Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Moralitas merupakan fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang
membedakan manusia dari binatang. Saat ini, banyak suara-suara miring yang
diperdengarkan oleh para ahli dan masyarakat pada umumnya tentang permasalahan
moralitas anak bangsa yang diduga telah berjalan keluar dari garis-garis humanitas yang
sejati.
Permasalahan etika dan moralitas anak bangsa menjadi permasalahan yang sangat
mendasar dinegri ini. Kualitas moral yang semakin rendah dari kondisi yang kecil hingga
kekondisi yang besar mengakibatkan terhambatnya kemajuan bangsa Indonesia dalam waktu
yang cukup lama.
Permasalahan moral dan etika yag rendah ini sangat banyak terjadi pada anak-anak
yang seharusnya masih dalam masa perkembangan dan pertumbuhannya diisi dengan hal-hal
positif sehingga menjadikan bahkan melahirkan generasi penerus bangsa yang beradab dan
yang mempunyai etika dan moralitas yang baik
Karena permasalahan moral tersebut diharuskan adanya tindakan-tindakan untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Jawaban yang paling kuat yaitu melalui pendidikan.
Pendidikan melalui orang tua,guru,lingkungan sekitar dan tentu saja melalui pendidikan
pancasila. Dengan mengaktualisasikan niai-nilai pancasila dapat menjadi landasan
berbicara,bersikap dan bertindak bagi anak-anak.
Dalam kondisi seperti ini diperlukan pemahaman dari segala pihak untuk memikirkan
moralitas dan generasi anak bangsa dengan merujuk pada pendidikan pancasila.karena
pancasila merupakan dasar Negara. Jadi setiap aktivitas kenegaraan dan keamasyarakatan
seharusnya berlandaskan pada pancasila.
Pancasila selalu memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang terjadi
dimasyarakat.karena dalam pancasila selalu terkandung nilai-nilai yang bisa mencerminkan
kita sebagai generasi penerus bangsa.
2

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa faktor penyebab menurunnya etika dan moralitas anak bangsa ?
2. Apa hubungan pentingnya pendidikan pancasila dengan pembentukkan moralitas anak
bangsa?
3. Bagaimana memecahkan permasalahan ini pada anak-anak bangsa?

1.3. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka dapat diambil beberapa
penjelasan tentang tujuan penulisan makalah ini, antara lain adalah :
1.Mengetahui makna dan penjelasan tentang moral dan etika.
2.Dapat memberikan pengetahuan tentang masalah yang ada dimasyarakat atau kalangan
remaja saat ini.
3.Dapat mengetahui factor-faktor yang dapat menjadikan lunturnya moral generasi penerus.
4.Mengerti bagaimana solusi/cara untuk menindak lanjuti masalah lunturnya moral dan etika
generasi penerus.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Manusia, Nilai, Moral dan Hukum


Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk
lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan
atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Manusia adalah makhluk yang
tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

· Nilai
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan,
alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.

· Moral
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya,
maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Jadi moral adalah
tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk
melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi
manusia yang baik.

· Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan
kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas
kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
4

A. Hakikat Fungsi Perwujudan nilai, moral dan hukum


Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia
mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang mempunyai
dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika berhubungan
dengan keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah, namun karena
manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk bahkan dengan
persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika dan estetika jauh
melangkah ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral
tersebut sebagaimana mestinya.

Menurut Bartens ada tiga jenis makna etika, yaitu:

1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2. Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
3. Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).

Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan
kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial.
Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi
sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu
kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya,
norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan.

 Nilai Moral di Antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia


Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika. Manusia
sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan
memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada
meskipun tanpa ada yang menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang
subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya.
5

Dua kategori nilai itu subjektif atau objektif:


Pertama, apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita
mendambakannya karena objek itu memiliki nilai Kedua, apakah hasrat, kenikmatan,
perhatian yang memberikan nilai pada objek, atau kita mengalami preferensi karena
kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi psikologis
badan organis kita (Frondizi, 2001, hlm. 19-24).

 Nilai di Antara Kualitas Primer dan Kualitas Sekunder

Kualitas primer yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada,
sama seperi kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia, sedangkan
kualitas sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindera seperti
warna, rasa, bau, dan sebagainya, jadi kualitas sekunder seperti halnya kualitas
sampingan yang memberikan nilai lebih terhadap sesuatu yang dijadikan objek penilaian
kualitasnya.
Perbedaan antara kedua kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer
harus ada dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder bagian eksistesi objek
tetapi kehadirannya tergantung subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun
sekunder sebab nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan sebuah
keniscayaan bagi esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat,
kualitas, yang dimiliki objek tertentu yang dikatakan “baik”. Nilai milik semua objek,
nilai tidaklah independen yakni tidak memiliki kesubstantifan.

 Metode Menemukan dan Hierarki Nilai dalam Pendidikan


Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, yang selanjutnya diambil sebuah keputusan, nilai memiliki polaritas
dan hierarki, yaitu:

1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas)
seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.
6

Ada beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas pengakuan,
objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang akan dicapai,
hubungan antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan hubungan yang dihasilkan
nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik. Sedangkan Max Scheller berpendapat bahwa
hierarki terdiri dari, nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan nilai kerohanian. Dan masih
banyak lagi klasifikasi lainnya dari para pakar, namun adapula pembagian hierarki di
Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran P4), yakni, nilai dasar, nilai instrumental,
dan yang terakhir nilai praksis.

 Makna Nilai bagi Manusia


Nilai itu penting bagi manusia, apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia
karena dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar
manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai.
Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam
perbuatan.

 Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral


Persoalan merosotnya intensitas interaksi dalam keluarga, serta terputusnya
komunikasi yang harmonis antara orang tua dengan anak, mengakibatkan merosotnya fungsi
keluarga dalam pembinaan nilai moral anak. Keluarga bisa jadi tidak lagi menjadi tempat
untuk memperjelas nilai yang harus dipegang bahkan sebaliknya menambah kebingungan
nilai bagi si anak.

 Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral


Setiap orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang
dimilikinya, pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif jika isu dan kebiasaan teman
itu positif juga, sebaliknya akan berpengaruh negatif jika sikap dan tabiat yang ditampikan
memang buruk, jadi diperlukan pula pendampingan orang tua dalam tindakan anak-anaknya,
terutama bagi para orang tua yang memiliki anak yang masih di bawah umur.

 Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu


Orang dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan
dengan anak-anak adalah memberi tahu sesuatu kepada mereka: memberi tahu apa yang
harus mereka lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, di mana harus
dilakukan, seberapa sering harus melakukan, dan juga kapan harus mengakhirinya. Itulah
7

sebabnya seorang figur otoritas (bisa juga seorang public figure) sangat berpengaruh
dalam perkembangan nilai moral.

 Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral


Setiap orang berharap pentingnya memerhatikan perkembangan nilai anak-anak. Oleh
karena itu dalam media komunikasi mutakhir tentu akan mengembangkan suatu
pandangan hidup yang terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada anak. Namun
ketika anak dipenuhi oleh kebingungan nilai, maka institusi pendidikan perlu
mengupayakan jalan keluar bagi peserta didiknya dengan pendekatan klarifikasi nilai.

 Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral


Pendidikan tentang nilai moral yang menggunakan pendekatan berpikir dan lebih
berorientasi pada upaya-upaya untuk mengklarifikasi nilai moral sangat dimungkinkan
bila melihat eratnya hubungan antara berpikir dengan nilai itu sendiri, meskipun diakui
bahwa ada pendekatan lain dalam pendidikan nilai yang memiliki orientasi yang berbeda.

 Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral


Munculnya berbagai informasi, apalagi bila informasi itu sama kuatnya maka akan
mempengaruhi disonansi kognitif yang sama, misalnya saja pengaruh tuntutan teman
sebaya dengan tuntutan aturan keluarga dan aturan agama akan menjadi konflik internal
pada individu yang akhirnya akan menimbulkan kebingungan nilai bagi individu tersebut.

 Manusia Dan Hukum


Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia,
masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk
mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan
antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat
menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang
melaksanakannya.

Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living
law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
8

Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam
ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana
ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang
bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu,
dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.

Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur


tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order)
yang bernama: m a s y a r a k a t. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial
masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari
dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).

· Hubungan Hukum Dan Moral


Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa
moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan
perundang-undangan yang immoral harus diganti.

Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap
berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral
atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum
dengan moral.

2.2 Konsep Etika dan Moral


Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa,padang
rumput, kandang, kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berfikir, dalam bentuk jamak
ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah (cara berfikir) terbentuknya istilah
etika yang oleh aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti ilmu
tentang apa yang biasa diakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Namun demikian, ada juga
kata moral dari bahasa latin yang artinya sama dengan etika.
Secara istilah etika mempunyai tiga arti, pertama : niai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Arti ini dapat disebut sistim niai. Kedua, etika berarti kumpulan asa-asas atau nilai
moral (kode etik). Ketiga, etika berarti ilmu tentang yang baik atau yang buruk.
9

Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa
Indonesia moral berarti akhlak atu kesusilaan yang mengadung makna tata tertib batin atau
tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku dalam hidup. Dengan demikian
moral dapat disimpulkan ajaran atau pedoman yang dijadikan landasan untuk bertingkah laku
dalam kehidupan agar menjadi manusia yang baik atau berakhlak.

2.3 Kondisi Moral Bangsa Indonesia


Dahulu bangsa Indonesia dikenal oleh kalangan masyarakat luar yang mempunyai
rakyat berbudi pekerti luhur, santun dan beragama. Namun citra itu seolah-olah hilang karena
tidak dijaga. Perlu diingat bahwa modal suatu bangsa menuju sebuah kemajuan adalah
mempunyai rakyat yang berpemikiran cerdas, bijak dan juga bermoral.
Kita patut prihatin atas moralitas bangsa kita saat ini.moralitas sekarang yang ada
justru sangat jauh dari nilai-nilai normatif yang selama ini sangat di junjung tinggi oleh
bangsa Indonesia. Banyak di kalangan pelajar yang tidah memberikan contoh akhlak yang
baik melainkan yang buruk
Pendidikan di Indonesia pada saat ini juga ebih cenderung memikirkan nilai akademis
tidak memikirkan akhlak dan moral anak bangsa.
Menurunnya moralitas anak bangsa bukan Karena ketidak sengajaan melainkan
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Longgarnya pegangan terhadap agama dengan longgarnya pegangan terhadap agama
maka seseorang akan kehilangan jati dirinya sendiri bahkan akan kehilangan kontrol pada
dirinya sendiri. Karena kontrol yag paling kuat yaitu terdapat pada dirinya sendiri.
2. Kurangnya pembinaan moral yang dilakukan oleh keluarga,sekolah maupun masyarakat
sekitar
3. Derasnya budaya materialistis, gejala penyimpangan yang terjadi karena pola hidup yag
semata-mata mengajarkan kepuasan materi.
4. Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah dalam melakukan
pembinaan moral.
5. Sisim pendidikan Indonesia yag kurang memperhatikan pendidikan moral.
10

2.4 Peran Pendidikan Pancasila Pada moral bangsa


Pendidikan sebenarnya merupakan cara membetuk sikap dan moralitas masyarakat
yang beradab. Dengan kata lain pendidikan merupakan moralisasi masyarakat. Akan tetap
seperti yang kita ketahui pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Masyarakat
Indonesia meniru adat istiadat masyarakat luar yang jelas-jelas memiliki perbedaan yang
banyak dan akan membuat kita melupakan moral bangsa Indonesia yang ada sejak dulu.
Kemerosotan atau menurunnya moral bangsa Indonesia tidak boleh dibiarkan begitu
saja,moral suatu bangsa juga berpengruh pada pandangan bangsa lain terhadap kita. Untuk
mengatasi hal ini pendidikan pancasila lah yang akan Membantu kita membangun moralitas
anak bangsa. Karena seperti yang kita ketahui bahwa pancasila merupakan dasar Negara. Dan
merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Didalam pancasila terdapat nilai-nilai yang berkaitan dengan moral. Seperti yang
terdapat pada sila pertama “ Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam sila ini terdapat nilai bahwa
bangsa Indonesia berpegang pada nilai-nilai agama yang diyakini masing-masing selain pada
niai hukum.
Hal ini dimaksudkan bahwa pancasila merupakan landasan dan falsafah hidup dalam
berbangsa dan bernegara.akan tetapi banyak yang menilai bahwa pendidikan yang penting
dalam pembentukan kharakter anak bangsa ini dipandang sangat membosankan bahkan
kehilangan keistimewaan dalam menjalankan pendidikan pancasila, bahkan dianggap
pelajaran yang tidak penting karena mungkin sudah teralu sering menemukan peajaran
pendidikan pancasila di masa SD, SMP, SMA bahkan di perguruan tinggi sekalipun.
Anggapan yang tidak penting itu yang membuat moralitas anak bangsa menurun bahkan
mengalami keterpurukan yang sangat jauh.
Seperti yang dikatakan Noor MS Bakry pancasila menandung beberaa nilai, yaitu :
1. Nilai material, segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
2. Nilai vital, segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas.
3. Nilai kerohanian, segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian ini
dibagi menjadi empat macam yaitu :
a. Nilai kebenaran, bersumber pada unsur akal manusia.
b. Niai kebaikan, bersumber pada unsur kehendak anusia
c. Nilai keindahan, bersumber pada unsur rasa manusia
d. Nilai religious, bersumber pada kepercayaan manusia.pancasila.
11

