Anda di halaman 1dari 31

A.

Pengertian Analisis Laporan Keuangan


Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 menjelaskan bahwa tujuan
laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja,
serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan. Agar laporan keuangan menjadi lebih bermakna,
laporan keuangan tersebut harus dapat dipahami dan dimengerti oleh penggunannya sehingga
perlu dilakukan analisis laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan salah satu
informasi yang penting bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka pengambilan
keputusan ekonomi. Laporan keuangan ini akan menjadi lebih bermanfaat apabila informasi
yang terkandung dalam laporan keuangan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi apa
yang akan terjadi di masa mendatang.
Dengan mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui proses perbandingan, evaluasi,
dan analsis trend akan diperoleh prediksi tentang apa yang mungkin akan terjadi di masa
mendatang. Hasil analisis laporan keuangan ini akan membantu analisis
menginterprestasikan berbagai hubungan kunci antar pos laporan keuangan dan
kecenderungan yang dapat dijadikan dasar dalam menilai potensi keberhasilan perusahaan
dimasa mendatang. Menganalisis laporan keuangan berarti menilai kinerja perusahaan, baik
secara internal maupun untuk dibandingkan dengan perusahaan lain yang berada dalam
industri yang sama. Hal ini berguna bagi arah perkembangan perusahaan dengan mengetahui
seberapa efektif operasi perusahaan telah berjalan. Analisis laporan keuangan sangat berguna
tidak hanya bagi internal perusahaan saja, tetapi juga bagi investor dan pemangku
kepentingan lainnya
Analisis laporan keuangan merupakan suatu metode yang membantu para pengambil
keputusan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan melalui informasi yang
didapat dari laporan keuangan. Analisis laporan keuangan dapat membantu manajemen untuk
mengidentifikasikan kekurangan atau kelemahan yang ada dan kemudian membuat
keputusan yang rasional untuk memperbaiki kinerja perusahaan dalam rangka mencapai
tujuan perusahaan. Analisis laporan keuangan juga berguna bagi investor dan kreditor dalam
pengambilan keputusan investasi dan kredit.
B. Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan
Secara umum, tujuan dan manfaat dari dilakukannya analisis laporan keuangan adalah:
1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu, baik aset,
liabilitas, ekuitas, maupun hasil usaha yang telah dicapai selama beberapa periode.
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelamahan yang menjadi kekurangan perusahaan.
3. Untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan di masa mendatang,
khususnya yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini.
4. Untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan di masa mendatang,
khususnya yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini.
5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen.

1
6. Sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis, terutama mengenai hasil yang telah
dicapai.

Di sisi lain, tujuan analisis laporan keungan menurut Bernstein (1983) adalah sebagai
berikut:
1. Screening
Analisis dilakukan dengan melihat secara kritis data-data yang terkandung dalam laporan
keuangan untuk kepentingan pemilihan investasi atau kemungkinan merger.
2. Forcasting
Analisis dilakukan untuk memprediksi kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan
datang.
3. Diagnosis
Analisis dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi
dalam perusahaan, baik dalam manajemen operasi, keuangan, atau pun masalah lainnya.
4. Evaluation
Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, kinerja operasional, tingkat
efesiensi, dan lain sebagainya.
5. Understanding
Dengan melakukan analisis laporan keuangan, informasi mentah yang ada dalam laporan
keuangan akan menjadi lebih bermakna.

C. Prosedur, Metode, dan Teknik Analisis Laporan Keuangan


Berikut adalah langkah-langkah atau prosedur dalam melakukan analisis laporan
keuangan:
1. Mengumpulkan data keuangan dan data pendukung yang diperlukan selengkap mungkin,
baik untuk satu periode maupun beberapa periode.
2. Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan-perhitungan secara cermat dengan
memasukkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan ke dalam rumus-rumus
tertentu.
3. Memberikan interprestasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran yang telah
dilakukan.
4. Membuat laporan hasil analisis.
5. Memberikan rekomendasi sehubungan dengan hasil analisis yang telah dilakukan.

Dalam melakukan analisis laporan keuangan diperlukan suatu metode dan teknik analisis
yang tepat. Tujuan dari penentuan metode dan teknik analisis yang tepat ini adalah agar
laporan keuangan dapat secara maksimal memberikan manfaat bagi para penggunanya sesuai
dengan jenis keputusan yang akan diambil. Secara garis besar, ada dua metode analisis
laporan keuangan yang lazim dipergunakan dalam praktek, yaitu:
1. Analisis Vertikal (Statis)

2
Merupakan analisis yang dilakukan hanya terhadap satu periode laporan keuangan
saja. Jadi, informasi yang diperoleh hanyalah menggambarkan hubungan kunci antar pos-
pos laporan keuangan atau kondisi untuk satu periode saja, sehingga tidak dapat
mengetahui perkembangan kondisi perusahaan dari periode yang satu ke periode
berikutnya.
2. Analisis Horizontal (Dinamis)
Merupakan analisis yang dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan
dari beberapa periode. Perbandingan dilakukan dengan informasi serupa dari perusahaan
yang sama (perusahaan itu sendiri) tetapi untuk periode waktu yang berbeda.

Di samping metode yang digunakan untuk menganalisis laporan keuangan, terdapat juga
beberapa jenis teknik analisis laporan keuangan. Adapun jenis-jenis teknik analisis laporan
keuangan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Analisis perbandingan Laporan Keuangan
Merupakan teknik analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dari dua
periode atau lebih untuk menunjukkan perubahan dalam jumlah (absolut) maupun dalam
persentase (relatif).
b. Analisis Trend
Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan
dan kinerja perusahaan, apakah menunjukkan kenaikan atau penurunan.
c. Analisis Persentase per Komponen (common size)
Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui persentase masing-masing
komponen aset terhadap total aset, persentase masing-masing komponen utang dan modal
terhadap total passiva (total aset), persentase masing-masing komponen laporan laba rugi
terhadap penjualan bersih.
d. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui besarnya sumber dan
penggunaan modal kerja selama dua periode waktu yang dibandingkan.
e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas
Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui kondisi kas dan perubahan
kas pada suatu periode waktu tertentu.
f. Analisis Rasio Keuangan
Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan di antara pos
tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi.
g. Analisis Perubahan Laba Kotor
Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui posisi laba kotor dari satu
periode ke periode berikutnya, serta sebab-sebab terjadinya perubahan laba kotor
tersebut.
h. Analisis Titik Impas

3
Merupakan teknk analisis yang digunakan untuk mengetahuo tingkat penjualan yang
harus dicapai, agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
i. Analisis Kredit
Merupakan teknik analisis yang digunakan untuk menilai layak tidaknya suatu
permohonan kredit debitor kepada kreditor, seperti bank.

D. Kegunaan dan Karakteristik Akun Laporan Keuangan


Sebuah sistem akuntasi dirancang untuk menunjukkan kenaikan ataupun penurunan saldo
masing-masing komponen laporan keuangan. Kenaikan ataupun penurunan saldo ini haruslah
dicatat secara terperinci dan terpisah untuk setiap komponen laporan keuangan. Catatan
akuntansi yang terperinci dan terpisah inilah yang dinamakan sebagai akun (perkiraan). Jadi,
akun adalah catatan akuntansi mengenai kenaikkan atau penurunan saldo dari masing-masing
pos asset, kewajiban, dan ekuitas.
Daftar (list) yang memuat mengenai keseluruhan kode (nomor) dan nama akun,
dinamakan sebagai bagan perkiraan (chart of accounts). Kode dan nama akun yang terdapat
di dalam daftar merupakan kode dan nama akun yang akan digunakan oleh perusahaan, untuk
mencatat dan mengklasifikasi setiap transaksi bisnis (peristiwa ekonomi) yang terjadi.

Contoh Chart of Accounts (COA):


1. ASET
1.1 Kas
1.2 Piutang Usaha
1.4 Perlengkapan Kantor
1.5 Asuransi Dibayar di Muka
1.7 Peralatan Kantor
1.8 Perabot Kantor

2 UTANG
2.1 Utang Usaha
2.3 Sewa Diterima di Muka

3 EKUITAS PEMILIK
3.1 Modal
3.2 Prive

4 PENDAPATAN
4.1 Pendapatan Usaha
4.2 Pendapatan Sewa
4.3 Pendapatan Bunga

4
5 BEBAN
5.1 Beban Gaji
5.2 Beban Iklan
5.3 Beban Sewa Kantor
5.4 Beban Utilitas
5.9 Beban Rupa-Rupa

Yang perlu diperhatikan dalam proses penyusunan COA adalah penerapan flexible
numbering system (sistem penomoran yang fleksibel), di mana sebuah kode dan nama akun
yang baru akan dapat ditambah (disisipkan) tanpa mengubah urutan kode akun lainnya yang
telah ada. Dalam contoh bagan perkiraan sebelumnya, perhatikanlah dengan seksama urutan
kode yang sengaja dilewatkan, yaitu dari kode 1.2 untuk akun piutang usaha ke kode 1.4
untuk akun perlengkapan kantor, dan seterusnya. Tujuannya adalah apabila nantinya ternyata
terdapat penambahan akun baru, maka penambahan atau penempatan akun baru ini haruslah
tetap memenuhi persyaratan urutan tingkat likuiditas (untuk kelompok aset lancar) dan
seterusnya.
Bentuk format yang paling sederhana untuk menunjukkan kenaikan atau penurunan saldo
masing-masing komponen laporan keuangan adalah dengan menggunakan model T account.
Namun, bentuk format yang paling umum digunakan dalam keseharian praktek akuntansi
adalah model buku besar.
Nama Akun
Model T Account: Mutasi Debet Mutasi Kredit
(Dr) (Kr)

Model Buku Besar:

Kode dan Nama Akun

Tgl Keterangan Ref. Debet Kredit Saldo

E. Saldo Normal Akun


Dalam akuntansi, pencatatan transaksi ke dalam jurnal dilakukan atas dasar double-entry
system di mana salah satu dari dua akun tersebut akan dicatat di sebelah debet dan akun
satunya lagi dicatat di sebelah kredit. Dengan kata lain, jumlah antara sisi debet dengan sisi
kredit dalam sebuah jurnal harus seimbang.

