Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR TRIASE DAN PRIMARY SURVEY DI RUANG INSTALASI


GAWAT DARURAT RSUD PASAR MINGGU

Jl. TB Simatupang No.1, RT.1/RW.5, Ragunan, Kec. Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12550

Dosen Pembimbing : Ns. Laksita Barbara, MN

Disusun Oleh :

Astri Indika Husna (1610711053)

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2019
A. TINJAUAN GAWAT DARURAT
Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis segera
untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan (PERMENKES RI No. 47
Th. 2018). Adapun Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang
dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan
nyawa dan pencegahan kecacatan (PERMENKES RI No. 47 Th. 2018). Pelayanan
Kegawatdaruratan harus memenuhi kriteria kegawatdaruratan. Kriteria
kegawatdaruratan meliputi :
a. Mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain/lingkungan
b. Adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi
c. Adanya penurunan kesadaran
d. Adanya gangguan hemodinamik; dan/atau e. memerlukan tindakan segera.
Adapun situasi kegawatdaruratan terbagi menjadi 4 tipe, yaitu :
1) Gawat darurat, yaitu keadaan mengancam nyawa yang apabila tidak segera
ditolong maka dapat beresiko meninggal atau mengalami kecacatan sehingga
perlu ditangani dengan prioritas utama. Yang termasuk dalam keadaan ini
misalnya pada pasien keracunan akut dengan penurunan kesadaran, gangguan
jalan napas, gangguan sirkulasi berat, atau pada pasien dengan kasus tension
pneumothoraks/hemothoraks, cedera kepala berat, dan lain sebagainya.
2) Gawat tidak darurat, yaitu keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Dalam keadaan ini apabila telah
dilakukan tindakan resusitasi maka segera konsultasikan ke dokter spesialis
untuk penanganan selanjutnya. Yang termasuk dalam keadaan ini seperti pada
pasien kanker stadium lanjut dengan keracunan akut.
3) Darurat tidak gawat, yaitu keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
membutuhkan tindakan darurat. Biasanya pada kondisi ini pasien sadar dan
tidak mengalami gangguan pernapasan/sirkulasi yang buruk sehingga tidak
memerlukan resusitasi dan langsung diberikan terapi definive.
4) Tidak gawat dan tidak darurat, yaitu keadaan yang tidak mengancam nyawa
dan tidak memerlukan tindakan darurat. Biasanya tanda dan gejala yang
ditemukan ringan atau asimptomatis. Setelah mendapatkan terapi definive
pasien dalam kondisi ini akan dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik rawat jalan
untuk pemeriksaan lebih lanjut atau dipulangkan.
Penanganan kegawatdaruratan di Rumah Sakit meliputi pelayanan
kegawatdaruratan level I, level II, level III, dan level IV. Satu jam pertama
penanganan kegawatdaruratan sangat menentukan keselamatan hidup pasien
sehingga dikenal istilah The Golden Hour. Setiap detik sangat berharga bagi
kelangsungan hidup penderita. Semakin panjang waktu terbuang tanpa bantuan
pertolongan yang memadai, semakin kecil harapan hidup Pasien. Adapun jenis
pelayanan gawat darurat pada level I sampai dengan level IV sebagai berikut:
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki Pelayanan
Kegawatdaruratan yang minimal mempunyai kemampuan:
1) Pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu untuk
Rumah Sakit.
2) Memberikan pelayanan Kegawatdaruratan sesuai jam operasional untuk
Puskesmas, Klinik, dan tempat praktik mandiri Dokter, Dokter Gigi, dan
tenaga kesehatan.
3) Menangani Pasien segera mungkin setelah sampai di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
4) Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan berdasarkan kemampuan
pelayanan, sumber daya manusia, sarana, prasarana, obat dan bahan
medis habis pakai, dan alat kesehatan.
5) Proses triase untuk dipilah berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya,
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesi kedokteran dan/atau
pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
6) Membuat alur masuk Pasien dengan penyakit infeksius khusus atau yang
terkontaminasi bahan berbahaya sebaiknya berbeda dengan alur masuk Pasien
lain. Jika fasilitas ruang isolasi khusus dan dekontaminasi tidak tersedia,
Pasien harus segera dirujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang
memiliki fasilitas ruang isolasi khusus.

