Anda di halaman 1dari 18

ABSTRAK

Pengaruh Pemberian Propolis terhadap Gambaran Histopatologis Ginjal


Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi CCl4

Novianty Dwi Saputri1, Sylvia Rianissa Putri2, Syalfinaf Manaf3


1
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu,
2
Bagian Ilmu Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu, 3Bagian
Ilmu Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Bengkulu.

Latar Belakang: Propolis merupakan hasil produksi lebah madu yang memiliki
potensi antioksidan yang tinggi dalam menangkap radikal bebas. Kandungan
utama dalam propolis yaitu, asam fenolat, flavonoid, dan caffeic acid phenethyl
ester yang berperan sebagai nefroproktektif. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh pemberian propolis terhadap perubahan gambaran
histopatologis ginjal tikus putih yang diinduksi CCl4.
Metode: Penelitian ini merupakan peneitian eksperimental post test only control
group design. Subjek penelitian menggunakan 27 ekor R. norvegicus yang akan
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1 (P1) ,
dan kelompok perlakuan 2 (P2). Kelompok perlakuan 1 dan 2 diberikan CCl4 2
mL/kgBB secara intraperitoneal selama 2 hari. Kelompok perlakuan 2 dilanjutkan
dengan pemberian propolis peroral 600 mg/kgBB pada hari ke 3 selama 4 hari.
Pada hari ke 7 tikus dilaparatomi dan pembuatan preparat ginjal dengan
pengecatan HE. Data dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dan Mann-Whitney.
Hasil: Hasil uji Kruskal Wallis menunjukan CCl4 akan menyebabkan perubahan
terhadap gambaran histopatologis glomerulus dan tubulus proksimal pada
kelompok P1 dengan rerata skor 2,22±0,441, sedangkan pada kelompok P2
menunjukan perbaikan gambaran histopatologis glomerulus dan tubulus
proksimal ginjal yang signifikan.
Kesimpulan: Penelitian ini menunnjukkan pemberian propolis 600 mg/kgBB
dapat mereparasi kerusakan glomerulus dan tubulus proksimal yang diinduksi
CCl4.

Kata Kunci: propolis, CCl4, gambaran histopalogis glomerulus dan tubulus


proksimal
BAB IV
HASIL

4.1. Data Berat Badan R. norvegicus


Perbedaan berat badan R. norvegicus sebelum dan setelah perlakuan sesuai
kelompok pada hari ke-7 disajikan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Analisis Uji t Berpasangan Perbandingan Berat Badan R. norvegicus


Sebelum dan Setelah Perlakuan Sesuai Kelompok pada Hari Ke-7
Variabel n Berat Badan Berat Badan Selisih p
Penelitian Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan
(H-0) (H-7)
Kontrol 9 257,56 ± 26,063* 281,33 ± 25,515* 23,78 ± 7,563* 0,000**
CCl4 9 267,00 ± 26,810* 237,44 ± 31,402* 29,11 ± 8,894 * 0,000**
CCl4+Propolis 9 270,00 ± 24,789* 240,33 ± 24,449* 30,00 ± 8,155 * 0,000**
Keterangan: *= nilai dalam mean ± SD; **Bermakna/signifikan p < 0,05.

Pada Tabel 4.1 diperoleh rerata berat badan R. norvegicus pada kelompok
yang kontrol yaitu 257,56 g dengan standar deviasi 26,063 g. Terjadi peningkatan
berat badan dengan rerata 23,78 g dan standar deviasi 7,563 g sehingga rerata
berat badan kelompok kontrol pada hari ke-7 menjadi 281,33g dengan standar
deviasi 25,515 g. Hanya pada kelompok kontrol menunjukkan peningkatan berat
badan dibanding kelompok lainnya. Rerata berat badan R. norvegicus pada
kelompok perlakuan CCl4 yaitu 267,00 g dengan standar deviasi 26,810 g.
Terjadi penurunan berat badan dengan rerata 29,11 g dan standar deviasi 8,894 g
sehingga rerata berat badan setelah perlakuan menjadi 237,44 g dengan standar
deviasi 31,402 g. Rerata berat badan R. norvegicus pada kelompok perlakuan
CCl4+propolis yaitu 270,00 g dengan standar deviasi 24,789 g. Terjadi penurunan
berat badan dengan rerata 30,00 g dan standar deviasi 8,155 g sehingga rerata
berat badan setelah perlakuan menjadi 240,33 g dengan standar deviasi 24,449 g.
Kelompok perlakuan CCl4+propolis menunjukkan penurunan berat badan lebih
besar dibanding kelompok perlakuan CCl4. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan uji T berpasangan didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan rerata
berat badan R. norvegicus yang bermakna pada semua kelompok sebelum dan
setelah perlakuan sesuai kelompok pada hari ke-7 dengan nilai p < 0,05.

