lainnya.

III.3.1 Pemboran
Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan
kapan kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat
penting jika kegiatan yang dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari
permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mineralisasi dari
permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan pemboran dapat dihentikan
jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah
permukaan secara menyeluruh.

Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan


direncanakan dengan baik adalah :
1. kondisi geologi dan topografi,
2. tipe pemboran yang akan digunakan,
3. spasi pemboran,
4. waktu pemboran, dan
17

5. pelaksana (kontraktor) pemboran.

Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain :


1. identifikasi struktur geologi,
2. sifat fisik batuan samping dan badan bijih,
3. mineralogi batuan samping dan badan bijih,
4. geometri endapan,
5. sampling, dll.

Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotary drilling,
percussive drilling, dan rotary-percussive drilling. Pada mekanisme rotary drilling
terdapat tiga macam penggerak atau pemutar stang bor yaitu spindle, rotary table,
dan top drive. Mesin penggerak yang digunakan dapat bekerja secara mekanik
(dengan bahan bakar) maupun elektrik. Mata bor yang sering digunakan umumnya
berupa tricone bit untuk pemboran open hole (non coring) ataupun diamond bit
untuk pemboran inti (coring).

Gambar III.5
Alat Bor dan bagian-bagiannya
Sumber : https://datenpdf.com
18

III.3.2 Perencanaan Pemboran


Metode pemboran yang digunakan bergantung kepada asumsi letak dan ketebalan
target yang akan dibor berdasarkan pada informasi/data permukaan yang diperoleh.
Dengan melakukan pemboran, maka dapat dievaluasi kembali konsep dan prediksi
geologi (interpretasi) yang telah ada sebelumnya.

Pembuatan lubang bor secara vertikal digunakan untuk kondisi dimana zona
mineralisasi diperkirakan pada kedalaman yang dangkal atau pada endapan
disseminated. Namun demikian kondisi lubang bor yang cenderung miring atau
curam biasanya digunakan untuk target endapan yang mempunyai kemiringan yang
besar, dengan tujuan agar dapat menembus zona mineralisasi pada sudut 900 (relatif
tegak lurus). Selain itu dari pemboran juga diharapkan dapat diketahui batas-batas
zona pelapukan, zona oksidasi, atau zona bijih (batuan dasar).

S
DDH 02
N
40°
Overburden
(tanah penutup) Anomali

Weathered zone
(zona pelapukan) 50°

"Fresh" bedrock
(batuan dasar segar)
i
as
lis

EOH
a
er
in
m
na
Zo

Gambar III.6
Lay out penampang pemboran (Annels, 1991)
Sumber : Buku Ajar Teknik Eksplorasi

III.3.3 Pola Pemboran


Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline) dari beberapa endapan
dan juga kemenerusan dari endapan tersebut yang berfungsi untuk perhitungan
cadangan. Metode pemboran yang akan digunakan bergantung kepada akses
permukaan. Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan grid yang
teratur pada suatu zona mineralisasi. Hal ini akan memberikan data statistik yang
19

baik dan penampang geologi dengan proyeksi minimum. Pagaran sangat baik
dibuat pada jarak 200–400 m dengan interval lubang antara 100–200 m sehingga
memberikan ruang untuk pengisian kembali. Letak lubang khusus sangat penting
dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku terhadap arah kemiringan rata-rata.

Sebelum membor sebuah lubang, disarankan untuk membuat penampang


memanjang hal ini bertujuan untuk deviasi lubang jika memungkinkan. Pemboran
sangat mahal dan memerlukan waktu yang banyak dalam kegiatan eksplorasi
karena obyeknya adalah jumlah lubang yang pasti dan dilengkapi dengan data kadar
dan tonase tiap level dari zona mineralisasi. Permasalahan utama yang dihadapi
dalam perhitungan cadangan adalah zona pengaruh tiap conto belum dapat
diketahui sampai setengah perkerjaan selesai.

N
Anomali

4 1 2 5

6 3 7
Drill lines

8 9 Titik bor
tambahan
(In fill drilling)

S
Gambar III.7
Lay out pemboran berdasarkan anomali permukaan (Annels,1991)
Sumber : Buku Ajar Teknik Eksplorasi

Sedangkan pada Gambar II.8 dapat dilihat penampang hasil interpretasi suatu series
pemboran dalam penentuan zona bijih, dimana pemboran yang dilakukan
merupakan kombinasi antara bor tegak dan pemboran miring.
20

Gambar III.8
Sketsa suatu hasil pemboran dalam penentuan badan bijih suatu endapan (Evans, 1995)
Sumber : Buku Ajar Teknik Eksplorasi

III.3.4 Hasil Data Pemboran


Data pemboran pada daerah penelitian terdiri dari 687 lubang bor yang tersebar merata
pada daratan maupun lepas pantai, dengan kedalaman mencapai kedalaman 81,4 meter
dari permukaan laut, pemboran akan dihentikan bila sudah mencapai batuan dasar (bed
rock). Data pemboran yang didapat berupa deskripsi cutting batuan, yang terdiri dari
nomor lubang bor, diskripsi litologi tiap spasi kedalaman yaitu 2 meter dan hasil analisa
contoh cutting berupa data kekayaan kandungan mineral cassiterite.

Gambar III.9
Peta Sebaran Lubang Bor
Sumber : Buku Ajar Teknik Eksplorasi

Anda mungkin juga menyukai