Anda di halaman 1dari 9

Hubungan antara Pancasila dan Hak Asasi Manusia

Muhammad Birrul Walidain

Program Studi Ilmu Alquran dan Tafsir – Uin Suska

zamarajr@gmail.com

Abstac

Pancasila as the basis of the Indonesian State really respects the human
rights Human Rights Pancasila which is the ideology of the Indonesian State has
a huge influence on the lives of all Indonesian people. The five bases contained
therein also serve as guidelines and solutions for every problem of the Indonesian
people. The Indonesian Nation, which consists of various cultural and religious
tribes, is a challenge in exercising human rights.

The rights possessed by every human being in the world without


discriminating between racial or group ethnic groups constitute an understanding
of these human rights. In these human rights, there are good and bad behavior of
a person in all his actions. This is one of the reasons why we are required to
understand in carrying out the values of Pancasila properly and correctly
because one of the values contained therein is about the rights of every citizen ice

Abstak

Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia sangat menghargai hak asasi


manusia (HAM). Pancasila yang merupakan ideologi Negara Indonesia
mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan seluruh rakyat
Indonesia. Lima dasar yang terkandung didalamnya pun menjadi pedoman dan
solusi bagi setiap permasalahan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang terdiri
dari berbagai macam suku, budaya maupun agama menjadi tantangan tersendiri
dalam menjalankan hak asasi manusia.
Hak yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia tanpa membeda-bedakan
suku, agama, ras, maupun golongan merupakan pengertian dari Hak asasi
manusia tersebut. Didalam HAM tersebut, terdapat perilaku baik dan buruknya
seseorang dalam segala tindakannya. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa
kita diharuskan untuk mengerti dalam menjalankan nilai nilai pancasila dengan
baik dan benar dikarenakan salah satu nilai yang terkandung didalamnya adalah
tentang hak-hak setiap warga negaranya.

Latar Belakang

Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat


Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang bertujuan untuk
menjadi masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Pada dasarnya Pancasila
telah di tetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak
ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari
kehidupan bangsa Indonesia.

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap orang semata-mata karena
dia adalah manusia. HAM didasarkan pada prinsip bahwa setiap orang dilahirkan
setara dalam harkat dan hak-haknya. Semua HAM sama pentingnya dan mereka
tidak dapat dicabut dalam keadaan apapun.

HAM penting karena mereka melindungi hak kita untuk hidup dengan
harga diri, yang meliputi hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan keamanan.
Hidup dengan harga diri berarti bahwa kita harus memiliki sesuatu seperti tempat
yang layak untuk tinggal dan makanan yang cukup. Ini berarti bahwa kita harus
dapat berpartisipasi dalam masyarakat, untuk menerima pendidikan, bekerja, dan
mempraktekkan agama kita, berbicara dalam bahasa kita sendiri, dan hidup
dengan damai.
HAM adalah alat untuk melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang-
wenangan.

HAM mengembangkan saling menghargai antara manusia. HAM


mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab untuk
menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak dilanggar. Misalnya, kita memiliki hak
untuk hidup bebas dari segala bentuk diskriminasi, tapi di saat yang sama, kita
memiliki tanggung jawab untuk tidak mendiskriminasi orang lain.

HAM dalam Pancasila sesunguhnya telah dirumuskan dalam Pembukaan


UUD 1945 yang kemudian diperinci di dalam batang tubuhnya yang merupakan
hukum dasar, hukum yang konstitusional dan fundamental bagi negara Republik
Indonesia. Perumusan alinea pertama Pembukaan UUD membuktikan adanya
pengakuan HAM ini secara universal. Ditegaskan di awal Pembukaan UUD itu
tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia. Oleh sebab
itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dasar-dasar HAM tertuang dalam UUD 1945 Republik Indonesia
selanjutnya dapat ditemukan dalam sejumlah pasal Batang Tubuh UUD:
Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya”
Pasal 28: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”
Pasal 29 ayat (2): “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”
Pasal 30 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pembelaan negara”
Pasal 31 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Hubungan antara Pancasila dan HAM di Indonesia dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Sila Ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk
memeluk agama , melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan
agama. Sila tersebut mengamanatkan bahwa setiap warga negara bebas
untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing. Hal ini
selaras dengan Deklarasi Universal tentang HAM (Pasal 2) yang
mencantumkan perlindungan terhadap HAM
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga
negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban
dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan
undang-undang. Sila Kedua, mengamanatkan adanya persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia
sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi HAM PBB yang
melarang adanya diskriminasi.
3. Sila Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara
warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan,
hal ini sesuai dengan prinsip HAM Pasal 1 bahwa Semua orang dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka
dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain
dalam persaudaraan.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan
pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis.
Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang
dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang
membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat. Inti dari sila ini adalah
musyawarah dan mufakat dalam setiap penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan sehingga setiap orang tidak dibenarkan untuk
mengambil tindakan sendiri, atas inisiatif sendiri yang dapat mengganggu
kebebasan orang lain. Hal ini sesuai pula dengan Deklarasi HAM.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik
perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi
kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat. Asas keadilan dalam
HAM tercermin dalam sila ini, dimana keadilan disini ditujukan bagi
kepentingan umum tidak ada pembedaan atau diskriminasi antar individu.

Persoalan-persoalan mendasar HAM di Indonesian di antaranya dapat


dilihat dari hal-hal berikut ini.

1. Landasan Solid HAM


Harus diakui bahwa penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia
masih tetap membutuhkan landasan yang baku dan kuat. Perubahan pemakaian
Konstitusi di Indonesia sejak masa kemerdekaan menunjukkan fluktuasi jaminan
HAM di Indonesia. Amandemen terhadap UUD 7945 barangkali bisa mengarah
pada perbaikan jaminan HAM, namun ahli hukum pada umumnya melihat bahwa
UUD 7949 dan UUDS 1950 lebih mengakomodasi jaminan HAM.
Dengan kata lain, sejumlah konstitusi yang pernah diterapkan di Indonesia
menunjukkan adanya sikap maju-mundur terhadap penegakan dan perlindungan
HAM. Dalam hal ini Lubis (7993) menengarai UUD 7945 hanya memuat
beberapa Pasal terkait dengan HAM, UUD 1949 cenderung mengadopsi dan
menerima universalitas HAM, UUDS 1950 memperluas cakupan HAM,1dan
penggunaan kembali UUD 1945 sejak Dekrit Presiden 5 Iuli 7959 sebagai
langkah mundur dalam penegakan HAM di Indonesia.

_________________________
1
So"pomo memandang UUDS 1950 ini terlalu progresif, liberal dan berlebihan
dalam melayani HAM (Lubis, 1993: 5).
2. Kebijakan Antarrezim
Semangat untuk "memanjakan" HAM biasanya hanya berlangsung pada
tahun-tahun awal pergantian atau dimulainya suatu rezim. Dua tahun pertama
suatu pemerintahan baru di Indonesia biasanya memang memberi janii politik
positif terhadap jaminan dan perliniungan HAM. Sebagian bahkan menyebut
bahwa masa dua iahun itu slbagai waktu bagi euphoria masyarakat untuk
mendapatkan jaminan HAM-nya sebigai warganegara.
Namun demikian, penyimpangan-penyimPangan terhadap pemberian
perlindungan HAM cenderung terjadi setelah itu karena berbagai alasan. Dari
kacamata negara, pembatasan HAM tentu disebutkannya sebagai uPaya untuk
menjamin kesafuan dan persatuan bangsa serta keamanan dan ketertiban
masyarakat. Dari kacamata yang lain, pembatasan dan bahkan pelanggaran HAM
tetap saja tercatat sebagai suatu aib bagi rezim yang berkuasa dan melakukannya.

3. Perubahan aktor Pelanggar HAM


Padaperiodetertentu,beragamPelanggaran HAM yang terjadi memperoleh
liputan dan dipuulitaslkan media massa, cenderung untuk dapat perhatian besar
dari masyarakat dan, sebagai konsekuensinya kerap menuai kritik di tingkat lokal,
nasional dan internasional, biasanya dilakukan oleh kalangan aparatur negara dan
militer.
Kasus yang terjadi di Nangroe Aceh Darusallam/NAD (pemberlakuan
DOM serta konflik bersenjata antara TNI/Polri dan Gerakan Aceh Merdeka atau
GAM menurut versi GAM dan Gerakan Separatis Aceh atau GSA dalam versi
TNI dan Polri), di Timor Timur (sejumlah tragedi dan perlawanan bersenjata; kini
memperoleh kemerdekaannya setelah pelakianaan jajak pendapat) dan Papua
(gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka atau OPM yang menginginkan
kemerdekaan) dapat dipakai sebagai contoh pernyataan tentang keterlibatan
aparafur negara dan militer.
4. Fokus Besar dan Keterlambatan
Hal umum yang sebenarnya kurang tepat diterapkan adalah bentuk
pemahaman dan kesadaran untuk menghormati nilai-nilai HAM di Indonesia yang
sering terjebak pada persoalan ukuran atau besaran. Pelanggaran HAM diukur
secara kuantitatif atas dasar besaran jumlah korban tingkat kekejian dan cara
pelanggaran itu dilakukan serta actor dan dalang dalam kasus pelanggaran itu.
Artinya, kasus pelanggaran HAM akan cenderung ,disoroti dan ditangani lebih
serius bila jumlah korban, jenis tindak peraturan pelanggaran dan aktor pelakunya
terkategori berat dan memenuhi kelayakan muat di media massa. Hal ini tentunya
juga berkaitan dengan orientasi dan tolok ukur media dalam memberitakan kasus
pelanggaran Yang terjadi.
Hal yang seperti digambarkan di atas seakan abai pada persoalan nyata
dari nitai-nilai HAM yang teringkari. Persoalan dan pelanggaran_kecil sekalipun
mestinya tetap dipahami sebagai sebuah persoalan hak asasi manusia di Indonesia.
Selain itu, bentuk pelanggaran HAM-nya harus dipandang sebagai suatu
kesalahan yang layak dan harus dibenahi. pengabaian pada pelanggaran hal-hal
kecil di sekitar masyarakat biasanya menjadi poison of condition dan tanpa
disadari bisa meningkat sedikit demi sedikit. Konsekuensinya, ketika pengabaian
menjadi besar, impunity berkecenderungan terjadi.