B. KONSEP TRIAGE
1. Definisi Triage
Perkembangan triase modern tak lepas dari pengembangan sistim layanan
gawat darurat. Kehidupan yang semakin kompleks menyebabkan terjadi revolusi
sistem triase baik di luar rumah sakit maupun dalam rumah sakit. Kata triase
berasal dari bahasa perancis trier, yang artinya menyusun atau memilah. Proses
pemilahan di dunia medis pertama kali dilaksanakan sekitar tahun 1792 oleh
Baron Dominique Jean Larrey, seorang dokter kepala di Angkatan perang
Napoleon. Seiring dengan berkembangnya penelitian di bidang gawat darurat,
sejak tahun 1950an diterapkan metode triase di rumah sakit di Amerika Serikat,
namun belum ada struktur yang baku. Seiring dengan perkembangan keilmuan
dibidang gawat darurat, triase rumah sakit modern sudah berkembang menjadi
salah satu penentu arus pasien dalam layanan gawat darurat.
Triage merupakan proses khusus memilah Pasien berdasarkan beratnya cedera
atau penyakit untuk menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan.
Triase dilakukan berdasarkan prioritas ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Environment) dan tidak disertai tindakan/intervensi medis
(PERMENKES RI No. 47 Th. 2018). Triage melibatkan pemilahan pasien
berdasarkan sumber daya yang dibutuhkan untuk perawatan dan sumber daya
yang sebenarnya tersedia. Urutan perawatan didasarkan pada prioritas ABC (jalan
napas dengan serviks perlindungan tulang belakang, pernapasan, dan
sirkulasi dengan kontrol perdarahan). Faktor lain yang bisa memengaruhi triase
dan prioritas perawatan termasuk tingkat keparahan cedera, kemampuan
untuk bertahan hidup, dan sumber daya yang tersedia (ATLS, 2018).
Triage juga termasuk pemilahan pasien di lapangan untuk membantu
menentukan medis penerima yang sesuai fasilitas. Aktivasi tim trauma dapat
dipertimbangkan untuk pasien yang terluka parah. Personil pra-rumah sakit
dan direktur medis mereka bertanggung jawab untuk memastikan hal itu pasien
yang tepat tiba di rumah sakit yang tepat. Misalnya, melahirkan seorang pasien
yang sudah menopang trauma parah ke rumah sakit selain pusat trauma tidak
pantas ketika pusat seperti itu tersedia. Penilaian trauma pra- rumah sakit
seringkali bermanfaat dalam mengidentifikasi pasien yang terluka parah yang
membutuhkan transportasi ke pusat trauma (ATLS, 2018).
Triase memiliki arti sama dengan menentukan urgensi perawatan dan hal ini
umum di Emergency Departement di Inggris (UK). Proses kuncinya adalah:
a. Penilaian cepat
b. Mengidentifikasi masalah yang mengancam jiwa atau anggota tubuh
c. Inisiasi investigasi
d. Menyediakan analgesia
e. Mengendalikan aliran pasien (Oxford Handbooks Of Emergency Nursing,
2017).

Sebuah konsensus nasional dicapai antara perawat senior dan dokter dari
organisasi profesional di Inggris pada 1990-an tentang kategori triase, waktu, dan
nomenklatur.
2. Kategori Triage
Situasi triase dikategorikan sebagai banyak korban atau korban massal (ATLS,
2018).
a. Banyak Korban
Insiden multi-korban adalah yang di dalamnya terjadi jumlah
pasien dan tingkat keparahan cedera mereka tidak melebihi kemampuan
fasilitas untuk memberikan perawatan. Dalam kasus seperti itu, pasien dengan
masalah yang mengancam jiwa dan yang mengalami cedera multi-sistem
adalah dirawat terlebih dahulu.
b. Korban Massal
Dalam peristiwa massal-korban, jumlah pasien dan tingkat keparahan
cedera mereka benar-benar melebihi kemampuan fasilitas dan staf. Dalam
kasus seperti itu, pasien mengalami peluang terbesar untuk bertahan hidup dan
membutuhkan paling sedikit pengeluaran waktu, peralatan, persediaan, dan
personel diperlakukan terlebih dahulu.
3. Tujuan Triage
Triage merupakan proses dalam menggolongkan pasien menurut tipe
keparahan atau tingkat kegawatan pasien. Hal ini dilakukan bertujuan :
a. Menstabilkan pasien, mengidentifikasi cidera/kelainanpengancam jiwa
serta untuk memulai tindakan, atau mengidentifikasi kondisi mengancam
jiwa
b. Menempatkan prioritas pertama pada pasien dengan gawat darurat,
sehingga mampu memperhitungkan efisiensi waktu yang diperlukan dalam
setiap penanganan yang dilakukan kepada pasien.
4. Sistem Triage
Sistem triase dikelompokkan menjadi tiga kelas termasuk sistem triase primer
(dewasa dan anak-anak), sistem triase sekunder dan rumah sakit. Sistem triase
primer yang telah diidentifikasi meliputi START, Homebush triage Standard,
Sieve, CareFlight, STM, Military, CESIRA Protocol, MASS, Revers, CBRN
Triage, Burn Triage, META Triage, Mass Gathering Triage, SwiFT Triage,
MPTT, TEWS Triage, Medical Triage, SALT, mSTART, ASAV. Sistem triase
yang diidentifikasi untuk anak-anak adalah Jump START dan PTT. Selain itu,
sistem SAVE dan Sort triage diidentifikasi sejauh triage sekunder
dipertimbangkan. Dalam sistem triase rumah sakit, model triase ESI dan model
triase CRAMS.
Untuk membuat sistim triase yang efektif dan efisien, maka ada empat hal
yang harus dinilai yaitu utilitas, sistim triase harus mudah dipahami dan praktis
dalam aplikasi oleh perawat gawat darurat dan dokter. Valid, sistim triase harus
mampu mengukur urgensi suatu kondisi sesuai dengan seharusnya. Reliabel,
sistim triase dapat dilaksanakan oleh berbagai petugas medis dan memberikan
hasil yang seragam, dan keamanan yang terjamin, keputusan yang diambil melalui
sistim triase harus mampu mengarahkan pasien untuk mendapatkan pengobatan
semestinya dan tepat waktu sesuai kategori triase.

Sistem/metode triase rumah sakit yang saat ini berkembang dan banyak diteliti
reliabilitas, validitas, dan efektivitasnya adalah triase Australia (Australia Triage
System/ATS), triase Kanada (Canadian Triage Acquity System/CTAS), triase
Amerika Serikat (Emergency Severity Index/ESI) dan triase Inggris dan sebagian
besar Eropa (Manchester Triage Scale). Salah satu peneliti, Christ M, tahun 2010
mengemukakan dalam penelitiannya bahwa salah satu metode yang paling baik
reliabilitasnya adalah ESI. Berikut tampilan algoritma ESI.
Adapun system triage menurut Oxford Handbooks tahun 2017 berdasarkan
system triage di inggris seperti berikut ini

Adapun metode Triage START dengan algoritma seperti berikut


Sistem ini adalah sistem triase yang paling umum digunakan di Amerika
Serikat. Sistem ini juga digunakan di Kanada dan sebagian Australia serta wilayah
yang diduduki Israel. Itu dibuat oleh Departemen Pemadam Kebakaran Pantai
Newport dan Rumah Sakit Hoag di California pada tahun 1980. Dalam sistem ini,
semua orang dewasa yang terluka lebih dari 8 tahun dievaluasi, berdasarkan pada
algoritma sistem dalam 60 detik atau kurang (lebih disukai 30 detik). Dalam sistem
ini, kriteria termasuk kemampuan berjalan, laju pernapasan, pengisian kapiler,
denyut nadi radial dan mematuhi perintah yang digunakan. Dengan memeriksa
setiap kriteria, pasien akan ditandai dengan salah satu tag merah, kuning, hijau dan
hitam.

Karena kriteria pengisian kapiler di lingkungan gelap dan dingin dalam


keadaan darurat dan bencana bukanlah refleksi yang tepat dari sistem peredaran
darah, kriteria ini telah dihilangkan dalam model modifikasi dari sistem triage
(MSTART). Satu-satunya langkah terapi yang diperbolehkan dalam metode ini
adalah membuka jalan napas pasien dan mengendalikan perdarahan dengan
tekanan langsung pada tempat perdarahan.

5. Prosedur Triage di Indonesia


System triage di Indonesia memiliki prosedur sebagai berikut (PERMENKES
RI No. 47 Th. 2018).
a) Pasien datang diterima tenaga kesehatan di IGD Rumah Sakit
b) Di ruang triase dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan
cara:
(1) Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien
(2) Menilai kebutuhan medis
(3) Menilai kemungkinan bertahan hidup
(4) Menilai bantuan yang memungkinkan
(5) Memprioritaskan penanganan definitif
c) Namun bila jumlah Pasien lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan
di luar ruang triase (di depan gedung IGD Rumah Sakit).
d) Pasien dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan memberi kode
warna:
1) Kategori Merah: prioritas pertama (area resusitasi). Pasien cedera
berat mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila
ditolong segera. Pasien kategori merah dapat langsung diberikan
tindakan di ruang resusitasi, tetapi bila memerlukan tindakan medis
lebih lanjut, Pasien dapat dipindahkan ke ruang operasi atau di rujuk
ke Rumah Sakit lain.
2) Kategori Kuning: prioritas kedua (area tindakan). Pasien
memerlukan tindakan defenitif tidak ada ancaman jiwa segera.
Pasien dengan kategori kuning yang memerlukan tindakan medis
lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu
giliran setelah Pasien dengan kategori merah selesai ditangani.
3) Kategori Hijau: prioritas ketiga (area observasi). Pasien dengan
cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau
mencari pertolongan. Pasien dengan kategori hijau dapat
dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk
dipulangkan, maka Pasien diperbolehkan untuk dipulangkan.
4) Kategori Hitam: prioritas nol. Pasien meninggal atau cedera fatal
yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. Pasien kategori hitam
dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
6. Initial Assessment (Oxford Handbooks, 2017)
C. PRIMARY SURVEY
Survei primer dilakukan dalam waktu cepat untuk mengidentifikasi kondisi yang
mengancam nyawa pada Pasien serta memiliki batasan waktu (respon time) untuk
mengkaji keadaan dan memberikan intervensi segera mungkin.
1. Airway
Open and inspect – talking? tongue occluding airway? loose teeth/foreign
objects? secretions? edema?
Jika ada obstruksi maka lakukan :
• Chin lift / jaw trust
• Suction
• Guendel airway / OPA
• Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral
2. Breathing
Spontaneous? chest rise? normal rate? accessory muscle use? abnormal skin
color? soft tissue or bone deformity? tracheal deviation? JVD?
3. Circulation
Pulse general rate & quality, Skin color, temperature, external bleeding,
normal skin temp and moisture? good cap refill?
4. Disability
What’s LOC using AVPU? GCS? normal pupils (PERL)?
a) APVU:
• A(alert): sadar
• V(voice): memberikan reaksi pada suara
• P(pain): memberikan reaksi pada rasa sakit
• U(unconscious): tidak sadar
b) GCS
c) Normal Pupil PERL : Pupil isocoor/unisocoor, reaksi terhadap rangsangan
cahaya
5. Exposure
Remove clothing? what’s body temp?

D. SECONDARY SURVEY
1. SAMPLE (MIVT)
• Sign and symptom (tanda dan gejala yang muncul)
• Alergi (adanya alergi makanan, obat, lingkungan dll)
• Medikamentosa (pengobatan yang sedang dijalani)
• Pertinent medical or surgical history (Riwayat penyakit dan pembedahan
yang berhubungan dengan gejala pasien)
• Last oral intake (Asupan makan terakhir)
• Events leading up to illness or injury (Peristiwa yang menyebabkan
penyakit atau cedera).
2. Head To Hoe Assessment

Head and Face • Inspect for wounds, ecchymosis, deformities, from


nose & ears, check pupils
• Palpate for tenderness, note bony cuepitus, deformity
Neck • Remove anterior portion of cervical collar to inspect
& palpate the neck
• Inspect for wounds, ecchymosis, deformities &
distended neck veins
• Palpate for tenderness, note bony crepitus,
subcutaneous emphysema & tracheal position
Chest • Inspect for breathing role & depth, wounds,
deformities, ecchymosis, use of accessory muscles,
paradoxical movement
• Palpate for tenderness, note bony crepitus,
subcutaneous emphysema & deformity
• Auscultate breath & head sounds
• DCAB BLS TIC
Abdomen and • Inspect for wounds, distention, ecchymosis and scars
Flanks • Auscultate bowel sounds
• Palpate all four quadrants for tenderness, rigidity,
guarding, masses and femoral pulses
• TIC
Pelvis and • Inspect far wounds, deformities, ecchymosis,
Perineum priapism, blood at the urinary meatus or in the
perineal area
• Palpate the pelvis and anal sphincter tone
• DCAB BLS TIC
Ekstremitas • Inspect for erachymosis movement wounds and
deformities
• Palpate for pulses, skin temperature, sensation,
tenderness, deformities and note bony crepitus
• DCAB BLS TIC :
D : deformitas (perubahan bentuk)
C : contusio (memar)
A : abrasi (babras)
B : burn (luka bakar)
L : laserasi (robek)
S : swelling (bengkak)
T : tendernes
I : instability (tidak stabil/tidak boleh ditekan)
C : crepitasi
J : juguler
V : vena
D : distensi
DAFTAR PUSTAKA

Hadiki Habib, dkk. 2016. Triase Modern Rumah Sakit dan Aplikasinya di Indonesia. IGD
RSCM. Jakarta

Jafar Bazyar, dkk. 2019. Triage Systems in Mass Casualty Incidents and Disasters: A Review
Study with A Worldwide Approach. 15 Februari; 7 (3): 482-494. Republic of
Macedonia. https://doi.org/10.3889/oamjms.2019.119 eISSN: 1857-9655

Nicky Gilboy, dkk. 2012. Emergency Severity Index (ESI), A Triage Tool for Emergency
Department Care, Version 4, Implementation Handbook, 2012 Edition. AHRQ

Oxford Handbook of Emergency Nursing Second Edition. USA : Oxford University Press.
2017

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN


2018

Student Course Manual. 2018. ATLS : Advanced Trauma Life Support Tenth Edition. USA :
American College of Surgeons.

Anda mungkin juga menyukai