Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR

Disusun oleh:

Luvi Krisdayanti (14.401.17.053)


M. Ridwan (14.401.17.055)
Siti Sofia (14.401.17.070)
Virgi Anggraini (14.401.17.085)
Vivi Emilatin Maulidyah (14.401.17.086)
Wahyu Wirayusika (14.401.17.087)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PRODI D-III KEPERAWATAN

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2019-2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Bayi Prematur”.

Makalah ini kami buat bertujuan untuk menjelaskan materi tentang Asuhan
Keperawatan Pada Bayi Prematur. Dengan adanya makalah ini di harapkan mahasiswa lain
dapat memahami materi Asuhan Keperawatan Pada Bayi Prematur dengan baik.

Dalam proses pembuatan makalah ini, banyak pihak yang telah membantu dan
mendukung untuk menyelesaikannya. Untuk itu pada kesempatan ini tidak lupa kami
menyampaikan terima kasih kepada Dosen pembimbing

Makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin, walaupun kami menyadari
masih banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu kami mengharapkan
saran ataupun kritik dan yang sifatnya membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan
makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca maupun kami.

Krikilan, 19 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP TEORI .................................................................................................................... 3
A. Definisi.................................................................................................................................... 3
B. Etiologi.................................................................................................................................... 3
C. Manifestasi klinis .................................................................................................................... 4
D. Patofisiologi ............................................................................................................................ 5
E. Klasifikasi ............................................................................................................................... 8
F. Komplikasi .............................................................................................................................. 8
G. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................................... 9
H. Penatalaksanaan .................................................................................................................. 9
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................................. 11
A. Pengkajian ............................................................................................................................. 11
B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................................... 15
C. Intervensi............................................................................................................................... 16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 24
B. Saran ......................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebanyakan bayi adalah matur, sehat dan terbentuk sempurna pada saat lahir, tetapi
dalam presentase kecil tidaklah demikian. Bagi mereka yang mengalami hal demikian,
deteksi dan penanganan awal terhadap masalah adalah penting.

Sebetulnya semua bayi yang berkembang dibawah normal disebut premature


kemudian diketahui bahwa baik usia gestasi dan pertumbuhan yang diukur melalui berat
badan merupakan indicator penting terhadap derajat resiko yang sesuai. Berbicara sesuai
umum, bayi paterm dan mereka dengan BBLR memiliki tingkat mortalitas yang tinggi
dibandingkan dengan bayi lahir fullterm dengan berat badan yang sesuai. Bayi yang
memiliki masalah yang berhubungan dengan pertumbuhan biasanya mengalami
gangguan pernafasan, neurology dan terminal.

Namun belakangan ini teknologi kedokteran sangat maju. Jaman dulu bayi prematur
yang lahir usia 6 bulan ke bawah (25 minggu atau kurang) hamper tidak ada harapan
hidup sama sekali. Boleh dibilang hampir semuanya mati. Karena kemajuan kedokteran
sekarang, bayi lahir prematur sekitar 6 bulan bisa dipertahankan hidupnya.

Sampai saat ini mortalitas dan mordibitas neonatus pada bayi preterm/premature
masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti
paru, otak dan gastrointestinal. Di Negara barat sampai 80% dari kematian neonatus
adalah akibat prematuritas, dan pada bayi yang selamat 10% mengalami permasalahan
dalam jangka panjang. Penyebab persalinan preterm sering dapat dikenali dengan jelas.
Namun, pada banyak kasus penyebab pasti tidak dapat diketahui. Beberapa faktor
mempunyai andil dalam terjadinya persalinan preterm seperti faktor pada ibu, faktor
janin dan plasenta, ataupun faktor lain seperti sosioekonomik.

Hal hal penting yang sering menyebabkan persalinan prematur antara lain, penyakit
berat pada ibu, infeksi saluran kemih/genetalia, strees psikologik (Maryunani & Sari,
2013, hal. 167). Pada bayi prematur terjadi peningkatan kadar bilirubun. Kejadian ini di
akibatkan oleh penambahan beban bilirubin pada sel hepar berlebihan, gangguan
pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh.
Hal ini dapat terjadi bila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia,

1
asidosis (Elmeida, 2015). Sel sel darah merah yang telah tua atau rusak akan dipecahkan
menjadi bilirubin atau pigmen warna kuning, yang oleh hati akan di metabolisme dan di
buang melalui feses. Akibatnya pigmen akan di simpan di bawah kulit, sehingga kulit
bayi menjadi kuning. Biasanya di mulai dari wajah, dada, tungkai, dan kaki menjadi
kuning (Manggiasih & Jaya, 2016).

Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir yaitu dengan memberi ASI sedini
mungkin dan sesering mungkin kepada bayi 8-12 kali sehari (ZR & Sari, 2009). Untuk
menurunkan serum bilirubin dapat dilakukan dengan fototerapi, transfusi, infus albumin,
dan terapi obat (Maryunani & Sari, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana definisi bayi prematur ?
b. Bagaimana etiologi bayi prematur ?
c. Bagaimana manifestasi klinis pada bayi prematur ?
d. Bagaimana klasifikasi pada bayi prematur ?
e. Bagaimana komplikasi pada bayi prematur ?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada bayi
prematur dengan baik dan benar.
b. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu memahami definisi bayi prematur.
2) Mahasiswa mampu memahami etiologi pada bayi prematur.
3) Mahasiswa mampu memahami manifestasi pada bayi prematur.
4) Mahasiswa mampu memahami klasifikasi pada bayi prematur.
5) Mahasiswa mampu memahami komplikasi pada bayi prematur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP TEORI
A. Definisi

Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu atau kurang dari 259 hari dari hari pertama menstruasi akhir (Oktiawati &
Julianti, 2017, hal. 1).

Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan 20-
37 minggu (Kedokteran, 2010, hal. 195)

Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang


dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500g
(Ariana, Sayono, & Kusumawati, 2011, hal. 1).

Berdasarkan ketiga definisi diatas peneliti menyimpulkan bahwa bayi prematur


adalah bayi yang umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan dengan berat badan
rendah kurang dari 2500g.

B. Etiologi

Menurut (Oktiawati & Julianti, 2017, hal. 3-4) Kelainan prematur dapat
disebabkan oleh faktor ibu, faktor janin dan faktor plasenta. Penyebab aktual
prematuritas belum diketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor predis posisi
yang telah diketahui.

Penyebab kelahiran bayi prematur adalah :

1. Faktor ibu
yaitu riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum,
malnutrisi, kelainan uterus, hidromion, penyakit jantung / penyakit kronik
lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak
dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma, kebiasaan, yaitu pekerjaan
yang melelahkan, merokok (Prawirohardjo, 2006).

3
2. Faktor janin
yaitu cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramion, ketuban pecah dini cacat
bawaan dan infeksi (Prawirohardjo, 2006).
3. Faktor Plasenta
Kelahiran prematur yang disebabkan oleh faktorplasenta meliputi: plasenta
previa, dan solutio plasenta (Surasmi,Handayani, dan Kusuma, 2003).

C. Manifestasi klinis
1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram.
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
4. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
5. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
6. Rambut lanugo masih banyak.
7. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
8. Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.
9. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
10. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora dan
klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun ke dalam skrotum,
pigmentasi dan rugue pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki).
11. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
12. Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
13. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan
lemak masih kurang.
14. Vernix caseosa tidak ada atau sedikit bila ada (Armini, 2017)

4
D. Patofisiologi
Menurut Surasmi, dkk (2003), neonatus dengan imaturitas pertumbuhan dan
perkembangan tidak dapat menghasilkan kalori melalui peningkatan metabolisme.
Hal itu disebabkan karena respon menggigil pada bayi tidak ada atau kurang,
sehingga bayi tidak dapat menambah aktivitas. Sumber utama kalori bila ada stres
dingin atau suhu lingkungan rendah adalah thermogenesis nonshiver. Sebagai respon
terhadap rangsangan dingin, tubuh bayi akan mengeluarkan norepinefrin yang
menstimulus metabolisme lemak dari cadangan lemak coklat untuk menghasilkan
kalori yang kemudian dibawa oleh darah ke jaringan. Stres dapat menyebabkan
hipoksia, metabolisme asidosis dan hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai
respon terhadap stres dingin akan meningkatkan kebutuhan kalori dan oksigen. Bila
oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan, tekanan oksigen berkurang
(hipoksia) dan keadaan ini akan menjadi lebih buruk karena volume paru menurun
akibat berkurangnya oksigen darah dan kelainan paru (paru yang imatur). Keadaan
ini dapat sedikit tertolong oleh haemoglobin fetal (HbF) yang dapat mengikat
oksigen lebih banyak sehingga bayi dapat bertahan lama pada kondisi tekanan
oksigen yang kurang.
Stres dingin akan direspon oleh bayi dengan melepas norepinefrin yang
menyebabkan vasokontriksi paru. Akibatnya, menurunkan keefektifan ventilasi paru
sehingga kadar oksigen darah berkurang. Keadaaan ini menghambat metabolisme
glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang menyebabkan peningkatan asam
laktat, kondisi ini bersamaan dengan metabolisme lemak coklat yang menghasilkan
asam sehingga meningkatkan kontribusi terjadinya asidosis. Kegiatan metabolisme
anaerob meghilangkan glikogen lebih banyak dari pada metabolisme aerob sehingga
mempercepat terjadinya hipoglikemia. Kondisi ini terjadi terutama bila cadangan
glikogen saat lahir sedikit, sesudah kelahiran pemasukan kalori rendah atau tidak
adekuat (Surasmi, dkk, 2003).
Bayi prematur umunya relatif kurang mampu untuk bertahan hidup karena
struktur anatomi dan fisiologi yang imatur dan fungsi biokimianya belum bekerja
seperti bayi yang lebih tua. Kekurangan tersebut berpengaruh terhadap kesanggupan
bayi untuk mengatur dan mempertahankan suhu badannya dalam batas normal. Bayi
berisiko tinggi lain juga mengalami kesulitan yang sama karena hambatan atau
gangguan pada fungsi anatomi, fisiologi, dan biokimia berhubungan dengan adanya
kelainan atau penyakit yang diderita. Bayi prematur atau imatur tidak dapat

5
mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal karena pusat pengatur suhu pada
otak yang belum matur, kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat sebagai
sumber kalori. Tidak ada atau kurangnya lemak subkutan dan permukaan tubuh yang
relatif lebih luas akan menyebabkan kehilangan panas tubuh yang lebih banyak.
Respon menggigil bayi kurang atau tidak ada, sehingga bayi tidak dapat
meningkatkan panas tubuh melalui aktivitas. Selain itu kontrol reflek kapiler kulit
juga masih kurang (Surasmi, dkk, 2003).

6
Pathway

7
E. Klasifikasi

Menurut (Oktiawati & Julianti, 2017, hal. 2-3) Kelahiran prematur dapat
diklasifikasikan berdasarkan usia gestasinya antara lain:

1. Extremely premature yaitu bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari
28 minggu.
2. Very premature yaitu bayi yang lahir dengan usia 28 minggu sampai kurang dari
32 minggu.
3. Moderate to late premature yaitu bayi yang lahir dengan usia kehamilan 32
minggu sampai kurang dari 37 minggu.

F. Komplikasi

Menurut (Manggiasih & Jaya, 2016, hal. 189) komplikasi prematur diantaranya:

1. Pneumonia aspirasi
Disebabkan karena infeksi menelan dan batuk belum sempurna, sering
ditemukan pada bayi prematur.
2. Perdarahan intra ventikular
Perdarahan spontan diventikel otot lateral biasanya disebabkan oleh karena
anoksia otot. Biasanya terjadi kesamaan dengan pembentukan membran hialin
pada paru. Kelainan ini biasanya ditemukan pada atopsi.
3. Hyperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hipebilirubinemia dibandingkan dengan
bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan faktor kematangan hepar sehingga
konjungtiva bilirubium indirek menjadi bilirubin direk belum sempurna.
4. Masalah suhu tubuh
Masalah ini karena pusat pengeluaran nafas badan masih belum sempurna. Luas
badan bayi relatif besar sehingga penguapan bertambah. Otot bayi masih lemah,
lemak kulit kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan. Kemampuan
metabolisme panas rendah, sehingga bayi BBLR perlu diperhatikan agar tidak
terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan sekitar (36,5-
37.5ºC).

8
5. Ikterus neonatus
Kern ikterus (ensefalopati biliaris) adalah suatu kerusakan otak akibat adanya
bilirubin indirect pada otak. Kern ikterus ditandai dengan kadar bilirubin darah
yang tinggi (>20mg% pada bayi cukup bulan atau >18mg% pada bayi berat
lahir rendah) disertai dengan gejala kerusakan otak berupa mata berputar,
letargi, kejang, tak mau mengisap, tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus
dan sianosis (Dewi, 2011, hal. 78).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemantauan glukosa darah terhadap hipoglikemia. Nilai normal glukosa serum:
45 mg/dl.
2. Pemantauan gas darah arteri. Normal untuk analisa gas darah apabila kadar
PaO2 50 – 70 mmHg dan kadar PaCO2 35 – 45 mmHg dan saturasi oksigen
harus 92 – 94 %.
3. Kimia darah sesuai kebutuhan.
4. Pemeriksaan sinar sesuai kebutuhan.
5. Penyimpangan darah tali pusat.

H. Penatalaksanaan
Menurut Hariati (2010) bayi yang lahir prematur memerlukan perawatan yang lebih
intensif karena bayi prematur masih membutuhkan lingkungan yang tidak jauh
berbeda dari lingkungannya selama dalam kandungan. Oleh karena itu, di rumah
sakit bayi prematur akan mendapatkan perawatan sebagai berikut:
1. Pengaturan suhu
Bayi prematur sangat cepat kehilangan panas badan atau suhu tubuh bahkan
dapat juga terjadi hipothermia, karena pusat pengaturan suhu tubuh belum
berfungsi dengan baik. Oleh
karena itu bayi dirawat dalam inkubator. Inkubator dilengkapi dengan alat
pengatur suhu dan kelembaban agar bayi dapat mempertahankan suhu normal.
Suhu inkubator untuk bayi kurang dari 2000 gram adalah 35˚C dan untuk berat
2000-2500 gram maka suhunya 34˚C agar bayi dapat mempertahankan suhunya
sampai 37˚C (Prawirohardjo, 2006).

9
2. Pencegahan infeksi
Bayi prematur sangat rentan terhadap infeksi karena kadar immunoglobulin
yang masih rendah, aktifitas bakterisidial neutrofil, efek sitotoksik limfosit juga
masih rendah, fungsi imun belum dapat mengidentifikasi infeksi secara aktual.
Bayi akan mudah menghadapi infeksi terutama infeksi nosokomial (Manuaba,
2008). Perawatan umum yang biasa dilakukan adalah tindakan aseptik,
mempertahankan suhu tubuh, membersihkan jalan nafas perawatan tali pusat
dan memberikan cairan melalui infus.
3. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi Bayi Prematur
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi diantaranya menentukan pemilihan
susu, cara pemberian dan jadwal pemberian sesuai dengan kebutuhan pada bayi
prematur. Susu adalah sumber nutrisi yang utama bagi bayi. Selama belum bisa
mengisaplly dengan benar, minum susu dilakukan dengan menggunakan pipet
atau melalui enteral (Manuaba, 2007). Reflek hisap pada bayi prematur belum
sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama
lipase masih kurang disamping itu kebutuhan protein 3-5 g/hari dan tinggi kalori
(110 kal/kg/hari) agar berat badan bertambah. Jumlah ini lebih tinggi dari yang
diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi
berumur tiga jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan
hiperbilirubinemia. Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan
pengisapan cairan lambung. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus
dan mencegah muntah. Permulaan cairan diberikan sekitar 50–60 ml/kg BB/hari
dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 ml/kg BB/hari (Prawirohardjo,
2006)
4. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi yang
berhubungan dengan daya tahan tubuh. Pemantauan dan monitoring harus
dilakukan secara ketat (Prawirohardjo, 2006). Setiap bayi yang lahir akan
ditimbang berat badannya. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang
menggambarkan komposisi tubuh bayi secara keseluruhan mulai dari kepala,
leher, dada, perut, tangan, dan kaki. Berat badan yang rendah saat lahir
menunjukkan kondisi bayi yang kurang sehat.

10
5. Membantu beradaptasi
Perawatan di rumah sakit pada bayi yang tidak mengalami komplikasi bertujuan
membantu bayi beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah suhunya stabil
dan memenuhi kriteria pemulangan biasanya sudah dibolehkan dibawa pulang.
Beberapa Rumah Sakit yang menggunakan patokan berat badan untuk
pemulangan bayi prematur, sebagai contoh bayi prematur diperbolehkan pulang
jika berat minimal 2 kg atau 2000 gram (Maulana, 2008).
6. Pemberian Oksigen
Ekspansi paru yang memburuk merupakan masalah serius bagi bayi prematur
yang dikarenakan tidakadanya surfaktan. Kadar oksigen yang tinggi akan
menyebabkan kerusakan jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan
(Manuaba, 2009).
7. Bantuan pernapasan
Segera setelah lahir jalan napas orofaring dan nasofaring dibersihkan dengan
isapan yang lembut. Pemberian terapi oksigen harus hati-hati dan diikuti dengan
pemantauan terus menerus tekanan oksigen darah arteri antara 80-100 mmHg.
Untuk memantau kadar oksigen secara rutin dan efektif dapat digunakan
elektroda oksigen melalui kulit (Surasmi, Handayani, dan Kusuma 2003).
8. Mengkaji kesiapan untuk intervensi terpilih yaitu beri stimulasi bila perlu pada
status bayi dan kesiapannya, dorong fleksi pada posisi telentang dengan
menggunakan gulungan selimut, berikan bayi pembatas tubuh melalui
pembedongan atau menggunakan gulungan selimut pada tubuh dan kakinya
(Straight, Barbara R 2005).

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian pada bayi prematur dilakukan dari ujung rambut hingga ujung kaki,
meliputi semua sistem pada bayi. Pengkajian diawali dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti (Proverawati &
Sulistorini, 2010). Menurut Surasmi, dkk (2003), pengakajian pada bayi prematur
meliputi:
1. Pengkajian umum pada bayi
Pengkajian umum pada bayi antara lain meliputi:
a. Penimbangan berat badan.

11
b. Pengukuran panjang badan dan lingkar kepala.
c. Mendiskripsikan bentuk badan secara umum, postur saat istirahat, kelancaran
pernapasan, edema dan lokasinya.
d. Mendiskripsikan setiap kelainan yang tampak.
e. Mendiskripsikan tanda adanya penyulit seperti warna pucat, mulut yang
terbuka, menyeringai, dan lain-lain.
2. Masalah yang berkaitan dengan ibu
Masalah-masalah tersebut antara lain adalah hipertensi, toksemia, plasenta previa,
abrupsio plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi, diabetes
mellitus, status sosial ekonomi yang rendah, tiadanya perawatan sebelum
kelahiran (prenatal care), riwayat kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan
obat-obatan, alkohol, rokok, kafein, umur ibu yang di bawah 16 tahun atau di atas
35 tahun, latar pendidikan rendah, kehamilan kembar, kelahiran prematur
sebelumnya dan jarak kehamilan yang berdekatan, infeksi seperti TORCH atau
penyakit hubungan seksual lain, golongan darah dan faktor Rh.
3. Pengkajian bayi pada saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan
saat kelahiran (kurang dari 2500 gram), lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak
ada, bayi terlihat kurus, kepala relatif lebih besar dari pada badan dan 3 cm lebih
lebar dibanding lebar dada, nilai Apgar pada 1 sampai 5.
4. Kardiovaskular
Pada bayi prematur denyut jantung rata-rata 120-160/menit pada bagian apikal
dengan ritme yang teratur, pada saat kelahiran kebisingan jantung terdengar pada
seperempat bagian interkostal, yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri
karena hipertensi atau atelektasis paru. Pengkajian sistem kardiovaskuler dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Menentukan frekuensi dan irama denyut jantung.
b. Mendengarkan suara jantung.
c. Menentukan letak jantung tempat denyut dapat didengarkan, dengan palpasi
akan diketahui perubahan intensitas suara jantung.
d. Mendiskripsikan warna kulit bayi, apakah sianosis, pucat pletora, atau
ikterus.
e. Mengkaji warna kuku, mukosa, dan bibir.

12
f. Mengukur tekanan darah dan mendiskripsikan masa pengisian kapiler perifer
(2-3 detik) dan perfusi perifer.
5. Gastrointestinal
Pada bayi prematur terdapat penonjolan abdomen, pengeluaran mekonium
biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, reflek menelan dan mengisap yang lemah,
tidak ada anus dan ketidaknormalan kongenital lain. Pengkajian sistem
gastrointestinal pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mendiskripsikan adanya distensi abdomen, pembesaran lingkaran abdomen,
kulit yang mengkilap, eritema pada dinding abdomen, terlihat gerakan
peristaltik dan kondisi umbilikus.
b. Mendiskripsikan tanda regurgitasi dan waktu yang berhubungan dengan
pemberian makan, karakter dan jumlah sisa cairan lambung.
c. Jika bayi menggunakan selang nasogastrik diskripsikan tipe selang pengisap
dan cairan yang keluar (jumlah, warna, dan pH).
d. Mendiskripsikan warna, kepekatan, dan jumlah muntahan.
e. Palpasi batas hati.
f. Mendiskripsikan warna dan kepekatan feses, dan periksa adanya darah sesuai
dengan permintaan dokter atau ada indikasi perubahan feses.
g. Mendiskripsikan suara peristaltik usus pada bayi yang sudah mendapatkan
makanan.
6. Integumen
Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau merah, kekuning-kuningan,
sianosis, atau campuran bermacam warna, sedikit vernix caseosa dengan rambut
lanugo di sekujur tubuh, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap, edema
yang menyeluruh atau pada bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran,
kuku pendek belum melewati ujung jari, rambut jarang atau bahkan tidak ada
sama sekali, terdapat petekie atau ekimosis. Pengkajian sistem integumen pada
bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Menentukan setiap penyimpangan warna kulit, area kemerahan, iritasi, abrasi.
b. Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering, halus, atau bernoda.
c. Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit, seperti tanda lahir, ruam,
dan lain-lain.
d. Mengukur suhu kulit dan aksila.

13
7. Muskuloskeletal
Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna yang
masih lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah
dan tidak aktif atau letargik. Pengkajian muskuloskeletal pada bayi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mendiskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar, spontan, menghentak,
tingkat aktivitas bayi dengan rangsangan berdasarkan usia kehamilan.
b. Mendiskripsikan posisi bayi apakah fleksi atau ekstensi.
c. Mendiskripsikan perubahan lingkaran kepala (kalau ada indikasi) ukuran
tegangan fontanel dan garis sutura.
8. Neurologis
Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak resisten dan
gerak reflek hanya berkembang sebagian. Reflek menelan, mengisap dan batuk
masih lemah atau tidak efektif, tidak ada atau menurunnya tanda neurologis, mata
biasanya tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25-26
minggu, suhu tubuh tidak stabil atau biasanya hipotermi, gemetar, kejang dan
mata berputar-putar yang bersifat sementara tapi bisa mengindikasikan adanya
kelainan neurologis. Pengkajian neurologis pada bayi dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Mengamati atau memeriksa reflek moro, mengisap, rooting, babinski,
plantar, dan refleks lainnya.
b. Menentukan respon pupil bayi.
9. Pernapasan
Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 kali/menit dan
diselingi dengan periode apnea, pernapasan tidak teratur, flaring nasal melebar
(nasal melebar), terdengar dengkuran, retraksi (interkostal, suprasternal,
substernal), terdengar suara gemerisik saat bernapas. Pengkajian sistem
pernapasan pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mendiskripsikan bentuk dada simetris atau tidak, adanya luka dan
penyimpangan yang lain.
b. Mendiskripsikan apakah pada saat bayi bernapas menggunakan otot-otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, atau subternal, retraksi
interkostal atau subklavikular.
c. Menghitung frekuensi pernapasan dan perhatikan teratur atau tidak.

14
d. Auskultasi suara napas, perhatikan adanya stridor, crackels, mengi, ronki
basah, pernapasan mendengkur dan keimbangan suara pernapasan.
e. Mendiskripsikan sura tangis bayi apakah keras atau merintih.
f. Mendiskripsikan pemakaian oksigen meliputi dosis, metode, tipe ventilator,
dan ukuran tabung yang digunakan.
g. Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan menggunakan oksimetri nadi
dan sebagian tekanan oksigen dan karbondioksida melalui oksigen transkutan
(tcPO2) dan karbondioksida transkutan (tcPCO2).
10. Perkemihan
Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat dilakukan dengan cara mengkaji
jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil laboratorium yang ditemukan.
Pada bayi prematur, bayi berkemih 8 jam setelah kelahirandan belum mampu
untuk melarutkan ekskresi ke dalam urine.
11. Reproduksi
Pada bayi perempuan klitoris menonjol dengan labia mayora yang belum
berkembang atau belum menutupi labia minora. Pada bayi laki-laki skrotum
belum berkembang sempurna dengan ruga yang kecil dan testis belum turun ke
dalam skrotum.
12. Temuan sikap
Tangis bayi yang lemah, bayi tidak aktif dan terdapat tremor.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dibuat setelah dilakukan pengkajian. Beberapa diagnosis
dapat ditetapkan untuk semua bayi, tetapi diagnosis tertentu ditetapkan sesuai
dengan hasil pengkajian yang ditemukan (bervariasi sesuai kondisi bayi). Masalah
yang lazim muncul atau diagnosa keperawatan yang sering muncul pada bayi
prematur berdasarakan PPNI (2016) adalah sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-otot pernafasan
dan penurunan ekspansi paru.
2. Ketidakadekuatan pemberian ASI berhubungan dengan prematuritas.
3. Disfungsi motalitas gastrointestinal berhubungan dengan ketidakadekuatan
aktivitas peristaltik di dalam sistem gastrointestinal.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menerima nutrisi.

15
5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan penurunan jaringan
lemak subkutan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis tidak adekuat.
7. Ikterus neonatus berhubungan dengan bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi.

C. Intervensi
Perencanaan keperawatan untuk bayi prematur dan bayi berisiko tinggi
lainnya bergantung pada diagnosis masalah kesehatan yang menempatkan bayi pada
kondisi risiko tinggi. Rencana atau intervensi keperawatan pada bayi prematur
berdasarkan NANDA Nic Noc (2016) adalah sebagai berikut:
1. Diagnosa : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-otot
pernafasan dan penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam jalan nafas dalam
kondisi bebas atau paten dan pola nafas mejadi efektif.
Kriteria Hasil :
a. Suara nafas bersih, tidak ada sianosis, tidak ada dispneu, bayi mampu
bernapas dengan mudah.
b. Irama nafas teratur, frekuensi pernafasan dalam batas normal (30-40
kali/menit pada bayi), tidak ada suara nafas abnormal.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50 mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit
Intervensi :
Airway Management
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas bantuan.
c. Lakukan suction bila perlu.
d. Auskulatasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan.
e. Monitor respirasi dan status O2.
Oxygen Therapy
a. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea.

16
b. Pertahankan jalan nafas yang paten.
c. Atur peralatan oksigenasi.
d. Monitor aliran oksigen.
e. Pertahankan posisi pasien.
f. Observasi adanya tanda-tanda distres respirasi seperti retraksi, takipneu,
apneu, sianosis.

Vital Sign Monitoring


a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.
b. Monitor frekuensi dan kualitas nadi.
c. Monitor frekuensi dan irama pernafasan.
d. Monitor suara paru.
e. Monitor pola pernapasan abnormal.
f. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.
g. Monitor adanya sianosis perifer.
h. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
2. Diagnosa : Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan prematuritas.

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam bayi dapat diberikan
minum ASI dengan efektif.
Kriteria Hasil:
a. Tetap mempertahankan laktasi.
b. Perkembangan dan pertumbuhan bayi dalam batas normal.
c. Kemampuan penyedia perawatan dalam melakukan penghangatkan,
pencairan, dan penyimpanan ASI secara aman.
d. Berat badan bayi bertambah 20-30 gram/hari.
e. Tidak ada respon alergi sistemik pada bayi.
f. Status respirasi seperti jalan napas, pertukaran gas, dan ventilasi napas bayi
adekuat.
g. Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50 mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit

17
Intervensi :
Bottle Feeding
a. Posisikan bayi semi fowler.
b. Letakkan pentil dot di atas lidah bayi.
c. Monitor atau eveluasi reflek menelan sebelum memberikan susu.
d. Tentukan sumber air yang digunakan untuk mengencerkan susu formula
yang kental atau dalam bentuk bubuk.
e. Pantau berat badan bayi setiap hari.
f. Bersihkan mulut bayi setelah bayi diberikan susu.
Lactation Suppression
a. Fasilitasi proses bantuan interaktif untuk membantu mempertahanan
keberhasilan proses pemberian ASI.
b. Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI (secara
manual atau elektrik), cara mengumpulkan dan menyimpan ASI.
3. Diagnosa : Disfungsi motalitas gastrointestinal berhubungan dengan
ketidakadekuatan aktivitas peristaltik di dalam sistem gastrointestinal.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam fungsi pencernaan
dapat berfungsi secara efektif.
Kriteria Hasil:
a. Tidak ada distensi abdomen.
b. Peristaltik usus dalam batas normal (3-5 kali/menit pada bayi).
c. Frekuensi, warna, konsistensi, dan banyaknya feses dalam batas normal
(frekuensi BAB normal pada bayi 3-4 kali dengan warna feses kekuningan
dan ukuran ampas minimal 2,5 cm, konsistensi lunak, tidak keras dan tidak
kering).
d. Tidak ada darah di feses.
e. Tidak terjadi diare dan tidak muntah.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital.
b. Monitor status cairan dan elektrolit.
c. Monitor bising usus.
d. Catat intake dan output secara akurat.

18
e. Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (membran
mukosa kering, sianosis, jaundice).
f. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah zat gizi yang dibutuhkan.
g. Pasang NGT atau OGT jika diperlukan.
h. Monitor warna dan konsistensi dari naso gastric output atau oral gastric
output.
i. Monitor terjadinya diare.

4. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan ketidakmampuan menerima nutrisi.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam asupan nutrisi berupa
makanan dan cairan dalam keadaan seimbang dan tidak ada penurunan berat
badan.
Kriteria Hasil:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan (berat badan
bertambah 20-30 gram/hari).
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (pada usia 2 minggu kebutuhan nutrisi
mencapai 150 cc/kgbb/hari)
c. Menunjukkan peningkatan fungsi mengisap dan menelan.
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi :
Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi.
b. Kaji kesiapan bayi untuk menyusu langsung pada ibu.
c. Berikan nutrisi secara parenteral jika diperlukan.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan bayi.
e. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Nutrition Monitoring
a. Monitor adanya penurunan berat badan.
b. Monitor terjadiya kulit kering dan perubahan pigmentasi.
Monitor turgor kulit.
4) Monitor kekeringan dan kusam pada rambut.

19
5) Monitor terjadinya muntah.
6) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
7) Monitor pertumbuhan dan perkembangan bayi.
8) Monitor terjadinya pucat, kekeringan, dan kemerahan pada jaringan
konjungtiva.
9) Monitor kalori dan intake nutrisi.
10) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
11) Catat jika lidah berwarna magenta atau merah tua.

5. Diagnosa : Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan


penurunan jaringan lemak subkutan.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam termoregulasi bayi
menjadi seimbang.
Kriteria Hasil:
a. Suhu badan dalam batas normal (36,6˚C-37,2˚C).
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50 mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit
c. Hidrasi adekuat.
d. Tidak menggigil.
e. Gula darah dalam batas normal (> 45 mg/dL).
f. Kadar bilirubin dalam batas normal (0,3-1,0 mg/dL).
Intervensi :
a. Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal (36,6˚C-37,2˚C).
b. Pantau suhu tubuh bayi sampai stabil.
c. Pantau tanda-tanda vital dengan tepat.
d. Pantau warna dan suhu kulit.
e. Pantau dan laporkan adanya tanda hipotermi dan hipertermi.
f. Tingkatkan keadekuatan masukan cairan dan nutrisi.
g. Tempatkan bayi pada inkubator atau infant warmer.

20
h. Gunakan matras panas dan selimut hangat yang disesuaikan dengan
kebutuhan.
i. Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
j. Gunakan matras sejuk dan mandikan bayi dengan air hangat untuk
menyesuaikan dengan suhu tubuh dengan tepat.

6. Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis tidak


adekuat.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam tidak terdapat tanda-tanda
terjadinya infeksi.
Kriteria Hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
b. Jumlah leukosit dalam batas normal (9000-12.000/mm3).
Intervensi :
Infection Control
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
b. Pertahankan teknik isolasi pada pasien yang berisiko.
c. Batasi pengunjung bila perlu.
d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan sebelum berkunjung
dan setelah berkunjung.
e. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
f. Pertahankan lingkungan aseptik selama tindakan pemasangan alat.
g. Ganti IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum.
h. Tingkatkan intake nutrisi dan berikan terapi antibiotik bila perlu.
Infection Protection
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
b. Monitor hitung granulosit, WBC.
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
d. Berikan perawatan kulit pada area epidema.
e. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
f. Tingkatkan intake nutrisi yang cukup.
g. Tingkatkan masukan cairan.

21
h. Laporkan kecurigaan infeksi.
i. Laporkan kultur positif.

7. Diagnosa : Ikterus neonatus berhubungan dengan bilirubin tak terkonjugasi


dalam sirkulasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam bayi tidak mengalami
ikterus.
Kriteria Hasil :
a. Menyusui secara mandiri.
b. Tetap mempertahankan laktasi.
c. Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas normal.
d. Berat badan bayi bertambah 20-30 gram/hari.
e. Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal.
Nadi : 120-130 kali/menit
Tekanan darah : 70-90/50 mmHg
Suhu : 36,6˚C-37,2˚C
Pernafasan : 30-40 kali/menit
f. Kadar glukosa darah dapat terkontrol atau dalam batas normal (> 45
mg/dL).
g. Status nutrisi adekuat.
h. Kontrol resiko proses infeksi.
i. Kadar bilirubin dalam batas normal (0,3-1,0 mg /dL).
Intervensi :
Phototherapy: Neonate
a. Kaji riwayat ibu dan bayi untuk faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia
(misalnya ketidakcocokan Rh atau ABO, polisitemia, sepsis, prematur, mal
presentasi).
b. Amati tanda-tanda ikterus.
c. Intruksikan pada keluarga tentang tindakan fototerapi.
d. Berikan penutup mata untuk mengurangi tekanan yang berlebihan saat
fototerapi.
e. Lepas penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu mati.

22
f. Berikan susu pada bayi 8 kali per hari atau instruksikan pada ibu untuk
menyusui sebanyak delapan kali per hari.
g. Timbang berat badan bayi setiap hari.
h. Amati tanda-tanda dehidrasi (misalnya depresi fontanel, turgor kulit
mengerut, kehilangan berat badan).
i. Mengevaluasi status neurologis setiap 4 jam.
j. Mengontrol tingkat bilirubin serum.
k. Ubah posisi bayi setiap 4 jam.
l. Monitor tanda-tanda vital bayi.
m. Periksa intensitas lampu fototerapi setiap hari.
n. Tempatkan lampu fototerapi di atas bayi dengan tinggi yang sesuai
o. Pantau keadaan mata bayi.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bayi prematur adalah bayi yang lahir kurang dari usia kehamilan yang normal
(37 minggu) dan juga dimana bayi mengalami kelainan penampilan fisik. Bayi prematur
adalah bayi yang lahir sebelum minggu ke 37, dihitung dari mulai hari pertama
menstruasi terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan memendek

B. Saran
Tindakan keperawatan pada bayi prematur haruslah sesuai dengan standard
asuhan keperawatan. Dan dapat dipertanggung jawabkan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Armini, N. W. ( 2017). Asuhan Kebidanan Neonatus,Bayi,Balita. Yogyakarta: ANDI.


Prawirohardjo. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC.
Sinclair, C. (2003). Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta selatan: PPNI.
M.Wilkinson, J. (2016). Dignosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.
Surasmi, A dkk. (2003). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Manuaba. (2009). Gawat Darurat Obsetri Genekologi. Jakarta : EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai