Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di bidang Kesehatan sebagai perwujudan dari Misi ketujuh yaitu mengupayakan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat, maka kebijakan
pembangunan bidang kesehatan diupayakan untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu
hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis
(Depkes RI, 2009).

Pada tahun 2003 Universal Children Foundation (UNICEF) menyatakan bahwa pemberian Air
Susu Ibu (ASI) eksklisuf sampai usia enam bulan dapat mencegah kematian 1,3 juta anak berusia
dibawah lima tahun. Suatu penelitian di Ghana yang diterbitkan jurnal Pediatrics menunjukkan 16%
kematian bayi dapat di cegah melalui pemberian ASI pada bayi sejak hari pertama kelahiranya.
Angka ini naik menjadi 22% jika pemberian ASI dimulai dalam satu jam pertama setelah
kelahiran bayi dan menghubungkan antara waktu dilakukannya tindakan inisiasi menyusu dini
serta pola pemberian ASI dengan kejadian kematian bayi. Ternyata dari 10.947 bayi yang
dilahirkan dalam keadaan sehat dan diikuti perkembangannya selama sebulan, ternyata bayi yang
tertunda kontak dengan ibunya selama lebih dari 24 jam mengalami kematian 2,5 kali lebih
banyak dibandingkan bayi yang mlakukan IMD (Kompas, 2008).
Pemberian ASI dapat memberikan efek perlindungan pada bayi dan balita oleh karena itu
disaranan untuk memberikan ASI sesegera mungkin setelah bayi lahir. Kontak awal antara ibu dan
bayi merupakan periode sensitif dimana keterlambatan awal kontak antara bayi dan ibunya akan
mengganggu perkembangan anak selanjutnya (Anggarita K. online 2012).
Secara nasional, jumlah konselor menyusui baru mencapai 2.921 orang. Jumlah ini masih terlalu
kecil dari target yang dibutuhkan sekitar 9.323 konselor. Ketersediaan konselor menyusui di
fasilitas pelayanan kesehatan turut mempengaruhi peningkatan keberhasilan pemberian ASI.
Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kementerian Kesehatan Slamet Riyadi
Yuwono menyebutkan, berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2010,
baru ada 33,6 persen bayi umur 0-6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Bahkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menyebutkan, hanya 15,3 persen bayi umur kurang dari 6
bulan yang mendapat ASI eksklusif (Kompas, 2011).
Selain faktor ibu dan faktor tenaga kesehatan, sosialisasi serta dukungan politis pemerintah baik
pusat maupun daerah sangatlah penting dalam keberhasilan program Inisiasi Menyusui Dini
(IMD), dukungan itu antara lain dicanangkannya GNPP-ASI (Gerakan Nasional Peningkatan
Penggunaan Air Susu Ibu), ditetapkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian ASI eksklusif pada bayi Indonesia yang memuat 10
langkah keberhasilan menyusui bahkaN Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dalam program APN
(Asuhan Persalinan Normal) telah menetapkan 59 langkah dominan inisiasi menyusu dini masuk
dalam urutan prosedur bidan dalam melakukan pertolongan pesalinan namun cakupan
penatalaksanaan IMD dan ASI eksklusif pun masih rendah (Anggrita K. Online 2012).
Faktor lain yang mendukung penetalaksanaan IMD adalah pengetahuan dan sikap bidan,
pengetahuan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu sedangkan sikap dapat diartikan sebagai suatu predisposisi tingkah laku yang akan
tampak actual apabila kesempatan untuk mengatakan terbuka luas, pengetahuan dan sikap yang
dimiliki oleh bidan dapat diterapkan dalam penatalaksanaan IMD ( Yessie Online 2012 ).
Menurut data yang diperoleh dari ......................................bahwa kematian bayi pada periode
Januari s.d Juni Tahun 2012 mencapai 18 kasus dari 483 kelahiran hidup (Register kamar
bersalin ...................................., 2012).
Dari data tersebut di atas, menmbulkan minat peneliti untuk mengkaji masalah ini melalui suatu
penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dengan Penatalaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini di ...........................................

B. Rumusan Masalah
Bedasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas maka dirumuskan pertanyaan:
1. Apakah ada hubungan pengetahuan bidan dengan penatalaksanaan inisiasi menyusu
dini?
2. Apakah ada hubungan sikap bidan dengan penatalaksanaan inisiasi menyusu dini?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan pengetahuan dan sikap bidan dengan
penatalaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di .............................
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hubungan pengetahuan bidan dengan penatalaksanaan Inisiasi Menyusu
Dini di ..........................................
b. Diketahuinya hubungan sikap bidan dengan penatalaksanaan Inisiasi Menyusu Dini
di .....................................

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Karya tulis ilmiah menjadi sumber informasi bagi penentu kebijakan untuk meningkatkan Inisiasi
Menyusu Dini.
2. Manfaat Institusi
Sebagai acuan bagi rekan-rekan mahasiswi Diploma IV Kebidanan dalam penulisan penelitian
tentang Inisiasi Menyusu Dini.
3. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian dan sebagai syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma IV Kebidanan Universitas Indonesia Timur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Inisiasi Menyusu Dini
1. Pengertian
a. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan,
dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu). Pada
keadaan ini IMD merupakan proses membiarkan bayi dengan nalurinya sendiri dapat menyusu
segera dalam satu jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak kulit antara bayi dengan
kulit ibu (Depkes RI, 2008).
b. ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi seimbang dan
disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna
baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tata laksana menyusui yang benar, ASI sebagai
makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan (H.
Arini, 2012).
c.
6

Inisiasi Menyusu Dini (early initiaton) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu
sendiri segera setelah lahir dengan dibiarkan kontak kulit bayi dengan ibunya, setidaknya selama
satu jam segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti bayi mamalia lain mempunyai
kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan ibunya. Cara bayi
melakukan inisiasi menyusu dini dinamakan The breast crawl atau merangkak mencari payudara
(Roesli U, 2008).
d. Pada tahun 1992 WHO/UNICEF mengeluarkan protocol tentang Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) sebagai salah satu dari Evidence for the te steps to succesfull breastfeeding yang harus
diketahui oleh setiap tenaga kesehatan. Segera setelah dilahirkan,bayi diletakkan di dada atau
perut atas ibu selama paling sedikit satu jam untuk memberi kesempatan pada bayi untuk mencari
dan menemukan putting ibunya (Prawirohardjo S, 2008).
Sejak disadari bayi baru lahir dapat merangkak kearah payudara, menemukan putting susu,
kemudian menyusu sendiri, kita semua orang tua, ibu, ayah bahkan tenaga kesehatan sangat
terpesona menyaksikan keajaiban ini. Bayangkan selama berpuluh-puluh tahun, baik tenaga
kesehatan maupun orang tua berpendapat bahwa bayi baru lahir tidal mungkin dapat menyusu
sendiri. Kita berfikir untuk mendapat ASI yang pertama kalinya, kita harus membantu bayi dengan
memasukkan putting kemulut bayi atau menyusuinya. Padahal, bayi baru lahir belum siap
menyusu sehingga jika ibu menyusui bayi untuk pertama kali, kadang ia hanya melihat dan
menjiat puting susu, bahkan kadang menolak tindakan yang mengganggunya ini. Sebenarnya, saat
dilahirkan, bayi mungkin lebih mengerti akan hal ini dari pada ibu dan kita (Roesli U, 2008).
Setelah lahir bayi hanya perlu dibersihkan secukupnya dan tidak perlu membersihkan vernik atau
tangan bayi karena bau cairan amnion pada tangan bayi akan membantu bayi mencari puting ibu.
Dengan waktu yang diberikan, bayi akan mulai menendang dan bergerak menuju puting. Bayi
yang siap menyusu akan menunjukkan gejala refleks seperti membuka mulut dan mulai mengulum
puting. Refles menghisap yang pertama ini timbul 20-30 menit setelah lahir dan menghilang cepat.
Dengan protokol IMD ini, bayi dapat langsung menyusu dan mendapat kolostrum yang kadarnya
maksimal pada 12 jam pasca persalinan (Prawirohardjo S, 2008).
Dalam beberapa menit pertama setelah proses melahirkan, biarkan ibu dan bayi berinteraksi. Ajari
ibu untuk mendekap bayi agar bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan menjaga agar tidak tidak
terjadi hipotermi pada bayi. Selain itu, ibu bisa menelus halus punggung bayi dan mengajaknya
berbicara. Inisiasi menyusu dini tidak memaksakan anda untuk meletakkan mulut bayi kepayudara
ataupun hanya sekedar mendekatkan. Dalam beberapa menit, bayi akan berusaha untuk
merangkak kearah payudara dan mencari-cari sendiri putting payudara ibu. Beberapa saat
kemudian, bayi akan mengangkat kepalanya serta menoleh ke kiri dan kekanan. Kemudian, dalam
waktu kurang dari 25 menit, bayi akan berusaha mencari putting susu ibunya (Riskana R, 2012).
Ada beberapa intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami bayi untuk mencari dan
menemukan sendiri payudara ibunya. Di antaranya, obat kimiawi yang diberikan saat ibu
melahirkan bisa sampai kejanin melalui ari-ari dan mungkin menyebabkan bayi sulit menyusu
pada payudara ibu. Kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan, seperti operasi Caesar, vakum,
forcep, bahkan perasaan sakit di daerah yang digunting saat episiotomi dapat pula mengganggu
kemampuan alamiah ini. Penting untuk menyampaikan informasi tentang IMD pada tenaga
kesehatan yang belum menerima informasi ini. Juga dianjurkan untuk menciptakan suasana yang
tenang, nyaman, dan penuh kesabaran untuk memberi kesempatan bayi merangkak mencari
payudara ibu atau ‘the breast crawl’ (Roesli U, 2008).
2. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini
a. Ketika proses menyusu berlansung, terjadi pelepasan hormon oksitosin. Oksitosin adalah
hormon yang menyebabkan kontraksi. Kontraksi inilah yang membantu Rahim untuk kembali
kebentuk dan ukuran semula seperti saat belum hamil. Selain itu kontraksi ini dapat mengurangi
jumlah perdarahan pasca melahirkan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu.
b. Refleks hisap bayi paling kuat terjadi pada 30 menit pertama setelah dilahirkan. Isapan
bayi pada putting ibu akan merangsang pengeluaran hormon prolactin (yang merangsang produksi
ASI) dan hormon oksitosin (yang merangsang pengeluaran ASI). Kerja kedua hormon tersebut
akan membuat kolostrum cepat keluar.
c. Kontak kulit antara ibu dan bayi dapat mengurangi tingkat stress pada bayi. Bayi akan
merasa hangat karena kulit ibu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan suhu dengan suhu yang
dibutuhkan.
d. Kedekatan antara ibu dengan bayi membuat bayi tampak lebih tenang sehingga denyut
jantungnya pun stabil.
e. Pemberian ASI pada jam-jam pertama dapat menekan angka kematian bayi pada beberapa
bulan pertama kehidupannya.
f. Kontak kulit dalam proses menyusu dini sangat penting karena alasan-alasan berikut :
1) Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat sehingga akan menurunkan angka kenatia
bayi akibat Hipotermi (penurunan suhu tubuh).
2) Ibu dan bayi merasakan ketenangan. Ibu merasa tenang karena bayi terlahir dengan
selamat, bayi pun merasa tenang karena merasakan kehangatan dalam dekapan ibu.
3) Saat berada diatas dada, bayi akan menjilati dada ibu. Ketika proses ini terjadi,
sebenarnya bayi sedang menelan bakteri yang ada didada ibu. Bakteri ini berperan dalam
meningkatkan daya tahan tubuh bayi.
4) Bayi yang terjaga dalam 1-2 jam pertama setelah kelahiran yang mengeratkan jalinan
kasih saying antara ibu dan bayi dengan lebih baik.
5) Saat bayi berhasil menemukan putting susu ibu dan menyusu untuk yang pertama kalinya,
saat itulah ia mendapatkan kolostrum. Kolostrum sudah diketahui mempunyai banyak manfaat,
salah satunya kaya akan zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi tubuh bayi dari berbagai jenis
infeksi.
6) Saat bayi berhasil menyusu dini, ini akan mempengaruhi keberhasilannya dalam menyusu
secara eksklusif berikutnya.
7) Segala aktivitas yang dilakukan bayi diatas dada dan perut ibu, seperti menyentuh,
menghisap, dan menjilati dada maupun putting susu, akan merangsang pelepasan hormon
oksitosin, yang berperan dalam pencegahan perdarahan pascapersalinan dengan meningkatkan
kontraksi Rahim dan berperan penting pula dalam refleks pengeluaran ASI.
8) Menyempurnakan fungsi neurologis. Koordinasi syaraf untuk menelan, menghisap. Dan
bernapas, pada bayi yang baru lahir bisa jadi belum sempurna. Dengan sesegera mungkin
memberikan kesempatan kepada bayi untuk menghisap ASI dari putting payudara ibu, fungsi
koordinasi saraf-saraf tersebut jadi lebih cepat sempurna (Riskana R, 2012).
Manfaat IMD bagi bayi adalah membantu stabilisasi pernapasan, mengendalikan suhu tubuh bayi
lebh baik dibandingkan dengan inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman untuk bayi dan
mencegah infeksi nosocomial. Kadar bilirubin bayi juga lebih cepat normal karena pengeluaran
mekonium lebih cepat sehingga dapat meurunkan insiden ikterus bayi baru lahir. Kontak kulit
dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang sehingga didapat pola tidur yang lebih baik. Dengan
demikian, berat badan bayi cepat meningkat dan lebih cepat keluar dari rumah sakit. Bagi ibu,
IMD dapat mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin, prolactin dan secara psikologis dapat
menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi (Prawiroharjo S, 2008).
3. Proses Inisiasi Menyusu Dini
a. Segera setelah lahir, badan dikeringkan seperlunya, kecuali kedua tangannya.
b. Bayi ditengkurapkan didada atau perut ibu, dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Ibu
dan bayi dapat diselimuti agar tetap hangat. Bila perlu, pakaikan topi pada kepala bayi.
c. Bayi dibiarkan mencari sendiri putting susu ibunya.
d. Ibu didukung dan dibantu untuk mengenali perilaku bayi sbelum menyusu.
e. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kulitnya bersetuhan dengan kulit ibu sampai minimal
satu jam atau lebih sampai kegiatan menyusui pertama selesai.
f. Setelah selesai menyusu, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang berat badannya, diukur,
dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.
g. Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat gabung (Ariani, 2010).
4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini antara lain :
a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat bersalin.
b. Disarankan untuk mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan. Dapat diganti
dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapi, gerakan, atau hypnobirthing.
c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan misalnya melahirkan normal,
di dalam air, atau dengan jongkok.
d. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak
putih (vernix) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan.
e. Bayi ditengkurapkan didada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu.
Posisi kontak kulit dengan kontak kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu
awal selesai. Keduanya dselimuti. Jika perlu gunakan topi bayi.
f. Bayi dibiarkan mencari putting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan
lembut tapi tidak memaksa bayi ke putting susu.
g. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi
sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih.
Dukungan ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit
bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam. Jika belum menemukan putting
payudara ibunya dalam waktu satu jam,biarkan kulit bayi tetap bersentuhan denga kulit ibunya
sampai berhasil menyusu pertama.
h. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit pada ibu yang melahirkan dengan
tindakan misalya operasi Caesar.
i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur, dan dicap setelah satu jam atau
menyusu awal selesai. Prosedur yang invasif, misalnya suntikan vitamin K dan tetesan mata bayi
dapat dtunda.
j. Rawat gabung ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu dan bayi tetap
tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian minuman pre-laktal (cairan yang
diberikan sebelum ASI keluar) dihindarkan (Roesli U, 2008).

5. Penatalaksanaan IMD pada Operasi Caesar :


Apabila menjalani operasi Caesar dengan pembiusan secara spinal (pembiusan lokal) dan ibu tetap
sadar selama proses operasi berlangsung, bayi yang lahir segera dikeringkan tanpa menghilangkan
lemak yang menempel ditubuhnya (jika ada). Kemudian bayi akan ditengkurapkan diperut atau
dada ibu. Bayipun dibiarkan untuk berusaha mencari sendiri putting susu ibu, dengan tidak
memaksakan meletakkan bayi diputing susu ibu. Apabila dilakukan pembiusan (anastesi) umum,
sang ayah dapat melakukan kontak kulit dengan kult bayi saat menunggu ibu selesai operasi. Bila
kontak ditunda, bayi dapat dimasukkan kedalam inkubator. Inisiasi menyusu dini dapat dilakukan
setelah kondisi ibu dan bayi stabil (Riskana R, 2012).
Untuk mendukung terjadinya inisiasi menyusu dini pada persalinan Caesar, berikut ini
tatalaksananya :
a. Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif.
b. Jika mungkin, diusahakan suhu ruangan 20º-25ºC. Disediakan selimut untuk menutupi
punggung bayi dan badan ibu. Disiapkan juga topi bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari
kepala bayi.
c. Jika inisiasi dini belum terjadi dikamar bersalin, kamar operasi, atau bayi harus dipindah
sebelum satu jam maka bayi tetap diletakkan didada ibu ketika dipindahkan ke kamar perawatan
atau pemulihan. Menyusu dini dilanjutkan dikamar perawatan ibu atau kamar pulih (Roesli U,
2008).

B. Tinjauan Tentang Bidan


1. Pengertian
a. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/MENKES/PER/X/2010, Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan
yang telah teregistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan berwenang
untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1) Pelayanan kesehatan ibu
2) Pelayanan kesehatan anak
3) Pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga
b. Bidan menurut IBI adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku,
dicatat diberi izin secara syah untuk menjalankan praktik (Simatupang, 2008).
c. Bidan menurut WHO adalah seseorang yang telah berhasil sukses menyelesaikan
pendidikan bidan yang terakreditasi dan diakui Negara, telah memperoleh kualifikasi yang
dibutuhkan untuk didaftarkan mendapat sertifikat dan/atau resmi diberikan lisensi untuk
melakukan praktik kebidanan (Purwandari A, 2008).
2. Kebidanan
Kebidanan adalah ilmu yang terbentuk dari sintesa berbagai disiplin ilmu atau multi disiplin yang
terkait dengan pelayanan kebidanan meliputi ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu sosial, ilmu
perilaku, ilmu budaya, ilmu kesehatan masyarakat, dan ilmu manajemen untuk dapat memberikan
pelayanan kepada ibu dalam masa pra konsepsi, hamil, bersalin, post partum dan bayi baru lahir
serta melaksanankan konseling dan pendidikan kesehatan terhadap individu, keluarga dan
masyarakat (Simatupang, 2008).
3. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan ibu meliputi :
a. Pelayanan konseling pada masa hamil
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c. Pelayanan persalinan normal
d. Pelayanan ibu nifas normal
e. Pelayanan ibu menyusui
f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

C. Tinjauan Tentang Variabel Yang Diteliti


1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra
manusia, yakni: penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan adalah gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi.
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budidaya untuk mengenali
benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono,
2007)
Menurut pendekatan kontruktivistis, pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang
sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman,
maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan
sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang
terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru.
b. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (bentuk pertanyaan
tertulis) yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subjek penelitian responden.
Tes yang digunakan adalah pilihan ganda (multiple choice) terdiri dari suatu keterangan atau
pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap.
Untuk melengkapinya harus memilih salah satu dari beberapa kemungkinan jawaban atau
alternative (options) yang telah disediakan). Options ini terdiri atas satu jawaban benar yaitu kunci
jawaban benar dan beberapa pengecoh (distractor) (Notoatmodjo, 2007).
c. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitive mempunyai 6
tingkatan.
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
suatu situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain. Misalnya penggunaan rumus static dalam perhitungan hasil penelitian.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu metode kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya
satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, merencanakan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang
telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justification atau penilaian terhadap
suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang
telah ada. Misalnya: dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut ber-KB,
tidak mau memeriksakan kehamilan dan sebagainya.
2. Sikap
1) Pengertian
a) Sikap adalah evaluasi umum dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek
atau issue (Wawan, 2010)
b) Sikap adalah sebuah kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam
situasi social. Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap beragai aspek dunia social serta
bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka individu terhadap issu, ide,
ada orang lain, kelompok social dan objek ( Anonim, 2011).
2) Komponen sikap (Wawan, 2010)
Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu :
a) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik
sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu
dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang
kontroversial.
b) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan
aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap
seseorang komponen afektif yang disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap
sesuatu.
c) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan beperilaku tertentu sesuai dengan
sikap yang dimiliki seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/beraksi
terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu, dan berkaitan dengan objek yang dihadapi adalah logis
untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.
3) Tingkatan sikap ( Wawan, 2010)
a) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek) misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap
ceramah-ceramah.
b) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan
adalah suatu indikasi dari sikap.
c) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu
masalah adalah terindikasi sikap tingkat tiga. Misalnya :seorang ibu yang mengajak ibu lain
(tetangga, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke Posyandu atau
mendiskusikan tentang status gizi anaknya, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut mempunyai
sikap positif terhadap anaknya.
d) Bertanggungjawab (Responsible)
Bertanggungjawab terhadap sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap
yang paling tinggi misalnya : seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat
tantangan dari mertua atau dari orang tuanya sendiri. Sikap mungkin terarah terhadap benda,
orang tetapi juga peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan nilai.
4) Cara pengukuran sikap (Wawan, 2010)
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan melihat pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap
adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap.
Pernyataan sikap mungkin beriksi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap
yaitu kalimatnya mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut pernyataan
yang Favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal yang negatif mengenai
obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontak terhadap obyek sikap. Pernyataan
seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak Favourabel. Suatu skala sedapat mungkin
diusahakan agar terdiri dari pernyataan yang mendukung dan tidak mendukung dalam jumlah
yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua
negatif.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat
ditanyakan bagaiman pendapat/pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung
dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat
responden melalui kuesioner.
Pada penelitian ini pengukuran sikap akan menggunakan skala likert yang terdiri dari 5 point
(sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju) selanjutnya jawaban responden
akan dikonfirmasi menjadi skala nominal yaitu sikap baik dengan sikap kurang baik.

Daftar Pustaka

Alimul. A, (2007), Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta.

Arikunto.S, (2002), Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik,


Rineka Cipta, Jakarta

Budiarto.E, (2004), Metodolgi Penelitian Kedokteran Sebuah Pengantar, EGC, Bandung.

Cox.S, (2006), BreastFeeding with Confidence Panduan Untuk Belajar Menyusui Dengan Percaya
Diri, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Derni.M, (2007), Serba-Serbi Menyusui, WaRM Publishing, Jakarta.


Ikatan Bidan Indonesia, (2004), 50 Tahun ikatan Bidan Indonesia, Jakarta

Machfoedz, I, (2007), Statiska Induktif Bidang Kesehatan, Keperawatan, Dan Kebidanan


(Biostatistika), Fitramaya, Yogyakarta.

Notoatmodjo, S, (2002), Metodologi Penelitian Kesehatan, Cetakan 3, Rineke Cipta, Jakarta

Notoatmodjo.S, (2005), Promosi Kesehatan teori dan Aplikasinya, Cetakan I, Rineke Cipta,
Jakarta

Ramaiah.S, (2006), ASI dan Menyusui Panduan Praktis Bagi Ibu Setelah Melahirkan, Bhuana
Ilmu Populer, Jakarta.
Roesli. U, (2008), Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif, Pustaka Bunda, Jakarta.

Roesli.U, (2005), Mengenal ASI Eksklusif, Pustaka Bunda, Jakarta.

Sugiyono, (2007), Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.

Suryabrata.S, (2003), Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suyanto.S, Salamah.U, (2008), Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi, Mitra Cendikia,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai