Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH COMMUNITY DEVELOPMENT


(SEMESTER GANJIL 2019)

KEBIJAKAN HARGA SEKTOR PERTANIAN

OLEH
1. NAMA : ANNUUR
NIM : P022191026

2. NAMA : RONALD JUNEDIE ANENG


NIM : P022191031

3. NAMA : ROSMA HERYANI


NIM : P022191032

PROGRAM STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ i


I. PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
II. PERAN PEMERINTAH DALAM KEBIJAKAN HARGA PERTANIAN ...... 3
1. Kebijakan Harga Pertanian .......................................................................... 3
2. Peran Pemerintah Dalam Penentuan Harga ............................................. 4
III. PENGUATAN KELEMBAGAAN KOMUNITAS SEKTOR PERTANIAN . 7
1. Proses integritas ............................................................................................ 7
2. Peningkatan Kesadaran ............................................................................... 7
3. Demokrasi partisipatif ................................................................................... 7
IV. PENUTUP.......................................................................................................... 10
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 11

i
I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Paradigma pembangunan dari waktu ke waktu terus mengalami


perubahan dan terbagi menjadi berbagai tope mulai kapitalisme, sosialis,
modernisasi, liberalism dan kemudian pada akhirnya muncul terori
pemberdayaan. Lebih lanjut pemberdayaan dianggap sebuah alternatif dari
berbagai teori yang ada, dimana yang menjadi pemeran utama dari teori
pemberdayaan adalah masyarakat secara langsung. Masyarakat menjadi
subyek dari pembaangunan itu sendiri, sehingga peran sertanya menjadikan
suatu hal penting dalam sebuah proses mulai dari perencanaan hingga
pelaksanaan sebuah program kegiatan pembangunan.
Lebih lanjut pembangunan yang menjadikan masyarakat sebagai
subjek sangat banyak namun bidang pertanian adalah yang terpenting.
Sektor pertanian merupakan prioritas utama dalam suatu negara. Sektor
pertanian yang baik dan kuat menjadikan sebuah negara menjadi mandiri
dan eksis, karena sektor pertanian merupakan basis utama pertahanan dan
kesejahteraan. Oleh karena itu pengembangan dan penguatan sektor
pertanian menjadi sesuatu yang sangat urgen.
Dalam hal pengembangan dan penguatan sektor pertanian tidak
hanya berorientasi pada peningkatan hasil produksi saja, namun juga pada
bagaimana menjaga kestabilan harga. Peran pemerintah dalam menjaga
kestabilan harga di tingkat nasional sangat penting melalui bebagai kebijakan
yang dikeluarkan. Kebijakan harga output pertanian memiliki tiga fungsi yaitu
(1). Untuk mengalokasikan sumber-sumber hasil pertanian (2).
Mendistribusian hasil pertanian dan (3). Untuk mendorong atau mengambat
investasi dan kapitalisme di bidang pertanian. Memang tidak dapat dipungkiri
bahwa stabilitas harga bahan pokok pada tingkatan nasional dipengaruhi
oleh berbagai hal (1). suplai dan demand yang dipengaruhi kondisi cuaca,
(2). distribusi dan logistik menyumbang dampak terhadap fluktuasi harga
bahan kebutuhan pokok, (3). faktor eksternal (pengaruh harga luar negeri),
(4). Adanya spekulan bahan pokok.
1
Pada tingkatan lokal atau dalam hal unsur dasar Local Social System
(LSS) house hold, local community local market dan local
administration,keempat unsur tersebut merupakan sebuah kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan serta setiap elemen LSS serta memiliki peran masing-
masing dalam terwujudnya program community development. Kuatnya
komunitas lokal dapat mempengarui kebijakan harga di tingkat lokal
sehingga harga komoditi tidak mudah dimainkan serta diatur oleh para
spekulan atau kapitalis tingkat lokal. Kebijakan harga merupakan salah satu
kebijakan yang terpenting di banyak negara dan biasanya digabung dengan
kebijakan pendapatan sehingga disebut kebijakan harga dan pendapatan
(price and economic policy). Kebijakan harga adalah suatu kebijakan yang
sering di ambil oleh pemerintah untuk melindungi masyarakat secara luas,
baik itu produsen maupun konsumen. Peran pemerintah pada tingkatan ini
sangat dibutuhkan mengapa jika pada tingkatan ini dapat terjaga maka
secara umum kestabilan harga dapat terkontrol dan terjaga sampai tingkatan
nasional.

2
II. PERAN PEMERINTAH DALAM KEBIJAKAN HARGA PERTANIAN

1. Kebijakan Harga Pertanian


Kebijakan harga adalah keputusan mengenai harga-harga yang akan
ditetapkan pada suatu produk tertentu yang akan diikuti untuk suatu jangka
waktu tertentu. Sebagai contoh di negara yang pangsa pengeluaran pangan
penduduknya masih besar selalu dijumpai permasalahan kurang pangan
sehingga memerlukan perhatian pemerintah. Perhatian tersebut di antaranya
berupa kebijakan harga pangan yang bertujuan memberi insentif bagi petani
untuk memproduksi pangan dan menjamin harga pangan yang stabil bagi
konsumen.
Tujuan kebijakan harga dapat meredam fluktuasi harga yang tinggi.
Oleh karenanya kebijakan harga pertanian di negara-negara berkembang
menjadi penting dan dapat memiliki dampak yang luas. Namun demikian
penerapan kebijakan harga ini sebaiknya memperhatikan rasio/nisbah
terhadap harga pangan lainnya atau harga relatif, karena untuk bahan
pangan yang merupakan kebutuhan utama masyarakat luas dapat
menimbulkan dampak negatif apabila itu merupakan pangan subsitusi
maupun komplementer.
Pada kenyataannya, terutama di Indonesia, kebijakan harga pangan
selalu terfokus pada salah satu pangan utama saja, yaitu beras; dan terjebak
dalam lingkaran kepentingan jangka pendek (Jamal, E., et al., 2007).
Stabilitas harga sektor pertanian dalam situasi apapun merupakan kunci
sebuah negara dalam mengatasi persoalan perekonomian. Melalui kebijakan
harga komoditas pertanian dan pangan, pemerintah diharapkan dapat
menjaga stabilitas harga pangan sehingga dapat mengurangi ketidakpastian
petani dalam pemasaran komoditas pertanian dan menjamin konsumen
memperoleh pangan dengan harga yang wajar (Ellis 1992).
Alternatif kebijakan harga pangan nonberas perlu dirancang dan
diimplementasikan secara komprehensif, dengan menjamin ketersediaan
pangan bagi penduduk miskin, implementasi harga perlindungan petani
(HPP), mengurangi kesenjangan antara pusat dan daerah dengan

3
menghilangkan kesan sentralistik dan topdown (Mantau & Bahtiar, 2010).
Selain kebijakan harga pemerintah juga harus memikirkan bagaimana
ketersediaan komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
serta bagaiman meningkatkan ekspor.
Pembangunan sektor pertanian seharusnya memperhatikan 3 (tiga)
unsur penting yaitu ecological security, livelihood security dan food security
yang mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan (Erwidodo, 1999).
Namun dengan kondisi pasar bebas pada saat ini maka hal tersebut menjadi
susah diterapkan dan dilaksanakan karena juga adanya liberalisasi dan
kapitalisme. Beberapa kebijakan harga yang menjadi acuan antara lain : (1).
Kebijakan harga dasar, (2) Kebijakan harga atap.
Lokollo (2015) Kebijakan harga pertanian di negara maju mungkin saja
berbeda dengan negara berkembang, namun demikian kebijakan harga
pertanian memiliki tujuan yang sama, yaitu: untuk memenuhi permintaan
dalam negeri, Untuk menjaga stabilitas harga, untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku atau input industri dengan harga tertentu/wajar dan untuk
meningkatkan produksi dan ekspor produk pertanian.
2. Peran Pemerintah Dalam Penentuan Harga
Pemerintah Indonesia mulai dari era orde baru telah menjadikan
pertanian sebagai leading sektor dalam pembangunan, bahkan pernah
mencapai swasembada padi pada tahun 1984. Namun sejauh ini sektor
pertanian masih belum mampu bangkit dari keterpurukannya, beberapa hal
yang menjadi permasalahan antara lain telah terjadi alih fungsi lahan
pertanian, kemudian infrastruktur pertanian yang masih minin.
Untuk komoditi beras kebijakan telah dilakukan pemerintah sejak
tahun 1967, termasuk kebijakan harga yang ditujukan untuk stabilisasi harga
beras di tingkat produsen dan konsumen. Dinamika politik Indonesia sangat
mempengaruhi kebijakan perberasan yang dapat dikelompokan menjadi tiga
fase (Sawit et al, 2007).
Kebijakan untuk periode pertama pada tahun 1967-1996. Pada
periode ini, pemerintah mengendalikan pasar beras di dalam negeri dengan
melakukan intervensi pasar dalam rangka mendorong produksi padi dan
menjaga stabilitas harga. Kebijakan stabilisasi harga didukung melalui

4
intervensi pengelolaan persediaan beras nasional melalui BULOG (Badan
Usaha Logistik), yaitu lembaga pemerintah yang bertanggung jawab
mengelola logistik.
Kemudian peride kedua pada tahun 1997-2000. Pada periode ini,
pemerintah melakukan libelarisasi sektor perberasan, memprivatiasi BULOG,
dan menghapus hambatan perdagangan. Praktis kebijakan harga beras tidak
berlaku karena sudah mengikuti mekanisme pasar. dampaknya,
swasembada pangan Indonesia menurun, ketergantungan terhadap beras
impor meningkat, dan harga di tingkat konsumen dan produsen beras
menjadi tidak stabil. Pada periode ini terjadi lonjakan volume impor beras
yang sangat tajam yaitu dari 911 ribu ton pada periode 1996-1997 menjadi
3,8 juta ton pada 1998-1999. Pemerintah tidak mampu menahan serbuan
impor ini akibat kebijakan liberalisasi perdagangan ditambah nilai tukar
sudah relatif stabil (setelah tahun 1998) sehingga harga beras juga menurun
drastis (Sawit et al, 2007).
Periode ketiga adalah sejak tahun 2001 dimana pembenahan
kebijakan perberasan mulai dilakukan. Pada fase ini, peran BULOG mulai
dioptimalkan dan kebijakan harga beras dengan tujuan stabilisasi harga di
tingkat produsen dan konsumen mulai diaktifkan kembali dengan beberapa
modifikasi dari fase pertama. langkah ini diambil karena timbulnya dampak
negatif liberalisasi pasar terhadap harga di tingkat produsen dan konsumen
beras. Kebijakan terdahulu yaitu harga dasar gabah telah diganti dengan
harga pembelian pemerintah (HPP) dengan batas harga atas dan didukung
dengan kebijakan tariff dan kuota impor beras. Kebijakan perberasan diatur
dalam Instruksi Presiden (Inpres) yang direvisi setiap tahun dimana dalam
Inpres tersebut ditetapkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
untuk gabah dan beras.
Lebih lanjut yang menjadi hal yang sanga dilematis dalam kebijakan
harga adalah adanya kebijakan impor terhadap beras.Kebijakan impor beras
ini sangat berdampak buruk kepada petani. Menurut Azziz (2006) Impor
beras Indonesia periode sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga
beras dalam negeri dengan pengaruh negatif. Artinya semakin besar volume
beras impor yang masuk, maka harga beras dalam negeri akan semakin

5
turun. Respon harga beras terhadap impor beras periode sebelumnya adalah
inelastis, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Sejauh ini peran pemerintah dalam mengeluarkan berbagai kebijakan
memang masih sering terjadi pro dan kontra. Namun yang terpenting adalah
dalam pengambilan keputusan selalu mempertimbangkan kepentingan para
petani. Kebeijakan yang tepat menajdikan petani menjadi kuat.

6
III. PENGUATAN KELEMBAGAAN KOMUNITAS SEKTOR PERTANIAN

Kelembagaan yang kuat merupakan cermin sebuah komunitas yang


berhasil. Mengapa penguatan kelembagaan yang menjadi fokus ? Dalam
kebijakan harga penguatan kelembagaan perlu dilakukan melalui beberapa
upaya, antara lain(1) mendorong dan membimbing petani agar mampu
bekerjasama di bidang ekonomi secara berkelompok, (2) menumbuh-
kembangkan kelompok tani melalui peningkatan fasilitasi bantuan dan akses
permodalan, peningkatan posisi tawar, peningkatan fasilitasi dan pembinaan
kepada organisasi kelompok, dan peningkatan efisiensi dan efektivitas usaha
tani, serta (3) meningkatkan kapasitas SDM petani melalui berbagai kegiatan
pendampingan, dan latihan yang dirancang secara khusus bagi pengurus
dan anggota. Hal lainnya yang perlu dilakukan dalam rangka penguatan
kelembagaan secara internal yaitu :
1. Proses integritas
Intergritas merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun
sebuah kepercayaan dalam berorganisasi dan berusaha. Rusaknya
organisasi atau komunitas pada umumnya disebabkan adanya ketidakjujuran
atau transparansi dalam pengelolaan keuangan oleh pengurus ini, hal ini
menyebabkan hilangnya kepercayaan (trust) dari para anggotanya. Namun
tidak hanya pada pengurus, ini namun juga pada keseluruhan anggotanya
perlu memiliki integritas.
2. Peningkatan Kesadaran
Gagasan peningkatan kesadaran adalah pusat pengembangan
masyarakat, dan merupakan bagian penting dari proses. Perlunya
peningkatan kesadaran dalam sebuah kelompok atau komunitas
dikarenakan pentingnya legitimasi terhadap nsebuah kelembagaan. Dengan
adanya kesadaran yang tinggi diharapkan kelembagaan dapat bekerja
secara maksimal dan serta dapat mandiri.
3. Demokrasi partisipatif
Demokrasi adalah sebuah ide yang secara luas jika tidak dihargai
secara universal, meskipun itu penting prestasi namun begitu sulit meskipun
daya tariknya meluas. Dan ada peningkatan kesadaran bahwa demokrasi
7
sedang dalam krisis. Banyak orang dimatikan oleh politik konvensional, yang
tampaknya tidak mampu menangani masalah yang paling penting. Dalam hal
ini dalam sebuah kelembagaan komunitas perlu adanya kesetaraan dalam
berdemokrasi, maksudnya adalah setiap anggota diharapkan dapat
berpartispasi dalam setiap aspek sesuai dengan kapasitasnya. Dalam
demokrasi partispatif ada empat hal yang menjadi perhatian utama yakni (1).
Disentralisasi, (2) Akuntabilitas, (3) Pendidikan dan (4). Kewajiban.
Menurut Ruhimat (2016) bahwa terdapat tiga belas hal yang menjadi
kendala utama dalam pengembangan kelembagaan yaitu (1). Rendahnya
peran kelompok tani, (2) Belum adanya dukungan kebijakan, (3). Rendahnya
pengetahuan dan keterampilan petani, (4) Kurangnya pembinaan petani, (5)
Kurangnya keterpaduan dan sinergisitas program antar lembaga, (6)
Kurangnya akses dan informasi pasar, (7) Rendahnya permodalan petani,
(8) Belum tersedianya paket teknologi agroforestry, (9) Rendahnya posisi
tawar petani dalam penjualan produk, (10) Rendahnya dukungan swasta,
(11) Rendahnya peran penyuluh, (12) Rendahnya tingkat cosmopolitan
petani, dan (13) Rendahnya dukungan lembaga keuangan.
Sedangkan faktor yang perlu dikuatkan yakni (1)Penguatan koordinasi
dan sinergisitas antar lembag, (2) Penyediaan kebijakan agroforestry, (3),
Penyediaan paket teknologi agroforestry, (4). Optimalisasi peran kelompok
tani, (5) Optimalisasi pelaksanaan diklatluh, (6) Pembentukan kemitraan
usahatani (7) Optimalisasi peran penyuluh (Ruhimat, 2016).
Menurut Hermanto dan Swastika (2011) penguatan kelembagaan
perlu dilakukan melalui beberapa upaya antara lain: (1). Mendorong dan
membimbing petani agar mampu bekerjasama di bidang ekonomi. (2).
Mengembangkan kelompok tani melalui peningkatan fasilitasi bantuan dan
akses,permodalan, peningkatan posisi tawar, peningkatan fasilitasi dan
pembinaan kepada organisasi kelompok, dan peningkatan efisiensi dan
efektivitas usahatani, (3). Meningkatkan kapasitas SDM petani melalui
berbagai kegiatan pendampingan, dan latihan yang dirancang secara khusus
bagi pengurus dan anggota.
Penekanan utama dalam menhatasi kebijakan harga yakni dengan
penguatan kelembagaan paa komunitas yang ada. Dengan adanya

8
penguatan kelembagaan diharapkan komunitas dapat menjadi mandiri
sehingga dapat kuat dalam mengalami kondisi perekonomian khusunya
komoditas pertanian yang fluktuatif.

9
IV. PENUTUP

1. Kebijakan harga bertujuan untuk menjaga keseimbangan harga antara


produsen dan konsumen, sehingga dapat tewrujudnya kestabilan
kondisi perekonomian.
2. Kebijakan impor komoditas pertanian khususnya beras yang
bertujuan untuk mengendalikan harga harus diperhitungkan dengan
tepat.
3. Penguatan kelembagaan komunitas pertanian merupakan suatu cara
untuk menjaga kestabilan harga di tingkat lokal. Serta diharapkan
dapat meningatkan kualitas dan kwantitas produksi sektor pertanian.
4. Perlunya ditingkatkannya peran pemerintah dalam pemberdayaan
komunitas khususnya untuk peningkatan pendampingan khususnya
untuk permodalan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Azziz, A.A.. 2006. Analisi Impor Beras Serta Pengaruhnya Terhadap Harga
Beras Dalam Negeri. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.2006
Ellis, F. 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge
University Press, London. p. 355.
Erwidodo (1999). Effect of Trade Liberalization on Agriculture in Indonesia:
Institutional and Structural Aspects. The CGPRT centre, Working
Paper No. 41.
Hermanto dan Dewa K.S. Swastika. 2011. Penguatan kelompok tani:
langkah awal peningkatan kesejahteraan petani.Pusat Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanianhttp://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/
ART9-4e.pdf. Diakses 22 November 2019.
Ife, Jim. 2013. Community Development in an Uncertain World. Cambridge:
Cambridge University Press.
Jamal, E., Ariningsih, E., Hendiarto, Noekman, K. M., Askin, A. 2007. Beras
dan Jebakan Kepentingan Jangka Pendek. Analisis Kebijakan
Pertanian Vol.5, No.3, September 2007. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Lokollo, EM. 2015. Kebijakan Harga Serta Dampaknya Terhadap Ketahanan
Pangan. Diakses melalui www.litbangpertanian.go.id Pada 22
November 2019.
Ruhimat, I.S, 2016. Faktor Kunci Dalam Pengembangan Kelembagaan
Agroforestry Pada Lahan Masyarakat. JURNAL Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan Vol. 13 No. 2 Agustus 2016, Hal. 73-84.
Mantau, Z. dan Bahtiar. 2010. Kajian Harga Pangan Dalam Konteks
Ketahanan Pangan Nasional.Jurnal Litbang Pertanian. 29 (2) 2010.
Sawit, M.H. dan H. Halid, penyunting. 2007. Arsitektur Kebijakan Beras di
Era Baru. Penerbit IPB Press. Bogor.

11

Anda mungkin juga menyukai