Dengan mengamalkan nilai-nilai pancasila ini kehidupan yang bradab akan terwujud,
pendidikan itu seharusnya mengarah pada nilai-nlai yang terkandung dalam sela ke-2.
Permasalahan mengenai kemanusiaan,adab dan moral bangsa dapat terselesaikan.(pendidikan
pancasila 2006,60-61)
Untuk memperbaiki moral dan etika anak bangsa perlu ditekankan lagi pada
pendidikan dan pengamalan nilai-nilai pancasila didalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral
dalam arti system pancasila adalah nilai-nilai yang bersumber kepada nilai-nilai yang
bersumber kepada kehendak atau kemauan manusia untuk berbuat sesuatu, tetapi
berlandaskan kepada unsur kemauan yang baik dan positif, disamping adanya unsur
pembenaran perbuatan yang bersumber kepada ratio atau akal manusia.
Selain itu dalam perbedaan dengan nilai-nilai yang lain, moral dan etika masih
berkaitan dengan perasaan estetika, perasaan diri dan social, serta perasaan religious dari
budaya manusia yang memiliki tingkat maju dan tinggi.
Berkaitan dengan penilaian terhadap perasaan estetika atau keindahan mengingat
keindahan juga melengkapi kehidupan manusia yang serba luas yang bisa diperoleh melalui
rasa rasa indah yang akan mendorong atas berhasilnya/baiknya buruknya penyelesaian tugas-
tugas dalam lingkup kehidupannya.
Sehubung dengan perasaan sosial, mengingat kepada kehidupan manusia (Indonesia)
hakikatnya, sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial dengan perasaan
sosialnya, tampaklah bahwa makhluk sosial tidak terlepas dari lingkungan sosialnya dari pada
pribadinya.

2.5 PENDIDIKAN SEBAGAI PONDASI PERADABAN BANGSA


Manusia lahir dengan potensi kodratnya berupa cipta, rasa dan karsa. Cipta adalah
kemampuan mempersoalkan nilai kebenaran, rasa adalah kemampuan mempersoalkan nilai
keindahan, dan karsa adalah kemampuan mempersoalkan nilai kebaikan. Ketiga potensi
tersebut dibingkai dalam satu ikatan sistem yang selanjutnya dijadikan landasan dasar untuk
mengkonstruksi bangunan filsafat kehidupan, menentukan pedoman hidup, dan mengatur
sikap dan perilaku agar senantiasa terarah kepada pencapaian tujuan hidup yang hakiki.
12

Hubungan Pendidikan dengan peradaban (karakter) suatu bangsa dianalogikan ibarat


hubungan fondasi dengan model atas konstruksi sebuah bangunan. Keduanya berhubungan
secara kausalitas, fondasi akan menentukan model bangunan diatasnya. Pendidikan adalah
fondasi bangunan dan karakter suatu bangsa adalah model bangunan yang merupakan hasil
kongkrit dari pendidikan.
Secara historis maupun faktual hari ini, agungnya peradaban suatu bangsa, adalah
potret keberhasilan pembentukan karakter yang dibentuk melalui proses panjang pendidikan,
baik formil maupun nonformil. Begitu pula sebaliknya, hancurnya peradaban suatu bangsa
adalah akibat kegagalan proses pendidikan karakter kepada masyarakatnya.
Pancasila adalah falsafah hidup (pandangan hidup) yang mencerminkan karakter dan
jatidiri bangsa Indonesia, selayaknya menjadi landasan, pijakan, dan fondasi sistem
pendidikan. Pancasila sebagai nilai-nilai luhur bangsa, menjadi rujukan utama dalam
mendidik setiap individu anak bangsa. Ketika pancasila ditinggalkan dari ranah pendidikan,
baik pendidikan keluarga, pendidikan lingkungan maupun pendidikan formal, maka pantaslah
jika dikemudian hari bangsa Indonesia kehilangan jatidirinya, dan secara perlahan, jika
dibiarkan, akan kehilangan keagungan peradabannya.
Tergerusnya nilai-nilai Ketuhanan, lunturnya perikemanusiaan yang adil dan beradab,
lemahnya rasa persatuan dan suburnya permusuhan, lunturnya nilai-nilai musyawarah untuk
mufakat, dan termarginalnya nilai keadilan, adalah fakta bahwa penanaman nilai-nilai
Pancasila telah lama hilang dalam proses pendidikan anak-anak bangsa kita sendiri.
Dengan demikian, betapa penting memposisikan Pancasila sebagai landasan dan
pijakan dalam proses pendidikan anak-anak bangsa. Pancasila jika sebenar-benarnya
ditanamkan dalam proses pendidikan, maka seyogyanya bangsa ini menjadi bangsa yang
memiliki peradaban yang agung, yakni peradaban agung manusia-manusia pancasila.

2.6 NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI PEDOMAN PENDIDIKAN KARAKTER


Kerinduan akan hadirnya Pancasila merambah pada semua bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara saat ini, hal ini sebagaimana telah disinggung diatas, diakibatkan
oleh terjadinya demoralisasi yang sangat luar biasa di semua bidang kehidupan dan setiap
lapisan masyarakat bangsa, yang sesungguhnya bertolakbelakang dengan nilai-nilai luhur
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa.
13

Sejalan dengan kerinduan terhadap pancasila, dunia pendidikan hari ini pun sedang
merindukan dan mengelu-elukan pendidikan karakter. Pemerintah melalui kementerian
pendidikan nasional, sedang mencanangkan program pendidikan karakter secara besar-
besaran. Pendidikan karakter dianggap sebagai solusi terbaik terhadap berbagai bencana
moral yang melilit bangsa ini, yakni; hilangnya nilai-nilai Ketuhanan YME, lemahnya nilai-
nilai peri-kemanusiaan yang adil dan beradab, lunturnya persatuan dan lemahnya prinsip
musyawarah untuk mufakat, serta semakin terpinggirkannya nilai-nilai keadilan.
Pembentukan karakter yang diinginkan dalam proses pendidikan adalah terdiri dari
tiga bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral Knowing), perasaan
bermoral (moral feeling), dan perilaku bermoral (moral behavior).
Karakter yang baik terdiri dari mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai
atau menginginkan kebaikan (loving or desiring the good) dan melakukan kebaikan (acting
the good). Membentuk karakter adalah dengan menumbuhkan karakter yang merupakan the
habits of mind, heart, and action yang antara ketiganya (pikiran, hati, dan perbuatan) adalah
saling terkait. Pendidikan karakter adalah internalisasi nilai-nilai luhur budaya, agama dan
nilai-nilai luhur lain yang telah dijadikan falsafah hidup suatu bangsa.
Pendidikan secara essensi berbicara tentang moral, moral adalah kebaikan, sedangkan
pedoman moral bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Pendidikan karakter ditujukan untuk
membenahi moral masyarakat bangsa yang kian hari kian bobrok, demoralisasi terjadi dalam
semua bidang kehidupan; politik, ekonomi, sosial, budaya sampai pada yang paling essensi
yakni keroposnya ideologi dan falsafah bangsa.
Dengan demikian, pendidikan karakter yang sesungguhnya adalah pematrian
(internalisasi) nilai-nilai luhur Pancasila pada pikiran (mind), nurani (heart), dan perilaku
(behaviour) setiap individu anak bangsa. Sehingga wujud keberhasilan pendidikan karakter
yang diwujudkan pemerintah adalah terlahirnya manusia-manusia Pancasila yang bermartabat
yang akan membentuk keagungan peradaban bangsa Indonesia
14

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan
Permasalahan yang paling mendasar adalah menurunnya kualitas etika dan moralitas
anak bangsa yang sudah dimulai pada anak usia dini permasalahan ini disebabkan oeh
beberapa faktor penyebab : pendidikan yang kurang,orang tua, guru, teman, kelonggaran
terhadap agama dll. Sehingga untuk memecahkan permasalahan tersebut dapat dilakukan
dengan pembentukan kharakter anak bangsa melalui pengamaan nilai-nilai pancasila.

b. Saran
Pendidikan pancasila sehausnya bisa diamalkan dalam kehidupan nyata oleh orang tua
guru bahkan masyarakat sekitar yang kemudian akan menjadi contoh bagi ana-anak dan
lembaga pendidikan seharusnya menjadi titik kebangkitan kekuatan generasi muda sejak dini.
15

DAFTAR PUSTAKA

http://rizqa15.student.fikip.uns.ac.id ( diakses pada tanggal 14 oktober 2016 )


Setijo, Pandji. Etika dan moralitas. Jakarta: Grasindo, 2006

Anda mungkin juga menyukai