Hak Asasi Manusia Dalam Nilai Praksis Pancasila


Nilai praksis merupakan realisasi nilai-nilai instrumental suatu
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Nilai praksis Pancasila senantiasa
berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan sesuai dengan
perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan Pancasila
merupakan ideologi yang terbuka.
Hak asasi manusia dalam nilai praksis Pancasila dapat terwujud apabila
nilai-nilai dasar dan instrumental Pancasila itu sendiri dapat dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari oleh seluruh warga negara. Hal tersebut dapat diwujudkan
apabila setiap warga negara menunjukkan sikap positif dalam kehidupan sehari-
hari.
Implementasi konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam pelaksanaan Hak
Asasi Manusia, yakni berupa:
a. Manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa, berperan sebagai
pengelola dan pemelihara alam secara seimbang dan serasi dalam
keimanan dan ketakwaan. Dalam mengelola alam, manusia berkewajiban
dan bertanggung jawab menjamin kelestarian eksistensi, harkat dan
martabat, kemuliaan, serta menjaga keharmonisannya.
b. Pancasila memandang bahwa, hak asasi manusia dan kewajiban asasi
manusia bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, nilai budaya
bangsa serta pengalaman kehidupan politik nasional.
c. Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak
berkomunikasi, hak keamanan dan hak kesejahteraan, yang tidak boleh
dirampas atau diabaikan oleh siapapun.
b. Perumusan hak asasi manusia berdasarkan Pancasila dilandasi oleh
pemahaman bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari hubungan
dengan Tuhan, sesama manusia, dan dengan lingkungannya.
c. Bangsa Indonesia menyadari, mengakui, menghormati dan menjamin
hak asasi orang lain sebagai suatu kewajiban. Hak dan kewajiban asasi
terpadu dan melekat pada diri manusia, sebagai pribadi, anggota keluarga,
anggota masyarakat, anggota suatu bangsa dan anggota masyarakat
bangsa-bangsa.
d. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai hak asasi yang harus
dihormati dan ditaati oleh setiap orang/warga negara.
e. Bangsa dan Negara Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa mempunyai tanggung jawab dan kewajiban menghormati
ketentuan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 dengan
semua instrumen yang terkait, sepanjang tidak bertentangan dengan
Pancasila (Kaelan,2002:24).
Kesimpulan

Indonesia sebagai Negara hukum sangat menjunjung Hak asasi manusia,


dan pancasila sebagai dasar negara dan landasan yang fundamental mengandung
nilai-nilai bahwa negara negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sebagai mahluk yang beradab dalam hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.Pancasila sebagai dasar hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia mengandung isi yang bermoral dan mengangkat martabat rakyat
Indonesia dengan tidak melihat ras,suku, dan agama.
Dengan memandang secara rata dan mengedepankan hak asasi manusia
dalam ketuhanan Yang Maha Esa,kemanusiaan yang adil dan beradab, kesatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan
perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Daftar Pustaka

Astuti, Galuh Faradhilah Yuni. (2015). “Relevansi Hukum Adat Dalam


Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia”, Pandecta Volume 10 Nomor
2, hlm185-198.

Chazawi, Adami. (2002). Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1 Stelsel Pidana


Teori- teori Pemidanaan dan Batas- Batas Berlakunya Hukum Pidana.
Jakarta: PT Raja Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai