Anda di halaman 1dari 23

Membentengi Diri dari Sihir

Dipublikasi pada 30/06/2010 oleh Fadhl Ihsan

Saya seorang ibu rumah tangga yang telah menjalani pernikahan selama 17 tahun, dan telah
dikaruniai 6 anak. Selama 17 tahun berumah tangga, hanya 5 tahun saya hidup bahagia.
Selebihnya, saya jadi benci kepada suami saya. Saya tidak suka dia berhubungan dengan saya
sebagaimana hubungan suami istri. Saya merasa tidak sanggup tidur bersamanya. Saya mengira
semua ini karena pengaruh sihir, maka untuk menanggulanginya saya pergi ke tukang sihir dan
“orang tua pintar”.

Mereka memberi saya beberapa jimat, namun saya tidak mendapatkan manfaat apapun darinya.
Sebenarnya saya tidak percaya dengan seorangpun dari mereka. Saya juga pergi ke para dokter
ahli jiwa (psikiater), namun juga tidak mendapat faedah apa-apa. Saya menginginkan suamiku
dan tidak menginginkan seorangpun selainnya. Namun rumah tangga saya hampir hancur. Apa
yang harus saya lakukan -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi anda-?

Samahatusy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullaah menjawab dengan cukup
panjang sebagai berikut:

Penyakit yang datang belakangan itu memang bisa jadi karena pengaruh sihir. Bisa jadi pula
pengaruh ‘ain [1] (mata), atau yang dinamakan orang dengan nazhlah dan nafs. Mungkin juga
karena penyakit lain yang menyebabkan timbulnya hal tersebut.

Dalam ajaran Islam, tidak diperkenankan mendatangi tukang sihir dan dukun/tukang ramal serta
bertanya kepada mereka. Jadi, perbuatan anda mendatangi tukang sihir dan dukun/tukang ramal
merupakan perkara yang tidak diperbolehkan. Anda benar-benar telah berbuat salah. Anda harus
bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda:

‫سأَلَه‬
َ َ‫ش ْيءٍ لَ ْم ت ْق َب ْل لَه َم ْن أَتَى َع َّرافًا ف‬
َ ‫صالة ٌ أَ ْر َب ِعيْنَ لَ ْيلَةً َع ْن‬
َ

“Siapa yang mendatang ‘arraf lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, tidak akan diterima
shalatnya selama 40 malam.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)

‘Arraf adalah orang yang mengaku-ngaku mengetahui perkara-perkara (ghaib), dengan bantuan
jin, dengan cara gaib atau tersembunyi. Orang seperti ini tidak boleh dijadikan tempat bertanya
(ketika ada masalah) dan tidak boleh dibenarkan, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

‫صدَّقَه ِب َما َم ْن أَت َى َع َّرافًا أَ ْو‬


َ َ‫ فَقَدْ َكفَ َر ِب َما كَا ِهنًا ف‬،‫أ ْن ِز َل َعلَى م َح َّم ٍد يَق ْول‬

“Siapa yang mendatangi ‘arraf atau kahin (dukun) lalu ia membenarkan apa yang diucapkannya,
maka orang itu telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.”
Maka tidak boleh mendatangi kahin (dukun), tidak pula tukang sihir, serta bertanya kepada
mereka. Namun, anda bisa berobat kepada tabib (dokter) yang ma’ruf (dikenal) yang bisa jadi
mengetahui obat apa yang dikenal bisa menyembuhkan perkara-perkara tersebut, baik berupa
suntikan, pil, atau yang lainnya. Atau anda bisa mendatangi seorang pembaca Al-Qur’an atau
seorang wanita shalihah yang akan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an (pada tangannya) lalu
meniup-niupnya (dan diusapkan) kepada anda.

Tentunya meminta bantuan kepada wanita shalihah untuk mengobati anda lebih diutamakan
(karena kalian sama-sama wanita) daripada memintanya kepada seorang lelaki. Semoga
dengannya Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan pengaruh ‘ain atau sihir tersebut. Kalau
terpaksa berobat kepada seorang lelaki, maka jangan sampai terjadi khalwat (berdua-duaan
dengannya). Anda harus disertai orang lain, baik ibu anda, saudara laki-laki anda, ayah anda atau
semisal mereka. Orang itu cukup membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan anda mendengarkannya.

Mungkin pula pengobatan dengan cara menyediakan air dalam wadah, lalu dibacakan padanya
surat Al-Fatihah, ayat Kursi, ayat-ayat yang berbicara tentang sihir dalam surat Al-A’raf (ayat
117-122, -pent.), surat Yunus (ayat 81-82, -pent.), dan surat Thaha (ayat 69, -pent.). Juga
membaca surat Al-Kafirun, Al-Ikhlas, dan Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas).

Dibacakan pula di air tersebut doa-doa seperti:

،‫اس‬ ِ َّ‫ف اللَّه َّم َربَّ الن‬ ِ ‫ َوا ْش‬،‫س‬ َ ْ ‫ب ْالبَأ‬


ِ ‫ الَ ِش َفا َء أَذْ ِه‬،‫شافِي‬
َّ ‫ ِشفَا ًء الَ أ َ ْنتَ ال‬، َ‫سقَ ًما إِالَّ ِشفَاؤك‬
َ ‫ بِس ِْم هللاِ أ ْرقِيْكَ ِم ْن يغَادِر‬، َ‫ش ْيءٍ يؤْ ِذيْك‬
َ ‫ك ِل‬
‫ ِبس ِْم ش َِر ك ِل نَ ْف ٍس أ َ ْو َعي ٍْن َو ِم ْن‬، َ‫ هللا َي ْش ِفيْك‬،ٍ‫هللاِ أ ْرقِيْكَ َحا ِسد‬

“Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan/penyakit ini, sembuhkanlah. Sesungguhnya


Engkau Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan melainkan dengan kesembuhan-Mu,
kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit. Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari segala
sesuatu yang menyakiti/mengganggumu, dan dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang hasad,
semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku meruqyahmu.”

Doa ini dibaca tiga kali, karena doa ini tsabit (pasti datangnya) dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam (sebagaimana termuat dalam Ash-Shahihah, -pent.)

Bila orang yang mengobati anda telah melakukan hal di atas, maka sebagian air itu anda minum,
sisanya untuk membasuh tubuh anda.

Pengobatan seperti ini mujarab untuk menyembuhkan pengaruh sihir dengan izin Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula untuk mengobati seorang suami yang tercegah (tidak
dapat) untuk menggauli istrinya. Juga untuk pengobatan ‘ain, karena ‘ain itu diobati dengan
ruqyah sebagaimana Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫أَ ْو ح َم ٍة الَ ر ْقيَةَ ِإالَّ ِم ْن َعي ٍْن‬

“Tidak ada pengobatan dengan ruqyah (yang paling tampak hasilnya/mujarab, -pent.) kecuali
dari pengaruh ‘ain atau sengatan binatang berbisa.”
Pengobatan seperti di atas merupakan faktor-faktor kesembuhan yang terkadang Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya bermanfaat.

Bisa pula pengobatan dengan cara mencampur air dengan tujuh daun sidr (bidara) hijau yang
telah ditumbuk, lalu dibacakan bacaan-bacaan yang telah disebutkan di atas.

Pengobatan seperti ini terkadang Allâh Subhanahu wa Ta’ala jadikan bermanfaat. Dan kami
telah melakukannya untuk mengobati banyak orang, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun
menjadikannya bermanfaat. Cara ini disebutkan oleh ulama, di antaranya Asy-Syaikh
‘Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh penulis kitab Fathul Majid Syarhu Kitabit Tauhid. Beliau
sebutkan dalam bab Ma Ja’a fin Nusyrah. Bila anda memiliki kitabnya, silahkan menelaahnya.
Atau tanyakan kepada orang-orang yang berilmu dien, mereka insya Allah Subhanahu wa Ta’ala
akan menunaikan apa yang pantas.

Adapun kepada tukang sihir, kahin dan ‘arraf, janganlah anda bertanya dan membenarkan
mereka. Hendaknya anda menemui orang-orang yang berilmu haq dan para pembaca Al-Qur’an
yang dikenal dengan kebaikan, sehingga mereka mengobati anda dengan bacaan-bacaan ruqyah.
Atau anda mendatangi wanita-wanita shalihah dari kalangan pengajar/guru agama dan selain
mereka yang dikenal dengan kebaikan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan
kesembuhan dan kesehatan kepada anda dengan sebab-sebab tersebut.