4.2. Data Berat Ginjal R. norvegicus


4.2.1. Rerata Berat Ginjal Kanan R. norvegicus setelah Perlakuan pada
Hari Ke-7
Perbedaan berat ginjal kanan R. norvegicus setelah perlakuan sesuai
kelompok pada hari ke-7 disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Perbandingan Berat Berat Ginjal R. norvegicus Setelah Perlakuan


Sesuai Kelompok pada Hari Ke-7
Variabel Penelitian n Berat Badan Ginjal Selisih Berat Badan p
Kanan
(g)
Kontrol 9 1,0333 ± 0,10897* 0 nd
a
CCl4 9 1,2667 ± 0,15000* 0,23333 ** 0.002a
CCl4+Propolis 9 1,1056 ± 0,12360* 0,07222a** 0.470a
Keterangan: *= nilai dalam mean ± SD; **= nilai dalam mean difference; a= Uji One Way
ANOVA dan Post Hoc Tukey; n= jumlah; nd= not define atau tidak dicari

Pada Tabel 4.2 diperoleh rerata berat ginjal kanan R. norvegicus pada
kelompok kontrol yaitu 1,0333 g dengan standar deviasi 0,10897 g. Rerata berat
ginjal kanan pada kelompok kontrol paling rendah bila dibandingkan dengan
kelompok lainnya. Rerata berat ginjal kanan R. norvegicus pada kelompok
perlakuan CCl4 yaitu 1,2667 g dengan standar deviasi 0,15000 g. Rerata berat
ginjal kanan pada kelompok CCl4 adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan
kelompok lainnya. Rerata berat ginjal kanan R. norvegicus pada kelompok
perlakuan CCl4+propolis yaitu 1,1056 g dengan standar deviasi 0,12360 g.
Berdasarkan analisis uji One Way ANOVA dan Post Hoc Tukey didapatkan hasil
bahwa tidak terdapat perbedaan rerata berat ginjal kanan yang bermakna antara
kelompok perlakuan CCl4+propolis terhadap kontrol dengan nilai p = 0,470, akan
tetapi terdapat perbedaan rerata berat ginjal kanan yang bermakna antara
kelompok perlakuan CCl4 terhadap kontrol dengan nilai p = 0,002.
4.2.2. Rerata Berat Ginjal Kiri R. norvegicus setelah Perlakuan pada Hari
Ke-7
Perbedaan berat ginjal kiri R. norvegicus setelah perlakuan sesuai
kelompok pada hari ke-7 disajikan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Perbandingan Berat Berat Ginjal Kiri R. norvegicus Setelah Perlakuan
Sesuai Kelompok pada Hari Ke-7
Variabel Penelitian n Berat Badan Ginjal Kiri p
(g)

Kontrol 9 1,0000 ± 0,13229* nd


CCl4 9 1,2211 ± 0,14836* 0.104a
CCl4+Propolis 9 1,1333 ± 0,18708* 0.104a
Keterangan: *= nilai dalam mean ± SD; a= Uji One Way ANOVA, n= jumlah; nd= not define atau
tidak dicari

Pada Tabel 4.3 diperoleh rerata berat ginjal kanan R. norvegicus pada
kelompok kontrol yaitu 1,0000 g dengan standar deviasi 0,13229 g. Rerata berat
ginjal kiri pada kelompok kontrol paling rendah bila dibandingkan dengan
kelompok lainnya. Rerata berat ginjal kiri R. norvegicus pada kelompok perlakuan
CCl4 yaitu 1,2211 g dengan standar deviasi 0,14836 g. Rerata berat ginjal kiri
pada kelompok CCl4 adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok
lainnya. Rerata berat ginjal kiri R. norvegicus pada kelompok perlakuan
CCl4+propolis yaitu 1,1333 g dengan standar deviasi 0,18708 g. Berdasarkan
analisis uji One Way ANOVA didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan
rerata berat ginjal kanan yang bermakna antara kelompok perlakuan CCl4 dan
CCl4+propolis terhadap kontrol dengan nilai p = 0,104.

4.3. Skor Kerusakan Glomerulus


Perbedaan skor histopatologis R. norvegicus setelah perlakuan sesuai
kelompok pada hari ke-7 disajikan dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Perbandingan Skor Histopatologis Glomerulus R. norvegicus Setelah
Perlakuan Sesuai Kelompok pada Hari Ke7

Variabel Penelitian n Skor Histopatologis p


Kontrol 9 0 0,000k
CCl4 9 2 (2-3)*
CCl4+Propolis 9 0 (0-1)*
Keterangan: *= nilai dalam median (min-maks); k= Uji Kruskal Wallis dan Post Hoc Mann
Whitney; kontrol vs CCl4 p= 0,000; CCl4 vs CCl4+Propolis p= 0,000; CCl4+Propolis vs kontrol p=
0,65

Pada Tabel 4.4 diperoleh rerata skor histopatologis glomerulus R. norvegicus


pada kelompok kontrol yaitu 0, yang menunjukkan gambaran histologi
glomerulus normal, inti jelas, dan bentuk bulat. Kelompok perlakuan CCl4
memiliki sebaran yang tidak normal dengan nilai median yaitu 2 (2-3) dan rerata
skor histopatologis yaitu 2,22 dengan standar deviasi 0,441. Rerata skor
histopatologis glomerulus kelompok CCl4 adalah yang tertinggi bila dibandingkan
dengan kelompok lainnya dengan gambaran histopatologis, yaitu pembesaran
glomerulus, penyempitan ruang kapsuler, dan butir-butir eritrosit mencapai 50%.
Skor histopatologis pada kelompok perlakuan CCl4+Propolis memiliki median
yaitu 0 dengan nilai minimum 0 dan nilai maksimum 1 dan rerata skor
histopatologis yaitu 0,33 dengan standar deviasi 0,500. Gambaran histopatologi
pada kelompok CCl4+Propolis menyerupai gambaran histologi kelompok kontrol
dengan glomerulus normal, inti jelas, dan bentuk bulat. Berdasarkan Uji Kruskal
Wallis dan Post Hoc Mann Whitney didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
perbedaan rerata skor histopatologis yang bermakna antara kelompok perlakuan
CCl4+propolis terhadap kontrol dengan nilai p = 0,065, akan tetapi terdapat
perbedaan rerata skor histopatologis yang bermakna antara kelompok perlakuan
CCl4 terhadap kontrol dengan nilai p = 0,000. Struktur Histopatologis glomerulus
setiap kelompok dapat dilihat pada Gambar 4.1 sampai Gambar 4.6.
Gambar 4.2 Glomerulus Kelompok Kontrol, Gambar 4.1 Glomerulus Kelompok Perlakuan
Tanda Panah Menunjukkan CCl4, Tanda Panah Menunjukkan
Ruang Kapsula Bowman Ruang Kapsula Bowman
Normal (Perbesaran 1000x) menyempit (Perbesaran 1000x)

Gambar 4.4 Glomerulus Kelompok Kontrol Gambar 4.3 Glomerulus Kelompok Perlakuan
(Perbesaran 1000x) CCl4, Tanda Panah
Menunjukkan poliferasi Pososit
yang Menyebabkan pembesaran
glomerulus mencapai 50%
(Perbesaran 1000x)
s

Gambar 4.6 Glomerulus Kelompok Kontrol Gambar 4.5 Glomerulus Kelompok


Perlakuan CCl4, Tanda Panah
(Perbesaran 1000x)
Menunjukkan buti-butir eritrosit
mencapai 50% (Perbesaran
1000x)
BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Data Berat Badan R. norvegicus


Rerata berat badan R. norvegicus sebelum perlakuan pada kelompok
kontrol adalah 257,56 ± 26,063 g. Terjadi kenaikan berat badan menjadi 281,33 ±
25,515 g selama 7 hari. Pada hasil uji komparatif antara sebelum dan setelah
perlakuan yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 menjelaskan bahwa secara statistik
terdapat perbedaan rerata berat badan yang signifikan (p <0,05) pada kelompok
kontrol.
Pada semua kelompok perlakuan terjadi penurunan berat badan R.
norvegicus sebelum dan setelah diberikan perlakuan sesuai kelompok selama 7
hari seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.4. Pada hasil uji komparatif antara
sebelum dan setelah perlakuan sesuai kelompok pada hari ke7 yang ditunjukkan
pada tabel 4.4 menjelaskan bahwa secara statistik terdapat perbedaan rerata berat
badan yang signifikan (p < 0,05) pada semua kelompok perlakuan. Penurunan
berat badan pada kelompok CCl4 dengan rerata 29,11 ± 8,894 g. Kelompok
perlakuan CCl4+Propolis menunjukkan penurunan berat badan lebih besar
dibanding kelompok perlakuan dengan rerata 30,00 ± 8,155.
Injeksi CCl4 menyebabkan penurunan yang signifikan dalam berat badan
dan asupan makanan. Hasil ini sesuai dengan penelitian El-kholy et al. (2013)
yang melaporkan bahwa injeksi CCl4 secara signifikan menurunkan berat badan
dan asupan makanan. Penurunan berat badan terkait dengan terjadi gangguan
pada karbohidrat, protein atau metabolisme lemak (Adu-Nti, 2011). Aneja et al.,
(2005) mengatakan pemberian antioksidan komponen fenol dan flavonoid pada
tikus memainkan peran penting sebagai profilaksis terhadap efek racun dari CCl4.
Hasil penelitian Telas et al. (2015) melaporkan pemberian propolis selama 6
minggu pada model tikus hipertensi dan kerusakan ginjal secara signifikan
(p<0,05) dapat meningkatkan berat badan tikus. Pada hasil penelitian ini
pemberian propolis selama 4 hari setelah CCl4 tidak dapat meningkatkan berat
badan tikus.
5.2. Data Berat Ginjal
Rerata berat ginjal kanan pada kelompok kontrol paling rendah
dibandingkan dengan kelompok lainnya. Rerata berat ginjal kanan R. norvegicus
pada kelompok kontrol yaitu 1,0333±0,10897 g. Pada Tabel 4.4 kelompok
perlakuan CCl4 secara signifikan (p<0,05) meningkatkan berat ginjal R.
norvegicus dibandingkan kelompok kontrol. Pada kelompok dengan perlakuan
CCl4+Propolis tidak terdapat perbedaan yang signifikan berat ginjal dibandingkan
kelompok kontrol.
Penelian yang dilakukan oleh El-kholy et al. (2013) menunjukkan hasil
pemberian CCl4 secara signifikan meningkatkan berat ginjal. Paparan CCl4 akan
meningkatkan permeabilitas ginjal sebagai akibat dari peroksidasi lipid dan
kerusakan tubulus yang menyebabkan peningkatan kadar air sel ginjal dan
peningkatan berat ginjal berhubungan dengan terjadinya hipertrofi (Ogeturk et al.,
2004). Hasil penelitian Telas et al. (2015) melaporkan berat ginjal pada
pemberian propolis selama 6 minggu pada model tikus hipertensi dan kerusakan
ginjal tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan normal. Hal ini disebabkan
kandungan CAPE (caffeic acid) memiliki kemampuan untuk mereparasi ginjal
(Zhang dan Chai, 2016).

5.3. Skor Histopatologis Glomerulus


Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian propolis
terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) yang
diinduksi CCl4. Pemberian perlakuan pada tikus putih diberikan selama 6 hari
dengan 3 kali pengulangan. Sebelum diberi perlakuan R. norvegicus diadaptasi
selama 7 hari. Sebanyak 27 ekor R. norvegicus dibagi menjadi 3 kelompok
perlakuan dimana R. norvegicus yang terdapat pada kelompok kontrol (P0) hanya
diberikan aquadest, kelompok perlakuan 1 (P1) R. norvegicus diberi CCl4 melalui
injeksi intraperitoneal, dan kelompok P2 R. norvegicus diberi CCl4 melalui injeksi
intraperitoneal dan diberi propolis secara oral gavage. Pada hari ke 7 setiap
kelompok R. norvegicus dilaparatomi untuk pengambilan organ ginjal yang
sebelumnya telah di euthanasia dengan cara dislokasi leher. Setelah itu ginjal
dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil lalu difiksasi dengan dengan formalin
10% dan pada hari ke 8 sampel dikirim ke UI untuk pembuatan sediaan histologi.
Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk memfiltrasi dan mengekresi
produk limbah nitrogen di darah. Glomerulus merupakan bagian kecil dari ginjal
yang merupakan kumpulan kapiler berbentuk bola. Glomerulus berfungsi sebagai
tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang masuk ke ginjal
(Sherwood, 2016). Kapiler glomerulus memiliki struktur berbentuk bola yang
terletak di korteks ginjal (Calado, 2013). Semua glomerulus manusia memiliki
ukuran yang sama dengan diameter 200µm (Treuting dan Dintzis, 2012).
Pada glomerulus kelompok perlakuan CCl4 terdapat perbedaan yang
bermakna (p< 0,05) di bandingkan kelompok kontrol. Kelompok perlakuan CCl4
memiliki tingkat kerusakan dengan skor 2. Gambaran histopatologis pada
kelompok kontrol terlihat adanya pembesaran glomerulus, penyempitan ruang
kapsuler, dan butir-butir eritrosit mencapai 50% (Gambar 4.1 sampai 4.6).
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan bahan kimia yang beracun dan
sering digunakan dalam industri dry cleaning, alat pemadam kebakaran, fumigasi
biji-bijian, dan insektisida (Sahreen et al., 2015). Karbon tetraklorida akan
dimetabolisme oleh sitokrom P-450 dalam retikulum endoplasma halus dalam hati
dan organ lainnya menjadi radikal triklorometil (CCl3•) dan klorin (Cl-) yang
akan mengagitasi sistem pertahanan enzim antioksidan dan menyebabkan
terganggunya keseimbangan oksidan-antioksidan (Naz et al., 2014). Triklorometil
ketika berikatan dengan oksigen akan membentuk radikal bebas
triklorometilperoksi (CCl3OO•) yang lebih reaktif (Bhadauria, 2012). Radikal
bebas ini secara signifikan akan menyebabkan penurunan enzim antioksidan CAT,
SOD, dan aktivitas GSHPx (Nasr dan Saleh, 2014)

Ginjal merupakan organ yang sangat rentan terhadap kerusakan yang


disebabkan oleh ROS karena ginjal memiliki banyaknya PUFA (poly unsaturated
fatty acid). Radikal bebas triklorometilperoksi akan berikatan dengan protein,
thiol dan lipid pada membran sehingga akan menginisiasi peroksidasi membran
PUFA (Yoshioka et al., 2016). Peroksidasi PUFA oleh ROS akan menyebabkan
reaksi berantai dan dapat menghancurkan integritas membran dan mengganggu
keseimbangan Ca+ yang memainkan peran penting dalam cedera sel (Harmenean
et al., 2013). Radikal ini akan menyebabkan kerusakan besar untuk protein, DNA
dan lipid. Malondialdehid (MDA) merupakan produk oksidasi dari PUFA yang
juga memiliki efek toksisitas yang dapat menyebabkan cedera ginjal dan kematian
sel (Sajid et al., 2016). Jika tingkat peroksidasi lipid fisiologis atau rendah, sel-sel
akan merangsang pemeliharaan dan kelangsungan hidup melalui sistem
antioksidan pertahanan konstitutif sebagai respon stres adaptif. Keadaan
peroksidasi lipid tinggi (kondisi beracun) akan menginduksi perbaikan sel dan
apoptosis atau nekrosis sel dimana kedua proses ini akhirnya menyebabkan
kerusakan sel dan penuaan dini (Ayala et al., 2014). Mekanisme CCl4 dapat
menyebabkan kerusakan sel ginjal dapat dilihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1 Mekanisme CCl4 menyebabkan kerusakan sel ginjal (Harmenean et


al., 2013).

Glomerulus yang normal memiliki ruang Bowman (kapsula Bowman)


yang terlihat sebagai garis putih tipis (Gambar 5.1) yang jauh lebih lebar
dibandingkan glomerulus yang terpapar CCl4 (Calado, 2013). Glomerulus tikus
memiliki diameter 78 µm dengan letak glomerulus nefron jukstamedula lebih
banyak dibandingkan dengan glomerulus nefron korteks (Calado, 2013).
Komponen glomerulus merupakan jaringan kapiler yang dilapisi oleh
lapisan tipis sel endotel, sel mesangial, sel-sel epitel viseral atau podosit dan sel-
sel epitel parietal dari kapsula Bowman. Dua lapisan epitel ini dipisahkan oleh
rongga sempit yang menerima hasil ultrafiltrasi utama, yaitu kapsula Bowman.
Glomerulus yang terpapar CCl4 menyebakan adaptasi stres oksidatif pada sel
mesangial, sel endotel dan podosit berupa, berupa poliferasi sel. Poliferasi pada
sel-sel ini akan menyebabkan ukuran glomerular-tuft meningkat. Area
glomerular-tuft dibentuk oleh epitel viseral glomelurus/podosit, sel-sel endotel,
sel-sel mesangial dan matriks mesangial glomelurus. Peningkatan glomerular-tuft
akan meningkatkan ukuran glomelurus dan hipertrofi ginjal secara keseluruhan.
Hipertrofi glomelurus akan menyebabkan kapsula Bowman menjadi sempit.
Gambaran histopatologis hemoragi disebabkan rusaknya kapiler darah sehingga
darah keluar dari pembuluh darah (Sameni et al., 2016). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bhadauria (2012), yang menyatakan
paparan CCl4 akan menyebabakan perubahan histopatologis glomerulus berupa
hipertrofi dan penyempitan kapsula Bowman.
Gambaran histologi kelompok dengan perlakuan CCl4+Propolis tidak
terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,005) dibandingkan kelompok kontrol.
Gambaran histopatologi pada kelompok CCl4+Propolis menyerupai gambaran
histologi kelompok kontrol dengan glomerulus normal, inti jelas, dan bentuk
bulat. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan propolis seperti CAPE yang
mampu mereparasi ginjal.
Propolis merupakan salah satu hasil produksi Apis mellifera yang
memiliki efek lebih tinggi daripada hasil produksi lebah madu yang lain seperti,
bee pollen dan royal jelly. Caffeic acid phenethyl ester (CAPE) merupakan asam
fenol yang memiliki efek antioksidan tertinggi dari propolis (Calhelha et al.,
2014) Caffeic acid dalam propolis menunjukkan sifat antioksidan dengan cara
menghambat produksi ROS, sistem xantine oksidase (XO) dan dapat
meningkatkan enzim katalase (CAT) dan superokida dismutase (SOD). Caffeic
acid juga memiliki efek regulasi pada aktivitas enzim antioksidan SOD dan
Glutation peroksidase (GPx) di jaringan ginjal yang akan menekan peroksidasi
lipid dalam jaringan ginjal akibat paparan CCl4 (Akyol et al., 2014).
Caffeic acid memiliki kemampuan untuk meningkatkan viabilitas sel
dengan cara menurunkan produksi ROS. Caffeic acid akan menurunkan ROS
yang dapat memicu aktivasi sinyal transduksi sensitif redoks dan jalur MAPK
(Mitogen-activated protein kinase). Jalur MAPK termasuk ERK (ekstraseluler
regulasi kinase), p38 MAPK, dan JNK (cJun N-terminal kinase) merupakan
komponen penting dari jalur sinyal yang mengontrol diferensiasi dan poliferasi sel
(Gambar 5.2). Jalur ERK memiliki kemampuan meningkatkan perbaikan sel
dengan cara mempromosikan migrasi sel dan proliferasi pada sel (Zhang dan
Chai, 2016).

Gambar 5.2 Mekanisme Jalur Sinyal MAPK (Valko et al., 2007)

Integritas sel yang telah cedera oleh paparan CCl4, dengan sinyal ERK
akan mengalami migrasi sel, proliferasi, dan diferensiasi (Jang, 2013). Peran ERK
dalam memperbaiki sel juga untuk pemulihan polaritas sel dan akumulasi matrik
ekstraseluler interstitial sebagai mekanisme reparasi sel ginjal (Jang et al., 2013).
Proses migrasi, poliferasi dan diferensiasi dapat dilihat pada Gambar 5.3. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Aldahmash et al. (2013) yang melaporkan bahwa
pemberian propolis pada gagal ginjal akut akan menunjukkan gambaran
histopatologi yang sama dengan kontrol.

Gambar 5.3 Proses migrasi, poliferasi dan diferensiasi sel


Lampiran 1. Etichal Clearance
Lampiran 2. Data Berat Badan R.norvegicus

NO KELOMPOK BB Sebelum BB Setelah


Perlakuan Perlakuan
(g) (g)
H-0 H-7
1 P0 - 1 230 gram 240 gram
2 P0 - 2 225 gram 262 gram
3 P0 - 3 227 gram 257 gram
4 P0 - 4 263 gram 290 gram
5 P0 - 5 257 gram 280 gram
6 P0 - 6 260 gram 278 gram
7 P0 - 7 280 gram 305 gram
8 P0 - 8 276 gram 299 gram
9 P0 - 9 300 gram 321 gram
10 P1 - 1 233 gram 200 gram
11 P1 - 2 241 gram 203 gram
12 P1 - 3 237 gram 199 gram
13 P1 - 4 273 gram 252 gram
14 P1 - 5 251 gram 231 gram
15 P1 - 6 282 gram 258 gram
16 P1 - 7 290 gram 251 gram
17 P1 - 8 303 gram 287 gram
18 P1 - 9 293 gram 260 gram
19 P2 - 1 239 gram 215 gram
20 P2 - 2 242 gram 210 gram
21 P2 - 3 250 gram 225 gram
22 P2 - 4 268 gram 227 gram
23 P2 - 5 280 gram 249 gram
24 P2 - 6 259 gram 237 gram
25 P2 - 7 301 gram 282 gram
26 P2 - 8 305 gram 271 gram
27 P2 - 9 289 gram 247 gram
Keterangan: P0= Kontrol; P1= Perlakuan CCl4; P2= Perlakuan CCl4+Propolis
Lampiran 3. Data Berat Ginjal Tikus R. norvegicus

NO KELOMPOK Ginjal Kanan Ginjal Kiri


1 P0 - 1 1 gram 1 gram
2 P0 - 2 1,15 gram1 1 gram
3 P0 - 3 1 gram 0,9 gram
4 P0 - 4 1,2 gram 1 gram
5 P0 - 5 0,9 gram 0,8 gram
6 P0 - 6 0,9 gram 0,9 gram
7 P0 - 7 1 gram 1 gram
8 P0 - 8 1 gram 1,2 gram
9 P0 - 9 1, 15 gram 1,2 gram
10 P1 - 1 1,0 gram 1,19 gram
11 P1 - 2 1,5 gram 1,5 gram
12 P1 - 3 1,3 gram 1,2 gram
13 P1 - 4 1,3 gram 1,2 gram
14 P1 - 5 1,2 gram 1,1 gram
15 P1 - 6 1,1 gram 1,2 gram
16 P1 - 7 1,4 gram 1,4 gram
17 P1 - 8 1,3 gram 1,1 gram
18 P1 - 9 1,3 gram 1,2 gram
19 P2 - 1 1,1 gram 1,2 gram
20 P2 - 2 1,15 gram 1 gram
21 P2 - 3 0,9 gram 0,9 gram
22 P2 - 4 1 gram 0.9 gram
23 P2 - 5 1,2 gram 1,1 gram
24 P2 - 6 1,1 gram 1,1 gram
25 P2 - 7 1,3 gram 1,2 gram
26 P2 - 8 1,2 gram 1,2 gram
27 P2 - 9 1 gram 1 gram

Keterangan: P0= Kontrol; P1= Perlakuan CCl4; P2= Perlakuan CCl4+Propolis


Lampiran 4. Data Skor Histopatologis Glomerulus

NO KELOMPOK Skor glomerulus


0 1 2 3
1 P0 - 1 0
2 P0 - 2 0
3 P0 - 3 0
4 P0 - 4 0
5 P0 - 5 0
6 P0 - 6 0
7 P0 - 7 0
8 P0 - 8 0
9 P0 - 9 0
10 P1 - 1 2
11 P1 - 2 2
12 P1 - 3 2
13 P1 - 4 3
14 P1 - 5 3
15 P1 - 6 2
16 P1 - 7 2
17 P1 - 8 2
18 P1 - 9 2
19 P2 - 1 0
20 P2 - 2 0
21 P2 - 3 0
22 P2 - 4 0
23 P2 - 5 0
24 P2 - 6 1
25 P2 - 7 1
26 P2 - 8 0
27 P2 - 9 0
Keterangan: P0= Kontrol; P1= Perlakuan CCl4; P2= Perlakuan CCl4+Propolis

Anda mungkin juga menyukai