Anda di halaman 1dari 8

JPII 1 (2) (2012) 115-122

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia


http://journal.unnes.ac.id/index.php/jpii

PROFIL KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN APRESIASI SISWA


TERHADAP PROFESI PENGRAJIN TEMPE DALAM
PEMBELAJARAN IPA BERPENDEKATAN ETNOSAINS

S.E. Atmojo*

FKIP Universitas PGRI Yogyakarta, Indonesia

Diterima: 24 Juli 2012. Disetujui: 20 Agustus 2012. Dipublikasikan: Oktober 2012

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil keterampilan proses sains dan apresiasi siswa terhadap pro-
fesi pengrajin tempe dalam pembelajaran IPA berpendekatan etnosains. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
persentase keterampilan proses sains siswa pada uji coba I sebesar 64,58%, pada uji coba II sebesar 70,10% dan
sebesar 74,26 % pada uji coba III. Hasil perhitungan terhadap angket apresiasi siswa terhadap profesi pengrajin
tempe diperoleh nilai N-gain > 0,70 yang berarti peningkatan apresiasi siswa berada pada kategori tinggi.

ABSTRACT

This study aims to determine the profile of science process skills and appreciation of students to the profession
tempe producers in learning science with etnosains approach. The results showed the average percentage of stu-
dents in science process skills test at 64.58% I, II trials of 70.10% and 74.26% for the III trials. The calculation
result of the appreciation of students’ questionnaires to obtain professional craftsmen tempe-gain values N> 0.70
which means an increase in appreciation of students are in high category.

© 2012 Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNNES Semarang

Keywords: appreciation, etnosains, science process skills

PENDAHULUAN reditation).
Saat ini banyak masyarakat Kedungtuban
Pembelajaran selama ini cenderung hanya yang berprofesi sebagai pembuat tempe. Profesi
mengutamakan pengembangan aspek intelektual sebagai pengrajin tempe dapat dinyatakan seba-
dengan buku teks pegangan guru menjadi sumber gai bagian dari budaya, karena menurut Siregar
belajar utama. Berdasarkan observasi yang dila- (2002) kebudayaan adalah seluruh cara kehidu-
kukan kenyataan tersebut merupakan gambaran pan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai
umum yang terjadi di Kedungtuban Kabupaten sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih
Blora karena proses pendidikan formal cende- tinggi dan lebih diinginkan. Budaya merupakan
rung dipandang sebagai proses pembelajaran suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
yang terpisah dari proses akulturasi dan terpisah bersama oleh sebuah kelompok orang dan di-
dari konteks suatu komunitas budaya. Di sam- wariskan dari generasi ke generasi. Akan tetapi
ping itu, banyak orang yang memandang mata cara hidup atau budaya masyarakat ini kurang
pelajaran di sekolah memiliki tempat yang lebih mendapat apresiasi positif dihati para siswa. Ku-
tinggi (social prestige), dari pada tradisi budaya lo- rangnya apresiasi siswa terhadap profesi tersebut
kal yang dipandang tidak berarti dan rendah (disc- dikarenakan selama ini siswa belum mengetahui
bahwa dalam proses pembuatan tempe tersebut
*Alamat korespondensi: juga menggunakan prinsip-prinsip sains.
Email: setyoatmojo@yahoo.co.id
116 S. E. Atmojo / JPII 1 (2) (2012) 115-122

Selama ini mereka menganggap cara pem- tasikan data, menyusun kesimpulan sementara
buatan tempe tersebut diperoleh secara turun te- (inferensi), meramalkan (memprediksi), mene-
murun, dan tidak ada hubungannya sama sekali rapkan (mengaplikasi), dan mengkomunikasikan
dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Untuk (Davut, 2008). Dalam penelitian ini keterampi-
menjelaskan proses pembuatan tempe secara il- lan proses sains yang akan ditingkatkan adalah
miah agar siswa dapat memberikan apresiasi keterampilan mengamati, keterampilan manfsir-
yang lebih baik terhadap pengrajin tempe, me- kan hasil pengamatan, membuat hipotesis, me-
ningkatkan keterampilan proses sains serta hasil rancang eksperimen, melakukan eksperimen,
belajar siswa diperlukan pengembangan perang- menganalisis data, dan mengkomunikasikan ha-
kat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). sil. Pembelajaran IPA berpendekatan etnosains
Pengembangan perangkat pembelajaran IPA diyakini dapat merubah pembelajaran dari Te-
berpendekatan etnosains diduga sebagai solusi acher Centered Learning menjadi Student Centered
untuk mengatasi masalah tersebut karena pende- Learning, menciptakan pembelajaran kontekstual
katan etnosains merupakan strategi penciptaan dan bermakna. Pembelajaran IPA berpendekatan
lingkungan belajar dan perancangan pengalaman etnosains yang mengaitkan pembelajaran dengan
belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai budaya masyarakat akan meningkatkan apresiasi
bagian dari proses pembelajaran (Sardjiyo, 2005). siswa terhadap budaya masyarakat tersebut.
Pembelajaran berpendekatan etnosains
dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya METODE
sebagai bagian yang fundamental (mendasar dan
penting) bagi pendidikan sebagai ekspresi dan Subjek penelitian ini adalah siswa kelas
komunikasi suatu gagasan dan perkembangan IX SMP Bhakti Kedungtuban Blora. Penelitian
pengetahuan (Joseph, 2010). Apresiasi merupa- ini dilakukan dengan mengobservasi aspek kete-
kan pemahaman dan penghargaan atas suatu ha- rampilan proses sains yang yang dilakukan oleh
sil seni atau budaya serta menimbang suatu nilai, siswa. Apresiasi diketahui dengan memberikan
merasakan bahwa benda itu baik dan mengerti angket apresiasi sebelum dan sesudah pembelaja-
mengapa baik (Sukmadinata, 2010). Apresiasi ran IPA berpendekatan etnosains. Adapun jenis,
dapat diketahui dengan pengamatan, bertanya teknik, dan instrument pengumpulan data dapat
langsung maupun tidak langsung, dan angket. dilihat pada Tabel 1.
Dalam penelitian ini apresiasi akan diukur meng-
gunakan angket. Keterampilan proses sains ada- HASIL DAN PEMBAHASAN
lah wawasan atau anutan pengembangan kete-
rampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan Kegiatan pembelajaran berpendekatan
fisik yang bersumber dari kemampuan-kemam- etnosains yang dilakukan disesuaikan dengan
puan mendasar yang pada prinsipnya telah ada karakteristik pembelajaran IPA berpendekatan
dalam diri pebelajar (Dimyati, 2006). etnosains. Tahapan yang dilakukan dalam kegia-
Kemampuan atau keterampilan mendasar tan pembelajaran berpendekatan etnosains dapat
itu antara lain adalah kemampuan atau keteram- dilihat pada Gambar 1.
pilan mengobservasi atau mengamati, termasuk Dalam penyusunan rencana pelaksanaan
di dalamnya menghitung, mengukur, mengkla- pembelajaran berpendekatan etnosains meng-
sifikasikan, dan mencari hubungan ruang atau gunakan desain model perencanaan pembela-
waktu, membuat hipotesis, merencanakan pe- jaran IPA berpendekatan etnosains yang dapat
nelitian, mengendalikan variabel, menginterpre- dilihat pada Gambar 2.

Tabel 1. Jenis, Teknik, dan Instrument Pengumpulan Data

Jenis data Teknik pengumpulan Instrumen pengumpu- Teknik analisis data


data lan data
Keterampilan proses Observasi Lembar observasi Deskriptif persentase
sains
Apresiasi Angket apresiasi Lembar angket apresi- N-gain
sai untuk siswa
Hasil belajar kognitif Tes Lembar soal tes untuk t-test sampel releted uji
siswa fihak kanan
N- gain
S. E. Atmojo / JPII 1 (2) (2012) 115-122 117

Sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran atan tempe secara ilmiah menggunakan konsep
IPA berpendektan etnosains siswa melakukan konsep IPA yang diperoleh di sekolah.
wawancara kepada masyarakat pengrajin tem- Dalam kegiatan pembelajaran IPA ber-
pe mengenai psoses-proses yang terjadi dalam pendekatan etnosains diharapkan siswa dapat
pembuatan tempe untuk mengetahui bagaimana melakukan atau mempunyai keterampilan proses
pemahaman sains masyarakat dalam proses pem- sains, karena pembelajaran ini dikemas melalui
buatan tempe. Pengrajin tempe menjawab perta- observasi, diskusi, presentasi dan praktikum. Ha-
nyaan sesuai dengan kemampuan dan pola pikir sil observasi keterampilan proses sains dapat dili-
mereka sehingga diperoleh perbandingan antara hat pada Tabel 3.
sains mayarakat dengan sains ilmiah mengenai Berdasarkan perhitungan terhadap angket
proses pembuatan tempe. Perbandingan sains yang diberikan dan telah diisi oleh siswa sebe-
mayarakat dengan sains ilmiah pada proses pem- lum dan sesudah pembelajaran diketahui terjadi
buatan tempe dapat dilihat pada Tabel 2. peningkatan apresisi siswa sebelum dan sesudah
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa ma- pembelajaran seperti tampak pada Gambar 3.
syarakat telah mengetahui proses proses pembu- Analisis peningkatan skor angket apresiasi
atan tempe dan dapat menjelaskan proses pro- dihitung dengan menggunakan rumus gain rata-
ses yang terjadi dalam pembuatan tempe sesuai rata ternormalisasi (N gain), yaitu perbandingan
dengan pengetahuan yang dimilikinya selama gain rata-rata aktual dengan gain rata-rata maksi-
ini (etnosains). Walaupun masyarakat sudah da- mum (Hake, 2005). Dari Gambar 5 terlihat bah-
pat menjelaskan proses yang terjadi dalam pem- wa terdapat perbedaan persentase peningkatan
buatan tempe sesuai pengetahuannya selama ini apresiasi sebelum dan sesudah pembelajaran.
akan tetapi penjelasan masyarakat tersebut belum Besarnya perbedaan peningkatan apresiasi dapat
sesuai dengan penjelasan tentang proses proses dilihat pada nilai N gain pada Tabel 4.
pembuatan tempe secara ilmiah (sains ilmiah). Pembelajaran IPA berpendekatan et-
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan nosains juga berdampak pada peningkatan hasil
pembelajaran IPA berpendekatan etnosains agar belajar siswa yang dapat dilihat pada Tabel 5.
siswa dapat menjelaskan proses proses pembu- Hasil penelitian menunjukkan adanya pe-

KEGIATAN AWAL EKSPLORASI

1. Identifikasi budaya budaya apa saja yang (Observasi dari Perspektif Sains)
berkembang di masyarakat
2. Menentukan salah satu budaya yang di dalamnya 1. Guru membagi siswa kedalam kelompok kelompok (4-5
terdapat konsep konsep IPA, untuk selanjutnya siswa) untuk melakukan observasi proses proses yang
membahas proses proses yang terjadi dalam terdapat dalam dalam budaya tersebut dari perspektif
pembelajaran IPA di kelas sains asli dan ilmiah
3. Guru menyampaikan kompetensi dasar dan 2. Guru memfasilitasi siswa dalam melakukan observasi
tujuan pembelajaran 3. Guru meminta siswa untuk membuat laporan hasil
observasi
4. Siswa melaporkan hasil observasi dalam bentuk tertulis

KONFIRMASI

1. Guru memfasilitasi siswa untuk berkomentar, ELABORASI


bertanya, mengklarifikasi materi pembelajaran
serta melakukan refleksi 1. Siswa mempresentasikan laporan hasil observasi
2. Guru memberikan konfirmasi terhadap hasil didepan kelas dan siswa lain diberi kesempatan untuk
observasi siswa menyanggah, bertanya dan memberi komentar
3. Observer melakukan penilaian selama proses 2. Guru mengajukan pertanyaan pertanyaan untuk
pembelajaran berlangsung mengecek pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran dan keterkaitannya terhadap budaya
membuat tempe.

