Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HYDROCEPHALUS

A. PENGERTIAN
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel
serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan
serebro spinal (Ngastiyah, 1997).
Hydrocephalus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
Intrkranial yang disebabkan karena adanya penumpukan cerebrospinal fluid didalam
ventrikel otak (Sharon & Terry; 1993; 292).

Jenis Hydrocephalus dapat di klasifikasikan menurut :


1. Waktu pembentukan
 Hydrocephalus Congenital, yaitu hydrocephalus yang dialami sejak dalam
kandungan dan berlanjut setelah dilahirkan.
 Hydrocephalus Akuisita, yaitu hydrocephalus yang terjadi setelah bayi
dilahirkan atau terjadi karena faktor lain setelah bayi dilahirkan (Harsono,
2006).
2. Proses Terbentuknya Hydrocephalus
 Hydrocephalus Akut, yaitu hydrocephalus yang tejadi secara mendadak
yang diakibatkan oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan Serebrospinal).
 Hydrocephalus Kronik, yaitu hydrocephalus yang terjadi setelah cairan
CSS mengalami obstruksi beberapa minggu (Anonim,2007).
3. Sirkulasi Cairan Serebrospinal
 Communicating, yaitu kondisi hydrocephalus dimana CSS masih bias
keluar dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah itu.
 Non Communicating, yaitu kondis hydrocephalus dimana sumbatan
aliran CSS yang terjadi disalah satu atau lebih jalur sempit yang
menghubungkan ventrikel-ventrikel otak (Anonim, 2003).
4. Proses Penyakit
 Acquired, yaitu hydrocephalus yang disebabkan oleh infeksi yang
mengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput pembungkus
otak (meninges).
 Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cedera
traumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan otak atau
athrophy (Anonim, 2003).

B. ETIOLOGI
Hydrocephalus terjadi bila tempat penyumbatan aliran cairan serebro spinal
pada salah satu tempat antara tempat pembentukan cairan serebro spinal dalam
system ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat
penyumbatan terjadi dilatsi ruangan cairan serebro spinal diatasnya. Tempat yang
sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen monroi, foramen luschka
dan magendie, sisterna magna dan sisterna basialis. Secata teoritis pembentukan
cairan serebro spinal yangn terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal
akan menyebabkan terjadinya Hydrocephalus, dapat juga Hydrocephalus pada bayi
diakibatkan oleh kelainan bawaan (congenital), infeksi, neoplasma dan pendarahan
(Ngastiyah, 1997).
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) patofisiologi dari Hydrocephalus yaitu
tyerjadi karena adanya gangguan absorbsi cairan serebro spinal dalam subarachnoid
dan atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah cairan serebro spinal
masuk kerongga subaracnoid karena infeksi, neoplasma, perdarahan atau kelainan
bentuk perkembangan otak janin, cairan terakumulasi dalam ventrikel dan
mengakibatkan dilatasi ventrikel dan penekanan organ-organ yang terdapat dalam
otak.
C. PATOFISIOLOGI
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami
atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan
yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray
matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang
tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan.
Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura
kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial.
Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa
tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang
terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah,
pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang
menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan
terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV
melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah
tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran
cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum
ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi
CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim
ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada
didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk
mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.
D. MANIFESTASI KLINIS

a. Bayi
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi
tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
 Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial
1) MuntaH
2) Gelisah
3) Menangis dengan suara ringgi
4) Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
5) Peningkatan tonus otot ekstrimitas
 Tanda – tanda fisik lainnya
1) Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah
terlihat jelas.
2) Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di
atas iris.
3) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
4) Strabismus, nystagmus, atropi optik.
5) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

b. Anak yang telah menutup suturanya ;


Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil.

