Anda di halaman 1dari 9

JFL

Jurnal Farmasi Lampung Vol. 7. No.1 Juni 2018

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN PASCA


BEDAH RAWAT INAP DI RSUD SMC KABUPATEN TASIKMALAYA PERIODE
APRIL-MEI 2017

Evaluation of Antibiotic Use In Patient Post Surgery In RSUD SMC


District Tasikmalaya Period April-Mei 2017

Sani Nurlela, Ilham Alifiar, Keni Idacahyati

Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada
e-mail : saninurlela17@gmail.com

Abstract

Surgery is an act of treatment using invasive way to open and display the body part to be
handled, this opening is generally performed by making an incision, and then performed
repairs, which ended with the closure. Incision has high risk of injury that can cause
infection, the infection should be treated with appropriate antibiotics rational. The research to
evaluate the data using antibiotics in patients with post-surgical in Arafah room of RSUD
SMC Kabupaten Tasikmalaya period April-May 2017 to evaluate the pattern of antibiotics
usage, include: accuracy indication ,the accuracy of the drug and the patient, precision
dosing and interval, and the description of the pattern of drug interactions. Data were
collected prospectively with cross sectional study design and data analysis was performed
using SPSS 21.0 outlined in tables and descriptions. The result of the samples 80 patients
inclusion criteria. Results of the analysis show that the highest used of single antibiotics is
ceftriaxone, both in clean operation or in clean contaminated operation. Then results show
that highest used for combination antibiotics is ceftriaxone combine with metronidazole, both
in clean operation or ini clean contaminated operation.

Keywords:post surgery, antibiotics, drug evaluations

Abstrak

Bedah merupakan suatu tindakan pengobatan dengan cara membuka dan menampilkan
bagian tubuh yang akan ditangani, pembukaan ini umumnya dilakukan dengan membuat
sayatan, dan selanjutnya dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan. Penyayatan
yang dilakukan dapat menyebabkan perlukaan sehingga dapat beresiko tinggi menimbulkan
infeksi, adanya infeksi harus ditangani dengan antibiotik yang tepat dan rasional.
Penggunaan antibiotika yang tidak terkontrol memungkinkan munculnya bakteri yang
resisten, sehingga pengobatan infeksi menjadi tidak efektif. Penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi data penggunaan antibiotika pada pasien pasca bedah rawat inap di sebuah
Rumah Sakit di Kabupaten Tasikmalaya periode bulan April-Mei 2017 dan melakukan
evaluasi gambaran pola penggunaan antibiotika. Penelitian ini merupakan penelitian
obsevasional dengan pengambilan data dilakukan secara prospektif dan desain penelitian
cross sectional. Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 21.0. jumlah sampel
penelitian yang didapatkan sebanyak 80 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil
penelitian menunjukan bahwa penggunaan antibiotika tunggal yang paling banyak
digunakan adalah ceftriaxone, baik pada operasi bersih maupun pada operasi bersih
terkontaminasi. Sedangkan antibiotika kombinasi yang paling banyak digunakan adalah
ceftriaxone kombinasi dengan metronidazole, baik pada operasi bersih maupun pada
operasi bersih terkontaminasi.

7
JFL
Jurnal Farmasi Lampung Vol. 7. No.1 Juni 2018

Kata kunci: pasca bedah, antibiotika, evaluasi obat

PENDAHULUAN kekebalan tubuh yang berhubungan


dengan pembedahan.
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu Faktor resiko komplikasi infeksi pasca
medis yang berperan dalam terapi bedah dapat dikelompokan menjadi faktor
penyakit dengan melalui prosedur manual resiko yang muncul dari pembedahannya
[1]. Setelah dilakukan pembedahan dapat atau faktor resiko khusus pasien. Faktor
terjadi berbagai komplikasi, salah satunya resiko pembedahan meliputi jenis
adalah infeksi. prosedur, derajat kontaminasi luka, lama
pembedahan dan tingkat kedaruratan.
Jenis infeksi dari bakteri-bakteri Faktor resiko khusus pada pasien meliputi
penginfeksi merupakan hal penting yang usia, riwayat diabetes, obesitas,
harus diperhatikan pada infeksi yang penggunaan imunosupresan, malnutrisi,
terjadi dalam kasus bedah. Contoh infeksi infeksi yang telah ada sebelumnya, dan
bedah adalah infeksi nosokimial, yaitu penyakit kronis [5].
pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi
aliran darah (bacterimia, dan sepsis), Antibiotik merupakan salah satu golongan
infeksi luka operasi. Selain itu, terdapat obat yang sering digunakan dalam proses
infeksi intra abdominal, dan infeksi kulit pembedahan dan penangananya, memiliki
dan jaringan lunak [2]. Infeksi nosokomial resiko relatif besar, dapat menyebabkan
adalah suatu infeksi yang diperoleh atau resistensi bila tidak digunakan secara
dialami oleh pasien selama di Rumah tepat, dan berinterkasi dengan obat lain
Sakit. sehingga dapat menimbulkan resiko
kesehatan yang signifikan [6]. Oleh karena
Di Indonesia, infeksi nosokomial cukup itu, antibiotik perlu selalu dievaluasi
tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8% penggunaanya untuk membantu
pada tahun 2010. Infeksi nosokomial memastikan antibiotik diberikan secara
paling umum terjadi adalah infeksi luka tepat, aman, dan efektif.
operasi [3]. Salah satu tindakan dalam
menangani infeksi bedah adalah Evalusi penggunaan obat (EPO)
pemberian antibiotik. Penanganan pasien Berdasarkan Peraturan Menteri
terhadap infeksi dibutuhkan terapi lebih Kesehatan No. 58 tahun 2014 tentang
cepat, tanpa harus menunggu hasil standar pelayanan kefarmasian di rumah
kepekaan bakteri untuk mencegah sakit adalah program evaluasi
terjadinya infeksi lebih lanjut. Apabila penggunaan obat yang terstruktur dan
dicurigai terdapat infeksi, maka antibiotik berkesinambungan secara kualitatif dan
harus segera diberikan secara empiris. kuantitatif, dilaksanakan terus menerus
dan diotorisasi rumah sakit, ditujukan
Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi untuk memastikan bahan obat-obatan
empiris adalah eradikasi atau digunakan dengan tepat, aman dan
penghambatan pertumbuhan bakteri yang efektif.
diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum
diperoleh hasil mikrobiologi [4]. Maka dari Hasil dari evaluasi ini kemudian dijadikan
itu, penanggulangan pemberian antibiotik acuan untuk menjalankan perubahan
empiris yang tepat terhadap pasien pasca dalam penggunaan obat sebagai upaya
bedah sangat diperlukan. Infeksi dapat mencapai rasionalitas dalam penggunaan
terjadi pada luka operasi atau dalam obat. Standar dan kriteria dalam
sistem organ lain. penggunaan obat harus merefleksikan
standar praktik medik, mutakhir, berbasis
Keadaan ini awalnya dapat disebabkan pustaka, dan merupakan pantulan
oleh perubahan kondisi fisiologik pengalaman staf medik
pernafasan, genitourinaria, atau sistem

8
JFL
Jurnal Farmasi Lampung Vol. 7. No.1 Juni 2018

METODE pada table 1 diatas, didapatkan bahwa


pasien dengan jenis kelamin laki-laki
Penelitian ini merupakan penelitian memiliki presentasi yang tinggi
obsevasional (survei) deskriptif dengan dibandingkan jenis kelamin perempuan.
metode pengambilan data secara data yang dihasilkan tidak ada pengaruh
prospektif dengan desain penelitian yang yang bermakna jenis kelamin laki-laki atau
digunakan adalah cross-sectional. perempuan sama-sama memiliki
Populasi diambil dari seluruh pasien rawat kemungkinan untuk menjalani
inap pasca bedah di RSUD SMC pembedahan berdasarkan kasus yang
Kabupaten Tasikmalaya periode April-Mei dialaminya [7].
2017 yang menerima terapi antibiotik dan
memenuhi kriteria inklusi. Tabel 1.Karakteristik Demografi
Variabel Kategori ∑ (%)
Kriteria obat dalam penelitian ini adalah Laki-laki 48 60
semua obat golongan antibiotik yang Jenis Kelamin
diterima pasien pasca bedah rawat inap. Perempuan 32 40
Kriteria penderita atau inklusi adalah 12-25
13 16,3
pasien pasca bedah yang menerima terapi (Remaja)
obat antibiotik serta menyetujui informed 23-34
consent. Kriteria ekslusi pada penelitian ini 21 26,3
(Dewasa)
Usia
adalah pasien pasca bedah yang tidak
46-55 (Paruh
lengkap dan tidak bisa dievaluasi, pasien 20 25,0
baya)
meninggal, dan pasien pulang paksa.
>56 (Lansia) 26 32,5
Kriteria dalam menilai ketepatan Lama <3 11 13,8
penggunaan obat yang digunakan meliputi Perawatan
tepat indikasi, tepat obat dan pasien, tepat 3-5 47 58,8
dosis dan interval serta gambaran 5-15 19 23,8
interaksi obat.
15-30 3 3,8
Kriteria ketepatan penggunaan obat, yaitu >30 0 0,0
berbagai unsur atau syarat penggunaan Status BPJS 73 91,3
obat tertentu yang telah ditetapkan dan Pembayaran
pedoman yang digunakan sebagai acuan JAMKESDA 4 5,0
adalah dari berbagai pustaka antara lain : JAMKESKIN 3 3,8
AHFS (American Hospital Formulary
Status Pulang Diijinkan
Services), DIH (Drug Information 2008, Pulang
78 97,5
Stockleys Drug Interaction), buku pustaka
Rujuk 2 2,5
lain yang sesuai dengan analisis obat
yang digunakan. Kelas Luka Luka Bersih 58 72,5
Operasi
Luka bersih
Jenis Sumber data diambil dari dari rekam 22 27,5
terkontaminasi
medik yang ditulis oleh perawat atau
petugas kesehatan dalam rekam medik Berdasarkan usia pasien, pasien yang
pasien atau resep, serta analisis data banyak mengalami pembedahan berusia
dilakukan dengan menggunakan SPSS >56 tahun (lansia). Usia lanjut memiliki
21.0. metabolisme cenderung menurun dan
kemampuan sistem kekebalan tubuh
HASIL DAN PEMBAHASAN untuk menghancurkan bakteri dan jamur
berkurang. Faktor disfungsi sistem imun
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dapat diperkirakan menjadi faktor di dalam
berjumlah 80 pasien. Demografi pasien perkembangan penyakit [8].
disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data

9
JFL
Jurnal Farmasi Lampung Vol. 7. No.1 Juni 2018

Lama hari rawat pasien pasca bedah (72,5%), dan luka bersih terkontaminasi
ditentukan oleh beberapa faktor seperti sebanyak 22 pasien (27,%). Kelas luka
kondisi medis pasien yang bersangkutan, operasi berhubungan dengan derajat
seperti perbaikan, baik dari tekanan kontaminasi pada luka operasi, dimana
darah, kondisi umum, peningkatan pada luka bersih (perkiraan infeksi ≤2 %),
kesadaran, hasil labolatorium, tenaga dan pada luka bersih terkontaminasi
medis atau dokter yang merawat serta (perkiraan angka infeksi sekitar ≥10) [5].
masalah teknis medis yang diterapkan
dalam menangani pasien tersebut. Dari Berdasarkan data pada table 2,
data yang dihasilkan, rata-rata pasien didapatkan data diagnosa pasien bedah di
dirawat selama 3-5 hari. RSUD SMC Kabupaten Tasikmalaya
periode April-Mei.
Jenis pembayaran BPJS banyak
digunakan oleh masyarakat dibandingkan Tabel 2. Karakteristik Diagnosa
dengan jenis pembayaran lain yaitu
sebanyak 73 pasien (91,3%). BPJS Variabel Kategori ∑ (%)
adalah sistem jaminan sosial Nasional Diagnosa Abeses Hepar 3 3,8
yang merupakan program negara dengan Appendik 6 7,5
tujuan memberikan kepastian BPH 5 6,3
perlindungan dan kesejahteraan sosial Kanker payudara 16 19,8
terutama di bidang keseahtan bagi seluruh Colic abdomen 5 6,3
rakyat indonesia [9]. Program pemerintah Efusi Pleura 2 2,5
ini telah berhasil di lakukan dengan Gangreen digesti 4 5,0
melihat banyaknya masayarakat berperan Hidrokel bilateral 1 1,3
aktif mendukung program dalam HIL 16 20,0
mewujudkan pemerataan kesehatan untuk Hymeroidectomy 1 1,3
seluruh lapisan masyarakat [10]. Infeksi Pedis 2 2,5
Katarac 1 1,3
Berdasarkan status kepulangan, status Limfanedopati 3 3,8
diijinkan pulang terdapat 78 pasien Lipoma 6 7,5
(97,5%), dan status rujuk sebanyak 2 Nodul tiroid 3 3,8
pasien (2,5%), dari hasil ini diketahui Sepsis 3 3,8
Submandibula 3 3,8
bahwa jumlah pasien pasca bedah yang
Tumor auricularis 3 3,8
diijinkan pulang lebih besar dibandingkan
Jenis Amputasi 4 5
dengan status rujuk. Ada berbagai hal Tindakan Biopsi 12 15
yang menjadi pertimbangan dalam Bedah Chlongatitis 1 1,3
menyatakan kesembuhan pasien pasca Debridemen 1 1,3
bedah diantaranya adalah kadar leukosit Drainase 1 1,3
dalam keadaan normal, terdapatnya Eksisi 21 26,3
perubahan yang signifikan pada pasien Haemerriodectomy 2 2,5
sebelum dan sesudah perawatan, serta Ismolobektomi 3 3,8
tata laksana perawatan luka yang Lapartomi 20 25
berangsur pulih dan tidak membutuhkan Mastektomi 2 2,5
tindakan penting lain yang dilakukan oleh Open prostat 2 2,5
perawat yang memungkinkan dilakukan Repair 12 14.6
sendiri sebelum dilakukan cek up ulang
[11]. Penyakit bedah dengan jumlah tertinggi
adalah HIL (Hernia Inguinalis Lateralis)
Berdasarkan jenis luka operasi diketahui sebanyak 16 pasien (20%). Hernia adalah
bahwa kelas luka operasi pasien bedah di penonjolan sebagian atau seluruh viskus
instalasi bedah RSUD SMC Kabupaten dari posisi normalnya melalui celah
Tasikmalaya periode April-Mei 2017 terdiri dimana viskus viskus itu berada. Faktor
dari luka bersih sebanyak 58 pasien utama yang berperan dalam terjadinya

10
JFL
Jurnal Farmasi Lampung Vol. 7. No.1 Juni 2018

hernia adalah prosesus vaginalis yang


terbuka, peninggian tekanan intra Tabel 3. Penggunaan Antibiotik
abdomen dan kelemahan otot dinding
perut karena usia [5]. Jenis Luka Operasi
Luka
Diagnosa penyakit terbanyak kedua Antibiotik Luka Bersih
adalah kanker payudara yaitu sebanyak 8 bersih terkonta
pasien (10,0%). Kanker payudara minasi
Tunggal
merupakan diagnosa penyakit yang
Amoxicillin 13
menempati urutan pertama di seluruh 1 (1,3%)
(16,3%)
Rumah Sakit di Indonesia yaitu sebesar Cefadroxil
8,227 kasus (16,85%). Kanker payudara 4 (5,0%) 0 (0,0%)
adalah tumor ganas yang tumbuh di Ceftizoksim
dalam jaringan payudara, yang biasanya 4 (5,1 %) 1 (1,3%)
terjadi pada umur 40-49 tahun dan letak Ceftriaxone 31
9 (11,3%)
terbanyak di kuadran lateral atas. (38,8%)
Ciprofloxacin 6 (7,6%) 1 (1,3%)
Selain itu, terdapat beberapa diagnosa Kombinasi
terbanyak lain seperti appendik, lipoma, Azetromisin –
1 (1,3%) 0 (0,0%)
colic abdomen. Jenis tindakan Ceftizoksim
pembedahan yang banyak dilakukan Ceftriaxone -
0 (0,0%) 0,213
adalah tindakan eksisi dan lapartomi. Meropenem
Ceftriaxone - 17
Eksisi adalah suatu jenis tindakan bedah 8 (10,0%)
Metronidazol (21,3%)
dengan membuang jaringan yaitu dengan
Ceftizoxim -
cara memotong bagian sel abnormal pada 3 (3,8%) 1 (1,3%)
Metronidazol
beberapa diagnosa bedah, dari data Jumlah 58 22
dihasilkan tindakan ini sebanyak 21 (72,5%) (27,5%)
pasien (26,3%), kemudian tindakan bedah
terbanyak lain adalah laparotomi Ceftriaxone memiliki aktivitas untuk gram
sebanyak 20 pasien (25,0). negatif yang lebih luas termasuk
mikroorganisme enterik E.coli dan juga
Pemilihan antibiotik yang digunakan aktif terhadap beberapa bakteri gram
pasien pasca bedah berdasarkan jenis positif seperti yang biasa terdapat pada
luka pembedahanya. Bakteri yang paling operasi gastrointestinal, genitourinaria,
banyak ditemukan pada luka bersih bedah obsterik, dan juga ginekologi
adalah Staphylococcus aureus dan histerektomi abdominal atau vaginal,
Staphylococcus epidermis atau bakteri bedah besar, bedah kardiovaskular,
gram postif aerob. sedangkan pada jenis bedah thorax nonkardiax atau artoplasti
luka bersih terkontaminasi, bakteri yang prostetik.
paling banyak ditemukan adalah
Streptokokkus, enterokokkus, anaerob, Generasi ke III ini juga umumnya kurang
aerob, gram negatif. aktif dibandingkan dengan senyawa
generasi I terhadap kokus gram postif,
Ceftriaxon dan ceftizoksim merupakan namun jauh lebih aktif terhadap
jenis antibiotik generasi ke III yang paling Enterobactericeae termasuk galur yang
sering digunakan untuk kedua jenis luka. menghasilkan beta laktam [12].
Nilai p=0,213 yang menunjukan tidak ada Keunggulan dari ceftriaxone ialah waktu
perbedaan bermakna antara penggunaan paruh yang panjang yaitu pada kondisi
antibiotik tunggal dan kombinasi. renal normal 5-9 jam, sehingga pada
penggunaanya cukup satu kali sehari [13].

Ceftizoxim yang masih merupakan


golongan ke III memiliki spektrum

11
JFL
Jurnal Farmasi Lampung Vol. 7. No.1 Juni 2018

terhadap bakteri aerob gram positif dan Kombinasi dengan antibiotika golongan
negatif kecuali Streptococcus pneumoniae sefalosporin juga ditemukan pada kasus
dan lebih aktif terhadap Bacteriodes luka bersih. Penggunaan sepalosforin
fragilllis. Waktu paruh pada ceftizoxim generasi ke III yaitu ceftizoxim yang
adalah 1,8 jam, sehinngga obat dapat dikombinasikan dengan azetroenam
diberikan setiap 8 hingga 12 jam. sebanyak 1 pasien (1,3%). Kombinasi ini
Mekanisme kerja obat golongan ini adalah diberikan dengan tujuan dapat mencapai
dengan cara menghambat sintesis dinding target terapi yang lebih luas dan efek kerja
sel mikroba melalui penghambatan reaksi yang maksimal, karena mekanisme kerja
transpeptidasi yang merupakan tahap obat dari sefalosforin sendiri yaitu melalui
ketiga dalam rangkaian pembentukan penghambatan sintesis DNA dari mikroba
dinding sel [14]. Penggunaan kombinasi sehingga menyebabkan kematian sel.
ceftriaxone dengan metronidazole banyak Sedangkan azetromisin yang merupakan
digunakan, kedua golongan obat ini golongan makrolida aktif terhadap
diindikasikan untuk beberapa diagnosa beberapa infeksi aerob.
pembedahan akibat dari beberapa infeksi
campuran seperti intra abdomen, Selain tujuan yang telah dijelaskan,
genitourinaria [15]. penggunaan antibiotik kombinasi secara
umum bertujuan untuk menghindari atau
Metronidazole dapat digunakan karena mengurangi adanya resistensi antibiotik
kemampuannya melawan bakteri anaerob terhadap antibiotik monoterapi (tunggal)
seperti B.fragilis yang ditemui pada yang mungkin telah kehilangan daya
beberapa tindakan operasi, dan beberapa kerjanya terhadap bakteri, dan mencegah
bakteri lain seperti trikomoniasis, adanya efek toksik. Hal ini berdasarkan
Helicobacter pyllori, Vaginosis bakteralis asumsi bahwa kerja antibiotik yang
[12]. Metronidazole memiliki waktu paruh diinginkan hanya bisa diperoleh dengan
7,5 jam dan memiliki ikatan protein 10- adanya peningkatan dosissampai
20%, metabolisme terjadi di hepar dan mendekati dosis toksik sehingga jika
terakumulasi pada pasien dengan menggunakan dua antibiotik, kedua dosis
gangguan hepar. obat bisa diturunkan untuk mendapatkan
efek yang sama [14].
Kombinsi lain dari ceftriaxone yaitu
dengan meropenem terdapat pada kasus Tabel 4. Rute Pemberian
jenis luka bersih sebanyak 1 orang (1,3%).
Meropenem yang memiliki aktifitas Rute Pemberian ∑ (%)
terhadap Pseudomonas aeruginosa tetapi Parenteral 65 83,2
aktifitasnya lemah terhadap kokkus gram Oral 6 7,3
positif. Sedangkan ceftriaxone yang aktif
terhadap gram negatif dan beberapa Data Tabel 4 menunjukan distribusi dari
baketri gram postif. Pertimbangan untuk penggunaan antibiotik pada pasien pasca
kombinasi ini adalah diharapkan mampu bedah berdasarkan rute pemberian.
mencakup jangkauan spektrum yang luas Antibiotik rute parenteral yaitu intravena
sehingga dapat meningkatkan probabilitas paling banyak dipilih karena merupakan
terapi pengobatan dari pencegahan infeksi rute yang paling memungkinkan untuk
dan campuran infeksi bakteri atau infeksi senyawa obat mencapai konsentrasi
ganda pada pasien yang disebabkan oleh serum puncak dalam waktu yang cepat
bakteri yang berbeda. Meropenem yang karena tahapan farmakodinamiknya tidak
diberikan secara intravena berpenetrasi melalui proses absorbsi, senyawa barier
dengan baik kedalam jaringan dan cairan tidak melewati proses absorbs, dan
tubuh, proses eliminasi melalui ginjal, senyawa barier tidak melewati barier fisik
dengan dosis intravena yang diberikan seperti yang dialami ketika menggunakan
0,5-2 gram setiap 8 jam [16]. rute lain atau melaui fisrt fast efffect yang
dapat menyebabkan senyawa obat

12
JFL
Jurnal Farmasi Lampung Vol. 7. No.1 Juni 2018

termetabolisme dan memakan waktu yang tercapainya efek terapi yang diinginkan
lebih lama sampai ke jaringan di sekitar karena obat tidak dapat mencapai KHM
area pembedahan. (Kadar Hambat Minimum) dalam cairan
tubuh, sehingga mikroorganisme yang
Rute intravena digunakan pada golongan menginfeksi tidak mati, kurang dosis dapat
sefalosporin generasi ke III yaitu menyebabkan resistensi bakteri [17].
ceftriaxone, ceftizoxim, serta golongan
betalaktam dan makrolida seperti KESIMPULAN DAN SARAN
amoxicillin, meropenem, dan azitromisin.
Pada golongan sefalosporin ke I dan Kesimpulan
golongan quinolon yaitu cefadroxil dan
ciprofloxacin diberikan dengan ruteoral. Berdasarkan hasil penelitian evaluasi
penggunaan obat pasien pasca bedah
Evaluasi Penggunaan Obat yang dilakukan di sebuah rumah sakit di
Tasikmalaya, didapatkan data
Pada table 5, ketepatan dosis dan interval penggunaan antibiotika tunggal yang
dikategorikan sesuai dosis ketika jumlah paling banyak digunakan adalah
yang diberikan berada pada rentang dosis ceftriaxone, baik pada operasi bersih
menurut pustaka. Dosis dinyatakan maupun operasi bersih terkontaminasi.
berlebih jika jumlah yang diberikan lebih Sedangkan antibiotika kombinasi yang
tinggi dari dosis tertinggi, dan dinyatakan paling banyak digunakan adalah
kurang jika lebih rendah dari dosis ceftriaxone dan metronidazole, baik pada
terendah yang boleh diberikan. operasi bersih maupun operasi bersih
terkontaminasi.
Tabel 5.Ketepatan dosis dan interval
Saran
Kurang Tepat Lebih
Obat Dosis Dosis Dosis Penelitian selanjutnya dapat dilakukan
∑ (%) ∑ (%) ∑ (%) dengan menganalisis kerasionalan obat
Ceftriaxone 3 40, antibiotik yang diberikan dengan empiris
- - - -
2 15 pada pasien pasca bedah secara spesifik
Ciprofloxacin - - 6 7,6 - - berdasarkan diagnosa. Bagi Rumah Sakit
Cefadroxil 2 2,5 2 2,5 - - mengoptimalkan peran apoteker pada
Amoxicillin 1 IFRS secara oprimal untuk meningkatkan
- - 16 - -
3
penggunaan obat yang rasional.
Cefftizoxim - - 4 15 - -
Penelitian selanjutnya disarankan untuk
Ceftizoxim
- - 3 3,8 - - menggunakan metode gyssens untuk
Metronidazol
Ceftriaxone - melihat ketepatan diagnosa dengan
- - 1 1,3 - - penggunaan antibiotika yang digunakan.
Meropenem
Azetromisin -
- - 1 1,3 - - DAFTAR PUSTAKA
Ceftizoxim
Ceftriaxone- 1 20,
- - - -
Metronidazol 6 1 [1] Gril. 2012. State of states: Defining
surgery. Bulletin of the American
Ketepatan dosis dan interval menunjukan College of surgeons.
adanya dosis kurang pada golongan
sefalosporin generasi ke 1 yaitu cefadroxil [2] Narton, Jefry A, et al. 2008. Surgey
sebanyak 2 pasien (2,5%) dengan dosis Basic Science and Clinical Evidence.
2x1 (250 mg). Dosis cefadroxil yang New York: Springer.
ditujukan untuk infeksi yang rentan
menurut pedoman adalah 1-2 gram/hari [3] Nugrahaeni, Ratna, Suharto, Winarni,
dengan rute oral. Pemberian dosis yang Sri. 2012. Infeksi nosocomial di RSUD
kurang akan mengakibatkan tidak Setjonogoro Kabupaten Wonosobo.

13
JFL
Jurnal Farmasi Lampung Vol. 7. No.1 Juni 2018

Medikal Kesehatan Masyarakat Rawat Jalan Di Rumah Sakit PKU


Indonesia. vol 11. Muhamadiyah. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah.
[4] Menkes RI. 2011. Pedoman
Pelayanan Kefarmasian Untuk terapi [12] Kanji S, Delvin JW. 2008.
Antibiotik. Jakarta: Kementrian Antimicrobial Prohylaxis In Surgey. In:
Kesehatan Republik Indonesia. Dipiro JT, Wells BG, Talbert RL, Yee
GC, Matzke GR, Posey ML.
[5] Sjamsuhidajat R, Jong WD. 2010. Pharmacotherapy A Pathopysiologic
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Approach7th edition. USA : The Mc
EGC. Jakarta : Kedokteran. Hal : Graw-Hill Companies.
331- 333.
[13] Gilman AG. 2012. Dasar Farmakologi
[6] Zulfan. 2014. Evaluasi Penggunaan Terapi. Diterjemahkan oleh Tim Alih
Antibiotik pada Pasien Bedah di Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Edisi
Suatu Rumah Sakit Swasta di 10. Volume 2. Jakarta: EGC.
Bandung. Bandung: Institut Teknologi
Bandung. [14] Radji M. 2016. Mekanisme Aksi
Molekuler Antibiotik dan kemoterapi.
[7] Ajib M, Prayugo B. 2013. Gambaran Jakarta.
Distribusi Kasus-kasus Emergency
Pembedahan Digestif bagi Dewasa di [15] Apriliana W. 2017. Evaluasi
RSUPHAM Tahun 2010 – 2011. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
Sumatera Utara : Fakultas Profilaksis Operasi Appendisitis Akut
Kedokteran : Universitas Sumatera Pasien Dewasa dan Geriatri Di RS
Utara. Betheseda. Yogyakarta: Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
[8] Pratiwi. 2010. Teori Penuaan,
Perubahan Pada Sistem Tubuh Dan [16] Deck, Winston. 2011.
Implikasinya Pada Lansia. (Makalah). Chemoterapeutics drugs. In: Katzung
Semarang: Universitas Diponegoro. BG, Basic and Clinical Pharmacology,
12th Ed. San Fransisco: The
[9] BPJS Kesehatan. 2014. McGraw-Hil Companies, Inc, 790-
Menyongsong Jaminan Kesehatan 1000.
Semesta Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Bersama BPJS [17] Lisni I. 2015. Evaluasi Penggunaan
Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Antibiotik Pada Pasien Faringitis di
Yogyakarta. Suatu Rumah Sakit di Bandung.
Bandung: Sekolah Tinggi Farmasi
[10] Putu, Cristiani, Satibi. 2016. Kajian Bandung.
Faktor Demografi Terhadap
Kepuasan Pasien Jaminan Kesehatan
Nasional Pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama. Yogyakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Santa
Dharma Yogya dan Universitas
Gadjah Mada.

[11] Sumanto J. 2016. Hubungan Antara


Asupan Vitamin C dan Zink dengan
Proses Penyembuhan Luka Pasien
Pasca Caesarean Section Di Instalasi

14
JFL
Jurnal Farmasi Lampung Vol. 7. No.1 Juni
2018

15

Anda mungkin juga menyukai