Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

DIURETIKA

Disusun oleh:
Rizki Sepridayanti 1604015114
Iis Nurwiati 1704015008
Raisha Vira Auliana 1704015159
Nur Fitriyani P. 1704015195
Ulfi Mursid 1704015276

Kelompok 1
Kelas : C1

Dosen: Dr. Siska, M.Farm.,Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR HAMKA
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHUALUAN
A. Latar Belakang
Dalam tubuh kita, volume dan komposisi cairan intestinal
harus tetap berada pada batas-batas tertentu agar sel-sel dapat
berfungsi dengan normal. Karena perubahan dari volume dan
komposisi cairan nintestial dapat menimbulkan kelainan fungsi tubuh.
Ginjal adalah organ yang memproduksi dan mengeluarkan
urin dari dalam tubuh. Sistem ini merupakan salah satu system utama
untuk mempertahankan homeostatis (kekonstanan lingkungan
internal).
Pengeluaran urin atau diuresis dapat diartikan sebagai
penambahan produksi volume urin yang dikeluarkan dan pengeluaran
jumlah zat zat terlarut dalam air.Obat-obatan yang menyebabkan
suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut Diuretik. Obat-obat
ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi
Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih
banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang
mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan
osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi
meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat
air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi
lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume urine
dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan
darah.
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan
urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama
menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan
yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam
air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang
berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga
volume cairan ekstrasel menjadi normal.

B. Tujuan
1. Untuk menerapkan metoda pengujian obat diuretika
2. Untuk mengevaluasi potensi obat diuretika

C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat menerapkan metoda pengujian obat diuretika
2. Mahasiswa dapat mengevaluasi potensi obat diuretika
BAB II
TEORI DASAR
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan
urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan
adanya penambahan volume urin yang diproduksidan dan yang kedua
menujukan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dalam air. Fungsi
utama diuretic adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstra sel kembal imenjadi normal (Departemen Farmakologi dan Terapeutik,
2007).

Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan


mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah
dimana semuanya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel
darah.

Fungsi penting lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan


tubuh. Ginjal merupakaan organ terpenting pada pengaturan homeostatis,
yakni keseimbangan dinamis antara cairan intrasel dan ekstrasel. Hal ini
terutama tergantung dari jumlah ion Na+, yang untuk sebagian besar terdapat
di luar sel, di cairan antarsel, dan di plasma darah.

Ada 3 proses utama dalam pembentukan urin.

1. Filtrasi, yaitu pergerakan cairan dari darah ke dalam lumen. Organ yang
terlibat: membran glomerolus (kapiler dan kapsula Bowman) yang sangat
permeable terhadap air namun tidak permeable terhadap molekul besar
seperti protein. Zat yang dihasilkan: ultrafiltrat yang bebas protein dan cairan
yang isinya sama dengan plasma disebut juga urin primer Faktor yang
memengaruhi: tekanan onkotik pada kapsula Bowman.

2. Reabsorpsi, yaitu sekitar 99% filtrat akan mengalami reabsorpsi pada


tubulus. Fungsinya untuk mempertahankan garam dan cairan tubuh. Proses
yang terjadi adalah zat-zat yang masih diperlukan di dalam urine primer akan
di serap kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus
kontortus distal terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea (urin sekunder).
Pada lengkung henle, ada bagian asendens dan desendens. Bagian desendens
terjadi reabsorpsi dari tubulus sehingga cairan tubulus menjadi pekat. Pada
bagian asendens, membran permiable terhadap ion Na+ dan Cl- sehingga
terjadi pertukaran aktif ion Na dan Cl dan cairan tubulus menjadi lebih encer.
Cairan kemudian menuju ke tubulus distal.

3. Augmentasi, yaitu Proses yang terjadi adalah perpindahan molekul dari


tubulus kontortus distal ke tubulus pengumpul (duktus kolektivus) dan
disebut urin sesungguhnya, dimana urin dan sisa-sisa zat makanan yang tidak
diperlukan akan dibuang pada proses ini. urin sesungguhnya kemudian akan
diekskresikan melalui ureter. Sekresi K+ dan H+ oleh tubulus distal serta
pengaruh hormon ADH atau vasopresin pada tubulus pengumpul berperan
penting dalam pengaturan homeostasis ionion tersebut.

Mekanisme Kerja obat-obat diuretika

Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium,


sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air-
diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga
ditempat lain, yakni:
1. Tubuli proksimal.

Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi


secera aktif untuk 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan
ureum. Karena reabsopsi belangsung secara proporsional, maka susunan
filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhap plama. Diuretik osmosis bekerja
di tubulus proksimal dengan merintangi rabsorpsi air dan natrium.

2. Lengkungan Henle.

Di bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi
direabsorpsi secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif dari Na+ dan K+,
tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan
bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl- begitupula reabsorpsi
Na+, pengeluaran air dan K+diperbanyak .

3. Tubuli distal.

Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat
menjadi lebi cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja
di tempat ini dengan memperbanyak eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada
bagian keduanya, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini
dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron dan
zat-zat penghemat kalium bekerja di sini dengan mengekskresi Na+ dan
retensi K+ .

4. Saluran Pengumpul.

Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan


mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.

Penggolongan Diuretika

1. Carbonic Anhydrase inhibitor


Lokasi enzim Karbonat Anhydrase: terdapat di banyak tempat bagian
nefron, predominan sel epitel tubulus proksimal.
Mekanisme kerjanya adalah Menyekat reabsorpsi natrium bicarbonat,
menyebabkan diuresis natrium bicarbonat dan penurunan simpanan
bikarbonat tubuh total. Pemakaian jangka panjang menyebabkan
asidosis metabolic. Contoh : Acetazolamide, terutama untuk
menurunkan tekanan intraokuler pada glaucoma.
Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie
maka perlu digunakan secara berselang-seling. Asetozolamid
diturunkan r sulfanilamid. Efek diuresisnya berdasarkan
penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion
H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan
ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai
obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan
bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6
jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh.

2. Diuretik Lengkung Henle (loop diuretik)


Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian
dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit
natrium, kalium, dan klorida.Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat
tetapi agak singkat . Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya
pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam,
yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah.
Mekanisme kerja : Obat ini menghambat sistem transpor gabungan
Na+/K+/Cl pada membran luminal di Thick ascending limb ansa
henle, menurunkan reabsorpsi NaCl dan juga menurunkan potensial
positif lumen normal yang berasal dari daur ulang K+ sehingga terjadi
peningkatan eksresiMg2+danCa2+ Ion natrium, kalium, kalsium, dan
magnesium akan keluar. Termpat kerja terdapat di lengkung henle.
Contoh : Furosemide, Asam etakinat, bumetanide, torsemide.
Penggunaan Loop diuretika : Edema paru akut, edema penyakit
jantung coroner (pilihn utama karena kerja cepat), penyakit ginjal
(udem kronis), penyakit hati (udem kronis), hiperkalesemia,
hyperkalemia, diuresisi paksa (misal pada keracunan)
Efek samping loop diuretika : Tuli (pada dosis tinggi, dapat
menginduksi perubahahn komposisi elektrolit dalam endolimfe)
hiponatremia, hipotensi, hipovolemia, hypokalemia,
hipomagnesemia, berkurangnya toleransi glukosa, hiperuresemia

3. Diuretik Thiazide
Mekanisme kerja: Thiazide menghambat reabsorpsi NaCl di sisi
luminal sel epitel di tubulus distal setelah lengkung henle dengan
menghambat pengangkut Na+/Cl-. Ion yang diekskresikan yaitu
natrium dan klor. Obat ini diabsorpsi baik di pencernaan dan diberikan
pada pagi hari. Contoh : hidrochlorthiazide, metolazone, indapamid
efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi
lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama
untuk hipertensi ringan sampai sedang karena daya hipitensifnya lebih
kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu
paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat
patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide (Aidan, 2008).

4. Diuretik Hemat kalium (Aldosteron antagonis)


Bekerja pada nefron tubulus distal dan duktus kolektivus. Mekanisme
kerja Diuretik ini menghambat reabsorpsi Na+ dan mencegah sekresi
K+ dengan melawan efek aldosteron di tubulus pengumpul. Inhibisi
terjadi melalui antagonisme farmakologis langsung reseptor
mineralokortikoid (Spironolaktone, eplerenon) atau dengan
menghambat influks Na+ melalui saluran ion di membran luminal
(triamterene,amiloride). Contoh : spironolakton, eplerenon,
triamterene,amiloride
5. Diuretik Osmotik
sejumlah zat kimia yang sederhana dan hidrofilik disaring glomerulus,
seperti matinol dan urea menyebabkan berbagai derajat dieresis. Hal
ini terjai karena kemampuan zat-zat ini untuk mengangkut
air bersama kedalam cairan tubulus. Bila zat-zat yang tersaring
berikutnya mengalami sedikit atau tidak direabsorbsi sama sekali
kemudian zat yang disaring akan menyebabkan peningkatan keluaran
urine. Hanya dalam jumlah kecil dari garam-garam yang ditambahkan
dapat juga diekskresikan karena diuretik osmotic digunakan untuk
meningkatkan ekskresi air dari pada ekskresi Na+ maka obat-obat ini
tidak berguna untuk mengobati terjadinya retensi Na+. Obat-obat ini
digunakan untuk memelihara aliran urine dalam keadaan toksisk akut
setelah manelan zat-zat beracun yang berpotensi menimbulkan
kegagalan ginjal akut (Harvey, 2013).
Penghambat karbonik anhydrase bekerja menurunkan
reabsorbsi bikarbonat pada tubulus proksimal malalui inhibisi
katalisis hidrasi CO2 dan reaksi dehidrasi .
Khasiat antihipertensi diuretik berawal dari efeknya
meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga mengurangi
volume plasma dan cairan ekstrasel.Tekanan darah turun akibat
berkurangnya curah jantung sedangkan resistensi perifer tidak
berubah pada awal terapi.

6. Antagonis hormone antidiuretic


Mekanisme kerja konivaptan dan tolvaptan merupakan antagonis
langsung reseptor hormone diuretic (vasopresin). Litium dan
demeklosiklin mengurangi cAMP dalam sel tubulus pengumpul yang
ditimbulkan oleh hormone diuretic melalui mekanisme yang belum
sepenuhnya di ketahui. Contoh golongan Vaptan, Litium dan
demeklosiklin (digunakan secara terbatas pada situasi tertentu)
Furosemide adalah obat golongan diuretik yang digunakan
untuk membuang cairan atau garam berlebih di dalam tubuh melalui
urine dan meredakan pembengkakan. Farmakokinetik dari Furosemid
: obat furosemide mudah diserap melalui saluran cerna. Bioavaibilitas
furosemide 65% diuretik kuat terikat pada protein plasma secara
ekstensif sehingga tidak difiltrasi di glomerolus tetapi cepat sekali
diekskresi melalui sistem transport asam organik ditubuli proksimal.
Dengan cara ini obat ini terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin
sekali ditempat kerja di daerah yang lebih distal lagi. Mulai kerja
furosemide pesat, oral 0,5-1jam dan bertahan 4-6 jam, intravena
dalam beberapa menit, dan 2,5- jam lamanya reabsorbsi dari usus ±
50%. Efek samping Furosemide yaitu telinga berdenging, tuli, gatal
tidak nafsu makan, urin berwarna gelap, BAB dempul, Nyeri badan,
Berat badan turun, Lebih jarang atau tidak buang air kecil samasekali
Reaksi mulit hingga demam.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan bahan


1. Tikus 3 ekor
2. Timbangan
3. Sonde
4. Alat suntik
5. Kandang metabolisme
6. Kapas
7. Gelas ukur
8. Aquadestilata
9. Furosemide injeksi
10. Alcohol

B. Prosedur pengerjaan
1. Puasakan tikus satu malam, dengan tetap diberi minum
2. Beri pada semua tikus air hangat, sebanyak 2,5 Ml/100g BB
secara oral
3. Suntikkan obat secara intra peritoneal obat furosemide dengan
dosis 80mg/kgBB, 120 mg/kgBB dan 160mg/kgBB
4. Tempatkan masing-masing tikus dalam kandang metabolisme
lalu tampung urin
5. Catat volume urin tiap 10’ , 30’ dan 60 menit setelah
pemberian obat
6. Hitung presentase volume urin kumulatif selama 60 menit
terhadap volume air yang diberikan secara oral
7. Buatlah kurva hubungan antara dosis obat yang diberikan
dengan volume urin yang dikeluarkan selama 60 menit
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Data Pengamatan

BB Dosis Rute Volume Volume Volume total Volume


Dosis (Kg) (VAO) pemberian urin 10’ urin 30’ urin 60’ sonde
tikus

80mg/kg 0,176 1,5ml ip 0,00ml 4,5ml 7ml 11,5ml 4,4ml


BB

120mg/kg 0,183 2ml ip 0,00ml 5ml 6,5ml 11,5ml 4,5ml


BB

160mg/kg 0,231 3,5ml ip 1ml 5,2ml 6,5ml 12,7ml 5.0ml


BB

Perhitungan :
1. Dosis 80mg/kgBB

𝐵𝐵 𝑋 𝐷𝑂𝑆𝐼𝑆 0,179𝐾𝑔 𝑋 80𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵


VAO = 𝐾𝑂𝑁𝑆𝐸𝑁𝑇𝑅𝐴𝑆𝐼 = = 1,432 ml ~ 1,5ml
10𝑚𝑔/𝑚𝑙

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑚𝑏𝑢𝑛𝑔 2,5𝑚𝑙


Vol. sonde = 𝑋 𝐵𝐵 = 100𝑔𝑟 𝑋 176 𝑔 = 4,4ml
100𝑔𝑟

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑢𝑟𝑖𝑛 11,5𝑚𝑙


% Kumulatif = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑜𝑛𝑑𝑒 X 100% = 𝑋100% = 261,33%
4,4𝑚𝑙
2. Dosis 120mg/kgBB
𝐵𝐵 𝑋 𝐷𝑂𝑆𝐼𝑆 0,183𝐾𝑔 𝑋 120𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
VAO = 𝐾𝑂𝑁𝑆𝐸𝑁𝑇𝑅𝐴𝑆𝐼 = = 2,196ml ~ 2ml
10𝑚𝑔/𝑚𝑙

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑚𝑏𝑢𝑛𝑔 2,5𝑚𝑙


Vol.sonde = 𝑋 𝐵𝐵 = 100𝑔𝑟 𝑋 183 𝑔 =4,575ml ~ 4,5ml
100𝑔𝑟

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑢𝑟𝑖𝑛 11,5𝑚𝑙


% Kumulatif = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑜𝑛𝑑𝑒 X 100% = 𝑋100% = 255,55%
4,5𝑚𝑙

3. Dosis 160mg/kgBB
𝐵𝐵 𝑋 𝐷𝑂𝑆𝐼𝑆 0,231 𝐾𝑔 𝑋 160𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
VAO = 𝐾𝑂𝑁𝑆𝐸𝑁𝑇𝑅𝐴𝑆𝐼 = = 3,696ml ~ 3,5ml
10𝑚𝑔/𝑚𝑙

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑚𝑏𝑢𝑛𝑔 2,5𝑚𝑙


Vol. sonde = 𝑋 𝐵𝐵 = 100𝑔𝑟 𝑋 231 𝑔 = 5,775ml ~ 5ml
100𝑔𝑟

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑢𝑟𝑖𝑛 12,7𝑚𝑙


% Kumulatif = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑜𝑛𝑑𝑒 X 100% = 𝑋100% = 254%
5𝑚𝑙

Kurva Hubungan dosis dengan volume urin


B. Pembahasan

Diuretik merupakan golongan obat yang berfungsi untuk mendorong


produksi air seni (urin). Golongan obat ini menghambat penyerapan ion
natrium pada bagian-bagian tertentu di ginjal. Oleh karena itu, terdapat
perbedaan tekanan osmotik yang menyebabkan air ikut tertarik, sehingga
produksi urin semakin bertambah. Diuretik juga bisa diartikan sebagai obat-
obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya air urin. Obat-obat ini
menghambat transport ion yang menurunkan reabsorpsi Na+ pada bagian-
bagian nefron yang berbeda. Akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl-
memasuki urin dalam jumlah lebih banyak dibandingkan bila keadaan normal
bersama-sama air yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotik.

Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema yang


berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume
cairan ekstrasel kembali menjadi normal. Mekanisme kerja diuretik yaitu
dengan cara diuretik menghasilkan peningkatan aliran urin (diuresis) dengan
menghambat reabsorpsi natrium dan air di tubulus ginjal, kebanyakan
reabsorpsi natrium dan air terjadi disepanjang segmen-segmen tubulus ginjal
(Tubulus Proksimal,Ansa Henle dan Distal).

Tempat terjadinya diuretic di ginjal. Diuretik yang bekerja pada


daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberikan efek yang lebih
kecil bila dibandingkan dengan diuretic yang bekerja pada daerah yang
reasorbdi natriuum besar. Status fisiologi dari logam. Misalnya sirosi hati,
gagal ginjal dala hal ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap
diuretik. Interaksi antara obat dengan reseptor

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengevaluasi obat diuretic


terhadap hewan coba. Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan adalah
furosemide, yang merupakan golongan loop diuretika, dengan cara
menghambat system trasnpor gabungan Na+,/K+,/Cl- dari membrane lumen
pada asenden ansa henle. Tujuan penggunaan sampel Furosemide yaitu,
dikarenakan furosemide memiliki waktu paruh yang lebih cepat (sekitar 15
menit) dibandingkan dengan golongan obat lain yang memiliki waktu paruh
3-4 jam .

Hewan coba sebelumnya tidak diberi makan atau di puasakan dahulu


dengan tujuan agar pembentukan urin yang terjadi lebih cepat, karena apabila
terdapat makanan maka proses absorbsi akan terganggu sehingga
pembentukan urin akan terhambat.

Sebelum tikus diinjeksikan dengan obat, tikus di timbang dahulu agar


bisa menentukan dosis obat yang sesuai, selanjutnya tikus diberi air hangat
dengan tujuan untuk membantu memperlebar pembuluh darah, sehingga urin
akan cepat menuju ke kandung kemih(Mutchler, 1991)

Pada praktikum kali ini, kami memberikan obat melalui rute intra
peritoneal karena targetnya adalah kandung kemih sehingga bila diberikan
secara intra peritoneal akan cepat menimbulkan respon.

Setelah masing-masing obat di injeksikan, maka tikus di masukkan


kedalam kandang metabolisme agar tikus mengeluarkan urinnya, kemudian
urin di tampung lalu diukur dengan menggunakan gelas ukur agar ukurannya
lebih stabil. Masing-masing urin tikus di ukur dengan selang waktu antara 10
menit, 30 menit, dan 60 menit dengan dosis yang berbeda.

Semakin besar dosis yang diberikan maka urin yang dikeluarkan juga
semakin meningkat(mutchler, 1991), pada hasil yang didapatkan dari
praktikum kali ini tidak sesuai dengan literature yang ada, dari hasil
praktikum yang didapat pada dosis 120mg/kgBB seharusnya dosis ini lebih
banyak mengeluarkan urin dari dosis 80mg/kgBB.
Faktor-faktor yang mungkin terjadi pada praktikum, sehingga tidak
didapatkan hasil yang sesuai dengan literature :

1. Dosis obat tidak seluruhnya masuk ke hewan percobaan, sehingga


efek diuretik yang dihasilkan tidak optimal
2. Faktor fisiologi dari hewan
3. Pemberian dosis yang berlebihan, pada efek samping furosemide
apabila dosis yang diberikan berlebih maka akan menyebabkan buang
air kecil yang berkurang/tidak sama sekali buang air kecil,dll
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan


ekskresi air dan natrium klorida. Diuretika memiliki 6 golongan yaitu:
Carbonic Anhydrase inhibitor, Diuretik Lengkung Henle (loop diuretik),
Diuretik Thiazide, Diuretik Hemat kalium (Aldosteron antagonis), diuretic
osmotic dan Antagonis hormone antidiuretic.

Obat diuretic yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah


furosemide yang merupakan golongan diuretic kuat.

Furosemide merupakan obat golongan diuretik golongan Loop


diuretik dengan mekanisme kerja menghambat penyerapan kembali natrium
oleh sel tubuli ginjal. Furosemode meningkatkan pengeluaran air, natrium,
klorida, kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang nirmal.

Pada praktikum kali ini digunakan sampel furosemide karena


memiliki waktu paruh yang lebih cepat. Hasil yang didapatkan tidak sesuai
literature, dimana semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin besar
efek diuretic yang didapatkan.

Pada dosis 120mg/kgBB tidak sesuai literature karena urin yang


dikeluarkan menghasilkan volume urin yang sama pada dosis 80mg/kgBB.

Diuretik dapat dibagi dalam lima golongan, yaitu:


a. Inhibitor karbonik anhydrase
b. Loop diuretik
c. Tiazid
d. Hemat kalium
e. Osmotic
A. Daftar Pustaka

Anonym.2006. obat-obat penting. Laboratorium Manajemen Farmasi dan


Farmasi Masyarakat bagian farmasetiks fakultas farmasi. Jogjakarta:UGM

Departemen Farmakologi dan teraupetik FK UI. 2008. Farmakologi & terapi


edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FK UI

Mutchler, E. 1991. Dinamika obat. Bandung : ITB

Mycek, M.J. Harley.R.A.Champe,p.c. 1997 . Farmakologi ulasan bergambar


edisi 2 . Jakarta : Penerbit Widya Medika. Hal 230-231

Neal,MJ.2010.Farmakolgi medis. Jakarta:Penerbit erlangga

Tan Hoan,Tjay Kirana Rahardja.2007.Obat-obat penting edisi 6. Jakarta :


PT.elea medika komputindo
Lampiran :

Gambar 1. Penimbangan hewan coba Gambar 2. Pemberian air


hangat dgn sonde

Gambar 3. Kandang metabolisme Gambar 4. Pemberian


obat secara ip
Gambar 5.Kertas acc Gambar 6.Tikus di
dalam kandang
Metabolisme

Anda mungkin juga menyukai