Termasuk perkara yang sepantasnya anda amalkan adalah berdoa. Anda mohon kepada Allah
‘Azza wa Jalla agar menghilangkan gangguan yang menimpa anda, karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala menyukai bila diajukan permintaan pada-Nya. Dia telah berfirman:

‫أ َ ْست َِجبْ لَك ْم َوقَا َل َربُّكم ادْعونِي‬

“Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan permohonan kalian.” (Ghafir: 60)

‫سأَلَكَ ِعبَادِي َعنِي‬


َ ‫ان فَإِنِي قَ ِريبٌ أ ِجيب دَع َْوة َ َوإِذَا‬
ِ ‫الدَّاعِ إِذَا د َ َع‬

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah)


sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku.” (Al-Baqarah: 186)

Sepantasnya anda mohon kesehatan dan kesembuhan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikian pula suami anda, ayah dan ibu anda, karena seorang mukmin itu seharusnya
mendoakan kebaikan untuk saudaranya. Doa itu senjata orang mukmin, dan Allah ‘Azza wa Jalla
sendiri telah menjanjikan untuk mengabulkan doa. Maka anda harus bersungguh-sungguh dan
jujur dalam doa anda, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahi kesembuhan.

Selain itu, aku nasehatkan agar menjelang tidur, anda menggabungkan dua telapak tangan anda,
lalu meniupnya dengan sedikit meludah dengan membacakan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-
Naas, tiga kali. Setelahnya dengan kedua telapak tangan tersebut anda mengusap kepala, wajah
dan dada (berikut apa yang bisa dicapai oleh kedua telapak tangan dari bagian tubuh, -pent.),
dilakukan sebanyak tiga kali. Perbuatan seperti ini termasuk sebab kesembuhan. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukannya saat menjelang tidur dan ketika sakit,
sebagaimana disebutkan dalam berita yang shahih dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa (dan ketika
sakitnya bertambah parah, beliau memerintahkan ‘Aisyah agar melakukannya untuk beliau [2], -
pent.).

Footnote:

[1] Lihat pembahasan ‘ain dalam rubrik Permata Hati, Majalah Syariah Vol. I/No. 04/Desember
2003/Syawwal 1424 H.

[2] Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya.

Sumber: Majalah Asy Syariah, Vol. II/No. 24/1427H/2006, judul: Membentengi Diri dari Sihir,
kategori: Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 91-93. Lihat:
http://ulamasunnah.wordpress.com/2008/09/12/membentengi-diri-dari-sihir/

Kesalahpahaman Seputar Doa dan Ruqyah


Dipublikasi pada 23/06/2010 oleh Fadhl Ihsan

Banyak orang sakit yang justru meninggalkan doa dan ruqyah yang disyariatkan, karena alasan-
alasan tertentu dan kesalahpahaman. Atau adakalanya mereka berobat dengan doa dan ruqyah
hanya untuk beberapa saat saja, lalu meninggalkannya sama sekali. Berikut ini akan kami
sebutkan beberapa kesalahpahaman mengenai masalah ini, beserta uraian jawabannya.

Pertama: Anggapan bahwa seseorang telah banyak berdoa, namun dia tidak melihat
pengaruh dan hasil doanya itu.

Jawabannya, justru terburu-buru itulah yang menghalangi pengabulan doa, sebagaimana yang
sudah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah. [1]

Maka wahai saudaraku, engkau tidak boleh terburu-buru mengharapkan pengabulan doa dan
jangan jemu dalam berdoa. Tunggulah pengabulan itu, dan janganlah mengharuskan gambaran
tertentu dari pengabulan doa terhadap Rabbmu. Serahkan masalah ini kepada-Nya, karena Dia
lebih mengetahui mana yang terbaik bagimu. Dia lebih menyayangimu daripada dirimu sendiri.
Boleh jadi pengabulan doa itu berupa kejahatan dan mudharat yang dijauhkan Allah darimu, atau
boleh jadi Allah menyimpan kebaikan di akhirat bagimu, dan ini lebih baik bagimu daripada
pahala yang diberikan kepadamu di dunia, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits
Abu Sa’id. [2]

Wahai saudaraku! Bertanyalah kepada dirimu sendiri, apabila ada seseorang yang berjanji
kepadamu, sementara dia mampu mewujudkan janjinya, dapat dipercaya tidak berdusta dan tidak
mengingkari janjinya, sekalipun pemenuhan janji itu agak terhambat? Jika kepercayaan ini bisa
engkau berikan kepada makhluk yang lemah, maka kepercayaan itu jauh lebih layak diberikan
kepada Allah. Karena di tangan-Nyalah segala urusan yang sulit, yang mampu menangani segala
sesuatu, yang tidak pernah mengingkari janji-Nya, yang telah berjanji untuk mengabulkan
doamu. Maka engkau harus percaya dan pasrah kepada-Nya.

Kemudian doa itu sendiri adalah ibadah dan taqarrub yang menghasilkan pahala. Jadi seperti
apapun keadaanmu, engkau masih tetap beruntung.

Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,

“Doa itu adalah ibadah.” (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzy) [3]

Sesudah itu beliau membaca ayat,

“Dan Rabb kalian berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian.’
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mukmin: 60)

Sehingga Ibnu Hibban membuat bab tersendiri mengenai masalah ini, yaitu penjelasan bahwa
doa seseorang kepada Rabb-nya dalam berbagai kondisi, termasuk ibadah yang dapat
mendekatkannya kepada Allah.

Makna hadits ini sebagaimana yang disebutkan para ulama, bahwa doa adalah bagian terbesar
dari ibadah, sebagaimana sabda beliau, “Haji itu adalah Arafah.” Dengan kata lain, sebagian
besar rukun-rukun haji adalah wuquf di Arafah.

Menurut Al-Mubarakfury, sabda beliau “Adalah ibadah”, maksudnya adalah ibadah yang
sesungguhnya, yang memang layak disebut ibadah, karena keadaannya yang menghadap kepada
Allah dan berpaling dari selain Dia, sehingga dia tidak mengharap dan tidak takut kecuali
kepada-Nya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,

“Tidak ada sesuatu yang lebih mulia bagi Allah selain dari doa.” (Ditakhrij At-Tirmidzy dan Al-
Hakim. Hadits hasan)

Artinya, tidak ada sesuatu yang lebih utama di sisi Allah selain dari doa. Sebab di dalamnya
terdapat penampakan kebutuhan, kelemahan, kepasrahan dan pengakuan terhadap kekuatan
Allah, kekuasaan, kekayaan dan kebutuhan terhadap-Nya.

Kedua: Anggapan bahwa seseorang banyak dosanya dan melampaui batas, sehingga
doanya tidak layak dikabulkan dan tak ada gunanya untuk berdoa.

Jawabannya, kalau pun permintaan serupa masih bisa disampaikan kepada makhluk, maka
permintaan itu lebih layak disampaikan kepada Khaliq. Sebab Allah Maha Pengasih terhadap
hamba-Nya, lebih penyayang dari siapapun, lebih sayang daripada orang tuamu dan bahkan lebih
sayang daripada dirimu sendiri. Allah sudah biasa memperlakukan dirimu dengan karunia dan
rahmat-Nya. Nikmat apapun yang ada padamu berasal dari karunia dan rahmat-Nya. Andaikata
Dia tidak memperlakukanmu dengan keadilan-Nya, tentu engkau akan mengalami kehancuran.
Jadi engkau harus berbaik sangka kepada Rabb-mu. Engkau harus melihat keagungan kemurahan
dan rahmat-Nya. Sekalipun engkau durhaka dan berdosa, toh ampunan-Nya masih tersedia
bagimu. Di antara gambaran rahmat Allah ialah Dia mengabulkan doa orang yang dalam
kesulitan jika dia berdoa kepada-Nya, seperti apa pun keadaannya. Firman-Nya,

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa
kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan?” (An-Naml: 62)

Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya, siapakah yang bisa dijadikan sandaran oleh orang yang dalam
kesulitan kecuali Dia?”

Menurut Ibnu Abbas, makna al-mudhtharru di ayat ini adalah orang yang mendapat kesulitan.

Menurut Sahl bin Abdullah, maksudnya adalah orang yang mengangkat tangannya kepada Allah
seraya berdoa, sedang dia tidak mempunyai amal ketaatan yang dapat dijadikan sarana.

Menurut Az-Zamakhsyary, maksudnya adalah orang sakit, orang miskin atau orang yang
mendapat musibah, yang perlu bersandar dan pasrah kepada Allah.

Menurut Al-Alusy, maksudnya Allah menyingkirkan keburukan yang menimpa manusia.

Menurut sebagian yang lain, bahwa setiap orang yang mendapat kesulitan, maka doanya akan
dikabulkan selagi dia berdoa dan pahala doanya akan dikembalikan kepadanya, baik di dunia
maupun di akhirat. Sebab doa adalah permintaan sesuatu. Jika permintaan itu tidak dikabulkan
sekaligus pada waktu itu, maka pengabulannya ditangguhkan. Jika permintaan itu dikabulkan
sekaligus, boleh jadi sesudah itu dia tidak diberi lagi.

Menurut Al-Qurthuby, Allah menjamin pengabulan doa orang yang dalam kesulitan selagi dia
berdoa kepada-Nya. Sebab kepasrahan kepada-Nya akan menghasilkan ketulusan dan
membersihkan hati dari hal-hal selain Allah. Jadi, ketulusan atau keikhlasan merupakan jaminan,
yang bisa berasal dari orak mukmin maupun kafir, orang taat atau durhaka, sebagaimana firman-
Nya,

“Sehingga apabila kalian berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-
orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik dan mereka bergembira karenanya,
datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka
yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), ‘Sesungguhnya jika
Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang
bersyukur’.” (Yunus: 22)
“Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka
(kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al-Ankabut: 65)

Allah mengabulkan doa mereka tatkala mereka berada dalam bahaya dan kesulitan, selagi
mereka ikhlas, sekalipun Allah juga tahu bahwa mereka akan kembali kepada kekufuran dan
kemusyrikannya. Dia mengabulkan karena ada bahaya dan keikhlasan.

Jika Allah mengabulkan doa orang musyrik tatkala mendapat bahaya atau kesulitan, maka
pengabulan-Nya bagi orang mukmin jauh lebih utama. Maka dari itu Abu Sufyan bin Uyainah
berkata, “Janganlah kalian meninggalkan doa selagi kalian tahu siapa dirimu. Allah
mengabulkan permintaan iblis, padahal iblis adalah makhluk yang paling jahat.”

Allah berfirman tentang permintaan iblis ini,

“Iblis berkata, ‘Ya Rabbku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.’ Allah
berfirman, ‘Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh’.” (Shad: 79-80)

Seseorang mendatangi Malik bin Dinar, seraya berkata, “Demi Allah, aku meminta agar engkau
berdoa bagiku, karena aku dalam kesulitan.”

Dia berkata, “Berdoalah sendiri, karena Allah mengabulkan orang yang dalam kesulitan jika dia
berdoa kepada-Nya.”

Dari Abdullah bin Abu Shalih, dia berkata, “Ali bin Thawus masuk ke rumahku tatkala aku sakit
untuk menjengukku. Lalu kukatakan kepadanya, ‘Berdoalah kepada Allah bagiku wahai Abu
Abdurrahman.”

Dia berkata, “Berdoalah sendiri, karena Allah mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan jika
dia berdoa.”

Ketiga: Anggapan bahwa yang sakit adalah fisiknya. Padahal doa dan ruqyah hanya
berlaku bagi penyakit-penyakit jiwa, batin, karena sihir dan lain-lainnya. Sedangkan sakit
fisik tidak bisa diobati kecuali dengan obat-obatan.

Jawabannya, segala penyakit datang dari ketentuan Allah. Dialah yang menetapkan terjadinya
penyakit jiwa maupun penyakit fisik. Dialah yang menghilangkan penyakit itu dan
mencegahnya. Tak seorang pun dan tak ada satu obat pun yang bisa menghilangkan penyakit
kecuali jika dikehendaki dan ditetapkan Allah. Masalah ini telah diuraikan di atas. Bacaan Al-
Qur’an, ruqyah dan doa-doa yang ada merupakan penyebab kesembuhan yang paling ampuh
untuk segala jenis penyakit. Firmannya:

“Dan, Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman.” (Al-Isra’: 82)
“Katakanlah, ‘Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman’.”
(Fushilat: 44)

Asy-Syinqithy berkata, “Keberadaan Al-Qur’an sebagai penawar, berlaku bagi berbagai penyakit
hati, seperti keragu-raguan, kemunafikan dan lain-lainnya, juga berlaku bagi berbagai penyakit
fisik jika dibacakan, seperti yang ditunjukkan kisah orang yang mengobati orang lain dengan
bacaan Al-Fatihah.”

Perhatikan bagaimana Allah menyembuhkan nabi Ayyub, setelah beliau dikungkung penyakit
selama delapan belas tahun. Beliau berdoa kepada Allah, lalu Allah mengenyahkan penyakitnya.
Allah berfirman,

“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Rabbnya, ‘(Wahai Rabbku), sesungguhnya aku
telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.’
Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada
padanya.” (Al-Anbiya’: 83-84)

Di bagian terdahulu sudah diuraikan, bahwa kebanyakan penyakit yang bisa disembuhkan
dengan doa dan ruqyah adalah penyakit-penyakit fisik. Penyakit-penyakit ini bisa disembuhkan
karena dengan ruqyah yang dibacakan kepada orang yang sakit.

Di bagian terdahulu juga telah disampaikan perkataan Ibnul Qayyim, “Aku pernah menetap
beberapa lama di Makkah, dirundung beberapa penyakit, sementara tidak kudapatkan tabib dan
obat. Maka aku mengobati diriku sendiri dengan bacaan Al-Fatihah. Maka kulihat pengaruhnya
yang amat menakjubkan. Hal ini kuceritakan kepada siapapun yang ditimpa penyakit dan banyak
di antara mereka yang cepat sembuh.”

Berbagai peristiwa yang menunjukkan bahwa doa dan ruqyah yang bisa menyembuhkan
penyakit dengan berbagai macam jenisnya, amat banyak. Bahkan di antaranya ada penyakit yang
sudah kronis, yang tidak mungkin ditangani lagi oleh ilmu medis modern, seperti penyakit
kanker dan berbagai penyakit yang sulit diobati.

Syaikh Abdullah bin Muhammad As-Sadlan, yang seringkali mengobati orang sakit dengan
ruqyah, berkata, “Alhamdulillah, banyak penyakit yang sulit diobati, bisa disembuhkan dengan
bacaan-bacaan, seperti penyakit kanker, liver, batuk musiman dan lain-lainnya. Kesembuhan dari
semua penyakit ini berkat karunia dari Allah.”

Seorang rekan yang biasa mengobati dengan ruqyah menurut syariat bertutur kepada kami,
bahwa dia sudah mengobati sekian banyak pasien dengan ruqyah, dan akhirnya Allah
mengaruniai kesembuhan secara total. Padahal penyakit mereka bermacam-macam, di antaranya
adalah jenis-jenis penyakit yang sulit diobati, seperti penyakit kanker rahim, gagal ginjal, kurang
subur, kekurangan darah dan lain-lainnya. Kisah mengenai pengobatan dengan menggunakan
ruqyah menurut syariat ini cukup terkenal di masyarakat. Maka ada baiknya jika engkau juga
mengobati dirimu sendiri dengan ruqyah itu, di samping berobat dengan obat-obat yang
diperbolehkan.
Footnote:

[1] Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

“Akan dikabulkan permintaan seseorang di antara kamu, selagi tidak tergesa-gesa, yaitu
mengatakan: Saya telah berdoa tetapi belum dikabulkan.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih Al-
Bukhari, kitab Da’awaat 7/153. Shahih Muslim, kitab Du’a wa Dzikir 8/87)

[2] Dari Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Ada seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah, ‘Beritahukanlah kepadaku tentang penyakit-penyakit yang menimpa kami
ini, apakah yang kami peroleh karenanya?”

Beliau menjawab, “Pengampunan dosa-dosa.”

Ubay bin Ka’b berkata, “Sekalipun penyakit itu sedikit.”

Beliau bersabda lagi, “Sekalipun sebuah duri dan yang lebih kecil dari itu.”

Abu Sa’id berkata, “Lalu Ubay berdoa atas dirinya, semoga dia tidak pernah terlepas dari
demam, agar dia senantiasa bisa menunaikan haji dan umrah, jihad fisabilillah dan shalat wajib
secara berjama’ah. Sehingga tak seorang pun menyentuh tubuhnya melainkan merasakan panas,
hingga dia meninggal dunia.” (Diriwayatkan Ahmad dan Abu Ya’la, dishahihkan Ibnu Hibban)

[3] Dishahihkan Al-Albany di dalam Shahihut-Tirmidzy, 3/101.

Sumber: Hiburan Bagi Orang Sakit karya Abdullah bin Ali Al-Ju’aitsin (penerjemah: Kathur
Suhardi), penerbit: Pustaka Al-Kautsar cet. Kelima, November 1999, hal. 141-151.

12 Persamaan Manusia dengan Jin


Dipublikasi pada 30/10/2010 oleh Fadhl Ihsan

Di mana letak persamaan antara jin dan manusia?

Jawab : Persamaan antara jin dan manusia itu banyak dan saya akan menyebutkan beberapa di
antaranya:

1. Yang menciptakan, menguasai dan mengurusi mereka semua adalah Allah Subhaanahu
wata’aala.

2. Mereka semua diciptakan untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu wata’aala saja. Allah
Subhaanahu wata’aala berfirman :

‫س ِإ َّال َو َما َخلَ ْقت ْال ِج َّن‬ ِ ْ ‫ون َو‬


َ ‫اْل ْن‬ ِ ‫ِل َي ْعبد‬
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
(QS. Adz Dzariyat : 56)

Maka tidak ada perbedaan secara umum antara beban yang diberikan pada jin dan manusia
dalam hal beribadah kepada Allah Subhaanahu wata’aala.

3. Mereka setara dalam hal apa yang telah menjadi ketetapan takdir dari Allah Subhaanahu
wata’aala kepada mereka dalam masalah kematian dan sebab-sebabnya. Mereka juga sama
dalam hal tidak mengetahui kapan ajalnya dan tidak mengecualikan seorangpun dalam hal
kematian kecuali Iblis. Sungguh Allah Subhaanahu wata’aala telah memberikan tempo sampai
pada batas waktu yang ditentukan.

4. Masing-masing jin dan manusia akan dibangkitkan untuk dihisab. Jin juga akan dikumpulkan
pada hari kiamat di padang mahsyar dalam keadaan nampak.

Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:

َ‫سنَ ْفرغ لَك ْم أَيُّه‬


َ ‫الثَّقَ َال ِن‬

“Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin.”

‫ان فَ ِبأَي ِ َآال ِء َر ِبك َما‬


ِ َ‫تك َِذب‬

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

ِ ْ ‫ط ْعت ْم أ َ ْن يَا َم ْعش ََر ْال ِج ِن َو‬


‫اْل ْن ِس‬ َ َ‫ار إِ ِن ا ْست‬
ِ ‫ط‬َ ‫ض ت َ ْنفذوا ِم ْن أ َ ْق‬
ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬ َّ ‫ان فَا ْنفذوا َال ت َ ْنفذونَ ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬ ٍ ‫ط‬َ ‫إِ َّال بِس ْل‬

“Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka
lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.” (QS. Ar Rahman : 31-33)

5. Setiap jin dan manusia yang mukmin akan masuk surga dan yang kafir masuk neraka
sebagaimana yang diketahui dari banyak dalil.

6. Jin dan manusia tidak mengetahui perkara ghaib. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :

‫ض ْينَا َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ض تَأْكل ِم ْن‬


َ َ‫سأَتَه َم ْوتِ ِه إِ َّال دَابَّة ْال َم ْوتَ َما دَلَّه ْم َعلَى فَلَ َّما ق‬ ِ ‫ْب َما ْال ِج ُّن أ َ ْن لَ ْو َكانوا فَلَ َّما خ ََّر تَبَيَّ َن‬
ِ ‫ت ْاْل َ ْر‬ َ ‫لَ ِبثوا يَ ْعلَمونَ ْالغَي‬
ْ
ِ ‫ين فِي ال َعذَا‬
‫ب‬ ِ ‫الم ِه‬ ْ

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada
mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah
tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah
mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba : 14)

7. Asal penciptaan keduanya adalah dari air. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:
‫َّللا َخ َلقَ ك َّل دَابَّ ٍة‬ ْ َ‫َّللا َما َو ِم ْنه ْم َم ْن يَ ْمشِي َعلَى يَ ْمشِي َعلَى ِرجْ لَي ِْن َعلَى ب‬
َّ ‫طنِ ِه َو ِم ْنه ْم َم ْن ِم ْن َماءٍ فَ ِم ْنه ْم َم ْن يَ ْمشِي َو‬ َّ ‫أ َ ْربَعٍ يَ ْخلق‬
َ
‫َّللاَ َعلى ك ِل‬ َّ ‫ِير يَشَاء إِ َّن‬ َ
ٌ ‫ش ْيءٍ قد‬ َ

“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada
yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian berjalan
dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. An Nur : 45)

Kami telah memaparkan permasalahan tersebut dalam kitab kami “Naqdhu An Nazhariyyaat Al
Kauniyyah”.

8. Jin memiliki status yang berbeda-beda seperti halnya manusia. Di antara mereka ada yang
menjadi raja; ada yang kaya dan adapula yang miskin; ada yang kuat dan adapula yang lemah;
ada yang pintar dan adapula yang bodoh; ada yang mulia dan ada pula yang hina; ada yang
shaleh dan adapula yang buruk; ada yang menjadi penguasa dan adapula yang menjadi rakyat;
ada yang menjadi ulama adapula yang bodoh; ada yang menjadi sastrawan atau ahli syair, da’i
dan penuntut ilmu. Mereka juga berkelompok-kelompok, ada yang menjadi ahli bid’ah dan
adapula yang sunni; ada yang yahudi dan adapula yang nashara atau majusi; ada yang Arab dan
adapula yang bukan Arab.

Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:

َّ ‫ط َرائِقَ ِقدَدًا َو ِمنَّا دونَ ذَلِكَ كنَّا َوأَنَّا ِمنَّا ال‬


َ‫صا ِلحون‬ َ

“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada yang
tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS. Al Jin : 11)

Yang dimaksud dengan “Ath Tharaa’iq” adalah berkelompok. Yang dimaksud dengan
“Qidadaa” yaitu berbeda-beda.

9. Jin mampu untuk mengganggu manusia dengan berbagai macam gangguan dimulai dengan
memberikan waswas, menjauhkan dari jalan Allah Subhaanahu wata’aala, menganggap baik
perbuatan jelek dan bisa menguasai badan manusia. Sebagian mereka mampu menguasai
manusia dengan memukul, membunuh, menahan, menculik dan merasuki serta yang lainnya.

Manusia juga mampu menyakiti jin baik secara umum maupun khusus. Adapun menyakiti
mereka secara umum dengan cara berlindung diri kepada Allah Subhaanahu wata’aala dengan
menjaga dzikir-dzikir yang disyariatkan serta istiqamah di atas manhaj Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam. Adapun menyakiti mereka secara khusus seperti apa yang dialami oleh sebagian
mereka berupa pemukulan atau membunuh sebagian jin baik dengan cara yang hak maupun batil.

10. Jin dan manusia diberikan oleh Allah Subhaanahu wata’aala kehendak untuk memilih,
kekuatan dan kemampuan untuk menerima kebenaran atau menolaknya. Itu semua berada di
bawah kehendak Allah Subhaanahu wata’aala dan ketetapan-Nya dan setiap gerakan-gerakan
mereka itu terjadi dengan izin-Nya.
11. Jin dan manusia yang shaleh di antara mereka ada yang terjatuh dalam perbuatan maksiat dan
yang kafir di antara mereka tetap diharapkan untuk bertaubat kepada Allah Subhaanahu
wata’aala.

12. Kaum mukminin dari kalangan jin dan manusia mendapatkan karamah [1] dari Allah
Subhaanahu wata’aala. Allah Subhaanahu wata’aala memuliakan di antara mereka bagi siapa
yang dikehendaki-Nya baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan.

Ini merupakan hal-hal terpenting tentang persamaan antara jin dan manusia. Namun jika
dijelaskan secara lebih rinci beserta cabang-cabangnya, maka jumlahnya akan lebih banyak lagi
dan hanya kepada Allah-lah kita meminta pertolongan.

Sumber Kitab Terjemah : “HUKUM BERINTERAKSI DENGAN JIN”. Ditulis oleh Syaikh Abu
Nashr Muhammad Al-Imam. Pustaka : Ats Tsabat.

Catatan kaki:

[1] Karamah adalah suatu kejadian luar biasa yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki
Allah Subhaanahu wata’aala dari kalangan hamba-Nya dengan tujuan untuk menampakkan
kebenaran agamanya. Sebagian para ulama menyebut istilah mukjizat bagi para nabi sedangkan
karamah untuk para wali Allah yang bertaqwa kepada-Nya. (Pen).

Sumber: http://salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=163:dimana-
letak-persamaan-antara-jin-dan-manusia-&catid=1:aqidah-islam&Itemid=28

7 Persamaan Antara Malaikat dan Jin


Dipublikasi pada 28/10/2010 oleh Fadhl Ihsan

Malaikat dan jin memiliki persamaan dalam beberapa perkara, diantaranya:

1. Malaikat dan jin memiliki jasad. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah
sebagaimana yang disebutkan dalam “Majmu Fatawa” (10/399), “Para malaikat dan syaitan itu
berakal sebagaimana ditunjukkan dalam banyak dalil yang datang dari para nabi.”

2. Malaikat dan jin tidak bisa kita lihat kecuali jika mereka berubah bentuk dengan bentuk yang
bisa kita lihat sebagaimana yang disebutkan dalam kisah tamunya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,
dan hadirnya para malaikat di sisi nabi Luth serta datangnya Jibril dalam bentuk seorang laki-laki
yang sangat putih pakaiannya dan sangat hitam rambutnya. Malaikat Jibril juga pernah datang
dalam bentuk seseorang yang wajahnya mirip dengan Dihyah Al Kalby [1] dan yang lainnya.

3. Malaikat dan jin itu mati kecuali yang dikecualikan oleh Allah Subhaanahu wata’aala, dari
kalangan malaikat seperti Malaikat penjaga surga dan neraka, malaikat pembawa ‘Arsy serta
yang lainnya.
4. Malaikat dan jin berakal.

5. Malaikat dan jin mampu untuk terbang namun perbedaannya sangat jauh.

6. Malaikat dan jin memiliki ilmu dan amalan-amalan dengan tingkat ilmu dan amalan yang
berbeda.

7. Tidak ada seorang manusia pun kecuali ada seorang pendamping dari kalangan malaikat dan
pendamping dari kalangan jin sebagaimana yang
telah kami jelaskan dalam risalah kami “Inqaadzu Al Muslimin Min Waswasat Al jin Wa Asy
Syayaathiin” (Menyelamatkan Kaum Muslimin dari Waswas Jin dan Syaitan).

Sumber Kitab Terjemah : “HUKUM BERINTERAKSI DENGAN JIN” Penulis Asy Syaikh Abu
Nashr Muhammad bin Abdillah Al-Imam Hafizhahulloh. Pustaka : Ats Tsabat.

Catatan Kaki:

[1] Dihyah bin Khalifah bin Farwah Al-Kalbi, seorang sahabat yang dikenal memiliki wajah
yang sangat tampan, sehingga Jibril terkadang menyerupakan diri seperti wajahnya. (Pen).

Sumber:
http://salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=161:persamaan-antara-
malaikat-dan-jin&catid=1:aqidah-islam&Itemid=28

Mengenal Keagamaan Bangsa Jin


Dipublikasi pada 19/04/2010 oleh Fadhl Ihsan

Jin tak jauh berbeda dengan Bani Adam. Di antara mereka ada yang shalih dan ada pula yang
rusak lagi jahat. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menghikayatkan mereka:

َّ ‫ط َرائِقَ قِدَدًا َو ِمنَّا د ْونَ ذَلِكَ كنَّا َوأَنَّا ِمنَّا ال‬


َ‫صا ِلح ْون‬ َ

“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih dan di antara kami ada (pula)
yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (Al-Jin: 11)

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫شدًا أ َ ْسلَ َم فَأولَئِكَ ت َ َح َّر ْوا َو ِمنَّا ْالقَا ِسط ْونَ فَ َم ْن َوأَنَّا ِمنَّا ْالم ْس ِلم ْون‬
َ ‫َر‬

“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran.” (Al-Jin: 14)
Di antara mereka ada yang kafir, jahat dan perusak, ada yang bodoh, ada yang sunni, ada
golongan Syi’ah, serta ada juga golongan sufi.

Diriwayatkan dari Al-A’masy, beliau berkata: “Jin pernah datang menemuiku, lalu kutanya:
‘Makanan apa yang kalian sukai?’ Dia menjawab: ‘Nasi.’ Maka kubawakan nasi untuknya, dan
aku melihat sesuap nasi diangkat sedang aku tidak melihat siapa-siapa. Kemudian aku bertanya:
‘Adakah di tengah-tengah kalian para pengikut hawa nafsu seperti yang ada di tengah-tengah
kami?’ Dia menjawab: ‘Ya.’ ‘Bagaimana keadaan golongan Rafidhah yang ada di tengah
kalian?” tanyaku. Dia menjawab: ‘Merekalah yang paling jelek di antara kami’.”

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Aku perlihatkan sanad riwayat ini pada guru kami, Al-
Hafizh Abul Hajjaj Al-Mizzi, dan beliau mengatakan: ‘Sanad riwayat ini shahih sampai Al-
A’masy’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim, 4/451)

Mendakwahi Jin

Dakwah memiliki kedudukan yang sangat agung. Dakwah merupakan bagian dari kewajiban
yang paling penting yang diemban kaum muslimin secara umum dan para ulama secara lebih
khusus. Dakwah merupakan jalan para rasul, di mana mereka merupakan teladan dalam
persoalan yang besar ini.

Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan para ulama untuk menerangkan
kebenaran dengan dalilnya dan menyeru manusia kepadanya. Sehingga keterangan itu dapat
mengeluarkan mereka dari gelapnya kebodohan, dan mendorong mereka untuk melaksanakan
urusan dunia dan agama sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dakwah yang diemban Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dakwah yang universal, tidak
terbatas kepada kaum tertentu tetapi untuk seluruh manusia. Bahkan kaum jin pun menjadi
bagian dari sasaran dakwahnya.

Al-Qur`an telah mengabarkan kepada kita bahwa sekelompok kaum jin mendengarkan Al-
Qur`an, sebagaimana tertera dalam surat Al-Ahqaf ayat 29-32. Kemudian Allah menyuruh Nabi
kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memberitahukan yang demikian itu. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:

‫ي أَنَّه‬ َ ‫س ِم ْعنَا ا ْستَ َم َع نَفَ ٌر ِمنَ ْال ِج ِن ق ْل أ ْو ِح‬


َّ َ‫ي ِإل‬ َ ‫ق ْرآنًا َع َجبًا فَقَالوا ِإنَّا‬

“Katakanlah (hai Muhammad): ‘Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah
mendengarkan Al-Qur`an, lalu mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-
Qur`an yang menakjubkan’,” dan seterusnya. (Lihat Al-Qur`an surat Al-Jin: 1)

Tujuan dari itu semua adalah agar manusia mengetahui ihwal kaum jin, bahwa beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam diutus kepada segenap manusia dan jin. Di dalamnya terdapat petunjuk bagi
manusia dan jin serta apa yang wajib bagi mereka yakni beriman kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, Rasul-Nya, dan hari akhir. Juga taat kepada Rasul-Nya dan larangan dari melakukan
kesyirikan dengan jin.
Jika jin itu sebagai makhluk hidup, berakal dan dibebani perintah dan larangan, maka mereka
akan mendapatkan pahala dan siksa. Bahkan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
diutus kepada mereka, maka wajib atas seorang muslim untuk memberlakukan di tengah-tengah
mereka seperti apa yang berlaku di tengah-tengah manusia berupa amar ma’ruf nahi mungkar
dan berdakwah seperti yang telah disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Juga
seperti yang telah diserukan dan dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas mereka. Bila
mereka menyakiti, maka hadapilah serangannya seperti saat membendung serangan manusia.
(Idhahu Ad-Dilalah fi ‘Umumi Ar-Risalah, hal. 13 dan 16)

Mendakwahi kaum jin tidaklah mengharuskan seseorang untuk terjun menyelami seluk-beluk
alam dan kehidupan mereka, serta bergaul langsung dengannya. Karena semua ini tidaklah
diperintahkan. Sebab, lewat majelis-majelis ta’lim dan kegiatan dakwah lainnya yang dilakukan
di tengah-tengah manusia berarti juga telah mendakwahi mereka.

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu berkata: “Bisa jadi ada sebagian orang mengira
bahwa para jin itu tidak menghadiri majelis-majelis ilmu. Ini adalah sangkaan yang keliru.
Padahal tidak ada yang dapat mencegah mereka untuk menghadirinya, kecuali di antaranya ada
yang mengganggu dan ada setan-setan. Maka kita katakan:

‫ب أَع ْوذ بِكَ ِم ْن‬


ِ ‫ َوق ْل َر‬.‫اطي ِْن‬ ِ ‫ب أ َ ْن َه َمزَ ا‬
َّ ‫ت ال‬
ِ َ‫شي‬ ِ ‫يَحْ ضر ْو ِن َوأَع ْوذ بِكَ َر‬

“Ya Rabbku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung
(pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku.” (Al-Mu`minun: 97-98)
[lihat Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin]

Wallahu a’lam bish-shawab.

Diambil dari artikel “Berinteraksi dengan Jin” dari


http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=350

Wujud Jin Dalam Pandangan Syariat


Dipublikasi pada 10/02/2010 oleh Fadhl Ihsan

Jin memiliki jasad dengan berbagai bentuk. Dalam hadits Abu Tsa’labah radiyallohu anhu, yang
diriwayatkan oleh Ath Thabrani (22/214-215) No. 573, Al Baihaqi dalam “Al Asma wa Ash
Shifat” (827), Al Hakim (2/456) dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah dalam
ta’liqnya terhadap Kitab “Al Misykaat” (4148) dan Syaikh Kami Al Wadi’i Rahimahullah dalam
“Ash Shahiih Al Musnad Mimma Laisa Fii Ash Shahihain” (1213) bahwa Rasulullah Shallollohu
‘alaihi wasallam, bersabda:
‫علَى ثَالثَ ِة‬ َ ‫ْال ِج ُّن‬
‫ف لَه ْم‬ ٌ ‫ص ْن‬ ِ : ٍ‫صنَاف‬ ْ َ‫أ‬
ٌ
‫أَجْ نِ َحة يَ ِطيرونَ فِي‬
، ٌ‫ف َح َّيات‬ ٌ ‫ص ْن‬ ِ ‫ َو‬،‫اء‬ِ ‫ْال َه َو‬
ُّ
َ‫ف يَ ِحلون‬ ٌ ‫ص ْن‬ ِ ‫َو‬
َ‫ظ َعنون‬ ْ َ‫وي‬.َ
” Jin terdiri dari tiga kelompok; satu kelompok memiliki sayap dan mereka terbang di udara, satu
kelompok berbentuk ular dan satu kelompok tidak menetap dan berpindah-pindah.”
Hadits ini merupakan dalil bahwa jin memiliki jasad dan tidak mungkin dipahami dari lafazh
“satu kelompok memiliki sayap dan terbang di udara” bahwa jin tidak memiliki jasad karena
sayap itu berjasad dan tidak mungkin sayap itu ada kecuali pada yang berjasad. Para malaikat
pun memiliki sayap. Ada yang memiliki 2, 3, atau 4 sayap dan terbang ke langit yang tinggi dan
dia memiliki jasad. Demikian pula Al Qur’an Al Karim menunjukkan bahwa jin yang terbang itu
berjasad. Rabb kami berfirman mengabarkan tentang apa yang dikatakan oleh Ifrith kepada
Sulaiman ‘alaihissalam
‫قَا َل ِع ْف ِريتٌ ِمنَ ْال ِج ِن‬
‫أَنَا آتِيكَ ِب ِه قَ ْب َل أَ ْن‬
ِ َ‫وم ِم ْن َمق‬
َ‫امك‬ َ ‫تَق‬
‫َو ِإنِي َعلَ ْي ِه لَقَ ِوي‬
‫ين‬ٌ ‫أَ ِم‬
“Berkata Ifrith dari kalangan jin bahwa saya akan mendatangimu dengannya (dengan membawa
singgasana Ratu Saba) sebelum engkau bangkit dari tempat dudukmu dan sesungguhnya saya
kuat lagi terpercaya.” (QS. An Naml : 39).
Kalau Ifrith itu tidak memiliki jasad, maka dia tidak akan mampu untuk memikul apa yang
dibawa dan tidak mampu pula untuk menjaganya. Demikian pula jin yang terbang di udara
diciptakan dalam keadaan memiliki jasad yang sebenarnya berjalan di muka bumi. Jika mereka
ingin terbang, maka mereka berubah bentuk lebih dahulu, kemudian terbanglah mereka. Adapun
jin dan setan yang masuk ke dalam tubuh manusia untuk memberikan waswas dan yang lainnya,
mereka berubah bentuk seperti udara. Perkara ini sudah diketahui dan merupakan dalil bahwa
mereka berjasad.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa jin itu memiliki jasad dan orang yang berpendapat bahwa
mereka seperti udara, tidak memiliki dalil dari Al Kitab dan As Sunnah. Dalil terkuat yang
mereka jadikan sebagai hujjah adalah riwayat yang datang dari Wahb bin Munabbih
sebagaimana yang disebutkan oleh Asy Syibly dalam kitab “Aakaamu Al Mirjaan fii Ahkaami
Al Jaan” bahwa dia berkata: “Jin itu berjenis-jenis dan jenis jin yang asli adalah angin, mereka
tidak makan, tidak minum dan tidak berketurunan. Diantara mereka ada jenis yang makan,
minum, berketurunan dan menikah seperti As Sialy, Al Ghuul, Al Qathrub dan yang
semisalnya.”
Jika riwayat tersebut shahih, maka sudah diketahui bahwa Wahb adalah seorang ahli sejarah dan
dia menukilkan dari kitab ahli kitab, sedangkan kitab ahli kitab itu penuh dengan perubahan dan
pengkaburan (antara yang haq dan yang batil, pen).
Sebagian mereka berdalil bahwa jin itu seperti udara yaitu angin, dengan sabda Rasulullah
Shallollohu ‘alaihi wasallam :
‫طانَ َيجْ ِري‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ِإ َّن ال‬
‫ِم ِن اب ِْن آدَ َم َمجْ َرى‬
‫الد َِّم‬
“Sesungguhnya setan berjalan dalam tubuh manusia di tempat peredaran darah.” (HR. Al
Bukhari (6219) dan Muslim (2175) dari hadits Shafiyyah Radhiyallahu ‘anha)
Hadits ini bukan merupakan dalil bagi orang yang berpendapat demikian karena mereka berjalan
di tempat peredaran darah, bukan karena pada asalnya mereka adalah udara. Akan tetapi, Allah
Subhaanahu wa ta’ala, memberikan kemampuan kepada mereka untuk berubah bentuk. Oleh
karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa jin itu angin dan tidak berjasad, batil dan sangat
jelas kebatilannya karena bertentangan dan bertabrakan dengan dalil-dalil yang banyak dari Al
Qur’an dan As Sunnah yang shahih dan telah diketahui secara pasti dari Islam, ijma, akal dan
kenyataan yang kita saksikan.
Berikut ini akan saya sebutkan dalil-dalil secara global:
1. Jin itu makan dan minum.
2. Jin menikah dan berketurunan.
3. Jin berbentuk dan berubah bentuk menjadi bentuk manusia dan hewan.
4. Jin melakukan berbagai jenis pekerjaan seperti bangunan dan pekerjaan-pekerjaan lain seperti
mengangkat beban berat dan yang lainnya.
5. Jin merasakan berbagai keadaan seperti sakit, takut, kuat, lemah, hidup, mati dan yang
lainnya.
6. Jin dilihat oleh sebagian makhluk seperti keledai. Rasulullah Shallollohu ‘alaihi wasallam,
bersabda :
‫إذا سمعتم نهيق الحمار فتعوذوا‬
‫باهلل من الشيطان فإنه رأى‬
‫شيطانا‬
“Jika kalian mendengar ringkikan keledai, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari setan
karena sesungguhnya dia melihat setan.” (HR. Al Bukhari : 3303 dan Muslim : 2729)
7. Ketika jin itu mampu untuk berubah bentuk menjadi bentuk manusia, maka dia mampu
menyakiti manusia baik dengan memukulnya, membunuhnya maupun mencegahnya untuk
bergerak dan yang lainnya.
Pada pasal ini kami telah memaparkan dalil-dalil dari para ulama dalam berbagai tulisan yang
khusus membahas tentang jin dan setan seperti kitab “Aakaamu Al Mirjaan fi Ahkaami Al Jaan”
karya Asy Syibly dan “Luqat Al Mirjaan fi Ahkaami Al Jaan” karya As Suyuthi dan yang
lainnya.
Orang-orang yang berpendapat bahwa jin itu berbentuk angin menganggap bahwa jin itu masuk
ke dalam tubuh manusia dan berjalan di tempat peredaran darahnya, sehingga mereka
menyangka bahwa mereka itu angin. Padahal tidak demikian, karena bisa diambil faedah dari ”
berjalannya mereka pada tempat peredaran darah manusia” bahwa Allah Subhaanahu wata’ala,
memberikan kemampuan kepada mereka untuk berubah bentuk sehingga mereka menjadi udara
karena jin yang masuk ke dalam tubuh manusia mampu untuk membesarkan diri dalam tubuh
manusia sampai dia mampu menguasai seluruh badan manusia.
Berdasarkan penjelasan ini, maka jelaslah bagi pembaca bahwa kita tidak mungkin mengingkari
bahwa jin itu memiliki jasad.
[Diterjemahkan Oleh : Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi Hafizhahulloh, dari
kitab : Ahkaamul Ta’ammul Ma’aal Jin wa aa’daaburroqo’ Asy Syar’iyyah (Hukum Berinteraksi
Dengan JIN dan Adab-Adab Ruqyah yang Syar’i) Sumber : Pustaka Ats Tsabat Balikpapan]
Artikel asli bisa dibaca di sini:
http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=87:apakah-jin-itu-
seperti-udara-tidak-berbentuk-atau-memiliki-jasad-&catid=1:aqidah-islam&Itemid=28

Inilah Tempat-tempat yang Banyak Dihuni


Syetan dan Jin
Dipublikasi pada 16/03/2010 oleh Fadhl Ihsan

Tempat-tempat yang banyak ditemukan para syaitan di antaranya :

1. Tempat peristirahatan unta.

Dalam hadits Abdullah bin Mughaffal radiyallohu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah
Shallallohu ‘alaihi wasallam:

ِ ‫صلُّوا ِفى َم َرا ِب‬


‫ض‬ َ ‫اْل ِب ِل فَإِنَّ َها ْالغَن َِم َوالَ ت‬
َ ‫صلُّوا ِفى‬ ِ ‫ان‬ َ ‫ين أ َ ْع‬
ِ ‫ط‬ ِ ‫اط‬ َّ ‫ت ِمنَ ال‬
ِ ‫ش َي‬ ْ َ‫خ ِلق‬

“Shalatlah kalian di tempat peristirahatan (kandang) kambing dan janganlah kalian shalat di
tempat peristirahatan (kandang) unta karena sesungguhnya unta itu diciptakan dari syaitan.”
(HR. Ahmad (4/85), Ibnu Majah (769) dan Ibnu Hibban (5657) dan selainnya)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah sebagaimana yang disebutkan di dalam
“Majmu Fatawa” (19/41) ketika menjelaskan tentang penyebab dilarangnya shalat di tempat
peristirahatan unta: Yang benar bahwa penyebab (dilarangnya shalat) di kamar mandi, tempat
peristirahatan unta dan yang semisalnya adalah karena itu adalah tempat-tempat para setan.

2. Tempat buang air besar dan kecil.

Dalam hadits Zaid bin Arqam radiyallohu ‘anhu, dan selainnya yang diriwayatkan oleh Ahmad
(4/373), Ibnu Majah (296), Ibnu Hibban (1406), Al Hakim (1/187) dan selainnya bahwa
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda :

َ ‫ فَإِذَا دَ َخ َل ِإ َّن َه ِذ ِه ْالحش‬، ٌ ‫ض َرة‬


‫وش‬ َ َ‫ محْ ت‬: ‫ث اللَّه َّم ِإ ِني أَعوذ ِبكَ أَ َحدك ْم فَ ْل َيق ْل‬
ِ ‫ث َو ْال َخ َبا ِئ‬
ِ ‫ِمنَ ْالخب‬

“Sesungguhnya tempat-tempat buang hajat ini dihadiri (oleh para setan, pen), maka jika salah
seorang dari kalian hendak masuk kamar mandi (WC), ucapkanlah “Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepadamu dari setan laki-laki dan setan perempuan.”

ِ ‫ ْالخب‬adalah setan laki-laki dan ‫ث‬


‫ث‬ ِ ِ‫ ْال َخبَائ‬adalah setan perempuan. Demikian banyak orang yang
terkena gangguan jin adalah di tempat-tempat buang hajat.

3. Lembah-lembah.

Sesungguhnya jin dan setan ditemukan di lembah-lembah dan tidak ditemukan di pegunungan.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam “Majmu Fatawa” (19/33) :
“Lembah-lembah adalah tempatnya kaum jin karena sesungguhnya mereka lebih banyak
ditemukan di lembah-lembah daripada di dataran tinggi.”

4. Tempat sampah dan kotoran.


Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam “Majmu Fatawa” (19/41) : “(Para
Setan) ditemukan di tempat-tempat bernajis seperti kamar mandi dan WC, tempat sampah,
kotoran serta pekuburan.”

5. Pekuburan.

Telah datang dari hadits Abu Said Al Khudri radiyallohu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallohu
‘alaihi wasallam, bersabda:

ٌ‫ام ِإالَّ ْال َم ْق َب َرة َ اْل َ ْرض كلُّ َها َمس ِْجد‬
َ ‫َو ْال َح َّم‬

“Permukaan bumi itu semuanya masjid (bisa dijadikan tempat untuk shalat, pen) kecuali
pekuburan dan kamar mandi.” (HR. Ahmad (3/83), Abu Daud (492), Tirmidzi (317), Ibnu
Hibban (1699), Al Hakim (1/251) serta yang lainnya)

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah sebagaimana yang disebutkan di dalam
“Majmu Fatawa” (19/41) ketika berbicara tentang tempat-tempat jin : “Pada pekuburan itu
terdapat sarana menuju kesyirikan sebagaimana pekuburan juga menjadi tempat mangkalnya
para syaitan. Lihat ucapan beliau sebelumnya.

Para syaitan menuntut orang yang hendak menjadi tukang sihir untuk selalu tinggal di
pekuburan. Dan di sanalah para syaitan turun mendatanginya dan tukang sihir itu bolak-balik ke
tempat ini. Para syaitan menuntutnya untuk memakan sebagian orang-orang mati.

6. Tempat yang telah rusak dan kosong.

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam “Al Adab Al Mufrad” (579) dari Tsauban radiyallohu
‘anhu berkata : Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, berkata kepadaku :

‫الكفوركساكن القبور ال تسكن الكفور فإِن ساكن‬

“Janganlah kamu tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman karena tinggal di tempat yang jauh
dari pemukiman itu seperti tinggal di kuburan.”

Hadits ini hasan. Berkata lebih dari satu ulama bahwa Al Kufuur adalah tempat yang jauh dari
pemukiman manusia dan hampir tidak ada seorang pun yang lewat di situ. Berkata Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang disebutkan dalam “Majmu Fatawa” (19/40-41) ketika
berbicara tentang jin : “Oleh karena itu, (para syaitan) banyak ditemukan di tempat yang telah
rusak dan kosong.”

7. Lautan.

Dalam hadits Jabir radiyallohu ‘anhu berkata : Bersabda Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam
:

‫يبعث سراياه إن إبليس يضع عرشه على البحر ثم‬


“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas lautan dalam riwayat lain di atas air dan
kemudian dia pun mengutus pasukannya.” (HR. Muslim: 2813)

Dan juga datang dari hadits Abu Musa radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban
dan yang lainnya dan hadits ini shahih. Sebagian ulama menyebutkan bahwa lautan yang
dimaksud adalah samudera “Al Haadi” karena di sanalah tempat berkumpulnya semua benua.

8. Celah-celah di bukit.

Telah datang hadits Ibnu Sarjis radiyallohu ‘anhu dia berkata: bersabda Rasulullah Shallallohu
‘alaihi wasallam :

‫اليبلون أَحدكم في الجحر‬

“Janganlah salah seorang di antara kalian kencing di lubang…”


Mereka berkata kepada Qatadah: “Apa yang menyebabkan dibencinya kencing di lubang?”, dia
berkata : “Disebutkan bahwa itu adalah tempat tinggalnya jin.”

Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (5/82), Abu Daud (29), An Nasaai (34), Al Hakim (1/186)
dan Al Baihaqi (1/99). Lebih dari satu ulama yang membenarkan bahwa Qatadah mendengar dari
Abdullah bin Sarjis radiyallohu ‘anhu. Lihat ktab “Jami’ At Tahshiil.”

Hadits ini dishahihkan oleh Al Walid Al Allamah Al Wadi’i dalam “Ash Shahih Al Musnad
Mimma Laisa fii Ash Shahihain” (579).

9. Tempat-tempat kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan.

Para setan ditemukan di setiap tempat yang di dalamnya manusia melakukan kesyirikan, bid’ah
dan kemaksiatan. Tidaklah dilakukan kebid’ahan dan penyembahan kepada selain Allah
Subhaanahu wa ta’ala, kecuali syaitan memiliki andil yang cukup besar di dalamnya dan
terhadap para pelakunya.

10.Rumah-rumah yang di dalamnya dilakukan kemaksiatan.

Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda :

‫كلب وال صورة أن المالئكة ال تدخل بيتا فيه‬

“Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan
gambar.” (HR. Al Bukhari: 3226 dan Muslim : 2106 dari hadits Abu Thalhah dan Aisyah
Radhiyallahu ‘anhuma dan datang pula dari para sahabat yang lain)

Jika malaikat tidak masuk ke dalam rumah, maka yang masuk adalah syaitan karena malaikat
adalah tentara-tentara Allah Subhaanahu wa ta’ala yang diutus untuk menjaga kaum mukminin
dan menolak kemudharatan dari mereka. Termasuk kebodohan adalah jika seorang muslim
mengusir malaikat dari rumahnya yang menyebabkan masuknya jin dan setan ke dalamnya.
Maka makmurkanlah rumah itu dengan dzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, ibadah, dan
membaca Al Qur’an.

Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda :

‫فيه سورة البقرة الشيطان ينفر من البيت الذي تقرأ ال تجعلوا بيوتكم مقابر إن‬

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai pekuburan karena sesungguhnya


setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan Surat Al Baqarah.” (HR. Muslim (780),
Ahmad (2/337), Tirmidzi (2877) dan selainnya)

11.Pasar-pasar.

Telah datang dari Salman radiyallohu ‘anhu, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (2451) dan
selainnya berkata :

‫رايته فإنها معركة الشيطان وبها ينصب لسوق وال آخر من يخرج منها ال تكونن إن استطعت أول من يدخال‬

“Janganlah engkau menjadi orang pertama yang masuk pasar jika engkau mampu dan jangan
pula menjadi orang paling terakhir yang keluar darinya pasar karena pasar itu adalah tempat
peperangan para syaitan dan disanalah ditancapkan benderanya.”

Ucapan ini memiliki hukum marfu (disandarkan kepada Rasululla Shallallohu ‘alaihi wasallam,
pen). Yang dimaksud dengan ‫ ا لمعر كة‬dalam kata “‫ ” معركة الشيطان‬adalah tempat peperangan para
syaitan dan mereka menjadikan pasar sebagai tempat perang tersebut karena dia mengalahkan
mayoritas penghuninya disebabkan karena mereka lalai dari dzikrullah dan gemar melakukan
kemaksiatan.

Dan ucapannya ” ‫( ” رايته وبها ينصب‬dan dengannya dipasang benderanya), merupakan isyarat
ditemukannya para syaitan untuk mengadu domba sesama manusia.

Oleh karena itu, pasar merupakan tempat yang dibenci oleh Allah Subhaanahu wata’ala.
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫وأبغض البال د إلى هللا أ سواقها أ حب البال د إلى هللا مساجدها‬

“Tempat yang paling disukai oleh Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci oleh
Allah adalah pasar.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (671) dan selainnya dari hadits Abu Hurairah
radiyallohu ‘anhu. Demikianlah para setan berkumpul di tempat-tempat yang di dalamnya gemar
dilakukan perbuatan maksiat dan kemungkaran.

12. Jin dan para setan berkeliaran di jalan-jalan dan lorong-lorong.


Dalam hadits Riwayat Bukhari (3303) dan Muslim (2012) dari Jabir radiyallohu ‘anhu, bahwa
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda :

‫الفويسقة ربما اجترت الفتيلة المصابيح عند الرقاد فإن فإن للجن انتشارا وخطفة وأطفئوا إذا كان جنح الليل فكفوا صبيانكم‬
‫فأحرقت أهل البيت‬

“Jika telah datang malam, maka cegahlah anak-anak kalian untuk keluar karena sesungguhnya
jin itu berkeliaran dan melakukan penculikan. Matikan lentera di saat tidur karena sesungguhnya
binatang fasik (tikus, pen) itu kadang menarik sumbu lampu sehingga membakar penghuni
rumah tersebut.”

Sumber:
http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=98:tempat-tempat-
yang-banyak-ditemukan-para-syaitan-&catid=1:aqidah-islam&Itemid=28

Hukum Meminta Tolong Jin Untuk


Mengetahui Penyakit
Dipublikasi pada 10/09/2011 oleh Fadhl Ihsan

Tanya : Apa hukum meminta pertolongan jin untuk mengetahui adanya hipnotis atau sihir,
demikian juga untuk juga mempercayai omongan jin yang merasuk ke tubuh orang sakit dengan
klaim bahwa ia terkena sihir atau hipnotis, menurut pengakuan jin itu?

Jawab:

Tidak boleh meminta bantuan jin untuk mengetahui penyakit yang hinggap atau cara
mengobatinya. Karena meminta pertolongan dari jin itu syirik, berdasarkan firman Allah:

“Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan
kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan
kesalahan..” (QS. Al-Jin : 6)

Juga firman Allah:

“Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman):
”Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia”, lalu
berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia: ”Ya Rabb kami, sesungguhnya
sebahagian dari pada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah
sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.” Allah berfirman: ”Neraka itulah
tempat diam kamu, sedang kamu kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang
lain).” Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’aam : 128)
Arti mengambil kesenangan sebagian mereka dari yang lain adalah bahwa manusia memuliakan
jin dan jin itu membantu mereka dalam hal yang mereka inginkan, serta mendatangkan apa yang
mereka minta. Di antaranya adalah memberitahukan kepada mereka kondisi penyakit dan sebab-
sebabnya yang hanya diketahui oleh jin dan tidak diketahui oleh manusia. Terkadang mereka
berdusta, karena mereka memang tidak bisa dipercaya dan tidak boleh mempercayai mereka.
Wallahu A’lam.

(Dinukil dari Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Dewan Tetap Arab
saudi untuk riset-riset ilmiyah dan fatwa)

Sumber: http://www.salafy.or.id/ salafy.php?menu=detil&id_ artikel=524

Atau lihat di: http://abihumaid.wordpress.com/2008/06/10/meminta-tolong-jin-untuk-


mengetahui-penyakit/

Anda mungkin juga menyukai