OPTIMIS
Laeli Izah Rofi’ah M (1811020038)
Keperawatan S1 Fakultas Ilmu Keshatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Email : Laeliizh@gmail.com
ABSTRAK
Dari Abu Yahya Suhaib bin Sinan Radhiyallahu anhu ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan
yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu jika ia
mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat
kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya.”
TAKHRIJ HADITS Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, no. 2999 (64); Ahmad,
VI/16; Ad-Darimi, II/318 dan Ibnu Hibban (no. 2885, at-Ta’lîqatul Hisân ‘alâ Shahîh Ibni
Hibbân).
Kata Kunci : Syukur, sabar dan Optimis.
PENDAHULUAN
Allah S.W.T menciptakan manusia dalam keadaan yang lemah (dlo’ifa). Seringkali
kelemahan itulah yang menjadikan manusia selalu berkeluh-kesah dalam menghadapi kesulitan
hidup. Surat al-Ma’afij ayat 19-21 dengan jelas sekali menyatakan, bahwa :
Artinya : “Manusia diciptakan bersifat berkeluh-kesah dan kikir; apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh-kesah, dan apabila mendapat kebaikan ia amat kikir”. (Q.S. al-Ma’arij/70:19-21)
Watak dasar manusia seperti disebutkan dalam ayat itulah yang hendak diantisipasi oleh
hadits diatas. Karena hidup didunia ini tidak pernah terlepas dari sunnatullah yang diantaranya
tersimpul dalam dua hal; baik-buruk, senang-susah, bahagia-sedih, menang-kalah, berhasil-
gagal, dan lain sebagainya, serta disebabkan oleh adanya watak dasar manusia yang selalu
berkeluh-kesah, maka hadist diatas berfungsi untuk melindungi orang-orang muslim dari depresi
moral dan goncangan jiwa akibat tekanan hidup serta tumpukan permasalahan yang melilitnya.
Dimata seorang muslim, apapun yang menimpa dirinya, selalu memiliki sisi-sisi
kebaikan. Setiap muslim menyadari benar-benar bahwa dibalik setiap peristiwa selalu terdapat
hikmah. Kesadaran akan adanya hikmah itu lahir karena adanya pandangan berbaik-sangka
(husnudzon) kepada Sang Pencipta.
Ber-husnudzon kepada Allah tidak mungkin terjadi, jika seorang muslim tidak
menghayati betul bahwa Dia tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia belaka. Demikian
ditegaskan sendiri oleh Allah S.W.T dalam Al-Qur’an.
Artinya : “Tidak ada Sesutu kejadian pun dimuka bumi ini, dan tidak pula pada diri kamu
melainkan telah tertulis dalam kitab (suratan) sebelum Kami (Allah) melaksanakannya.
Sesungguhnya hal itu bagi Allah adalah perkara mudah. Supaya kamu tidak terlalu sedih atas apa
yang luput darimu, dan supaya kamu tidak terlalu bergembira atas apa yang dikaruniakan Allah
padamu. Allah tidak suka kepada orang yang terlalu angkuh dan membanggakan diri.” (Q.S. al-
Hadid/57:22-23)
Syukur
Bersyukur karena mendapatkan kesenangan, bagi seorang muslim adalah sebuah keniscayaan.
Melalui Kekuasaan-Nya. Allah mendatangkan nikmat berupa kesenangan hidup kepada hamba-
Nya. Saking banyaknya, nikmat Allah tersebut tidak dapat dihitung atau diperkirakan. “Jika
kalian hendak menghitung nikmat Allah, maka kalian tidak akan dapat memperkirakan nya.”
(Q.S. al-NAhl/16:18) Kesyukuran dan keikhlasan pada hakekatnya adalah untuk diri sendiri,
bukan untuk kepentingan Allah, karena Allah tidak memerlukan kesyukuran itu. Dengan
kesyukuran itu, kebaikan akan kembali kepada dirinya.
Artinya : “Dan ingatlah, takalah Tuhanmu mempermalukan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab Ku sangat pedih”.(Q.S. Ibrahim/14:7)
Berkaitan dengan hal ini, sebuah riwayat hadits meyebutkan bahwa Allah SWT sendiri
senang jika melihat jejak dan bekas limpahan nikmat-Nya atas hamba-Nya terus berlangsung.
Oleh karena itu, ungkapan dalam redaksi hadits bahwa “jika mendapat ia bersyukur, maka
hal itu menjadi kebaikan baginya”. Ungkapan yang sepenuhnya logis dan sesuai dengan
kandungan makna ayat tersebut.
Sabar
Banyak yang salah kaprah dalam menafsirkan pengertian sabar. Sabar dipaham sebagai sikap
narimo atau pasrah terhadap keadaan dan kesulitan yang melilit. Padahal, sabar adalah sikap
seorang muslim dalam menerima kenyataan hidup setelah dirinya berusaha untuk menaklukan nya.
Sabar adalah sikap nerimo tetapi yang didahului oleh perjuangan dan kerja keras (jihad), serta yang
disertai dengan kesinambungan upaya yang terus menerus.
Artinya : “Dan sesungguhnya Tuhanmu adalah Pelindung bagi orang-orang yang berhijrah sesudah
menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar”. (Q.S. al-Nahl/16:110)
Artinya : “Bersabarlah kamu dan kuatlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga”. (Q.S. Ali-
Imran/3:200)
Dengan demikian, makna ungkapan “sabar” yang tersirat dalam hadits diatas ialah sabar
sebagai hasil dari kerja keras dan perjuangan (jihad). Demikianlah sabar yang sesungguhnya ,
bukan sabar yang hanya retorika saja.
Artinya : Apakah kamu mengira kamu bahwa kamu akan masuk surge, padahal belum nyata bagi
Allah orang-orang yang berjihad diantaramu, dan belum nyata orang-orang yang bersabar. (Q.S.
Ali Imran/3:142)
Perlu ditekankan disini bahwa pengertian sabar tidak berlaku dalam hal menghadapi
kebatilan dan kemungkaran. Seprang muslim behakan dituntut untuk bangkit melawan setiap
bentuk kebatilan dan kemungkaran dengan cara sendiri sepeerti yang telah dituntunkan oleh
agama.
REFERENSI
Judul : Hadits-Hadits Politik
Peulis : Anang Rikza Masyhadi
Pengantar : Prof. Dr. H. M. Amien Rais, MA
Cetakan I, Mei 2005 – ISBN : 979-3708-17-4
Penerbit : Suara Muhammaditah (Anggota IKAPI)
Jl. KHA Dahlan 43 Yogyakarta 55122