5
Aset memiliki saldo normal di sebelah Debet. Jika terdapat transaksi yang sifatnya
menambah aset perusahaan, transaksi tersebut harus dicatat dengan mendebet aset yang
bersangkutan. Sebaliknya jika efek dari suatu transaksi akan mengurangi aset, aset yang
berkurang tersebut harus dicatat di sebelah kredit.

Dr Kas Kr
Saldo Awal xxx Pengeluaran xxx Catatan : mutasi debet pada piutang
Pemasukan xxx Saldo Akhir xxx usaha timbul karena adanya
yyy yyy penjualan persediaan barang
dagang secara kredit.
Dr Piutang Usaha Kr Sedangkan mutasi kredit
Saldo Awal xxx Pengeluaran xxx terjadi karena adanya
Pemasukan xxx Saldo Akhir xxx
penagihan atas piutang usaha.
yyy yyy

Utang (kewajiban) memiliki saldo normal di sebelah Kredit. Jadi, jika terdapat transaksi
yang sifatnya menambah jumlah kewajiban perusahaan, transaksi tersebut harus dicatat
dengan mengkredit kewajiban yang bersangkutan. Sebaliknya jika efek dari suatu transaksi
sifatnya mengurangi jumlah kewajiban, utang yang berkurang tersebut harus dicatat di
sebelah debet.
Dr Utang Usaha Kr
Saldo Awal xxx Pengeluaran xxx Catatan : mutasi kredit pada utang usaha
Pemasukan xxx Saldo Akhir xxx timbul karena adanya
yyy yyy pembelian barang dagang dari
supplier secara kredit.
Dr Pinjaman Bank Kr
Sedangkan mutasi debet terjadi
Saldo Awal xxx Pengeluaran xxx
setelah utang usaha tersebut
Pemasukan xxx Saldo Akhir xxx
yyy yyy dibayar.

Ekuitas memiliki saldo normal di sebelah Kredit. Ekuitas akan bertambah di sebelah
kredit dan sebaliknya akan berkurang di sebelah debet. Prive memiliki saldo normal di
sebelah debet, di mana prive sifatnya akan mengurangi ekuitas. Pendapatan memiliki saldo
normal di sebelah kredit, sehingga pendapatan sifatnya akan menambah ekuitas. Pendapatan
akan bertambah di sebelah kredit dan sebaliknya akan berkurang di sebelah debet. Beban
memiliki saldo normal di sebelah debet, di mana sifatnya akan mengurangi ekuitas. Beban
akan bertambah di sebelah debet dan sebaliknya akan berkurang di sebelah kredit. Saldo
normal pendapatan berbanding lurus dengan saldo normal ekuitas, sedangkan saldo normal
prive dan beban berbanding terbalik dengan saldo normal ekuitas.

F. Sifat dan Proses Penyesuaian

6
Pada akhir periode akuntansi, banyak saldo akun dalam buku besar yangdapat segera
dilaporkan dalam laopran keuangan tanpa mengalami perubahan. Akan tetapi, ada juga
beberapa akun yang perlu disesuaikan. Penyesuaian ini bertujuan untuk memperbarui
(updating) data laporan keuangan, agar sesuai dengan konsep akrual dan konsep penandingan
yang berlaku dalam akuntansi.
Ayat jurnal yang membuat saldo akun menjadi up to date pada akhir periode akuntansi
dinamakan sebagai adjusting journal entry. Dalam ayat jurnal selalu melibatkan akun
pendapatan atau akun beban dan akun aset atau akun kewajiban. Apa yang akan terjadi jika
seandainya akuntan lupa membuat ayat jurnal penyesuaian terhadap akun-akun yang
sesungguhnya memerlukan penyesuaian?
Jawabannya adalah tentu saja akun-akun tersebut akan menjadi tidak up to date, dalam
arti akun-akun tersebut ada yang kebesaran jumlahnya (overstated) dan ada juga yang
kekecilan (understand), sehingga terjadilah yang namanya salah saji (misstatement) dalam
laporan keuangan. Pada prinsipnya terdapat empat item yang memerlukan penyesuaian,
yaitu:
1. Accrued Expenses / Accrued Liabilitas
Sepanjang periode, beban-beban tertentu mungkin telah terjadi tetapi pembayarannya
belum dilakukan sampai pada periode berikutnya. Pada akhir periode akuntansi perlu untuk
menentukan dan mencatat beban-beban yang telah terjadi, meskipun belum dibayarkan.
Dalam pencatatan beban/utang akrual, akun beban di debet dan akun utang di kredit. Contoh
ayat jurnal penyelesaian untuk mencatat accrued expense or accrued liability, adalah sebagai
berikut:
Beban Upah xxx
Utang Upah xxx

Beban Bunga xxx


Utang Bunga xxx

Misalkan:
1) Perusahaan membayar upah karyawan pada setiap hari Sabtu, di mana pembayaran upah
terakhir untuk tahun 2008 ini jatuh pada tanggal 27 Desember 2008 (hari sabtu). Periode
akuntansi (pembukuan) perusahaan berakhir tanggal 31 Desember 2008. Perusahaan
menetapkan jumlah hari kerja dalam seminggu adalah sebanyak 6 hari, yaitu mulai dari
hari Senin hingga Sabtu. Besarnya total upah karyawan yang dibayarkan untuk setiap 6
hari kerja adalah Rp. 20 Juta.

Berdasarkan pencatatan secara accrual basis, upah karyawan selama 3 hari yaitu untuk
tanggal 29 Desember 2008 (Senin), 30 Desember 2008 (Selasa), dan 31 Desember 2008
(Rabu) harus diakui sebagai bagian dari beban upah karyawan tahun 2008, meskipun
pembayarannya baru akan dilakukan lagi pada hari Sabtu pertama di tahun 2009 nanti.
Ayat jurnal penyesuaian yang perlu dibuat pada tanggal 31 Desember 2008 adalah:

7
Beban Upah Rp. 10.000.000,-
Utang Upah Rp. 10.000.000,-

3
( ×Rp. 20 Juta)
6

2) Pada tanggal 1 September 2008, perusahaan memperoleh pinjaman uang dari Bank
senilai Rp. 100 juta. Pinjaman ini berjangka waktu 6 bulan. Perusahaan diharuskan untuk
mengembalikan nilai pokok pinjaman beserta bunganya pada saat pinjaman tersebut jatuh
tempo, yaitu tepatnya pada tanggal 1 Maret 2009. Besarnya tingkat suku bunga pinjaman
yang disepakati oleh kedua belah pihak adalah 9% per tahun. Periode akuntansi
(pembukuan) perusahaan berakhir pada tanggal 31 Desember 2008. Berdasarkan
pencatatan secara accrual basis, bunga pinjaman selama 4 bulan (September, Oktober,
November, dan Desember) yang sudah terjadi (berlangsung) di tahun 2008 harus diakui
sebagai beban tahun 2008, meskipun pembayarannya baru akan dilakukan pada tanggal 1
Maret 2009 nanti. Ayat jurnal penyesuaian yang perlu dibuat pada tanggal 31 Desember
2008 adalah:

Beban Upah Rp. 10.000.000,-


Utang Upah Rp. 10.000.000,-

4
( × 9% × Rp. 100 juta)
12

2. Accrued Revenues / Accrued Assets

Sepanjang periode, pendapatan tertentu mungkin telah terjadi tetapi penagihan kas belum
dilakukan sampai pada periode berikutnya. Pada akhir periode akuntansi adalah perlu untuk
menentukan dan mencatat pendapatan yang telah terjadi ini meskipun belum diterima
uangnya. Dalam pencatatn atas pendapatan akrual ini, akun aset di debet dan akun
pendapatan dikredit.

Contoh ayat jurnal penyesuaian untuk mencatat accrued revenue or accrued asset, adalah
sebagai berikut:

Piutang Bunga xxx


Pendapatan Bunga xxx

Misalkan:

8
Pada tanggal 1 September 2008, perusahaan memberikan pinjaman uang kepada debitor
senilai Rp. 100 juta. Pinjaman ini berjangka waktu 6 bulan. Perusahaan akan menerima
kembali nilai pokok pinjaman beserta bunganya pada saat pinjaman tersebut jatuh tempo,
yaitu tepatnya pada tanggal 1 Maret 2009. Besarnya tingkat suku bunga pinjaman yang
disepakati oleh kedua pihak adalah 9% per tahun. Periode akuntansi (pembukuan)
perusahaan berakhir pada tanggal 31 Desember 2008. Berdasarkan pencatatan secara accrual
basis, bunga pinjaman selama 4 bulan (September, Oktober, November, dan Desember) yang
sudah terjadi (berlangsung) di tahun 2008 harus diakui sebagai pendapatan tahun 2008,
meskipun pembayarannya baru akan diterima pada tanggal 1 Maret 2009 nanti. Ayat jurnal
penyesuaian yang perlu dibuat pada tanggal 31 Desember 2008 adalah:

Piutang Bunga Rp. 3.000.000,-


Pendapatan Bunga Rp. 3.000.000,

4
( × 9% × Rp. 100 juta)
12

3. Deferred Expenses / Prepaid Expenses


Sepanjang periode, pengeluaran-pengeluaran tertentu (yang telah dibayarkan) dicatat
pada pembukuan namun atas barang atau jasa yang belum digunakan. Pada akhir periode
akuntansi, perlu untuk menentukan secara tepat mana bagian dari pengeluaran-pengeluaran
tersebut yang sudah dipakai/dimanfaatkan selama periode berjalan (yang telah menjadi
beban) dan mana bagian dari pengeluaran-pengeluaran tersebut yang akan
digunakan/ditangguhkan untuk periode berikutnya (deferred expenses).
Metode penyesuaian untuk prepaid expenses tergantung bagaimana pengeluaran-
pengeluaran tadi di awalnya dicatat di dalam akun. Pengeluaran-pengeluaran mungkin
awalnya telah dicatat sebesar debet ke akun aset terlebih dahulu atau bisa juga langsung ke
akun beban.

 Mula-mula di debet ke akun aset


Jika akun aset mula-mula di debet dalam ayat jurnal umum, maka ayat jurnal penyesuaian
(pada akhir periode akuntansi) mensyaratkan bahwa akun beban akan didebet atas bagian
dari jumlah pengeluaran yang telah dipakai selama periode berjalan dan lawannya, yaitu
akun aset akan dikredit sebesar jumlah prepaid yang telah berkurang karena pemakaian.
Akun aset yang tersisa dengan saldo debet menunjukkan bagian dari jumlah pengeluaran di
periode berjalan yang akan dapat dipakai nanti pada periode mendatang.
Misalkan: pada tanggal 1 Januari 2008, perusahaan membayar di muka premi asuransi
sebesar $ 120 untuk masa pertanggungan 3 tahun. Jika pencatatan atas pembayaran premi
asuransi tersebut mula-mula diakui sebagai aset terlebih dahulu, dan pada periode akuntansi
(pembukuan) perusahaan diasumsikan berkahir tanggal 31 Desember 2008.

9
Ayat jurnal umum yang dibuat pada tanggal 1 Januari 2008 (pada saat pembayaran di
muka) adalah:

Asuransi Dibayar di Muka $ 120


Kas $ 120

Sedangkan, ayat jurnal peneysuaian yang perlu dibuat pada tanggal 31 Desember 2008
adalah:

Beban Asuransi $ 40
Asuransi Dibayar di Muka $ 40

1
( $ 120 × )
3

Premi asuransi yang dibayarkan di muka sebesar $ 120 diharapkan dapat bermanfaat
untuk jangka waktu 3 tahun, yaitu mulai dari awal tahun 2008 hingga akhir tahun 2010
mendatang. Sepanjang tahun 2008, manfaat dari pembayaran premi asuransi tersebut sudah
dipergunakan/sudah berlangsung, sehingga sepertiga dari $ 120 harus diakui sebagai beban
untuk tahun 2008. Sedangkan sisanya, dua pertiga dari $ 120, yaitu $ 80 masih merupakan
aset (asuransi dibayar di muka) dengan saldo debet, yang diharapkan bisa memberikan
manfaat dalam tahun 2009 dan tahun 2010 mendatang.

 Mula-mula di debet ke akun beban


Jika akun beban mula-mula di debet dalam ayat jurnal umum, maka ayat jurnal
penyesuaian (pada akhir periode akuntansi) mengharuskan bahwa akun aset akan didebet
sebesar bagian dari jumlah pengeluaran yang belum terpakai dalam periode berjalan (yang
ditangguhkan atau baru akan digunakan pada masa yang akan datang) dan akun beban akan
dikredit. Akun beban lalu akan tersisa dengan saldo debet yang
menggambarkan/menunjukkan bagian dari jumlah pengeluaran yang telah
dipakai/dimanfaatkan selama periode berjalan.
Misalkan: seperti contoh di atas, hanya saja pencatatan atas pembayaran premi asuransi
tersebut mula-mula diakui langsung sebagai beban.
Ayat jurnal umum yang dibuat pada tanggal 1 Januari 2008 (pada saat pembayaran di
muka) adalah:

Beban Asuransi $ 120


Kas $ 120

Sedangkan, ayat jurnal penyesuaian yang perlu dibuat pada tanggal 31 Desember 2008
adalah:

10
Asuransi Dibayar di Muka $ 80
Beban Asuransi $ 80

2
( $ 120 × )
3

Kedua metode akan menghasilkan nilai akhir yang sama. Dengan menggunakan salah
satu dari kedua metode tersebut akan sama-sama diperoleh besarnya beban asuransi yang
akan dilaporkan dalam laporan laba rugi (income statement) untuk periode yang berkahir
pada tanggal 31 Desember 2008 sebesar $ 40, sedangkan untuk saldo akun aset, yaitu akun
asuransi dibayar di muka akan tampak dalam neraca (balanced sheet) per 31 Desember 2008
adalah sebesar $ 80.

4. Deferred Revenues / Unearned Revenues


Pembayaran-pembayaran mungkin akan diterima dari pelanggan sebelum barang dikirim
atau sebelum jasa diberikan. Jumlah yang diterima di muka akan dicatat dengan mendebet
akun aset (kas) dan kreditnya bisa dengan menggunakan dua akun, yaitu langsung diakui
sebagai akun pendapatan atau bisa juga terlebih dahulu diakui sebagai akun utang
(pendapatan diterima di muka). Pada akhir periode akuntansi adalah perlu untuk menentukan
mana bagian dari jumlah penerimaan tersebut, yang benar-benar telah menjadi pendapatan
untuk periode berjalan dan mana bagian dari jumlah penerimaan tersebut (yang diterima di
periode berjalan), yang akan ditangguhkan sebagai pendapatan untuk periode mendatang
(deferred revenues).
Metode penyesuaian untuk pendapatan ditangguhkan tergantung pada apakah penerimaan
pendapatan atas barang yang belum dikirim, atau atas jasa yang belum diberikan pada
awalnya dicatat sebesar kredit kea kun pendapatan atau akun utang. Sesungguhnya, inti
daripada unearned revenues adalah bahwa uang yang telah diterima tetapi barang atau jasa
belum diberikan.

 Mula-mula di kredit ke akun pendapatan


Jika akun pendapatan mula-mula di kredit dalam ayat jurnal umum, maka ayat jurnal
penyesuaian (pada akhir periode akuntansi) mengharuskan bahwa akun utang akan di kredit
sebesar bagian dari jumlah penerimaan yang ditangguhkan, sebagai pendapatan untuk
periode mendatang dan akun pendapatan akan di debet. Akun pendapatan lalu akan tersisa
dengan saldo kredit yang menggambarkan atau menunjukkan bagian dari jumlah penerimaan
yang telah menjadi pendapatan selama periode berjalan.
Misalkan: bahwa pada tanggal 1 Januari 2008, perusahaan menerima di muka
pembayaran uang sewa ruangan yang tidak terpakai dari si penyewa sebesar $ 120 untuk
masa sewa selama 3 tahun. Jika pencatatan atas penerimaan uang sewa di muka tersebut
mula-mula langsung diakui sebagai pendapatan dan periode akuntansi (pembukuan)
perusahaan diasumsikan berakhir pada tanggal 31 Desember 2008.

11
Ayat jurnal umum yang dibuat pada tanggal 1 Januari 2008 (pada saat menerima
pembayaran di muka) adalah:

Kas $ 120
Pendapatan Sewa $ 120

Sedangkan, ayat jurnal penyesuaian yang perlu dibuat pada tanggal 31 Desember 2008
adalah:

Pendapatan Sewa $ 80
Pendapatan Sewa Diterima di Muka $ 80

2
( $ 120 × )
3

 Mula-mula di kredit ke akun utang (pendapatan diterima di muka)


Jika akun utang mula-mula di kredit dalam ayat jurnal umum, maka ayat jurnal
penyesuaian (pada akhir periode akuntansi) mensyaratkan bahwa akun pendapatan akan
dikredit sebesar bagian dari jumlah penerimaan, yang telah menjadi pendapatan periode
berjalan dan lawannya yaitu akun utang akan di debet. Akun utang yang masih tersisa dengan
saldo kredit menunjukkan bagian dari jumlah penerimaan di periode berjalan, yang akan
ditangguhkan sebagai pendapatan untuk periode mendatang.
Misalkan: seperti contoh di atas, hanya saja pencatatan atas penerimaan uang sewa di
muka tersebut mula-mula diakui sebagai utang terlebih dahulu.
Ayat jurnal umum yang dibuat pada tanggal 1 Januari 2008 (pada saat menerima
pembayaran di muka) adalah:

Kas $ 120
Pendapatan Sewa Diterima di Muka $ 120

Sedangkan, ayat jurnal penyesuaian yang perlu dibuat pada tanggal 31 Desember 2008
adalah:

Pendapatan Sewa Diterima di Muka $ 40


Pendapatan Sewa $ 40

1
( $ 120 × )
3

G. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan

12
Analisis perbandingan laporan keuangan merupakan teknik analisis dengan cara
membandingkan laporan keuangan dari dua periode atau lebih untuk menunjukkan
perubahan dalam jumlah (absolut) maupun dalam persentase (relatif). Teknik analisis ini
dikenal sebagai analisis horizontal atau analisis dinamis.
Dengan analisis horizontal akan terlihat kenaikan atau pun penurunan dalam pos-pos
laporan keuangan dari periode yang satu ke periode berikutnya. Perubahan-perubahan ini
perlu diketahui (khususnya perubahan yang mengarah kepada pelemahan kondisi keuangan
dan kinerja operasi perusahaan), untuk dianalisis faktor penyebabnya dan kemudian
diputuskan tindakan apa yang perlu dilakukan.
Pada saat melakukan teknik analisis horizontal, kenaikan atau pun penurunan yang terjadi
terhadap pos-pos laporan keuangan dari periode yang satu ke periode berikutnya dinyatakan
dalam bentuk jumlah moneter dan juga persentase. Agar analisis perbandingan laporan
keuangan dapat berjalan dengan baik, maka perlu dibuatkan kolom-kolom terlebih dahulu
untuk memudahkan dalam melihat perubahan-perubahan yang terjadi terhadap pos-pos
laporan keuangan dari periode yang satu ke periode berikutnya.
Berikut adalah laporan laba rugi dan neraca PT. Galaxi Solaria, Tbk untuk tahun 2014
dan 2013:

PT. Galaxi Solaria, Tbk

Laporan Laba Rugi Komparatif

Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2014 dan 2013

(dalam ribuan rupiah)

Nama Perkiraan Tahun 2014 Tahun 2013 Naik (Turun) %


Pendapatan Penjualan 19.800.000 17.000.000 2.800.000 16,5
Harga Pokok Penjualan (14.700.000) (12.500.000) 2.200.000 17,6
Laba Kotor 5.100.000 4.500.000 600.000 13,3
Beban Operasional (2.390.000) (2.130.000) 260.000 12,2
Laba Operasional 2.710.000 2.370.000 340.000 14,4
Pendapatan dan Keuntungan Lain-Lain 250.000 330.000 (80.000) (24,2)
Beban dan Kerugian Lain-Lain (960.000) (1.300.000) (340.000) (26,2)
Laba Sebelum Pajak Penghasilan 2.000.000 1.400.000 600.000 42,9
Pajak Penghasilan (400.000) (280.000) 120.000 42,9
Laba Bersih 1.600.000 1.120.000 480.000 42,9

13
PT. Galaxi Solaria, Tbk
Neraca Komparatif
31 Desember 2014 dan 2013
(dalam ribuan rupiah)
Nama Perkiraan Tahun 2014 Tahun 2013 Naik (Turun) %
ASET
Aset Lancar
Kas 700.000 500.000 200.000 40
Piutang Usaha 500.000 700.000 (200.000) (28,6)
Persediaan Barang Dagang 775.500 855.000 (79.500) (9,3)
Perlengkapan 7.500 10.000 (2.500) (25)
Asuransi Dibayar Di Muka 17.000 15.000 2.000 13,3
Total Aset Lancar 2.000.000 2.080.000 (80.000) (3,9)

Aset Tetap
Tanah 8.700.000 6.660.000 2.040.000 30,6
Bangunan 6.600.000 5.000.000 1.600.000 32
Akumulasi Penyusutan-Bangunan (1.000.000) (700.000) 300.000 42,9
Mesin 2.100.000 2.100.000 0 0
Akumulasi Penyusutan-Mesin (400.000) (380.000) 20.000 5,3
Kendaraan 1.100.000 1.440.000 (340.000) (23,6)
Akumulasi Penyusutan-Kendaraan (100.000) (200.000) (100.000) (50)
Total Aset Tetap 17.000.000 13.920.000 3.080.000 22,1
-
TOTAL ASET 19.000.000 16.000.000 3.000.000 18,8

KEWAJIBAN
Utang Lancar
Utang Usaha 400.000 600.000 (200.000) (33,3)
Utang Bank 500.000 900.000 (400.000) (44,4)
Utang Wesel 200.000 100.000 100.000 100
Total Utang Lancar 1.100.000 1.600.000 (500.000) (31,3)
Utang Tidak Lancar
Utang Obligasi 4.900.000 4.500.000 400.000 8,9
Utang Hipotik 5.000.000 5.000.000 0 0
Total Utang Tidak Lancar 9.900.000 9.500.000 400.000 4,2
TOTAL KEWAJIBAN 11.000.000 11.100.000 (100.000) (0,9)

EKUITAS

14
Modal Disetor 5.500.000 4.000.000 1.500.000 37,5
Laba Ditahan 2.500.000 900.000 1.600.000 177,8
TOTAL EKUITAS 8.000.000 4.900.000 3.100.000 63,3

TOTAL KEWAJIBAN dan EKUITAS 19.000.000 16.000.000 3.000.000 18,8

Berikut adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam pos-pos laporan laba rugi,
beserta analisis penyebabnya:
1. Pendapatan penjualan tahun 2014 meningkat 16,5%, yaitu sebesar Rp2.800.000.000,00
dibanding pendapatan penjualan tahun 2013. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan
jumlah penjualan sepanjang tahun 2014.
2. Harga pokok penjualan tahun 2014 meningkat 17,6%, yaitu sebesar Rp2.200.000.000,00
dibanding harga pokok penjualan tahun 2013. Hal ini terjadi seiring dengan adanya
peningkatan jumlah penjualan sepanjang tahun 2014.
3. Laba kotor tahun 2014 meningkat 13,3%, yaitu sebesar Rp600.000.000,00 dibanding laba
kotor tahun 2013. Hal ini terjadi seiring dengan adanya peningkatan pendapatan
penjualan dalam tahun 2014.
4. Beban operasional tahun 2014 meningkat 12,2%, yaitu sebesar Rp260.000.000,00
dibanding beban operasional tahun 2013. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan jumlah
beban penjualan, beban umu, dan beban administrasi sepanjang tahun 2014.
5. Laba operasional tahun 2014 meningkat 14,4%, yaitu sebesar Rp340.000.000,00
dibanding laba operasional tahun 2013. Hal ini terjadi karena dalam tahun 2014, kenaikan
jumlah laba kotor (Rp600.000.000,00) masih lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan jumlah beban operasional (Rp260.000.000,00).
6. Pendapatan dan keuntungan lain-lain tahun 2014 lebih kecil Rp80.000.000,00 (turun
24,2%) dibanding pendapatan dan keuntungan lain-lain tahun 2013. Hal ini terjadi karena
dalam tahun 2014 terdapat penurunan pendapatan bunga dan keuntungan selisih kurs.
7. Beban dan kerugian lain-lain tahun 2014 lebih kecil Rp340.000.000,00 (turun 26,2%)
dibanding beban dan kerugian lain-lain tahun 2013. Hal ini terjadi karena dalam tahun
2013 perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar sebagai akibat dari adanya
bencana banjir di Jakarta, yang telah menyebabkan rusaknya sebagian besar perabot
kantor dan beberapa kendaraan operasional perusahaan.
8. Laba sebelum pajak penghasilan tahun 2014 meningkat 42,9%, yaitu sebesar
Rp600.000.000,00 dibanding laba sebelum pajak penghasilan tahun 2013. Hal ini terjadi
karena dalam tahun 2014 terdapat peningkatan jumlah laba operasional
(Rp340.000.000,00), di mana peningkatannya ini masih lebih memilih besar
dibandingkan dengan penurunan pendapatan dan keuntungan lain-lain
(Rp80.000.000,00), serta juga karena adanya penurunan dalam jumlah beban dan
kerugian lain-lain (Rp340.000.000,00).

15
9. Pajak penghasilan tahun 2014 meningkat 42,9%, yaitu sebesar Rp120.000.000,00
dibanding pajak penghasilan tahun 2013. Hal ini terjadi seiring dengan adanya
peningkatan jumlah laba sebelum pajak penghasilan di tahun 2014.
10. Laba bersih tahun 2014 meningkat 42,9%, yaitu sebesar Rp480.000.000,00 dibanding
laba bersih tahun 2013. Hal ini terjadi seiring dengan adanya peningkatan dalam jumlah
laba sebelum pajak penghasilan tahun 2014.

Berikut adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam pos-pos neraca, beserta analisis
penyebabnya:

Sisi Aset Lancar

1. Kas tahun 2014 meningkat 40%, yaitu sebesar Rp200.000.000,00 dibanding kas tahun
2013. Hal ini menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2014 terdapat arus kas masuk yang
jumlahnya lebih besar Rp200.000.000,00 dibandingkan dengan jumlah arus kas keluar.
2. Piutang usaha tahun 2014 lebih kecil Rp200.000.000,00 (turun 28,6%) dibanding piutang
usaha tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2014 terdapat penagihan
piutang usaha yang jumlahnya lebih besar Rp200.000.000,00 dibandingkan dengan
jumlah penjualan kredit.
3. Persediaan barang dagang tahun 2014 lebih kecil Rp79.500.000,00 (turun 9,3%)
dibanding persediaan barang dagang tahun 2013. Hal ini terjadi karena dalam tahun 2014
terdapat penjualan barang dagang yang harga pokoknya lebih besar Rp 79.500.000,00
dibandingkan dengan jumlah persediaan barang dagang yang dibeli dari supplier.
4. Perlengkapan tahun 2014 lebih kecil Rp2.500.000,00 (turun 25%) dibanding
perlengkapan tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2014 terdapat
pemakaian perlengkapan yang jumlahnya lebih besar Rp2.500.000,00 dibandingkan
dengan jumlah perlengkapan yang dibeli.
5. Asuransi dibayar di muka tahun 2014 meningkat 13,3%, yaitu sebesar Rp2.000.000,00
dibanding asuransi dibayar di muka tahun 2013. Hal ini terjadi karena dalam tahun 2014
perusahaan melakukan pembayaran tambahan atas premi asuransi yang jumlahnya lebih
besar Rp2.000.000,00 dibandingkan dengan jumlah premi asuransi yang telah menjadi
beban di tahun 2014.

Sisi Utang Lancar (Kewajiban Jangka Pendek)


1. Utang usaha tahun 2014 lebih kecil Rp200.000.000,00 (turun 33,3%) dibanding utang
usaha tahun 2013. Hal ini terjadi karena dalam tahun 2014 terdapat pembayaran utang
usaha kepada supplier yang jumlahnya lebih besar Rp200.000.000,00 dibandingkan
dengan jumlah pembelian persediaan barang dagang secara kredit dari supplier.
2. Utang bank tahun 2014 lebih kecil Rp400.000.000,00 (turun 44,4%) dibanding utang
bank tahun 2013. Penyebabnya adalah bahwa dalam tahun 2014 perusahaan melakukan

16
pembayaran utang bank sebesar Rp400.000.000,00 dan tidak ada tambahan pinjaman
lainnya dari bank.
3. Utang wesel tahun 2014 meningkat 100%, yaitu sebesar Rp100.000.000,00 dibanding
utang wesel tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2014 telah terjadi
penambahan utang wesel yang jumlahnya lebih besar Rp100.000.000,00 dibandingkan
dengan jumlah utang wesel yang dibayar.
4. Total utang lancar tahun 2014 lebih kecil Rp500.000.000,00 (turun 31,3%) dibanding
total utang lancar tahun 2013. Hal ini terjadi karena dalam tahun 2014 terdapat penurunan
utang usaha (Rp200.000.000,00), penurunan utang bank (Rp400.000.000,00), dan
kenaikan utang wesel (Rp100.000.000,00)
Sisi Utang Tidak Lancar (Kewajiban Jangka Panjang)
1. Utang Obligasi tahun 2014 meningkat 8,9%, yaitu sebesar Rp400.000.000,00 dibanding
utang obligasi tahun 2013. Penyebabnya adalah bahwa dalam tahun 2014 perusahaan
menerbitkan dan menjual tambahan obligasi sebesar nilai nominalnya, yaitu
Rp400.000.000,00 dan tidak ada utang obligasi yang jatuh tempo.
2. Sepanjang tahun 2014 tidak ada penambahan maupun pelunasan atas utang hipotik.
3. Total utang tidak lancar tahun 2014 meningkat 4,2%, yaitu sebesar Rp400.000.000,00
dibanding total utang tidak lancar tahun 2013. Hal ini disebabkan karena meningkatnya
utang obligasi dalam tahun 2014, yaitu dari Rp4.500.000.000,00 menjadi
Rp4.900.000.000,00

Sisi Ekuitas (Modal Pemegang Saham)


4. Modal disetor tahun 2014 meningkat 37,5%, yaitu sebesar Rp1.500.000.000,00 dibanding
modal disetor tahun 2013. Penyebabnya adalah bahwa dalam tahun 2014 perusahaan
menerbitkan dan menjual tambahan saham biasa sebagai alternatif sumber pendanaan.
5. Laba ditahan tahun 2014 meningkat 177,8%, yaitu sebesar Rp1.600.000.000,00
dibanding laba ditahan di tahun 2013. Jumlah ini berasal dari laba bersih tahun 2014
sebesar Rp1.600.000.000,00 dan tidak ada pengumuman dividen sepanjang tahun 2014
tersebut.
6. Total aset lancar tahun 2014 lebih kecil Rp80.000.000,00 (turun 3,9%) dibanding total
aset lancar tahun 2013. Hal ini terjadi karena dalam tahun 2014 terdapat kenaikan kas
(Rp200.000.000,00), penurunan piutang usaha (Rp200.000.000,00), penurunan
persediaan barang dagang (Rp79.500.000,00), penurunan perlengkapan
(Rp2.500.000,00), dan kenaikan asuransi dibayar di muka (Rp2.000.000,00).

Sisi Aset Tetap


1. Tanah tahun 2014 lebih besar Rp2.040.000.000,00 (naik 30,6%) dibanding tanah tahun
2013. Penyebabnya adalah bahwa di tahun 2014 telah terjadi pembelian tanah dengan
harga Rp2.040.000.000,00 dan tidak ada tanah lainnya yang dijual. Tanah yang dibeli ini,
di atasnya terdapat sebuah bangunan senilai Rp1.600.000.000,00.

17
2. Bangunan tahun 2014 lebih besar Rp1.600.000.000,00 (naik 32%) dibanding bangunan
tahun 2013. Penyebabnya adalah bahwa di tahun 2014 terdapat pembelian sebuah
bangunan seharga Rp1.600.000.000,00 untuk dijadikan sebagai gudang tempat
penyimpanan persediaan barang dagang dan tidak ada bangunan lainnya yang dijual.
3. Akumulasi penyusutan bangunan tahun 2014 lebih besar Rp300.000.000,00 (naik 42,9%)
dibanding akumulasi penyusutan bangunan tahun 2013. Penyebabnya adalah bahwa di
tahun 2014 telah terjadi penambahan jumlah penyusutan atas pemanfaatan bangunan di
tahun 2014 tersebut.
4. Sepanjang tahun 2014 tidak ada pembelian maupun penjualan atas mesin.
5. Akumulasi penyusutan mesin tahun 2014 lebih besar Rp20.000.000,00 (naik 5,3%)
dibanding akumulasi penyusutan mesin tahun 2013. Penyebabnya adalah bahwa di tahun
2014 telah terjadi penambahan jumlah penyusutan atas pemanfaatan mesin di tahun 2014
tersebut.
6. Kendaraan tahun 2014 lebih kecil Rp340.000.000,00 (turun 23,6%) dibanding kendaraan
tahun 2013. Hal ini terjadi karena dalam tahun 2014 terdapat penjualan kendaraan dengan
harga perolehan sebesar Rp340.000.000,00 dan tidak ada pembelian kendaraan lainnya.
7. Akumulasi penyusutan kendaraan tahun 2014 lebih kecil Rp100.000.000,00 (turun 50%)
dibanding akumulasi penyusutan kendaraan tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa di
tahun 2014 telah terjadi penjualan kendaraan yang jumlah akumulasi penyusutannya
lebih besar Rp100.000.000,00 dibandingkan dengan jumlah penyusutan atas pemakaian
kendaraann di tahun 2014 tersebut.
8. Total aset tetap tahun 2014 meningkat 22,1%, yaitu sebesar Rp3.080.000.000,00
dibanding total aset tetap ahun 2013. Hal ini terjadi karena dalam tahun 2014 terdapat
kenaikan tanah (Rp2.040.000.000,00), kenaikan bangunan (Rp1.600.000.000,00),
kenaikan akumulasi penyusutan bangunan (Rp300.000.000,00), kenaikan akumulasi
penyusutan mesin (Rp20.000.000,00), penurunan kendaraan (Rp340.000.000,00), dan
penurunan akumulasi penyusutan kendaraan (Rp100.000.000,00).
9. Total ekuitas tahun 2014 meningkat 63,3%, yaitu sebesar Rp3.100.000.000,00 dibanding
total ekuitas tahun 2013. Hal ini disebabkan karena meningkatnya modal disetor
(Rp1.500.000.000,00) dan laba ditahan (Rp1.600.000.000,00).

H. Analisis Trend
Analisis trend merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui tendensi
keadaan keuangan dan kinerja perusahaan, apakah menunjukkan kenaikan atau penurunan.
Analisis trend dilakukan dengan menggunakan analisis horisontal (dinamis). Data yang
digunakan adalah data tahunan yang biasa hanya terdiri atas dua atau tiga periode saja. Hal
ini disebabkan karena jika data yang digunakan adalah melebihi tiga periode maka akan
mengalami kesulitan dalam melakukan analisis secara lebih cepat.

18
Dalam melakukan analisis trend harus terlebih dahulu ditentukan tahun dasarnya sebagai
pembanding. Setelah itu, baru kemudian dihitung angka indeksnya dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

Tahun Pembanding
Angka Indeks = x 100%
Tahun Dasar

Dengan menggunakan data laporan keuangan sebelumnya (PT. Galaxi Solaria, Tbk),
berikutnya adalah besarnya angka indeks untuk tahun akun kas pada akhir tahun 2014:

Rp. 700.000.000
Angka Indeks = x 100% = 140%
Rp. 500.000.000

Hal ini berarti bahwa:


1. Kas akhir tahun 2014 sebesar 140% dari kas yang ada pada akhir tahun 2013.
2. Kas akhir tahun 2014 meningkat sebesar 40% jika dibandingkan dengan kas yang ada
pada akhir tahun 2013
3. Kas akhir tahun 2014 berjumlah 40% lebih besar dari kas yang ada pada akhir tahun
2013.

Jika besarnya kas pada tahun 2015 adalah Rp.800.000.000, maka besarnya angka indeks
untuk akun kas pada akhir tahun 2015 adalah:

Rp. 800.000.000
Angka Indeks = x 100% = 160%
Rp. 500.000.000

Hal ini berarti bahwa:


1. Kas akhir tahun 2015 sebesar 160% dari kas yang ada pada akhir tahun 2013.
2. Kas akhir tahun 2015 meningkat sebsar 60% jika dibandingkan dengan kas yang ada
pada akhir tahun 2013.
3. Kas akhir tahun 2015 berjumlah 60% lebih besar dari kas yang ada pada akhir tahun 2013

Demikian pula untuk piutang usaha, berikut adalah besarnya angka indeks

Rp. 500.000.000
Angka Indeks = x 100% = 71,4%
Rp. 700.000.000

Hal ini berarti bahwa:


1. Piutang usaha akhir tahun 2014 sebesar 71,4% dari piutang usaha yang ada pada akhir
tahun 2013.
2. Piutang usaha akhir tahun 2014 turun 28,6% jika dibandingkan dengan piutang usaha
yang ada pada akhir tahun 2013.

19
3. Piutang usaha akhir tahun 2014 berjumlah 28,6% lebih kecil dari piutang usaha yang ada
pada akhir tahun 2013.

Jika besarnya piutang usaha pada akhir tahun 2015 adalah Rp.800.000.000,00 maka
besarnya angka indeks untuk akun piutang usaha pada akhir tahun 2015 adalah:

Rp. 800.000.000,00
Angka Indeks = x 100% = 114,3%
Rp. 700.000.000,00

Hal ini berarti bahwa:


1. Piutang usaha akhir tahun 2015 sebesar 114,3% dari piutang usaha yang ada pada akhir
tahun 2013.
2. Piutang usaha akhir tahun 2015 meningkat sebesar 14,3% jika dibandingkan dengan
piutang usaha yang ada pada akhir tahun 2013.
3. Piutang usaha akhir tahun 2015 berjumlah 14,3% lebih besar dari piutang usaha yang ada
pada akhir tahun 2013.

Demikian pula untuk pendapatan penjualan, berikut adalah besarnya angka indeks untuk
akun pendapatan penjualan pada akhir tahun 2014:
Rp. 19.800.000.000
Angka Indeks = x 100% = 116,5%
Rp. 17.000.000.000

Hal ini berarti bahwa:


1. Pendapatan penjualan tahun 2014 sebesar 116,5% dari pendapatan penjualan tahun 2013.
2. Pendapatan penjualan tahun 2014 meningkat sebesar 16,5% jika dibandingkan dengan
pendapatan penjualan tahun 2013.
3. Pendapatan penjualan tahun 2014 berjumlah 16,5% lebih besar dari pendapatan penjualan
tahun 2013.

I. Trend dalam Prosentase


Dengan teknik analisa memperbandingkan laporan keuangan seperti diterangkan dimuka
akan diketahui perubahan masing-masing pos dan dapat diketahui perubahan mana yang
cukup penting untuk dianalisa lebih lanjut. Teknik analisa tersebut sering juga disebut
dengan Analisa Naik Turun: karena dengan analisa tersebut diketahui kenaikan atau
penurunan dari masing-masing pos. Teknik analisa tersebut hanya akan praktis bila
digunakan untuk menganalisa dua atau tiga (periode) laporan keuangan, karena bila laporan
keuangan yang diperbandingkan lebih dari tiga tahun akan ditemui kesulitan.
Cara yang terbaik untuk menganalisa laporan keuangan yang lebih dari tiga tahun
tersebut adalah dengan menggunakan angka index, dan semua data laporan yang dianalisa
dihubungkan dengan angka index tersebut yang dinyatakan dalam prosentase. Dengan

20
menganalisa laporan keuangan untuk jangka waktu lebih dari tiga tahun akan diketahui
kecenderungan atau arah atau trend dari posisi keuangan ataupun hasil-hasil yang telah
dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan, apakah menunjukkan arah yang tetap, meningkat
atau bahkan menurun.
Untuk dapat menghitung trend yang dinyatakan dalam prosentase (trend percentages) ini
diperlukan dasar pengukurannya atau tahun dasarnya. Biasanya data atau laporan keuangan
dari tahun yang paling awal dalam deretan laporan keuangan yang dianalisa tersebut
dianggap sebagai tahun dasar (base year). Pemilihan tahun yang paling awal sebagai tahun
dasar ini bukan merupakan suatu keharusan, karena tahun yang paling awal tersebut belum
tentu menunjukkan keadaan yang normal atau representatif. Sedapat mungkin periode atau
laporan keuangan yang digunakan sebagai tahun dasar adalah tahun yang paling normal
diantara tahun-tahun yang dianalisa tersebut.
Sebagai berikut ilustrasi diambilkan laporan keuangan dari PT SARI INDAH yang terdiri
dari Neraca dan Laporan Rugi-Laba dari tahun-tahun 1974 sampai dengan 1978 seperti
nampak dalam tabel berikut ini.

PT SARI INDAH

NERACA PERBANDINGAN

31 Desember 1974 – 1978


31-Des Trend dalam Prosentase
Pos-pos (dalam ribuan) 1974 = 100%
1974 1975 1976 1977 1978 1975 1976 1977 1978
Rp Rp Rp Rp Rp % % % %
Aktiva Lancar:
Kas 100 120 130 90 140 120 130 90 140
Piutang, Netto 860 880 790 860 840 102 92 100 98
Persediaan 620 760 900 1000 1060 123 145 161 171
Aktiva Lancar lain-lain 20 30 10 10 20 150 50 50 10
Jumlah Aktiva Lancar 1600 1790 1830 1960 2060 112 114 123 129
Aktiva Tidak Lancar (netto) 2780 2780 2830 2890 2910 100 102 104 105
Jumlah Aktiva 4380 4570 4660 4850 4970 104 106 111 113
Hutang Jangka Pendek 460 480 500 520 510 104 109 113 111
Hutang Jangka Panjang 250 250 250 250 100 100 100 11 100
Jumlah Hutang 710 730 750 770 760 103 106 108 107
Modal Saham 2800 3000 3000 3000 3000 107 107 107 107
Laba Diahan 870 840 910 1080 1210 99 105 124 139
Jumlah Modal 3670 3840 3910 4080 4210 105 107 111 115
Jumlah Hutang&Modal 4380 4570 4660 4850 4970 104 106 111 113

21
Dari laporan keuangan PT SARI INDAH diketahui bahwa Kas tahun 1974 yang
digunakan atau dipilih sebagai tahun dasar adalah Rp.100.000,- dengan angka index 100,-
saldo Kas tahun 1975 sebesar Rp.120.000,- maka indexnya adalah:
, ini berarti bahwa:
120.000
× 100% = 120%
100.000

1. Uang kas yang tersedia pada 31 Desember 1975 adalah 120% daripada yang tersedia
dalam akhir tahun 1974.
2. Uang kas dalam akhir tahun 1975 naik 20% daripada uang kas akhir tahun 1974.
3. Uang kas akhir tahun 1975 20% lebih besar daripada uang kas akhir tahun 1974.
PT SARI INDAH

Laporan Rugi-Laba Perbandingan

Untuk Tahun 1974 – 1978

Tahun Trend dalam Prosentase

Pos-pos (dalam ribuan) 1974 = 100%

1974 1975 1976 1977 1978 1975 1976 1977 1978

Rp Rp Rp Rp Rp % % % %

Penjualan netto 2800 2860 3310 3740 4260 102 118 134 152

Harga Pokok Penjualan 1940 1970 2200 2550 2830 102 113 131 146

Laba Penjualan 860 890 1110 1190 1430 103 129 138 166

Biaya Penjualan 430 430 460 500 550 100 107 116 128

Biaya Administrasi 190 200 230 250 260 105 121 132 137

Biaya Operasi 620 630 690 750 810 101 111 121 131

Laba Operasi 240 260 420 440 620 108 175 183 258

Pendapatan Lain-lain 50 60 70 100 70

Pendapatan Netto 290 320 490 540 690 110 169 186 238

22
Data lain dalam Neraca menunjukkan piutang akhir tahun 1974 Rp.860.000,- sedangkan
pada akhir tahun 1976 Rp.790.000,- maka indexnya adalah:

790.000 , yang artinya bahwa:


× 100% = 92%
860.000

1. Piutang 31 Desember 1976 ada 92% daripada piutang 31 Desember 1974.

2. Piutang 31 Desember 1976 mengalami penurunan sebesar 8% dibandingkan dengan


piutang 31 Desember 1974.

3. Piutang 31 Desember 1976 (8%) lebih kecil daibandingkan dengan piutang 31 Desember
1974.

Perhitungan angka index untuk data yang terdapat dalam Laporan Rugi-Laba prinsipnya
sama, misalnya untuk penjualan:

Penjualan (1975)𝑅𝑝. 2.860.000, −


a. × 100% = 102% , berarti :
Penjualan (1974)𝑅𝑝. 2.800.000, −

1. Penjualan tahun 1975 adalah 102% dari penjualan tahun 1974.


2. Penjualan tahun 1975 menunjukkan kenaikan 2% daripada penjualan tahun 1974.
3. Penjualan tahun 1975 (2%) lebih besar daripada penjualan tahun 1974.

Penjualan (1978)Rp. 4.260.000, −


b. × 100% = 152%
Penjualan (1974)Rp. 2.800.000, −

Biaya Penjualan(1977)Rp. 500.000, −


× 100% = 116%
c. Biaya Penjualan (1974)Rp. 430.000, −

d. Pendapatan Netto (1978)Rp. 690.000, −


× 100% = 238%
Pendapatan Netto (1974)Rp. 290.000, −

Analisa dengan trend ratio akan dapat menunjukkan suatu pos itu mempunyai
kecenderungan atau arah yang menurun, meningkat atau tetap serta menunjukkan apakah
kecenderungan atau tendensi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan. Tetapi di
dalam menggunakan teknik analisa trend dalam prosentase ini harus diingat pula hubungan

23
antara angka-angka dalam trend dengan data absolutnya, karena adanya beberapa
kemungkinan sebagai berikut:
1. Tahun yang telah dipilih sebagai dasar mungkin tidak representatip, misalnya jumlah kas
yang tercantum dalam tahun dasar Rp 4.500.000,- sedangkan jumlah Kas dalam waktu-
waktu berikutnya tidak pernah lebih dari Rp 2.000.000,-. Ini berarti bahwa tahun dasar
tidak mencerminkan ciri dari keadaan jumlah-jumlah lainnya, sehingga perbedaan dalam
prosesnya akan menunjukkan keadaan extrim, sedangkan sesungguhnya tidak demikian
adanya.
2. Suatu pos telah naik dari Rp 10,- menjadi Rp 20,- dan pos yang lain dan dari Rp
100.000,- menjadi Rp 200.000,-. Kedua pos ini dalam prosentase telah naik dengan 100%
meskipun dalam hal yang pertama kenaikan itu tidak penting artinya.
3. Biasanya di dalam menganalisa suatu perubahan, maka perubahan dengan jumlah 100%
mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan perubahan yang dalam
prosentase kecil misanya hanya 10%, padahal dalam beberapa hal tertentu hal yang
demikian tidaklah tepat. Misalnya kenaikan Persekot Biaya telah naik dengan 100%
sedangkan Persediaan hanya 10%, jelas hal ini perubahan Persediaan harus mendapat
perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan perubahan Persekot Biaya.

4. Trend dalam prosentase menunjukkan tendensi yang tidak menguntungkan, padahal


apabila dilihat dalam angka absolutnya tidaklah demikian. Misalnya Hutang telah naik
dengan 100% dan Modal sendiri naik dengan 50%, tetapi apabila dilihat jumlah
rupiahnya ternyata bahwa Hutang telah naik dari Rp 10.000,- menjadi Rp 20.000,-
sedangkan Modal telah naik dari Rp 100.000,- menjadi Rp 150.000,-.

Oleh karena itu didalam menganalisa dengan menggunakan trend atau perubahan yang
dinyatakan dalam prosentase, perlu pula mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi
dalam angka absolutnya atau jumlah rupiahnya serta tendensi-tendensi yang ada ataupun
hubungan antara pos-pos yang ada.

Agar trend itu dapat diperbandingkan maka harus dipenuhi beberapa syaratnya, antara
lain bahwa prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan pada waktu melakukan pencatatan
akuntansi dilakukan secara konsisten dalam tahun-tahun yang bersangkutan, dan selama
periode yang bersangkutan tidak terjadi perubahan nilai uang atau kenaikan harga-harga yang
amat berbeda (inflasi maupun deflasi). Apabila kedua syarat ini tidak dipenuhi maka data
yang diperoleh tak dapat diperbandingkan (non comparable), kecuali kalau diadakan
adjustment atau penyesuaian lebih dahulu guna menetralisir akibat daripada perubahan yang
terjadi.

 Ilustrasi Analisa Trend dalam Persentase


Dalam laporan keuangan PT SARI INDAH yang terdiri dari Neraca dal Laporan Rugi-
Laba tahun 1974, 1975, 1976, 1977, dan 1978 dengan menggunakan tahun dasar 1974 dapat

24
diketahui bahwa telah terjadi perubahan-perubahan atau kecenderungan-kecenderungan baik
yang menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan bagi perusahaan, hal ini terbukti
bahwa:

a. Posisi keuangan jangka pendek menunjukkan perkembangan yang menguntungkan


walaupun hutang jangka pendek naik, namun kenaikan itu telah diimbangi dengan
kenaikan aktiva lancar dengan tingkatan yang lebih besar. Aktiva lancar naik dari Rp
1.600.000,- menjadi Rp 2.060.000,- (29%) sedangkan hutang lancar naik dari Rp
460.000,- menjadi Rp 510.000,- (11%). Kenaikan penjualan dari Rp 2.800.000,- menjadi
Rp 4.260.000,- (52%) diimbangi dengan penurunan piutang sebsar 2%, hal ini
menunjukkan bahwa bagian penagihan bekerja lebih efektif atau adanya syarat-syarat
penjualan yang mendorong para langganan membeli dengan tunai, atau membayar
hutangnya dalam jangka pendek, hal ini terbukti pula adanya kenaikan tingkat perputaran
piutang dari 3,26 di tahun 1974 menjadi 5,01 kali dalam tahun 1978. Kenaikan
Persediaan Barang Dagangan dari Rp 620.000,- menjadi Rp 1.060.000,- (71%)
menunjukkan perkembangan yang kurang menguntungkan, karena kenaikan penjualan
tersebut hanya diimbangi dengan kenaikan penjualan sebesar 52%. Hal ini menunjukkan
ada investasi yang terlalu besar dalam persediaan (kebijaksanaan dalam persediaan yang
kurang tepat). Dalam tahun 1974 barang dagangan rata-rata terjual dalam 115 hari
sedangkan dalam tahun 1978 menjadi 131 hari.

b. Dalam jangka waktu 5 tahun perusahaan tidak melakukan pengeluaran investasi, hal ini
terbukti adanya pertambahan aktiva tetap yang sangat kecil selama 5 tahun tersebut, yaitu
dari Rp 2.780.000,- menjadi Rp 2.910.000,- (naik 5%). Kenaikan aktiva tetap yang kecil
ini justru membuat penjualan naik 52%; apakah kenaikan penjualan ini disebabkan oleh
bertambahnya volume penjualan atau adanya kenaikan harga-harga pada umumnya.

c. Ditinjau dari faktor solvabilitas menunjukkan bahwa para kreditor semakin terjamin,
margin of safety para kreditor naik dari 517% ditahun 1974 menjadi 554% dalam tahun
1978. Kenaikan hutang dari Rp 710.000,- menjadi Rp 760.000,- (7%) diimbangi dengan
kenaikan modal sendiri (owner’s equity) dari Rp 3.670.000,- menjadi Rp 4.210.000,-
(15%).

d. Ditinjau dari faktor rentabilitas menunjukkkan bahwa perusahaan semakin rendabel,


karena kenaikan laba operasi dari Rp 240.000,- menjadi Rp 620.000,- (naik 158%)
sedangkan aktiva tetap hanya naik 5%.

e. Ditinjau dari segi efisiensi menunjukkan bahwa perusahaan semakin efisien, hal ini
terbukti dengan adanya kenaikan penjualan 52% diimbangi kenaikan harga pokok dengan
tingkat yang lebih rendah (46%) dan kenaikan biaya penjualan 28%. Dengan kata lain
menagement semakin mampu untuk mengadakan pengawasan biaya dan ongkos-ongkos
dalam rangka menaikkan penjualan.

25
J. Analisis Persentase per Komponen
Analisis persentase per komponen (common size) merupakan teknik analisis yang
digunakan untuk mengetahui persentase masing-masing komponen aset terhadap total aset,
persentase masing-masing komponen aset terhadap total passiva (total aset), persentase
masing-masing komponen laporan laba rugi terhadap penjualan bersih.

Dalam analisis common size, seluruh akun dinyatakan dalam persentase. Dalam analisis
neraca, total aset atau total kewajiban ditambah total ekuitas dinyatakan sebagai 100 persen.
Akun-akun yang ada dalam kelompok ini selanjutnya akan dinyatakan sebesar persentase
tertentu dari total jumlah kelompok bersangkutan.

Sebagai contoh, jika besarnya total aset yang dinyatakan sebagai 100 persen adalah Rp
250 juta, akun persediaan dengan saldo Rp 30 juta akan dinyatakan dalam neraca common
size sebagai 12 persen, yang didapat dari (Rp 30 juta : Rp 250 juta) x 100 persen. Hal ini
berarti bahwa jumlah persediaan adalah 12 persen dari total aset atau dengan kata lain bahwa
setiap Rp 1 total aset diinvestasikan pada Rp 0,12 persediaan.

Dinamakan sebagai common-size adalah karena total jumlah akun-akun dalam kelompok
bersangkutan adalah 100 persen. Prosedur yang ada dalam analisis common-size disebut juga
sebagai analisis vertikal (statis) karena melakukan evaluasi akun dari atas ke bawah (atau
dari bawah ke atas) dalam laporan keuangan tersebut. Analisis common-size berguna dalam
memahami pembentuk internal laporan keuangan.

Metode untuk merubah jumlah-jumlah rupiah dalam suatu laporan keuangan menjadi
persentase-persentase tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Nyatakan total aktiva, total pasiva, serta total penjualan netto masing-masing dengan
100%.

2. Hitunglah ratio dari tiap-tiap pos atau komponen dalam tersebut dengan cara membagi
jumlah rupiah dari masing-masing pos aktiva dengan total aktivanya, jumlah rupiah
masing-masing pos pasiva dengan total pasivanya dan masing-msaing pos rugi-laba
dengan total penjualan nettonya, dikalikan 100%.

Dari data laporan keuangan PT INDIRASARI tahun 1977 dan 1978, dapat diketahui
persentase per komponennya atau persentse dari total, perhitungan persentase-persentase
tersebut adalah sebagai berikut:

a. Saldo Piutang (31 Desember 1977)Rp.1.324.200,−


× 100% = 24%
Total Aktiva (31 Desember 1977)Rp.5.488.400,−

26
Ini berarti bahwa saldo Piutang Dagang pada tanggal 31 Desember 1977 sebesar 24% dari
jumlah aktiva akhir tahun tersebut atau setiap Rp 1,- aktiva diinvestasikan dalam bentuk
Piutang Dagang sebesar Rp 0,24.

b. Saldo Hutang Dagang (31 Desember 1978)Rp552.200,−


× 100% = 9%
Total Pasiva (31 Desember 1978)Rp6.464.000,−

Ini berarti bahwa saldo Hutang Dagang 31 Desember 1978 sebesar 9% dari jumlah pasiva
(hutang dan modal) 31 Desember 1978 atau setiap Rp 1,- pasiva per 31 Desember 1978 Rp
0,09 berupa Hutang Dagang atau setiap Rp 1,- aktiva dibiayai dari Hutang Dagang sebesar
Rp 0,09.

c. Harga Pokok Penjualan (31 Desember 1978)Rp.4.746.300,−


× 100% = 65%
Penjualan netto (31 Desember 1978)Rp.7.303.100,−

Ini berarti bahwa Harga Pokok Penjualan 1977 adalah sebesar 65% dari Penjualan Netto
1977 atau setiap Rp 1,- penjualan maka sebesar Rp 0,65 akan terserap dalam harga pokok
penjualan.

d. Laba Operasional (31 Desember 1978)Rp.1.183.400,−


× 100% = 12%
Penjualan Netto (31 Desember 1978)Rp.9.609.000,−

Ini berarti bahwa Laba Operasional tahun 1978 adalah sebesar 12% dari Penjualan Netto
1978 atau setiap Rp 1,- Penjualan Netto akan diperoleh laba sebesar Rp 0,12.

 Evaluasi Terhadap Common Size Statement


1. Laporan dengan persentase per komponen menunjukkan persentase dari total aktiva yang
telah diivenstasikan dalam masing-masing jenis aktiva. Dengan mempelajari laporan
dalam persentase ini dan memperbandingkan dengan rata-rata industri sebagai
keseluruhan dari perusahaan yang sejenis, akan dapat diketahui apakah investasi kita
dalam sesuatu aktiva telah melebihi batas-batas yang umum berlaku (over investment)
atau justru masih terlalu kecil (under investment), dengan demikian untuk periode
berikutnya kita dapat mengambil kebijaksanaa-kebijaksanaa yang perlu, agar investasi
kita dalam sesuatu aktiva tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar.
2. Laporan dengan cara ini juga menunjukkan distribusi daripada hutang dan modal, jadi
menunjukkan sumber-sumber dari mana dana yang di investasikan dalam aktiva tersebut.
Study tentang ini akan menunjukkan sumber mana yang merupakan sumber pokok
pembelanjaan perusahaan, juga akan menunjukkan sampai seberapa jauh perusahaan
menggunakan kemampuannya untuk memperoleh kredit dari pihak luar, karena dari itu
juga dapat diduga/diketahui berapa besarnya margin of safety yang dimiliki oleh para
kreditor.

27
3. Persentase per komponen yang terdapat dalam neraca akan merupakan persentase per
komponen terhadap total aktiva, sehingga perbandingan secara horizontal dari tahun ke
tahun hanya akan menunjukkan trend daripada hubungan (trend of relationship), dan
tidak menunjukkan ada atau tidaknya perubahaan secara absolut. Perubahan ini dapat
dilihat kalau dikembangkan pada data absolutnya. Jadi perubahan dari tahun ke tahun
tidak menunjukkan secara pasti adanya perubahan dalam data absolutnya.

Pos dan Perhitungan 1971 1972 1973 1974


Investasi (a) Rp.40.000,- Rp.40.000,- Rp.40.000,- Rp.40.000,-
Total aktiva (b) Rp.1.069.000,- Rp.1.300.000,- Rp.1.485.000,- Rp.1.550.000,-
Common size % (a/b) 3,74% 3,08% 2,69% 2,58%

Penurunan dalam persentase daripada Investasi itu disebabkan total aktiva yang berubah,
bahkan mungkin juga bahwa data absolutnya mengalami kenaikan tetapi Common size %-
nya justru menurun, misalnya:

Pos dan perhitungan 1971 1972 1973 1974


Hutang Obligasi (a) Rp.1.000,- Rp.2.000,- Rp.3.000,- Rp.4.000,-
Total Pasiva (b) Rp.5.000,- Rp.12.000,- Rp.25.000,- Rp.40.000,-
Common size % (a/b) 20% 16,7% 20% 10%

Hal ini disebabkan karena total pasiva (total hutang dan modal) bertambah dengan rate yang
lebih cepat daripada bertambahnya hutang obligasi, atau mungkin juga dalam data absolutnya
mengalami penurunan, tetapi dalam laporan dengan persentasenya per komponen justru
menunjukkan kenaikan, misalnya:

Pos dan perhitungan 1971 1972 1973 1974


Persediaan (a) Rp.40.000,- Rp.30.000,- Rp.20.000,- Rp.10.000,-
Total Aktiva (b) Rp.600.000,- Rp.400.000,- Rp.250.000,- Rp.100.000,-
Common size % (a/b) 6,7% 7,5% 8,0% 10,0%

Jadi common size statement atau laporan dengan persentase per komponen hanyalah
menunjukkan trend daripada hubungan dan tidak menunjukkan perubahan absolut yang
terjadi.

4. Laporan dengan persentase per komponen dalam hubungannya dengan laporan rugi-laba,
menunjukkan jumlah atau persentase dari penjualan netto atau net sales yang diserap tiap-
tiap individu biaya dan persentase yang masih tersedia untuk income. Oleh karena itu
common size percentage analysis banyak digunakan oleh perusahaan dalam hubungannya
dengan income statement, karena adanya hubungan yang erat antara penjualan, harga
pokok dan biaya operasi, sedangkan untuk neraca tidak banyak digunakan.

28
Dalam Laporan Persentase Per Komponen semua komponen atau pos dihitung persentasenya
dari jumlah totalnya, tetapi untuk lebih meningkatkan atau menaikkan mutu atau kualitas
data maka masing-masing pos atau komponen tersebut tidak hanya dihitung persentase dari
jumlah totalnya tetapi juga dihitung persentase masing-masing komponen terhadap sub
totalnya; misalnya komponen aktiva lancar dihubungkan atau ditentukan persentasenya
terhadap jumlah aktiva lancar, komponen hutang lancar terhadap jumlah hutang lancar dan
sebagainya. Neraca dari PT INDIRASARI pada tanggal 31 Desember 1977 dan 1978 dapat
dirubah menjadi sebagai berikut:

PT INDIRASARI
Laporan % per Komponen
31 Desember 1977 & 1978
31-Des % dari sub total % dari total
1977 1978 1977 1978 1977 1978
AKTIVA
AKTIVA LANCAR :
Kas Rp 545.500,- Rp 919.700,- 16 24 10 14
Piutang Dagang 1.324.200,- 1.612.800,- 39 42 24 25
Piutang Wesel 500.00,- 250.000,- 15 6 9 4
Persediaan 951.200,- 1.056.500,- 28 27 17 16
Persekot Biaya 46.000,- 37.000,- 2 1 1 1
Jumlah Aktiva Lancar Rp 3.366.900,- Rp 3.876.000,- 100 100
AKTIVA TETAP :
Tanah 200.000,- 200.000,- 9 8 4 3
Gedung 1.600.000,- 2.000.000,- 75 77 29 31
Cadangan Penyusutan Gedung (225.000,-) (261.000,-) (10) (10) (4) (4)
Alat-alat Kantor 700.000,- 850.000,- 33 33 13 13
Cadangan penyusutan Alat Kantor (153.000,-) (201.000,-) (7) (8) (3) (3)
Jumlah Aktiva Tetap Rp 2.121.500,- Rp 2.588.000,- 100 100
Jumlah Aktiva Rp 5.488.400,- Rp 6.464.000,- 100 100
HUTANG & MODAL

Hutang Lancar:

Hutang Dagang Rp.655.000,- Rp.552.200,- 59 49 12 9

29
Hutang Wesel 150.000,- 125.000,- 13 11 3 2

Hutang Pajak 312.000,- 443.500,- 28 40 5 7

Jumlah Hutang Lancar Rp.1.117.000,- Rp.1.120.700,- 100 100

Hutang Jangka Panjang:

Hutang Obligasi 3% (1978) Rp.600.000,- Rp.450.000,- 11 7

Jumlah Hutang Rp.1.717.000 Rp.1.570.700,-

Modal:

Modal Saham Biasa Rp.2.000.000,- Rp.2.600.000,-

Laba Ditahan 1.771.400,- 2.293.300,- 47 47

Jumlah Modal Rp.3.771.400,- Rp.4.893.300,- 100 100

Jumlah Hutang & Modal Rp.5.488.400,- Rp.6.464.000,- 100 100

30
DAFTAR PUSTAKA

Hery, S. M. (2018). ANALISIS LAPORAN KEUANGAN, INTEGRATED AND


COMPREHENSIVE EDITION. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

31

Anda mungkin juga menyukai