Anda di halaman 1dari 10

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Otot


Otot merupakan sistem organ terbesar dalam tubuh kita. Otot terdiri dari
tiga tipe yang berbeda berdasarkan morfologi, jalur sinyal selnya, mekanisme untuk
mempengaruhi kekuatan kontraksinya, pola kontraksinya, dan peranan sistem
syaraf terhadap fungsi otot. Tiga tipe otot adalah otot lurik (skeletal ), otot jantung,
dan otot halus. Otot lurik, jenis otot terbanyak, menempel pada tulang dan
merepresentasikan sekitar 40% dari berat badan tubuh manusia. Otot jantung
merupakan komponen utama dari jantung dan berkontraksi secara siklogenik untuk
kehidupan manusia. Otot polos merupakan komponen terbesar dari organ di dalan
traktus gastrointestinal, kandung kencing, uterus, saluran nafas, dan pembuluh
darah. Secara umum, otot polos membentuk dinding dari seluruh organ tubuh
kecuali jantung.1,2,3

Gambar 2.1 Diagram Penampang Serabut Otot Lurik


3

Tabel 2.1 Perbedaan Otot Lurik, Polos, dan Jantung

Kebutuhan kalsium untuk memulai kontraksi sama di seluruh tipe otot.


Mekanisme meningkatkan kadar kalsium untuk kontraksi bervariasi diantara tipe
otot, begitupun mekanisme pengeluaran kalsium untuk proses relaksasi. Oleh
karenanya, organelle sel seperti sarkolema (SL) dan reticulum sarkoplasmik (RS)
yang mengandung protein yang memberikan efek pada transportasi kalsium banyak
terdapat di otot. Pengetahuan tentang proses yang melibatkan transportasi kalsium
digunakan untuk mengetahui proses kontraksi pada semua tipe otot.1,2,3
Kontraksi otot didukung oleh proses hidrolisa ATP. ATP diproduksi melalui
fosforilasi oksidatif di mitokondria, dengan substrat berupa glikogen atau
triasilgliserol yang tersimpan di jaringan atau glukosa dan asam lemak yang ada di
dalam darah. Glikolisis juga memproduksi ATP, tetapi jumlahnya tidak sebanyak
proses fosforilasi. Pada beberapa tipe otot lurik, glikogen diubah menjadi glukosa
yang dipergunakan dalam proses glikolisis, sehingga menghasilkan energi yang
dipergunakan untuk kontraksi yang cepat dan pendek. Energi tambahan diperoleh
dari keratin fosfat (KP), yang secara cepat dapat memberikan sumber ikatan fosfat
berenergi tinggi yang digunakan untuk sintesis ATP dari ADP. ADP diproduksi
oleh enzim ATPase yang berlokasi di sel otot. KP tidak digunakan secara langsung
oleh ATPase, tetapi digunakan untuk regenerasi cepat dari ATP di tempat ATP
digunakan. ATP digunakan baik untuk kontraksi dan relaksasi otot. ATPase di
myosin menghidrolisa ATP untuk memperoleh energi yang digunakan untuk
4

pergeseran filen aktin terhadap filamen myosisn. ATP juga digunakan untuk
pengeluaran kalsium dari sitosol (kalsium ATPase), sehingga terjadi proses
relaksasi.1,2,3

2.2 Definisi Miopati


Miopati merupakan semua kelainan dimana terdapatnya gangguan primer
pada fungsi dan struktur otot skelet. Secara sederhana miopati diartikan sebagai
penyakit otot (dalam bahasa yunani mio=otot, sementara pati=menderita). Artinya
kelainan primernya terjadi pada otot, bukan pada saraf (neuropati atau gangguan
neurogenik) atau yang lain (otak dan sebagainya). Namun demikian kram otot,
kekakuan, dan spasme dapat juga dihubungkan dengan miopati.
Kata miopati digunakan untuk berbagai penyakit yang disebabkan oleh
perubahan anatomis dan biokimia pada dan di sekeliling lempeng akhir motorik,
dalam serat otot, atau dalam jaringan ikat dari otot, dan tidak disebabkan oleh lesi
sistem saraf.

2.3 Epidemiologi
Kejadian miopati herediter di seluruh dunia sekitar 14%. Dari keseluruhan
penyakit tersebut, penyakit central core (16%), nemaline rod ( 20%), centranuclear
berjumlah (14%), dan multicore (10%).
Prevalensi distrofi muskular lebih tinggi pada laki-laki. Di Amerika Serikat,
distrofi muskular Duchenne dan Becker terdapat 1 dari 3300 laki-laki. Keseluruhan
insiden distrofi muskular adalah sekitar 63/1 juta.
Insiden miopati inflamatorik diseluruh dunia berkisar antara 5-10/100.000
orang. Kelainan ini lebih sering terjadi pada wanita.
Insiden dan prevalensi dari miopati endokrin dan metabolik tidak diketahui.
Miopati kortikosteroid merupakan yang tersering pada tipe miopati endokrin dan
gangguan endokrin lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Miopati
metabolik jarang terjadi, tetapi diagnosisnya meningkat di amerika Serikat.

2.4 Patofisiologis
5

Sebagian miopati kongenital atau miopati herediter adalah penyakit kronik


dengan progresifitas yang lambat. Miopati herediter disebabkan adanya mutasi
kode-kode genetik untuk berbagai komponen dari kompleks distrofin-glikoprotein
menyebabkan distrofi otot, suatu sindroma yang ditandai oleh kelemahan otot
progresif. Sebagian basar dari bentuk penyakit ini menimbulkan kecacatan berat
dan berakhir fatal.
Mutasi gen-gen yang mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein menjadi CO2 dan H2O di otot serta
proses pembentukan ATP, akan menyebabkan miopati metabolik.
Miotonia disebabkan oleh gen-gen abnormal pada kromosom 7,17, atau 19
yang menyebabkan kelainan saluran-saluran ion Na+ atau Cl-.
Kebanyakan miopati kongenital atau miopati herediter adalah penyakit
kronis dengan progresifitas yang lambat. Klinisi jarang mendapati pasien datang
secara khusus untuk mengobati miopati kongenitalnya tanpa adanya keluhan lain
yang menyerang secara akut. Klinisi lebih sering mendapati pasien dengan miopati
yang disebabkan oleh gangguan metabolik, inflamatorik, endokrin dan toksik
dibandingkan miopati dengan penyebab kongenital karena perlangsungan dari
gejala-gejala miopati nonkongenital.yang bersifat akut maupun subakut.
Paralisis periodik adalah sekelompok penyakit yang menyebabkan pasien
datang dengan kelemahan akut akibat gangguan perpindahan ion kalium yang
mengarah pada disfungsi otot. Kerusakan genetik pada channel ion natrium di
dalam membran sel otot mengakibatkan terjadinya paralisis, yang dapat
berlangsung selama beberapa jam sampai sekian hari.

2.5 Gejala Klinis


Gejala miopati meliputi gejala negatif dan gejala positif.
2.5.1 Gejala Negatif
a. Kelemahan (weakness)
Kelemahan merupakan gejala tersering yang dikeluhkan pasien dengan
penyakit otot organik. Distribusi kelemahan otot bervariasi dan bisa berubah-
ubah. Beberapa kelemahan bisa terjadi pada otot proksimal sehingga pasien
mengeluh sulit bangkit dari duduk dan sulit menaiki tangga. Kelemahan pada
6

otot distal jarang terjadi tetapi dapat merupakan gejala bagi miopati tertentu,
dimana pasien mengeluh tungkai jatuh (drop foot) dan atropi pada tungkai
bawah. Kelemahan pada otot kranial bisa menyebabkan disartria, tidak mampu
meniup, disfagia, tersedak, ptosis dan muka tidak simetris. Kelemahan pada
otot bagian badan bisa memicu skoliosis, lordosis lumbal, dan abdomen
protuberant.4
b. Kelelahan (fatigue), dan exercise intolerance
Kelelahan harus dibedakan antara kelelahan fisik dan mental. Jika
pasien mengeluh kelelahan namun pada pemerksaan secara obyektif kekuatan
otot segmental kemungkinan diagnosis depresi harus disingkirkan. Jika
kelelahan fisik dan exercice intolerance didapatkan maka harus di tatalaksana
lebih lanjut untuk menyingkirkan miopati akibat kelainan metabolik tertentu
atau kelanan mitikondria dan dipastikan penyebab kelelahan apakah
dicetuskan latihan ringan atau berat yang bisa mengarah pada kelainan
glikogenesis atau metabolisme lipid.4
2.5.2 Gejala Positif
a. Mialgia
Mialgia seringkali tidak spesifik dan relatif jarang terjadi
dibandingkan miopati yang lain. Rheumatologi dan ortopedi relatif lebih
sering mendapati mialgia. Nyeri otot yang menetap pada bagian proksimal
sering menyertai miopati inflamasi dan polimiositis, sedangkan mialgia
episodik setelah latihan berhubungan dengan miopati metabolik namun
miopati ini jarang terdiagnosis karena biasanya bukan merupakan keluhan
utama.4
b. Kram
Kram merupakan kontraksi otot yang terjadi involunter biasanya
selama beberapa detik atau menit. Kram mudah dilihat pada EMG sebagai
aksi potensial motor unit yang cepat. Kebanyakan kram bersifat ringan dan
terjadi pada tungkai bawah. Faktor resiko kram diantaranya usia tua,
dehidrasi, penggunaan diuretik, hipotiroid, dan gangguan metabolik
lainnya. Pada pasien dengan penyakit neuromuskular, kram merupakan
gejala yang sering didapatkan pada penyakit motor neuron, khususnya
7

awal dari Amyotropic Lateral Sclerosis (ALS) dan pada polineuropati


motorik kronik dan motorik sensorik. Pada miopati, kram paling umum
pada miopati metabolik seperti myophosphorilasi defisiency (McArdle’s
disease) dan miopati hipotyroid. Kram jarang pada muscular dystrophy
atau miopati inflamasi.4
c. Kontraktur
Kontraktur persendian tidak biasa pada pasien dengan gejala
muskular. Kontraktur bisa merupakan gejala klinis awal pada banyak
kasus penyait herediter autosom dominan atau resessive dominan dan
semua kasus dari resesif X-linked miopati Emery-Dreifuss dan distropi
yang disebabkan oleh mutasi pada gen kolagen seperti miopati Bethlem.
Kontraktur berkembang pada sejumlah miopati termasuk Duchenne dan
muscular dystrophi yang lain dan awal pada juvenile dermatomiositis.
Tidak seperti kram, kontraktur biasanya tidak terlihat pada jarum EMG.4
d. Miotonia
Miotonia ditandai dengan kegagalan relaksasi setelah kontraksi
volunter yang lama. Miotonia ini sering melibatkan otot tangan instrinsik
dan kelopak mata. Hal ini disebabkan karena depolarisasi berulang serabut
otot yang menyebabkan kontraksi tetanik serabut otot. Secara klinis,
miotonia dapat dilihat dengan mengetok otot (perkusi miotonia) atau
dengan kontraksi volunter sekelompok otot (action myotonia). Test khusus
yang bisa dilakukan adalah penekanan pada tangan atau menutup kelopak
mata dengan kuat. Beberapa pasien myotonik mengeluh kekakuan otot.
Miotonia dapat membaik dengan latihan berulang, sedangkan
paramiotonia ditandai oleh adanya perburukan dengan latihan. Paparan
udara dingin menyebabkan perburukan pada keduanya. Miotonia
umumnya pada channelopathy sodiumdan klorida dan pada myotonik
dystropi. Miotonia yang didapat (aquired) jarang didapatkan. Kasus yang
bisa didapatkan adalah keracunan atau pada hipereksitabilitas autoimun
saraf dan membran otot.4

e. Mioglobinuria dan rhabdomyolisis


8

Myoglubinuria dan rhabdomyolisis untuk menunjukkan adanya


kelebihan myoglobin pada urine yang tampak sebagai urin yang berwarna
gelap (cola). Miopati ini jarang ditemuakan dan mengindikasikan berat dan
akutnya kerusakan serabut otot yang masif. Penyebab miopati ini
bervariasi namun banyak kasus idiopatik dan terjadi setelah latihan berat,
setelah konsumsi obat dan toksin serta infeksi, pada demam lama atau
panas (heat stroke) dan sebagainya.4

2.6 Klasifikasi
Miopati diklasifikasikan menjadi miopati yg didapat (acquired myopathy)
dan miopati yang diturunkan (hereditary myopathy).4
Tabel 2.2 Klasifikasi Miopati

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan lab :
a. Elktrolit, kalsium, magnesium
b. Serum mioglobin
c. Hitung darah lengkap
d. LED, autoantibodi ( pada penyakit yang didapat )
e. Kreatinin kinase (dilepaskan dari sel-sel otot yang rusak)
2. EMG
3. Biopsi otot
4. Urinalisis : mioglobinuria diindikasikan bila urinalisis (+) dengan sedikit
RBCs pada evaluasi mikroskopik
5. Tes fungsi tiroid
9

6. AST

2.8 Diagnosis Banding


Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kelemahan otot :5
- Sindrom Guillain-Barre
- Sindrom Eaton-Lambert Myasthenic
- Myastenia gravis
- Serebral palsi
- Atrofi muskular spinalis
- Hipomielinasi neuropati kongenital
- Neuropati perifer

2.9 Penatalaksanaan
Terapi miopati tergantung dari penyebabnya. Keberhasilan terapi miopati
adalah untuk memperlambat progresivitas penyakit dan mengurangi gejala.
Setelah dilakukan konfirmasi histologis, adalah dengan kortikosteroid dan
imunosupresan, misalnya azatioprin. Pasien harus dimonitor selama beberapa tahun
dan banyak yang masih mengalami kelemahan otot. Varian histologis yaitu miositis
badan inklusi, tidak responsif terhadap terapi. Kondisi ini merupakan penyakit otot
didapat yang relatif sering, dan umumnya menyerang pria usia lanjut.
Terapi untuk miopati inflamatorik, biasanya dengan obat-obatan yang dapat
menekan sistem imun. Prednison adalah obat yang biasa digunakan pada miopati
inflamatorik.

2.10 Terapi Rehabilitas Medik


Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien
dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus realistis dan
fleksibel sebab status neurologis dari pasien dan derajat kelainan biasanya berubah
seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan keluarga berpartisipasi dalam
mencapai tujuan rehabilitasi.6

1. Fase awal
10

Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi


fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum
memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan
adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal dan
begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional.7
2. Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi
dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita
secara medik telah stabil. Program pada fase ini meliputi: 8
a. Fisioterapi
1) Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 ke
bawah).
2) Diberikan terapi panas superficial (infrared) untuk melemaskan otot.
3) Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung
dari kekuatan otot.
4) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
5) Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
6) Latihan mobilisasi.

Gambar 2.2 terapi panas superficial (infrared)

b. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis pada
ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang disesuaikan,
11

AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan.


Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan.

c. Ortotik Prostetik
Pada pasien dengan kelemahan otot dapat digunakan alat bantu atau alat
ganti dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering
digunakan antara lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg
brace, cock-up splint, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).

d. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui
serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase
penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat,
sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase,
bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase
psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.

f. Sosial Medik danVokasional


Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup
serta keadaan rumah penderita.

2.11 Prognosis
Prognosisnya bergantung dari etilogi dan diagnosis spesifiknya. Kematian
dan kecacatan akibat miopati bergantung pada etiologi dari kelainan, beratnya
penyakit, dan adnya kondisi yang mengancam Pada kasus miopati endokrin,
prognosis biasanya bagus. Miopati progresifitasnya berkembang pada saat dewasa
lebih baik prognosisnya dibandingkan yang berkembang selama masa kanak-kanak.

Anda mungkin juga menyukai