KEGIATAN AKHIR

1. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran


2. Guru memberikan tes akhir pembelajaran

Gambar 1. Karakteristik Pengembangan Pembelajaran Berpendekatan Etnosains


118 S. E. Atmojo / JPII 1 (2) (2012) 115-122

2.Tujuan Pembelajaran :
1.Fokus Budaya:

Memfasilitasi siswa menguasai materi pelajaran IPA sesuai dengan kompetensi


Budaya yang berkembang
dasar dan indikator yang hendak dicapai sebagai upaya meningkatkan apresiasinya
di masyarakat
terhadap budaya yang berkembang di masyarakat.

3. Materi Pembelajaran :

Budaya yang berkembang dimasyarakat dihubungkan dengan materi pelajaran IPA sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator
yang hendak dicapai siswa sebagai upaya meningkatkan apresiasinya terhadap budaya yang berkembang di masyarakat.

4. Kegiatan Pembelajaran :

Kegiatan pembelajaran berpendekatan etnosains terdiri dari tiga tahap utama, yaitu :

a. Pendahuluan, yang merupakan tahapan apersepsi guna menggali pengetahuan awal siswa tentang budaya dimasyarakat
yang kemudian dikaitkan dengan materi IPA, kemudian membahas proses yang terjadi menggunakan konsep konsep IPA.
b. Inti, yang merupakan tahapan yang menekankan tugas bermakna, interaksi aktif, dan aplikasi kontekstual melalui langkah
eksplorasi, diskusi dan pendalaman konsep, serta pengembangan dan aplikasi.
c. Penutup, yang merupakan tahapan penyimpulan.

5. Sumber, Alat dan Media :

Sumber, alat dan media pembelajaran yang mendukung pencapaian kompetensi dasar dan indikator sebagai upaya meningkatkan
apresiasi siswa terhadap budaya yang berkembang di masyarakat.

6. Penilaian:

Penilaian proses dan hasil.

Gambar 2. Desain Model Perencanaan Pembelajaran IPA Berpendekatan Etnosains

ningkatan keterampilan proses sains hal ini dise- dewasa karena keterbatasan pola pikir mereka
babkan model pembelajaran IPA berpendekatan (Joseph, 2010). Secara sederhana keterampilan
etnosains memberikan keleluasaan kepada siswa proses sains yang harus dimiliki oleh siswa seti-
untuk melakukan berbagai aktivitas belajar misal- daknya terdiri dari: 1) Keterampilan mengamati,
nya membiarkan mereka melatih diri menarik ke- 2) Keterampilan menafsirkan hasil pengamatan,
simpulan. Pemberian informasi tentang kegiatan 3) Keterampilan Membuat hipotesis, 4) Keteram-
yang akan dilakukan juga mendorong siswa un- pilan Merancang eksperimen, 5) Keterampilan
tuk melakukan keterampilan proses sains dalam melakukan eksperimen, 6) Menganalisis data,
pembelajaran. Foulds (1996) menyarankan cara serta 7) Mengkomunikasikan hasil. Tentunya ke-
untuk membantu seseorang agar dapat melaku- tujuh keterampilan proses tersebut menggunakan
kan aspek keterampilan proses sains dengan baik, bahasa dan tata cara sederhana sesuai pola pikir
salah satunya yaitu dengan membiarkan mereka siswa SMP.
melatih diri menarik kesimpulan hanya berda- Pada kegiatan pmbelajaran IPA berpen-
sarkan petunjuk-petunjuk atau bukti-bukti yang dekatan etnosains telah mencakup ketujuh ke-
tidak langsung. terampilan proses sains tersebut. Dalam proses
Aktivitas siswa selama pembelajaran pembelajaran berpendekatan ernosains siswa
IPA berpendekatan etnosains diiringi dengan belajar dengan mengobservasi dan melakukan
keterampilan proses siswa yang menunjukkan praktikum secara langsung proses pembuatan
adanya peningkatan. Jenis keterampilan proses tempe, dengan sedikit panduan dari guru siswa
sains yang dapat dilakukan oleh siswa setingkat dapat memahami konsep konsep sains yang ada
SMP memang belum meluas seperti halnya orang dalam proses pembuatan tempe. Dengan melaku-
S. E. Atmojo / JPII 1 (2) (2012) 115-122 119

Tabel 2. Perbandingan Sains Mayarakat dengan Sains Ilmiah Pada Proses Pembuatan Tempe

Tahapan Sains Masyarakat Sains Ilmiah


Perebusan biji ke- Membersihkan kedelai Sebagai proses hidrasi yaitu agar biji ke-
delai delai menyerap air sebanyak mungkin

Melunakkan biji kedelai supaya nanti-


nya dapat menyerap asam pada tahap
perendaman

Pengupasan kulit Menghilangkan kulit biji ke- Agar miselium fungi dapat menembus
biji kedelai delai biji kedelai selama proses fermentasi.

Perendaman biji Melarutkan kulit biji kedelai Hidrasi biji kedelai dan membiarkan
kedelai terjadinya fermentasi asam laktat agar
diperoleh keasaman yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan fungi.

Fermentasi asam laktat dan pengasaman


bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan
menghilangkan bakteri beracun.
Proses pencucian Menghilangkan semua ko- Menghilangkan kotoran yang dibentuk
akhir toran oleh bakteri asam laktat dan agar biji ke-
delai tidak terlalu asam.

Inokulasi Pemberian ragi untuk fermen- Inokulum dapat berupa kapang yang
tasi tumbuh dan dikeringkan pada daun
waru atau daun jati (disebut usar; digu-
nakan secara tradisional), spora kapang
tempe dalam medium tepung (terigu,
beras, atau tapioka; banyak dijual di
pasaran), dan kultur Rhizopus oligosporus
murni (umum digunakan oleh pembuat
tempe di luar Indonesia)

Pemberian lubang Agar jamur dapat tumbuh Sebagai tempat masuknya udara karena
pada bungkus tem- dengan baik, bungkus harus kapangtempe membutuhkan oksigen
pe dan penempat- di lubangi untuk tumbuh.
kan dalam wadah
untuk fermentasi

Biji-biji kedelai Menyatukan biji kedelai Pada proses ini kapang tumbuh pada
yang sudah di- menjadi tempe, berlangsung permukaan dan menembus biji-biji ke-
bungkus dibiarkan kurang lebih tiga hari dua delai, menyatukannya menjadi tempe.
untuk mengalami malam Fermentasi dapat dilakukan pada suhu
proses fermentasi. 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu
fermentasi yang lebih singkat biasanya
untuk tempe yang menggunakan banyak
inokulum dan suhu yang lebih tinggi,
sementara proses tradisional menggu-
nakan laru dari daun biasanya membu-
tuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
120 S. E. Atmojo / JPII 1 (2) (2012) 115-122

Tabel 3. Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran IPA Berpendekatan Etnosains

Pengukuran
Aspek keterampilan proses sains
Uji Coba I Uji Coba II Uji Coba III
Melibatkan seluruh indra untuk mencari informasi 31 34 34
Mengumpulkan fakta-fakta yang ada dari hasil pe-
ngamatan 14 18 17

Mencari kesamaan dan perbedaan dari hasil penga-


matan 17 20 22

Mencatat setiap pengamaatan 31 34 34


Mengemukakan pendapat/dugaan sementara dari ha-
sil pengamatan 16 18 20

Menentukan alat, bahan dan sumber yang digunakan 16 20 22


Menentukan prosedur kerja 14 19 20
Melaksanakan prosedur kerja yang telah dibuat 29 33 34
Mengumpulkan data 30 33 34
Menampilkan data dalam bentuk diagram, tabel,
ataupun grafik 9 10 16

Membuat laporan tertulis 28 33 34


Menyampaikan hasil pengamatan secara lisan 13 14 15

Gambar 3. Grafik Peningkatan Apresiasi Siswa


S. E. Atmojo / JPII 1 (2) (2012) 115-122 121

Tabel 4. Peningkatan Apresisi Siswa terhadap Profesi Pengrajin Tempe

Kelas Sebelum Pembelajaran Setelah pembelajaran Gain N gain Kretaria


Uji Coba I 54.66 88.74 34.08 0.75 Tinggi
Uji Coba II 54.29 88.42 34.13 0.74 Tinggi
Uji Coba III 54.47 91.36 36.89 0.81 Tinggi

Tabel 5. Hasil Perhitungan Peningkatan Hasil Belajar Siswa


Kelas Pre Test Post Test Gain N gain Kriteria
Uji Coba I 50,23 70,02 49,77 0,39 Sedang
Uji Coba II 52,56 71,74 47,44 0,40 Sedang
Uji Coba III 54,76 74,03 45,24 0,43 Sedang

kan praktikum pembuatan tempe siswa akan be- guru menjelaskan materi bioteknologi modern
kerja sesuai langkah langkah yang terdapat pada dan perbedaanya dengan bioteknologi konven-
petunjuk praktikum yang telah disusun pada sional. Siswa diminta mencari contoh contoh
pertemuan sebelumnya. Kegiatan observasi, ber- produk produk bioteknologi konvensional dan
diskusi, kemudian mempresentasikan hasilnya modern yang ada di lingkungan sekitar siswa, se-
didepan kelas setelah sebelumnya siswa mem- telah itu siswa diminta untuk menyusun petunjuk
buat laporan hasil observasi merupakan aspek praktikum pembuatan tempe. Pada pertemuan
aspek keterampilan proses sains yang jika kese- ketiga siswa melakukan praktikum pembuatan
luruhannya dilaksanakan oleh siswa dengan baik tempe sesuai dengan petunjuk praktikum pem-
maka setelah pembelajaran siswa akan memiliki buatan tempe yang telah disusun oleh masing
keterampilan proses sains yang lebih baik dari se- masing kelompok pada pertemuan sebelumnya.
belumnya (Rebecca, 2007). Dengan mengikuti dan melakukan seluruh ke-
Keterampilan proses sains paling rendah giatan dalam pembelajaran IPA berpendekatan
yaitu kemampuan menyampaikan hasil penga- etnosains siswa akan mengetahui bahwa ternyata
matan secara lisan yang berada pada kategori cu- dalam proses pembuatan tempe terdapat konsep
kup. Hal ini berarti bahwa siswa belum memiliki konsep IPA yang selama ini belum pernah mere-
kemampuan yang baik dalam mengkomunikasi- ka ketahui sebelumnya.
kan hasil pengamatan di depan kelas untuk men- Dalam kegiatan praktikum pembuatan
jelaskan hasil pengmatan bersama kelompoknya. tempe siswa melakukan proses pembuatan tempe
Menurut Mary (2002) keterampilan menyampai- itu sama halnya dengan siswa telah berpartisipasi
kan hasil pengamatan secara lisan perlu dilatih dalam proses pembuatan tempe sehingga dapat
secara berulang ulang agar siswa dapat menyam- meningkatkan pengakuan dan penghargaan sis-
paikan hasil pengamatan dengan baik, runtut dan wa terhadap profesi pengrajin tempe beserta tem-
mudah dipahami oleh siswa dan kelompok yang pe sebagai hasil karyanya. Peningkatan apresiasi
lain. dapat terjadi bila seseorang mengalami pengala-
Pembelajaran IPA berpendekatan juga man, baik langsung maupun tidak langsung, di
mengakibatkan terjadinya peningkatan apresiasi dalam karya seni atau budaya tersebut, dimana
siswa terhadap profesi pengrajin tempe. Pening- dalam penelitian ini karya seni atau budaya ter-
katan ini disebabkan oleh pembelajaran IPA yang sebut adalah profesi pengrajin tempe beserta den-
berpendekatan etnosains, dimana pada pembela- gan tempe sebagai hasil karyanya.
jaran IPA berpendekatan etnosains mengaitkan Hasil penelitian menunjukkan adanya
antara budaya membuat tempe yang berkembang peningkatan hasil belajar antara siswa dalam
dimasyarakat dengan pembelajaran IPA. Pem- pembelajaran dengan pendekatan etnosains, hal
belajaran yang dilakukan dengan memberikan ini disebabkan dalam pembelajaran IPA dengan
tugas kepada siswa untuk mengobservasi secara menggunakan pendekatan etnosains siswa lebih
langsung proses pembuatan tempe, kemudian tertarik dan antusias terhadap pembelajaran kare-
membahas proses proses yang terjadi dalam pem- na siswa merasa pembelajaran IPA berpendeka-
buatan tempe menggunakan konsep konsep sains tan etnosains lebih menyenangkan dibandingkan
melalui diskusi di kelas dan menyampaikannya dengan pembelajaran konvensional. Disamping
didepan kelas. Kemudian pada pertemuan kedua itu juga pada pembelajaran konvensional guru
122 S. E. Atmojo / JPII 1 (2) (2012) 115-122

memegang peranan yang dominan sedangkan International Journal of Instruction. 1(2): 39-56.
siswa cenderung bersikap pasif. Peningkatan Dimyati., Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran.
hasil belajar siswa tersebut dikarenakan adanya Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebu-
keterlibatan siswa selama proses pembelajaran, dayaan.
Hake, R.R. 2005. Will the No Child Left Behind Act-
karena salah satu prinsip belajar adalah menga-
Promote Direct Instruction of Science. Ameri-
lami sendiri, artinya siswa yang melakukan de- can Journal of Physics. 50(1):1-23.
ngan sendiri akan memperoleh hasil belajar yang Joseph, M.R. 2010. Ethnoscience and Problems of
optimal. Dalam pembelajaran menggunakan pe- Method in the Social Scientific Study of Reli-
rangkat pembelajaran berpendekatan etnosains gion. Oxfordjournals. 39(3): 241-249.
siswa terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga Siregar, L. 2002. Antropologi dan Konsep Kebuday-
memiliki pemahaman yang lebih baik dari siswa aan. Papuan Journal Of Social and Cultural An-
yang belajar secara konvensional. Siswa yang ak- thropology. 1(1): 3-8.
tif dalam kegiatan pembelajaran akan memiliki Mary, L.A. 2002. Mastery of Science Process Skills
and Their Effective Use in the Teaching of
pemahaman dan hasil belajar yang lebih baik dari
Science:An Educology of Science Education
siswa yang hanya mendengarkan penjelasan guru in the Nigerian Context. International Journal of
dan pasif selama kegiatan pembelajaran berlang- Educology. 16(1): 11-30.
sung (Mehmet, 2006). Rebecca L.H., Swortzel. 2007. Assessing Mississippi
Aest Teachers’ Capacity For Teaching Science
PENUTUP Integrated Process Skills. Journal of Southern
Agricultural Education Research. 57(1): 1-13.
Dari pembahasan di atas, ada beberapa Sardjiyo. 2005. Pembelajaran Berbasis Budaya Model
simpulan yang dapat diambil yaitu: 1) Pembela- Inovasi Pembelajaran Dan Implementasi Kuri-
kulum Berbasis Kompetensi. Jurnal Pendidikan.
jaran IPA yang selama ini berlangsung di SMP
6(2): 83-98.
Bhakti Kedungtuban Blora cenderung tidak kon- Sukmadinata, S.N., Alexon. 2010. Pengembangan
tekstual dan guru kurang memanfaatkan budaya Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya
yang berkembang; 2) Skor rata rata keterampilan untuk Meningkatkan Apresiasi Siswa terhadap
proses sains siswa (60% ≤ KPS ≥ 80%) berada Budaya Lokal. Cakrawala Pendidikan. 29(2):
pada kategori tinggi; 3) Peningkatan apresiasi sis- 189-203.
wa sebelum dan sesudah pembelajaran terhadap Mehmet, T., Mustafa. 2006. Development and Valida-
profesi pengrajin tempe berada pada kriteria ting- tion of a Multiple Format Test of Science Pro-
gi (g ≥ 0,70). cess Skills. International Education Journal. 7(7):
1007-1027.
Foulds, W., J. Rowe. 1996. The Enhancement of Sci-
DAFTAR PUSTAKA ence Process Skills in Primary Teacher Educa-
tion Students. Australian Journal of Teacher Edu-
Davut, H. 2008. The Examination of the Basic Skill cation., 21(1): 16-23.
Levels of The Students’ in Accordance with the
Perceptions of Teachers, Parents and Students.

Anda mungkin juga menyukai