Anda di halaman 1dari 8

JURNAL INOVTEK POLBENG, VOL. 9, NO.

1, JUNI 2019 ISSN 2088-6225


E-ISSN 2580-2798

PEMODELAN NON-UNIFORM CODED-MODULATIO PADA


KANAL AKUSTIK BAWAH AIR DI LINGKUNGAN
PERAIRAN DANGKAL

Sholihah Ayu Wulandari1, Tri Budi Santoso1, I Gede Puja Astawa1, Muhammad Milchan2

1
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Kampus ITS,
Jl. Raya ITS, Keputih, Sukolilo, Kota Surabay, Jawa Timur Indonesia
2
Politeknik Negeri Bengkalis,
Jl. Bathin Alam, Sungai Alam Bengkalis Riau Indonesia
Email: sholihah.ayuwulan@gmail.com1, tribudi@pens.ac.id1, puja@pens.ac.id1 , milchan@polbeng.ac.id2

Abstrak

Dalam paper ini, disajikan evaluasi kinerja OFDM dengan Non-uniform Coded-Modulation pada kanal akustik bawah air perairan dangkal. Deretan
informasi biner dikodekan BCH code (7,4) untuk koreksi kesalahan dan dikombinasikan dengan Non-uniform modulation yang merupakan hasil
modifikasi susunan subcarrier dari standar OFDM IEEE 802.11a. Pemodelan menggunakan 52 subcarrier yang terdiri dari 4 pilot dan 48 data
subcarrier yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 24 data subcarrier dengan modulasi 16-Quadrature Amplitude Modulation (16-QAM), 12 data
subcarrier dengan modulasi Quadrature fase-shift keying (QPSK), dan 12 data subcarrier lainnya dengan modulasi Binary key-shift keying (BPSK).
Jenis kanal yang digunakan menggambarkan kondisi Additive White Gaussian Noise (AWGN) dan merupakan hasil dari data pengukuran. Analisis
dilakukan dalam hal Signal-to-Noise-Ratio (SNR) dan Bit Error Rate (BER) menunjukkan bahwa pada nilai error rate 0.001, modulasi BPSK, QPSK,
16-QAM, dan Non-uniform Modulation membutuhkan daya masing-masing 5 dB, 8,5 dB, 10,3 dB, dan 7,9 dB. Tetapi sistem yang diusulkan mampu
menekan daya yang diperlukan sampai sebesar 6 dB. Sistem yang diusulkan juga menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan fixed modulasi
dan Non-uniform Modulation, yang dalam hal ini dengan daya yang rendah untuk mencapai error rate yang sama. Selain itu, sistem yang diusulkan
memiliki coding gain sebesar 1,9 dB dibandingkan dengan sistem tanpa kode (Non-uniform Modulation). Pengujian real juga dilakukan dengan data
pengukuran di Muara Mangrove, Surabaya. Hasilnya menunjukkan kinerja yang mirip dengan simulasi yang dilakukan pada kanal dengan noise
Gaussian.

Kata Kunci: Non-uniform coded-modulation, OFDM, perairan dangkal.

Abstract
In this paper, presented an OFDM performance evaluation with the Non-uniform Coded-Modulation in the underwater acoustic channel in shallow
water. A row of binary information is encoded by BCH code (7.4) for error correction and combined with Non-uniform modulation which is the result
of modification of the subcarrier arrangement of the OFDM standard IEEE 802.11a. Modeling uses 52 subcarriers consisting of 4 pilots and 48
subcarrier data which are divided into three parts, i.e.: 24 subcarrier data with 16-Quadrature Amplitude Modulation (16-QAM) modulation, 12
subcarrier data with Quadrature phase-shift keying (QPSK) modulation and 12 other data subcarriers with Binary key-shift keying (BPSK)
modulation. The channel type used describes the Additive White Gaussian Noise (AWGN) condition and is the result of measurement data. The
analysis is done in terms of Signal-to-Noise-Ratio (SNR) and Bit Error Rate (BER) show that the value of the error rate of 0.001, modulation of
BPSK, QPSK, 16-QAM, and Non-uniform modulation required the power each 5 dB, 8.5 dB, 10.3 dB, and 7.9 dB. However, the proposed system is
able to suppress the required power up to 6 dB. The proposed system also shows better performance than fixed modulation and Non-uniform
Modulation, which in this case with low power to achieve the same error rate. In addition, the proposed system has a coding gain of 1.9 dB compared
to a non-uniform modulation system. Real testing is also done with measurement data at Mangrove estuary, Surabaya. The results show performance
similar to simulations performed on Gaussian noise channels.

Keywords: Non-uniform coded-modulation, OFDM, shallow water.

sesuai bila di aplikasikan pada kanal bawah air.


1. PENDAHULUAN Hal ini disebabkan oleh redaman yang sangat
Seperti kita ketahui Sebelumnya bahwa besar sehingga jangkauan gelombang
kanal komunikasi bawah air sangat berbeda elektromagnetik pada kanal bawah air akan
dengan kanal komunikasi udara bebas. Kanal sangat terbatas [1].
radio yang menggunakan gelombang Gelombang akustik adalah jenis gelombang
elektromagnetik dalam proses transmisi. yang menjadi solusi untuk kanal bawah air
Tetapi gelombang elektromagnetik tidak karena memiliki ketahanan yang lebih baik.

38
JURNAL INOVTEK POLBENG, VOL. 9, NO. 1, JUNI 2019 ISSN 2088-6225
E-ISSN 2580-2798

Penelitian untuk pemanfaatan gelombang SNR, sehingga dapat meningkatkan kinerja


akustik saat ini belum banyak dikembangkan sistem OFDM [13]. Teknik FEC yang
untuk wilayah tropis, walaupun ada beberapa digunakan seperti Hamming code, BCH Code,
yang telah melakukan kajian seperti pada dan Cyclic Code [2] [13] [14]. Secara umum
perairan dangkal untuk wilayah para nelayan BCH code menunjukkan kinerja lebih baik
[2]. Dalam implementasi, sistem ini dibanding Hamming code dan Cyclic code
dihadapkan dengan kondisi kanal yang buruk, [14]. Penggunaan teknik FEC dapat
seperti delay spread yang lebar, efek Doppler, dikembangkan menjadi suatu sistem Adaptive
dan bandwidth yang terbatas [3] [4]. Selain itu, Modulation and Coding (AMC). Teknik AMC
dalam hal propagasi banyak sekali sumber menarik untuk komunikasi bawah air,
noise yang terdapat pada kanal akustik bawah sehingga teknik ini digunakan untuk mengatasi
air, seperti noise yang bersumber dari perahu masalah pada komunikasi bawah air [9] [15].
nelayan, suara gelombang air maupun suara Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan
dari hewan hewan yang terdapat pada bawah efisiensi sistem dengan mencocokkan
air. Hal ini menyebabkan tantangan tersendiri parameter transmisi dengan kondisi kanal.
untuk mengembangkan komunikasi bawah air Pada paper ini, diuusulkan suatu pemodelan
menggunakan gelombang akustik. Non-uniform coded-modulation pada teknik
Kanal akustik bawah air terbagai kedalam OFDM. Sistem ini didasarkan model Non-
tiga bagian yaitu laut dalam (Deep Water), uniform modulation [16] yang dikombinasikan
kedalaman sedang (Medium) serta laut dengan teknik pengkodean, yaitu BCH code
dangkal (Shallow Water). Masing-masing (7,4). Teknik pengkodean BCH code (7,4)
kanal memiliki karakteristik yang berbeda, digunakan sebagai error koreksi. Sistem ini
sehingga tiap kanal memiliki permasalahan menggunakan lebih dari satu jenis modulasi
yang berbeda pula. Pada perairan dangkal pada subcarrier untuk mendapatkan nilai SNR.
keadaan fisik kanal yang paling berpengaruh Dalam hal ini, teknik modulasi yang
adalah berupa pantulan sinyal dari permukaan digunakan adalah BPSK, QPSK, dan 16-QAM.
air dan dasar perairan, dimana kejadian ini Pemodelan dibuat untuk menekan nilai bit
secara umum dinamakan sebagai multipath error rate (BER) sebesar 0.001. Model saluran
effect [5] [6]. yang ditetapkan untuk lingkungan akustik
Teknik OFDM muncul sebagai alternatif bawah air memperoleh deskripsi sederhana
yang menjanjikan untuk sistem multicarrier tentang parameter saluran, yaitu kebisingan
untuk komunikasi UWA karena ketahanannya sekitar dengan saluran Additive White
terhadap saluran yang menunjukkan delay Gaussian Noise (AWGN) [17]. Pengujian
spread yang lama dan kondisi kanal frekuensi kinerja sistem juga dilakukan pada saluran
selective [7] [8] [9]. Tetapi saluran akustik dengan data real di Muara Mangrove,
bawah air cepat bervariasi secara spasial dan Surabaya.
temporer [9] [10] sehingga menyebabkan nilai
SNR yang tidak konsisten. Salah satu cara 2. MODEL SISTEM
untuk mengantisipasi hal ini adalah
menggunakan teknik modulasi adaptif pada A. Model Blok Diagram Non-uniform Coded-
sistem OFDM [11] [12]. Pada modulasi Modulation
adaptif, transmitter menentukan tipe modulasi Pemodelan sistem Non-uniform Coded-
yang sesuai dengan kondisi kanal. Tetapi SNR Modulation pada subcarrier dapat
tidak bertambah banyak seiring dengan diilustrasikan seperti pada Gambar 1. Model
meningkatnya daya transmisi karena adanya ini merupakan modifikasi dari pemodelan
noise impuls dan keterbatasan estimasi saluran yang telah dilakukan pada penelitian
tidak sempurna. Penggunaan Forward Error sebelumnya [16].
Correction (FEC) dapat memperbaiki nilai

39
JURNAL INOVTEK POLBENG, VOL. 9, NO. 1, JUNI 2019 ISSN 2088-6225
E-ISSN 2580-2798

Pada bagian pengirim diawali dengan Pada penerima, dilakukan penghapusan


pembangkitan data biner. Deretan data biner Cyclic Prefix dan dilakukan proses FFT untuk
ini dikodekan dengan menggunakan BCH mengkonversi menjadi complex symbols.
code. Data terkode dimodulir menggunakan Kemudian complex symbols di proses
Non-uniform modulation. Tiga jenis modulasi menggunakan teknik Non-uniform Coded-
yang digunakan dalam pemodelan yaitu Modulation. Dalam pemodelan ini mengacu
modulasi BPSK, QPSK, dan 16QAM. pada standar IEEE 802.11a. Untuk lebih
Pada blok OFDM pengirim, data yang jelasnya, spesifikasi sistem OFDM pada Tabel
sudah dalam format Non-uniform Coded- 1.
Modulation dikonversi dari serial ke paralel. Tabel 1. Spesifikasi sistem OFDM
Panjang data subcarrier ini adalah 52. Parameter Spesifikasi
Modulasi BPSK, QPSK, 16-QAM
Sebelum melalui proses IFFT, data Channel Coding BCH code (7,4)
ditambahkan suatu guard interval yang dalam Subcarrier 52
hal ini berupa bit 0 untuk menghindari Data Subcarrier 48
interferensi antar pengguna OFDM satu Pilot Subcarrier 4
dengan yang lainnya pada frekuensi FFT size 64
berdekatan. Penambahan jumlah bit 0
menyesuaikan dengan besar IFFT/FFT yang B. Pemodelan untuk Non-uniform Coded-
digunakan, dalam hal ini adalah 64. Proses Modulation
IFFT merupakan inti dari modulasi Pemodelan sistem Non-uniform Coded-
multicarrier OFDM, karena IFFT berfungsi Modulation secara sederhana dapat disajikan
sebagai baseband modulator yang akan seperti pada Gambar 2 dan Gambar 3.
membangkitkan subcarrier-subcarrier yang Pemodelan ini dilakukan dengan memodifikasi
saling orthogonal. Penambahan Cyclic Prefix susunan subcarrier dari standar OFDM IEEE
dilakukan dengan cara menyalin deretan akhir 802.11a. Pada standard tersebut menggunakan
simbol OFDM dengan periode tertentu, pada 52 subcarrier. 52 subcarrier tersebut terdiri
simulasi ditambahkan Cyclic Prefix sebanyak dari 48 data subcarrier dan 4 pilot. Tetapi
25% FFT length. Dari 25% FFT length dalam pemodelan yang diusulkan, 48 data
tersebut kemudian menambahkannya pada subcarrier dibagi menjadi 3 bagian.
bagian awal dari simbol. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk menjaga orthogonalitas Channel Coding

masing-masing subcarrier dan untuk


mencegah ICI dan ISI. Sinyal yang dikirimkan Modulation (PSK/QAM)
melewati kanal harus berbentuk serial,
sehingga sinyal harus dikonversi dari paralel OFDM Subcarrier
arrangement
Uniform
Modulation

ke dalam bentuk serial.


24 Subcarriers 12 Subcarriers 12 Subcarriers

Tx Channel Modulation 52 Subcarriers


OFDM
Info Coding Schemes (48 data (PSK/QAM), 4 pilot)

Gambar 2. Model yang sudah ada
UWA

Non-uniform
Channel
Modulation
Modeling AWGN

Rx Channel Demodulation
OFDM
Info Decoding Schemes

Gambar 1. Blok diagram Non-uniform Coded-


Modulation pada sistem transmisi OFDM

40
JURNAL INOVTEK POLBENG, VOL. 9, NO. 1, JUNI 2019 ISSN 2088-6225
E-ISSN 2580-2798

Y(f) PSD of Ambient Noise


BCH Code
60

40

16QAM QPSK BPSK 20

Non-Uniform 0
Modulation
OFDM Subcarrier
arrangement

Power (dB)
-20

24 Subcarriers 12 Subcarriers 12 Subcarriers -40

52 Subcarriers -60
(48 data (BPSK, QPSK, 16QAM), 4 pilot) BPSK

-80
16-QAM
QPSK

Gambar 3. Pemodelan Non-uniform Coded- -100

Modulation pada Subcarrier OFDM yang diusulkan


-120 f
0 f1 5 10 f2 15 f3 f420 25
frequency (kHz)
Bagian pertama adalah 24 data subcarrier,
bagian kedua yaitu 12 data subcarrier, dan Gambar 4. Pembagian modulasi pada level noise yang
berbeda
bagian ketiga adalah 12 data subcarrier. 24
data subcarrier digunakan untuk modulasi 16-
Spectrum dari ambinet noise ini memiliki
QAM, sedangkan 12 data subcarrier
selubung yang cenderung agak datar pada
digunakan untuk modulasi QPSK, dan 12 data
rentang frekuensi tertentu, seperti terlihat pada
subcarrier lainnya digunakan untuk modulasi
Gambar 4. Secara lebih detail terlihat bahwa
BPSK. Sebelum data ditransmisi
ada kecenderungan nilai noise yang relatif
mengggunakan model Non-uniform
rendah pada rentang frekuensi 5 kHz ~ 10 kHz.
Modulation, ke 48 data subcarrier dilakukan
Pada rentang frekuensi ini nilai level noise
proses pengkodean menggunakan BCH code
sekitar -60 dB. Pada rentang frekuensi 10 kHz
(7,4).
~ 15 kHz nilai noise juga cenderung lebih
tinggi, yaitu mencapai -50 dB. Dan pada
C. Transmisi OFDM multipath fading dengan rentang frekuensi 15 kHz ~ 20 kHz meningkat
noise Gaussian lagi sampai -40 dB.
Pada tahap ini, kami menentukan model Dari gambaran spektrum yang ada, dapat
saluran yang digunakan dalam simulasi. Jenis dilakukan perancangan model non-uniform
saluran yang digunakan untuk modulation. Pada spektrum rentang frekuensi
menggambarkan kondisi saluran mengacu tinggi akan digunakan untuk modulasi dengan
pada data pengukuran yang telah dilakukan data rate rendah tetapi masih dapat diandalkan,
pada penelitian sebelumnya di Pantai Kenjeran sedangkan level spektrum rendah akan
[17]. Data real kedua diperoleh dari digunakan untuk modulasi dengan data rate
pengukuran yang telah dilakukan di Muara tinggi. Pemilihan modulasi pada level noise
Sungai Mangrove [18]. Secara keseluruhan, dilakukan dengan perhitungan SNR dari
data yang diperoleh dari kedua lokasi spektrum ambient noise. Dengan
pengukuran memiliki bentuk noise menyerupai menggunakan 52 subcarrier, Bandwidth yang
distribusi Gaussian dan memiliki spectrum dimanfaatkan pada pemodelan yaitu sebesar
mendekati spectrum putih, atau kita kenal 15,6 kHz. 24 data subcarrier menggunakan
sebagai White Gaussian Noise. modulasi 16QAM dengan bandwidth sebesar
7,2 kHz, bandwidth 4,2 kHz digunakan
modulasi BSPK dan QPSK dengan 12 data
subcarrier, dan 4 pilot. Pembagian bandwidth
tiap modulasi ditunjukkan pada Gambar 4.

41
JURNAL INOVTEK POLBENG, VOL. 9, NO. 1, JUNI 2019 ISSN 2088-6225
E-ISSN 2580-2798

Pada rentang masing-masing spectral digunakan pada modulasi dengan data rate
memiliki luasan yang dapat digunakan untuk rendah yaitu BPSK. Sedangkan daerah dengan
menghitung daya noise, seperti pada (1). SNR2,3 menggunakan modulasi QPSK. Dengan
karakteristik kanal akustik bawah air yang
-.
-/
Ƴ )* ,) bervariasi, penggunaan teknik pengkodean
𝑃"#$%& = (1) dapat digunakan untuk mencocokkan
(). 1)/ )
parameter sistem. Kombinasi kode BCH (7,4)
Dimana f1 adalah batas frekuensi terendah, dan dengan Non-uniform modulation [16]
f2 batas frekuensi tertinggi. Sedangkan Ƴ(fi) diharapkan dapat meningkatkan kinerja sistem.
adalah level spektrum dari f1 sampai f2. Dimana sistem Non-uniform Coded-
Sehingga masing-masing daerah memiliki Modulation dapat memperbaiki kinerja sistem
daya noise berikut: dengan error yang lebih baik.

67,8
𝑃"#$%&(3,5) = = 7 𝑑𝐵
(37,91:,;) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
?:
𝑃"#$%&(5,:) = = 15 𝑑𝐵 A. Evaluasi kinerja Non-uniform coded-
(36,3137,9)
modulation pada kanal AWGN
?B,B
𝑃"#$%&(:,8) =
(39,:136,3)
= 16,38 𝑑𝐵 Pada bagian ini dilakukan pengujian sistem
yang diusulkan dengan membandingkan
Penghitungan nilai signal-to-noise ratio kinerjanya dengan fixed modulasi dan Non-
(SNR), dapat disederhanakan seperti pada (2): uniform modulation [16]. Pengujian pertama,
sistem yang diusulkan dibandingkan dengan
IJ*KLMN fixed modulasi yaitu: BPSK, QPSK, dan
𝑆𝑁𝑅 = (2)
IKO*JP 16QAM. Pengujian kedua, sistem yang
diusulkan dibandingkan kinerjanya dengan
Pada tiap modulasi yang digunakan memiliki Non-uniform modulation [16].
daya sinyal rerata masing-masing. Modulasi Perbandingan modulasi BPSK, QPSK, dan
BPSK dengan daya sinyal sebesar 1, 16-QAM, dan Non-uniform coded-Modulation
sedangkan modulasi QPSK memiliki daya pada kanal AWGN. Hasil tersebut
sinyal sebesar 2, dan modulasi 16QAM menunjukkan bahwa modulasi 16-QAM
memiliki daya sinyal sebesar ((2 2 + 10)/ memiliki SNR terbesar daripada modulasi
2). Sehingga nilai SNR dari masing-masing lainnya sehingga data rate-nya tinggi, tetapi
adalah: juga memiliki error rate terbesar. Modulasi
BPSK memiliki data rate yang kecil, tetapi
𝑆𝑁𝑅3,5 =
IJ*KLMN /VWXY
=
Z[\ (5 5] 37 /37) error rate-nya lebih baik daripada QPSK dan
IKO*JP /,. ;,^
16-QAM. Dengan batas BER yang sama yaitu
= −6,52 𝑑𝐵
0.001, saat menggunakan sistem yang
IJ*KLMN(W`ab) Z[\ 5
diusulkan yaitu Non-uniform coded-
𝑆𝑁𝑅5,: = = = −14,85 𝑑𝐵 modulation, ia memiliki kinerja lebih baik
I(.,c) 36,^

𝑆𝑁𝑅:,8 =
IJ*KLMN(e`ab)
=
Z[\ 3
= −16,38 𝑑𝐵 dibanding fixed modulasi. Non-uniform coded-
IKO*JP(c,f) 3?,:B,^
modulation memiliki error rate paling baik.
Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa Hal ini karena sistem yang diusulkan
pada spektrum level rendah mempunyai nilai menggunakan BCH code sebagai error koreksi.
SNR yang paling tinggi dibanding lainnya, Secara lebih jelas hal ini dapat dilihat pada
yaitu SNR1,2. Pada kondisi ini digunakan Gambar 5.
modulasi dengan data rate tinggi yaitu
16QAM. Pada spektrum level tinggi dengan
SNR3,4 memiliki nilai yang terendah, sehingga

42
JURNAL INOVTEK POLBENG, VOL. 9, NO. 1, JUNI 2019 ISSN 2088-6225
E-ISSN 2580-2798

1
10
Fixed and Non-Uniform Coded-Modulation Performance
Sistem yang diusulkan membutuhkan daya
kecil untuk mempertahankan nilai error rate
rendah yang dibuktikan pada Gambar 5 dan
0
10

-1
10
Gambar 6. Untuk mempertahankan nilai error
rate sebesar 0.001, modulasi BPSK, QPSK,
Prob of Error (Pe)

-2
10
dan 16-QAM membutuhkan daya sebesar
-3
10
masing-masing yaitu: 5 dB, 8,5 dB, dan 10,3
BPSK
dB. Pada sistem Non-uniform modulation
-4
10 QPSK membutuhkan daya sebesar 7,9 dB, tetapi
16QAM

-5
Non-uniform Coded-Modulation sistem yang diusulkan hanya membutuhkan
10
-6 -4 -2 0 2 4
SNR (dB)
6 8 10 12
daya sebesar 6 dB. Untuk modulasi BPSK
Gambar 5. Perbandingan kinerja fixed modulasi dan memiliki daya yang rendah daripada sisitem
Non-uniform coded-modulation pada kanal AWGN yang diusulkan, tetapi Non-uniform coded-
modulation memiliki error rate yang lebih
Perbandingan kinerja sistem yang diusulkan kecil dibanding modulasi BPSK. Sehingga
dengan Non-uniform modulation [16]. Hasil Non-uniform coded-modulation dapat
menunjukkan bahwa sistem yang diusulkan digunakan sebagai solusi untuk komunikasi
memiliki kinerja lebih baik dibandingkan Non- bawah air pada kondisi White Gaussian Noise
uniform modulation. Sistem yang diusulkan [17].
memiliki error rate yang lebih baik. Dari hasil
dapat diamati nilai coding gainnya. Coding B. Evaluasi kinerja Non-uniform coded-
gain merupakan ukuran dalam perbedaan modulation dengan Data Real
antara Signal-to-Noise Ratio (SNR) antara Pengujian yang dilakukan selanjutnya
sistem tanpa kode dan sistem kode yang adalah pemodelan Non-uniform coded-
diperlukan untuk mencapai tingkat bit error modulation untuk batasan threshold BER
rate (BER) yang sama ketika menggunakan 0,001 yang menggunakan data real dari
error correction (BCH code). Pada batas BER pengukuran. Data real yang digunakan adalah
0.001, Non-uniform Modulation memiliki SNR data suara noise hasil pengukuran di daerah
sebesar 7,9 dB, sedangkan sistem yang perairan dangkal Mangrove, Surabaya [18].
diusulkan memiliki SNR sebesar 6 dB. Perbandingan hasil simulasi pada kanal
Sehingga coding gain antara Non-uniform dengan Additive White Gaussian Noise
modulation dengan Non-uniform coded- (AWGN), Rayleigh, dan data real pengukuran.
modulation adalah 1,9 dB. Untuk lebih Pencocokkan data real pengukuran memiliki
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6. hasil yang sama dengan simulasi pada
Gaussian noise. Hasilnya menunjukkan bahwa,
10
0
Non-Uniform Coded-Modulation Performance
pemodelan yang diterapkan di saluran akustik
Non-uniform Modulation
Non-uniform Coded-Modulation
bawah air di Muara Mangrove memiliki
10
-1
kinerja yang baik, seperti pengujian yang
dilakukan pada simulasi di kanal AWGN.
Sistem transmisi pada saluran AWGN
Prob of Error (Pe)

-2
10

-3
mewakili kondisi saluran akustik bawah air di
10
Muara Mangrove, memiliki kinerja dengan
10
-4 daya yang rendah untuk mencapai error rate
0.001. Secara lebih detail, hal ini dapat dilihat
10
-5

-5 0 5 10
seperti pada Gambar 7.
SNR (dB)

Gambar 6. Kinerja Non-uniform coded-modulation
pada kanal AWGN

43
JURNAL INOVTEK POLBENG, VOL. 9, NO. 1, JUNI 2019 ISSN 2088-6225
E-ISSN 2580-2798

0
10
Non-Uniform Coded-Modulation Performance Pendidikan Tinggi Indonesia melalui Program
AWGN Beasiswa Fresh Graduate.
Rayleigh

-1
Data Real
DAFTAR PUSTAKA
10

[1] M. Chitre, S. Shahabudeen and M.


Prob of Error (Pe)

-2
10 Stojanovic, “Underwater Acoustic
Communications and Networking: Recent
Advances and Future Challenges,”
-3
10 Marine Technology Society Journal, vol.
42, pp. 103-116, 2008.
[2] Y. Labrador, M. Karimi, D. Pan and J.
Miller, “Modulation and Error Correction
-4
10
-6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14
SNR (dB)
in the Underwater Acoustic
Gambar 7. Pengujian Non-uniform coded-modulation Communication Channel,” International
dengan data real Journal of Computer Science and
Network Security (IJCSNS), vol. 9, no. 7,
4. KESIMPULAN pp. 123-130, 2009.
Evaluasi kinerja Non-uniform Coded- [3] T. H. E. A. B. B. and J. C. P. ,
Modulation pada sistem transmisi OFDM pada “Communication over Doppler spread
saluran akustik bawah air tealah disajikan pada channels. Part I: Channel and receiver
paper ini. Analisis dilakukan dalam hal bit presentation,” in IEEE Journal of
error rate (BER). Batas BER yang digunakan Oceanic Engineering, vol. 25, no. 1, pp.
sebesar 0.001. Sistem Non-uniform coded- 62-71, 2000.
modulation yang diusulkan memiliki kinerja [4] M. Stojanovic, “Underwater acoustic
yang lebih baik dibanding Non-uniform communications: Design considerations
modulation dan fixed modulasi yaitu: BPSK, on the physical layer,” dalam Proc.
QPSK, dan 16QAM. Non-uniform coded- IEEE/IFIP 5th Annu. Conf. Wireless On
modulation memiliki error rate lebih kecil. Demand Netw. Syst. Services, Garmisch-
Daya yang dibutuhkan kecil untuk mencapai Partenkirchen, 2008.
error rate sebesar 0.001. Pada modulasi BPSK, [5] I.-P. A. I. Kusuma, “Aplikasi Metode
QPSK, 16-QAM, dan Non-uniform modulation Passive Time Reversal Mirror Untuk
membutuhkan daya sebesar: 5 dB, 8,5 dB, Mengurangi Pengaruh Multipath Pada
10,3 dB, dan 7,9 dB. Sedangkan Non-uniform Komunikasi Akustik Bawah Air,”
coded-modulation membutuhkan daya sebesar JURNAL INOVTEK POLBENG, vol. 07,
6 dB. Selain itu, dilakukan analisis dalam hal no. 1, pp. 1-9, 2017.
coding gain, antara sistem yang diusulkan dan
[6] I.-P. I. K. Kusuma and M. Margareta Z.B,
Non-uniform modulation memiliki coding gain
“Pengaruh Gerakan Trandsducer terhadap
sebesar 1,9 dB.
Kualitas Sinyal Akustik Bawah Air
dengan Pendekatan Simulasi,” JURNAL
UCAPAN TERIMAKASIH
INOVTEK POLBENG, vol. 08, no. 2, pp.
158-167, 2018.
Terimakasih kami ucapkan kepada semua
pihak yang telah membantu penelitian ini [7] B. Li, J. Huang, S. Zhou, K. Ball and M.
terutama Departemen Teknik Elektro, Stojanovic, “MIMO-OFDM for High-
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya di Rate Underwater Acoustic
bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Communications,” in IEEE Journal of
Oceanic Engineering, vol. 34, no. 4, pp.

44
JURNAL INOVTEK POLBENG, VOL. 9, NO. 1, JUNI 2019 ISSN 2088-6225
E-ISSN 2580-2798

634-644, 2009. Information Sciences and Interaction


[8] M. Stojanovic, “Low Complexity OFDM Sciences, Chengdu, 2010.
Detector for Underwater Acoustic [15] K. M. S. Soyjaudah and B.
Channels,” dalam OCEANS 2006, Rajkumarsingh, “Adaptive coding and
Boston, 2006. modulation using Reed Solomon codes
[9] L. Wan, H. Zhou, X. Xu, Y. Huang, S. for Rayleigh fading channels,” dalam
Zhou and Z. Shi, “Adaptive Modulation EUROCON'2001. International
and Coding for Underwater Acoustic Conference on Trends in
OFDM,” dalam IEEE Journal of Oceanic Communications. Technical Program,
Engineering, vol. 40, no. 2, pp. 327-336, Proceedings (Cat. No.01EX439),
2015. Bratislava, 2001.
[10] M. Stojanovic and J. Preisig, “Underwater [16] S. A. Wulandari, T. B. Santoso and I.-G.
acoustic communication channels: P. Astawa, “Performance Evaluation of
Propagation models and statistical Non-uniform Modulation of OFDM
characterization,” IEEE Commun. Mag., Subcarrier in the Underwater Acoustic
vol. 47, no. 1, p. 84–89, 2009. Environment,” dalam 2018 International
[11] A. Radosevic, R. Ahmed, T. M. Duman Electronics Symposium on Engineering
and J. G. Proakis, “Adaptive OFDM Technology and Applications (IES-ETA),
Modulation for Underwater Acoustic Bali, 2018.
Communications: Design Considerations [17] T. B. Santoso, E. Widjiati, Wirawan and
and Experimental Results,” in IEEE G. Hendran, “Ambient noise
Journal of Oceanic Engineering, vol. 39, measurement and characterization of
no. 2, pp. 357-370, 2014. underwater acoustic channel in Surabaya
[12] A. Radosevic, T. M. Duman, J. G. Proakis bay,” dalam 2015 IEEE Asia Pacific
and M. Stojanovic, “Channel prediction Conference on Wireless and Mobile
for adaptive modulation in underwater (APWiMob), Bandung, 2015.
acoustic communications,” dalam [18] S. Adzhani, H. Mahmudah and T.B
OCEANS 2011 IEEE - Spain, Santander, Santoso, “Time-Frequency Analysis of
2011. Underwater Ambient Noise of Mangrove
[13] T. B. Santoso , Wirawan and G. Estuary,” dalam International Electronics
Hendrantoro, “Image transmission with Symposium (IES), Bali, 2016.
OFDM technique in underwater acoustic
environment,” dalam 012 7th
International Conference on
Telecommunication Systems, Services,
and Applications (TSSA), Bali, 2012.
[14] S. S. Sarnin, N. F. Nairn and W. N. S. W.
Muhamad, “Performance evaluation of
phase shift keying modulation technique
using BCH code, Cyclic code and
Hamming code through AWGN channel
model in communication system,” dalam
The 3rd International Conference on

45

Anda mungkin juga menyukai