E. FOKUS PENGKAJIAN
Pada pengkajian didapat adanya perubahan tanda vital seperti :
1. penurunan denyut apeks
2. frekuensi pernapasan
3. peningkatan tekanan darah
4. muntah
5. peningkatan lingkar kepala
6. adanya iritabilitas letargi
7. perubahan pada keadaan menangis yang bernada tinggi serta
8. adanya aktivitas kejang

Pada Bayi didapatkan :


1. pembesaran kepala
2. bagian frontal menonjo
3. mata turun ke bawah (sunset eyes)
4. adanya distensi pada vena superfisial kulit kepala

Pada Anak besar dapat dijumpai :


1. sakit kepala pada dahi disertai mual
2. muntah
3. nafsu makan menurun
4. kekakuan pada ekstermitas bawah serta
5. adanya penurunan prestasi di sekolah
F. PENATALAKSANAAN
Pada sebagian penderita pembesaran kepala berhenti sendiri (’arrested
hydrocephalus’), mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid atau kompensasi
pembentukan CSS yang berkurang (Laurence, 1965).
Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100%, kecuali bila penyebabnya
ialah tumor yang masih dapat diangkat.
Ada 3 prinsip pengobatan hidrosefalus :

1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis


dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya
tidak memuaskan. Obat azetasolamid (Diamox) dikatakan mempunyai khasiat
inhibisi pembentukan CSS.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi
yakni menghubungkan ventrikel dengan subarakhoid. Misalnya
ventrikulosisternostomi Torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak
hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada isufisiensis fungsi absorpsi.
3. Pengeluaran CSS ke dalam organ Ekstrakranial :
a. Drainase ventrikulo-peritoneal
b. Drainase lombo-peritoneal
c. Drainase ventrikulo-pleural
d. Drainase ventrikulo-ureterostomi
e. Drainase ke dalam antrum mastoid
f. Cara yang kini anggap terbaik yakni mengalirkan CSS ke dalam vena
jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (’Holter valve’),
yang memungkinkan pengaliran CSS ke satu arah.

Keburukan cara ini ialah bahwa kateter harus diganti sesuai dengan
pertumbuhan anak. Hasilnya belum memuaskan karena masih sering terjadi infeksi
sekunder dan sepsis.
G. FOKUS INTERVENSI
1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan meningkatnya
tekanan intrakranial

Data Indikasi : Adanya keluhan nyeri kepala, meringis atau menangis, gelisah, kepala
membesar.

Tujuan : Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang


Intervensi :
1) Jelaskan penyebab nyeri
2) Atur posisi klien
3) Ajarkan teknik relaksasi
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgetik

2. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


sehubungan dengan intake yang tidak adekuat

Data Indikasi : Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.


Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisi
Intervensi :
1) Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein
2) Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu
yang cukup untuk menelan
3) Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau-
bauan yang tidak enak
4) Monitor terapi secara intravena
5) Timbang berat badan bila mungkin
6) Jagalah kebersihan mulut (Oral hygieneI)
7) Berikan makanan ringan diantara waktu malam

3. Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltarsi


bakteri melalui shunt

Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi


Intervensi :
1) Monitor terhadap tanda-tanda infeks
2) Pertahankan teknik kesterilan dalam prosedur perawatan
3) Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh
4) Pertahankan prinsip aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt

4. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan


dengan imobilisasi

Tujuan : Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur


Intervensi :
1) Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam
2) Observasi terhadap tanda-tanda kerusakan integritas kulit
3) Jagalah kebersihan dan kerapian tempat tidur
4) Berikan latihan secara pasif dan perlahan

5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial

Tujuan : Pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial


Intervensi :
1) Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan intrakranial
2) Hindari pemasangan infus intavena di vena kulit kepala bila pembedahan akan
dilakukan
3) Posisikan anak sesuai ketentuan
 Tempatkan pada sisi yang tidak dioperasi untuk mencegah tekanan
katup pirau
 Tinggikan kepala tempat tidur, bila diinstruksika
 Jaga agar anak tetap berbaring datar, bila diinstruksikan
4) Jangan pernah memompa pirau untuk mengkaji fungsi
5) Ajari keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan kapan harus memberi
tahu praktisi kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Axtonb, Sharon Ennis & Terry Fugate.1993.Pediatric Cre Plans : A Devision of The
Benjamin / Cummings Publishing Company Inc.
Ngastiyah.1995.Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Doenges M.E, (1999), Rencana Asuhan keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC.
Lynda Juall Carpenito, (2000) Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, EGC.
Hidayat A, Aziz Alimul.2006. Pengantar Imu Keperawatan Anak II. Salemba
Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai