A16 Fnu
A16 Fnu
FITRIA NANDA UTAMI. Induksi Embrio Somatik dari Kalus Embriogenik dan
Perkecambahan Planlet Jeruk Varietas SoE. Dibimbing oleh AGUS PURWITO.
ABSTRACT
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2016
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulisdalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
v
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan hidayah dan kekuataan-Nya, sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Adapun judul penelitian adalah Induksi Embrio
Somatik dari Kalus Embriogenik dan Perkecambahan Planlet Jeruk SoE
yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai Mei 2015.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada yang terhormat Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr selaku dosen
pembimbing, atas curahan waktu, arahan dan saran dalam pelaksanaan penelitian,
menyusun dan menulis Skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada kedua orang tua, Bapak M. Darsih S.Sos dan Ibu Hj. Siti Asnah S.Sos
serta kakak-kakak tersayang, keluarga besar, sahabat dan teman-teman yang
senantiasa memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis selama ini.
Semoga Skripsi ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gambar 1. Tanaman jeruk keprok SoE Nusa Tenggara Timur (Sumber: Bebeja 2013)
Kualitas jeruk keprok SoE yang sangat baik belum dapat diimbangi dengan
produktivitas dan kualitasnya. Peningkatan produktivitas dan kualitas jeruk
keprok SoE saat ini masih banyak mengalami kendala terutama disebabkan oleh
serangan hama dan penyakit. Permasalahan tersebut dapat diatasi baik melalui
perbaikan sistem budidaya yang tepat maupun melalui program pemuliaan
tanaman. Program pemuliaan tanaman jeruk dapat dilakukan baik secara
konvensional maupun non konvensional (Alfonso dan Desamoro 2014).
2
keprok SoE yang kemungkinan juga ada perbedaan respon terhadap zat pengatur
tumbuh yang ditambahkan pada media.
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jeruk
Tanaman jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari
Asia. Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan
tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau
dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan orang
Belanda yang mendatangkan jeruk dari Amerika dan Italia (Ridjal 2008). Suhu
optimal untuk jeruk adalah 25-30°C, namun ada yang masih dapat tumbuh normal
pada suhu 38°C. Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat terlindung dari sinar
matahari, sedangkan kelembaban optimum untuk pertumbuhan tanaman ini
sekitar 70-80% (Husni et al. 2010).
Bibit jeruk biasanya berasal dari perbanyakan vegetatif berupa
penyambungan antara batang bawah dan batang atas. Bibit yang baik adalah yang
bebas penyakit, berdiameter batang 2-3 cm, permukaan batang halus, akar
sekunder banyak, akar tunggang berukuran sedang dan memiliki sertifikasi
penangkaran bibit (Prihatman 2000). Penyediaan bibit batang bawah jeruk hingga
saat ini masih dilakukan melalui perbanyakan biji. Metode yang digunakan masih
memiliki kelemahan yaitu adanya keragaman bibit karena sifatnya poliembrioni,
sehingga kekhawatiran batang bawah tidak true to type selalu ada (Friyanti dan
Yulianti 2010).
Jeruk Keprok SoE
meter, usia berbuah 2-3 tahun. Jeruk SoE dapat bertahan hidup dan berbuah
selama kemarau panjang dengan suhu 28-31°C (Alawi 2015).
Jeruk keprok SoE pada mulanya ditanam di Desa Tobu, Kecamatan Mollo
Utara, kabupaten Timor Tengah Selatan, yang dikenal oleh masyarakat setempat
“lemon cina”. Ciri khusus buah jeruk keprok SoE adalah: buah bulat, pendek
dengan diameter rata-rata 5-7 cm, ukuran buah hampir seragam, kulit agak tebal,
berongga, bewarna oranye dan mudah dikupas. Warna daging buah kemerahan,
beraroma lembut, kulit tampak mengkilat ketika masak, licin dan agak
bergelombang. Pangkal buah agak menonjol ke atas dan berat buah jeruk SoE
berkisar 100-125 g. Tanaman jeruk keprok SoE tumbuh baik pada ketinggian 500-
1 200 mdpl (Martosupo et al. 2007).
Jeruk keprok SoE karena memiliki warna yang lebih menarik dan harga
yang lebih tinggi dibandingkan jeruk lain termasuk jeruk impor. Jeruk keprok SoE
dalam nama latin di kenal dengan Citrus reticulata adalah salah satu jeruk unggul
Indonesia yang ditetapkan sebagai varietas unggul nasional melalui SK Menteri
Pertanian No.863/Kpts/TP.240/11/98 (Marques dan Sumarji 2014).
semi padat dan cair. Pertumbuhan eksplan sangat dipengaruhi oleh media tanam
(Hendaryono dan Wijayani 1994). Media tanam tidak hanya mengandung hara
makro dan mikro tetapi juga mengandung sukrosa sebagai sumber karbon dan zat
pengatur tumbuh (Budiyastuti 2013).
Beberapa bahan organik yang bisa ditambahkan dalam media tanam adalah
air kelapa, pisang, tomat, kentang, ekstrak ragi, alpukat, pepaya dan jeruk
(Hendaryono dan Wijayani 1994). Sukrosa atau glukosa 2-4%merupakan sumber
karbon yang cocok sehingga penggunaan gula pasir dapat digunakan sebagai
sumber energi dalam media kultur. Asam amino seperti prolin, glisin, aspargin
dan glutamin terkadang diperlukan. Myoinositol merupakan heksitol atau gula
alkohol berkarbon yang sering digunakan karena dapat merangsang pertumbuhan
jaringan yang dikulturkan (Lestari 2008).
Zat pengatur tumbuh yang digunakan disesuaikan dengan tujuan, untuk
menjadi kalus, organogenesis atau embriogenesis. Penentuan jenis dan konsentrasi
ZPT pada kultur tertentu sangat penting untuk menghasilkan respons optimum
dari ZPT tersebut. (Santoso dan Nursandi 2003). ZPT merupakan senyawa
organik yang umum digunakan pada konsentrasinya rendah bersifat mendorong,
menghambat atau mengubah pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman.
ZPT digolongkan dalam enam golongan yaitu auksin sitokinin, asam absisik
(ABA), giberelin, etilen dan retardan (Wattimena et al. 1992).
ABA tergolong suatu zat yang mengatur tumbuh tanaman yang terlibat
dalam induksi embrio somatik. Asam absisik tergolong dalam inhibitor tanaman
karena perannya berlawanan dengan hormon pendorong auksin, sitokinin dan
giberelin (Suganthi et al. 2012). ABA dapat merangsang embrio menjadi dewasa
sehingga berhenti mengalami proliferasi dan akan membesar mengakumulasi
cadangan nutrisi (Budiyastuti 2013). Kosmiatin (2013) melaporkan media terbaik
yang digunakan untuk regenerasi kalus embriogenik jeruk siam Simadu adalah
media MS dengan penambahan vitamin MW.
Pendewasaan embrio somatik yang diinduksi dari kalus embriogenik jeruk
siam menggunakan ABA (Husni et al. 2010) dapat mendorong proses
pendewasaan embrio somatik secara serempak. Perkembangan embrio somatik
jeruk siam simadu yang diinduksi pada fase globular mulai terlihat setelah minggu
ke-4 pengulturan media pendewasaan. Husni (2010) melaporkan berhasil
mendewasakan embriosomatik hasil fusi jeruk siam Simadu dengan Mandarin
Satsuma dengan menambahkan konsentrasi ABA sebanyak 0.5 mg L-1.
Eksplan yang digunakan pada penelitian ini adalah kalus embriogenik dari
eksplan nuselus jeruk keprok SoE yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT)
yang tersedia di Laboratorium Kultur Jaringan 1. Kalus tersebut telah berumur
satu tahun dan terus dipelihara di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Media
dasar yang digunakan untuk media tumbuh adalah media MS (Murashige and
Skoog), dan komposisi vitamin MW (Morel and Wetmore) dapat dilihat pada
(Tabel Lampiran 1), gula, agar, ABA dan GA3.
Alat yang digunakan untuk sterilisasi alat maupun bahan adalah autoklaf
dan oven. Alat untuk membuat media MS terdiri dari labu takar, pipet volumetrik,
magnetic stirer, pengaduk kaca, botol kultur, petri dish, gelas ukur, laminar air
flow cabinet (LAFC), gunting, pH meter, magnetic stirrer, kompor, mikroskop,
pinset, pipet, scalpel, hand sprayer, cutter, lampu UV, rak kultur, botol kultur,
timbangan analitik dan kamera digital.
Metode Percobaan
Metode Statistik
Yij = μ + τi + Σij
Keterangan:
Yij = Respon pengamatan pada berbagai perlakuan taraf yang berbeda ke-i, dan
ulangan ke-j.
Μ = Nilai tengah umum
τi = Pengaruh perlakuan dengan taraf yang berbeda ke -i
Σij = Pengaruh galat percobaan perlakuan dengan taraf yang berbeda ke-i dan
ulangan ke-j
Data diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan dilakukan
analisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 5% menggunakan Program statistik
STAR (Statistical Tool For Agriculture Research).
Pelaksanaan Percobaan
Penanaman
Penanaman eksplan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
yang disterilkan dengan menyalakan lampu UV (ultra Violet) selama satu jam dan
menyemprot dinding LAFC menggunakan alkohol 70 % sebelum digunakan.
Semua alat yang digunakan dalam penanaman disemprot dengan alkohol 70%
terlebih dulu sebelum masuk ke dalam LAFC.
Keadaan Umum
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai dari bulan November 2014
sampai dengan bulan Mei 2015. Kalus yang digunakan berasal dari nuselus jeruk
keprok SoE berumur satu tahun. Kalus embriogenik didapatkan dengan subkultur
pada media MS + komposisi vitamin MW tanpa penambahan zat pengatur
tumbuh.
Gambar 2 Perbanyakan kalus jeruk SoE dengan media MW + ABA di ruang kultur
Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
10
Penelitian ini sejalan dengan Husni et al. (2010) yang melaporkan bahwa
penambahan ABA dalam media MW mendorong pertumbuhan embrio somatik
menjadi embrio dewasa dan penambahan 0.5 mg L-1 ABA adalah konsentrasi
11
paling baik untuk menghasilkan embrio somatik fase kotiledon. Semakin tinggi
konsentrasi ABA yang terkandung dalam media kultur maka semakin banyak
embrio somatik fase kotiledon.
Pertumbuhan embrio somatik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa fase
torpedo pada minggu ke-6 dan ke-8 perlakuan media (kontrol)memperoleh hasil
nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (MW+ABA 0.5 mg L-1,
MW+ABA 1.5 mg L-1, MW+ABA 2.5 mg L-1 dan MW+ABA 3.5 mg L-1). Hasil
rekapitulasi menunjukkan jumlah embriosomatik fase kotiledon pada media
(kontrol)minggu ke-6 dan ke-8 memperoleh hasil nyata lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya (MW+ABA 0.5 mg L-1, MW+ABA 1.5 mg L-1,
MW+ABA 2.5 mg L-1 dan MW+ABA 3.5 mg L-1), dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengaruh konsentrasi ABA terhadap rata-rata jumlah embrio somatik
yang membentuk fase torpedo dan fase kotiledon sampai minggu ke-8
pada kalus embriogenik tanaman jeruk SoE.
Jumlah Embriosomatik
Konsentrasi ABA Fase Torpedo Fase Kotiledon
(mgL-1) Minggu Setelah Tanam (MST)
4 6 8 4 6 8
a a a
0.0 0.40 3.10 6.30 0.00 3.30 9.40a
0.5 0.00 0.90b 2.50b 0.00 0.30b 1.40b
b b b
1.5 0.00 0.30 1.50 0.00 0.00 0.00b
2.5 0.00 0.40b 1.40b 0.00 0.00b 0.00b
3.5 0.00 0.70b 2.30b 0.00 0.00b 0.80b
Uji F tn ** ** tn ** **
KK (%) 1.59 6.82 10.53 0.00 7.16 10.86
Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom
yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10)
3.00
MSW+ABA
2.50 0.5 mgL-1
MSW+ABA
Diameter Kalus (cm)
2.00
1.5 mgL-1
1.50 MSW+ABA
2.5 mgL-1
1.00
MSW+ABA
3.5 mgL-1
0.50
MSW
0.00 (Kontrol)
4 MST 6 MST 8 MST
Gambar 3 Pengaruh ABA terhadap diameter kalus embriogenik jeruk SoE dari minggu
ke-4 sampai ke-8.
Hasil yang ditunjukkan pada diameter kalus dari minggu ke-4 sampai
minggu ke-8 memperoleh hasil yang tidak berbeda nyata dapat terlihat pada
(Gambar 3), namun untuk masing-masing media perlakuan media MW kontrol,
MW+ABA 0.5 mg L-1, MW+ABA 1.5 mg L-1, MW+ABA 2.5 mg L-1 dan
MW+ABA 3.5 mg L-1 dari minggu ke-4 sampai ke-8 mengalami peningkatan
jumlah pertumbuhan diameter kalus embriogenik. Penambahan diameter kalus
diduga adanya peran dari auksin endogen dalam sel suatu varietas, auksin pada
tanaman berperan dalam hal perbanyakan dan perkecambahan sel, menghambat
terbentuknya klorofil dan juga induksi kalus (Wattimena 1998). Prayogi (2014)
melaporkan bahwa faktor media dasar sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kalus. Faktor lain yang mempengaruhi pertambahan diameter
kalus juga terdapatnya embrio sekunder. Semakin lama waktu kultur dapat
menyebabkan embrio globular sekunder bermunculan pada permukaan embrio
primer (Budiyastuti 2013).
Kalus embriogenik jeruk SoE yang terbentuk pada minggu ke 8 pada media
MW kontrol menghasilkan jumlah spot hijau lebih banyak, berbeda dengan
pembentukan kalus menggunakan penambahan ABA rata-rata pada media kontrol
membentuk embrio somatik sekunder (Gambar 4A). Zulkarnain (2009) embrio
zigotik berkembang dari penyatuan gamet jantan dan betina, embrio somatik
tumbuh dan berkembang melewati tahapan-tahapan yang sama. Tahapan tersebut
adalah globular, jantung, torpedo dan kotiledon.
Perlakuan menggunakan ABA kalus embriogenik jeruk keprok SoE dapat
menginduksi terbentuknya embrio somatik primer (fase globular – fase kotiledon)
pada minggu ke-8 (Gambar 4 B,C,D,E). Semakin tinggi dosis ABA yang
digunakan hasil pembentukan embrio somatik primer semakin baik. Terlihat dari
hasil penelitian bahwa dengan menggunakan penambahan ABA dapat
menyeragamkan fase pendewasaan sehingga mendapatkan kotiledon yang siap
13
Gambar 4 Eksplan jeruk SoE pada minggu ke-8 (A) pembentukan spot hijau pada
perlakuan MW (kontrol), (B) perlakuan MW+ABA 0.5 mg L-1, (C)
perlakuan MW+ABA 1.5 mg L-1, (D) perlakuan MW+ABA 2.5 mg L-1 (E)
perlakuan MW+ABA 3.5 mg L-1.
Gambar 5 Embriogenesis somatik dari kalus embriogenik jeruk SoE pada minggu ke-8
pada perlakuan media MW+ABA 3.5 mg L-1 (A) fase Globular, (B) Fase
jantung, (C) fase torpedo, (D) fase kotiledon, (E) planlet normal, (F) planlet
abnormal.
14
Menurut Marlin et al. (2013) adanya komposisi hara makro, hara mikro dan
vitamin yang tepat dalam media MS sangat diperlukan oleh tanaman untuk
meningkatkan pembentukan akar. Pada penelitian ini rata-rata pembentukan akar
untuk semua perlakuan terlihat pada minggu ke-2 sampai minggu seterusnya. Hal
ini merupakan perkembangan dari embrio somatik fase kotiledon yang tumbuh
mulai membentuk menjadi planlet. Hasil penelitian ini sejalan dengan Neliyati
(2013) bahwa dengan penambahan GA3 lebih berperan dalam pembelahan dan
pemanjangan sel pada organ akar sehingga pembentukan dan pemanjangan akar
lebih cepat.
Embrio somatik fase kotiledon yang didapatkan dari hasil induksi kalus
embriogenik jeruk keprok SoE pada percobaan 1 ditanam pada percobaan 2 untuk
menjadi planlet (Gambar 6). Pembentukan planlet dengan menggunakan media
MW + GA3 memperoleh hasil lebih baik dalam dibandingkan dengan
menggunakan media (kontrol). Penggunaan GA3 dapat membentuk perakaran,
tunas dan daun normal, hal ini terlihat (Gambar 6C,D,E). Planlet abnormal lebih
banyak terbentuk pada media kontrol (Gambar 6B).
15
dan MW (kontrol)tetapi tidak berbeda nyata dengan MW+GA3 2.5 mg L-1. Pada
minggu ke-6 dan ke-8 pertumbuhan tinggi tanaman menunjukkan tidak berbeda
nyata antar perlakuan. Menurut Oktavia et al. (2003) GA3 berfungsi dalam
pemanjangan batang dengan memacu sel-sel penyusun batang serta memacu
terbentuknya tunas melalui peran dalam memecah pati oleh enzim amilase serta
mengaktifkan auksin pada ujung batang. Pertumbuhan jumlah planlet normal pada
minggu ke-4, 6 dan 8 media MW+GA3 2.5 mg L-1, nyata lebih tinggi di
bandingkan MW+GA3 0.5 mg L-1, MW+GA3 1.5 mg L-1 dan MW (kontrol), tetapi
tidak berbeda nyata dengan MW+GA3 3.5 mg L-1. Menurut Oktavia et al. (2003)
perkembangan planlet ditandai dengan tumbuhnya akar, daun primer dan
terbentuk daun-daun baru. Pada embrio somatik kopi dapat dihasilkan planlet
normal dengan konsentrasi GA3 tertentu dengan hasil yang tinggi.
Jumlah planlet abnormal pada minggu ke-4 media MW+GA3 3.5 mg L-1
nyata lebih tinggi dibandingkan MW+GA3 0.5 mg L-1, MW+GA3 1.5 mg L-1 dan
MW (kontrol), tetapi tidak berbeda nyata dengan MW+GA3 2.5 mg
L-1. Pada minggu ke-6 dan 8 pertumbuhan planlet abnormal munjukkan tidak
berbeda nyata antar perlakuan. Menurut Husni et al. (2010) Penambahan GA3
dalam media MW dapat mendorong perkecambahan embrio dewasa menjadi
planlet dan dalam penelitiannya penambahan 0.5 mg L-1 GA3 dalam media
konsentrasi yang paling baik dengan efisiensi perkecambahan sebesar 58%
dibandingkan 0.1 dan 0.3 mg L-1 GA3.
16
Tabel 4 Pengaruh GA3 terhadap tinggi planlet (cm), jumlah planlet normal dan
jumlah planlet abnormal pada planlet jeruk SoE.
Konsentrasi Tinggi (cm) Σ Planlet normal Σ Planlet abnormal
GA3 Minggu Setelah Tanam (MST)
(mgL-1) 4 6 8 9 4 6 8 9 4 6 8
0.0 0.68b 0.83 1.01 1.01 1.05b 1.20b 1.25b 1.01 0.68b 0.83 1.01
0.5 0.74b 1.02 1.29 1.29 1.05b 1.05b 1.15b 1.29 0.74b 1.02 1.29
1.5 0.60b 0.86 1.08 1.08 1.10b 1.20b 1.25b 1.08 0.60b 0.86 1.08
2.5 0.77ab 1.06 1.40 1.40 2.05a 2.30a 2.50a 1.40 0.77ab 1.06 1.40
3.5 0.94a 1.17 1.34 1.34 1.80a 2.05a 2.30a 1.34 0.94a 1.17 1.34
Uji F ** tn tn tn ** ** ** tn ** tn tn
KK (%) 0.90 1.15 1.29 1.09 1.84 2.25 1.10 1.10 1.20
Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom
yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10)
Pertumbuhan jumlah daun minggu ke-4 tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Media MW (½ Konsentrasi) pada minggu ke-6 menghasilkan jumlah daun lebih
banyak daripada MW (¾ Konsentrasi) tetapi tidak berbeda nyata dengan media
MW (Kontrol). Jumlah daun pada media MW (½ Konsentrasi) minggu ke-8 nyata
lebih tinggi dibandingkan media lainnya. Penyerapan oleh planlet lebih cepat
terhadap dosis yang lebih rendah yaitu 25% hingga konsentrasi 50%. Sejalan
dengan penelitian Marlin et al. (2013) sel-sel tanaman akan terpacu
berdiferensiasi membentuk akar pada kondisi konsentrasi nutrisi dalam media
rendah.
Tabel 5 Pengaruh konsentrasi media MW terhadap jumlah daun, tinggi tanaman
(cm) dan jumlah akar pada planlet jeruk SoE.
Σ Daun Tinggi (cm) Σ Akar
Media Minggu Setelah Tanam (MST)
4 6 8 12 4 6 8 12 4 6 8
MW (Kontrol) 5.96 6.37ab 7.37b 1.11 1.26 1.41 1.13 1.13 1.13
MW (½Dosis) 6.93 7.43a 9.73a 1.18 1.43 1.56 1.10 1.10 1.23
MW (¾ Dosis) 5.17 5.17b 6.40b
1.01 1.17 1.30 1.30 1.30 1.30
Uji F tn ** ** tn tn tn tn tn tn
KK 3.39 3.32 3.71 1.11 1.29 1.26 0.85 0.85 0.94
Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom
yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10)
Gambar 7 Pertumbuhan planlet jeruk SoE pada berbagai media 2 MST, (A) Media
kontrol, (B) Media dosis ½, (C) Media dosis ¾ dan 8 MST, (D) Media
kontrol, (E) Media dosis ½, (F) Media dosis ¾.
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alawi M. 2015. Jeruk keprok SoE NTT, jeruk istana yang segar dan manis.
[Internet]. Kupang (ID): [diunduh pada; 2015 November 01]. Tersedia pada
: (http://kupang.tribunnews.com).
Alfoso A, Desamoro NV. 2014. Agricultural Biotechnology (A Lot More than
Just GM Crops). ISAAA SE-Asia Center IRRI. Los Banos, Laguna
Philippines. Biotech Information Series:1.
Ashari H, Supriyanto A. 2013. Teknologi Budidaya Mempercepat Pembungaan
Jeruk Hasil Persilangan Keprok SoE. Balai Penelitian Jeruk Tropika. Badan
Litbang Pertanian. Malang (ID): [diunduh pada: 2014 Maret 8]. Tersedia
pada : (http//:balitjestro.litbang.deptan.go.id)
Astuti S. 2014. Varietas Jeruk Keprok Unggulan. [Internet]. Jakarta (ID):
[diunduh pada 2014 November 13]. Tersedia pada :
(http://cybex.deptan.go.id)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2009. Jeruk keprok SoE “si merah yang
mempesona”. Artikel [Internet]. Kupang (ID): [diunduh 2015 November
01] Tersedia pada: (http://ntt.litbang.pertanian.go.id).
Basu A, Mohommad A, Paul A, Purkayastha J, Mazumdar P, Solleti SK, Sugla T,
Ahmed J. 2010. Efficient in vitro plant regeneration from shoot apices
and gene transfer by particle bombardment in Jatropha curcas. Biologia
Plantarum. 54(1):13-20.
Bebeja. 2013. Jeruk Keprok SoE Nusa Tenggara Timur. Kupang (ID): [diunduh
pada 2015 November 10]. Tersedia pada : (http://www.bebeja.com)
Budiyastuti. 2013. Pengaruh ABA dalam pendewasaan embriosomatik jeruk
keprok batu 55 dan garut. Bogor (ID): Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 23
hal.
Friyanti D. Yulianti F. 2010. Teknologi somatik embriogenesis: Terobosan
Perbanyakan Masal Batang Bawah Jeruk. Jurnal Iptek Hortikultura
[Internet]. [diunduh 2014 Maret 17]. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan
Buah Subtropika. Tlekung (ID).
George EF, Sherrington TD. 1984. Plant propagatin by tissue culture. Handbook
and Directionary of commersial laboratories. Exegetic Ltd. England.
Hendaryono DPS, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
19
Husni A. 2010. Fusi Interspesies antar Jeruk Siam Simadu (Citrus nobilis L.)
dengan Mandarin Satsuma (Citrus unshiu Marc.) [Disertasi]. Bogor (ID):
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Husni A, Purwito A, Mariska I, Sudarsono. 2010. Regenerasi jeruk Siam melalui
embriogenesis somatik. Bogor (ID): J AgroBiogen [Internet]. [diunduh 2014
Maret 17]; Volume 6(2):75-83.
Karyanti, Purwito A, Husni A. 2012. Pengaruh Induksi Mutasi Sinar Gamma pada
Regenerasi Kalus Embriogenik Keprok Garut (Citrus reticulata L.)
Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-
HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan.
Kihhundu A, Sefasi A, Ghislain M, Kreuze J, Mukasa SB, Semakula G, Manrique
S. 2012. Induction of somatic embryogenesis in recalcitrant sweet potato
(Ipomoea batatas L.) cultivars. African Journal of Biotechnology. 11(94).
Kosmiatin M. 2013. Pembentukan Tanaman Triploid Jeruk Siam Simadu (Citrus
nobilis Lour) Melalui Kultur Endosperma. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor.
Lestari EG. 2008. Kultur Jaringan. Bogor (ID): Akademia.
Marlin, Roemaida A, Hartal, Gonggo B. 2013. Pengembangan teknologi
mikropropagasi tanaman jahe gajah bebas penyakit layu bakteri. Bengkulu
(ID): Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Martosupo M, Semangun H, Sunbarru B. 2007. Budidaya jeruk keprok SoE di
Kabupaten Timor Tengah Selatan [Internet]. Salatiga (ID): [diunduh pada
2015 November 1] Tersedia pada: (http://repository.uksw.edu/). AGRIC
Vol. 19. (1-2): 76-90.
Marques S, Sumarji. 2014. Strategi pengembangan sentra agribisnis jeruk keprok
SoE (citrus reticulata) di kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara
Timur. NTT (ID): J Manajemen Agribisnis vol 14(1).
Merigo JA. 2011. Studi Regenerasi Tanaman Jeruk Keprok Batu 55 (Citrus
reticulata L) Melalui Jalur Embriogenesis Somatik. Tesis. Sekolah Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Neliyati. 2013. Regenerasi embriosomatik tengkawang (Shorean Stenoptera
burck) pada beberapa konsentrasi zat pengatur tumbuh GA3 dan BAP. Jambi
(ID): J. ISSN 2302-6472, Vol 2(2).
Oktavia F, Siswanto, Budiani A, Sudarsono. 2003. Embriogenesis somatik dan
regenerasi planlet kopi arabika (coffea arabica) dari berbagai eksplan. Bogor
(ID): J Menara Perkebunan 71(2), 44-55.
Pemerintah Banyuwangi. 2013. Jeruk Siam andalan Banyuwangi.
[Internet]. Banyuwangi (ID): [diunduh pada 2014 Maret 8]. Tersedia pada :
(http//www.banyuwangikab.go.id).
Prayogi M. 2014. Embriogenesis somatik tidak langsung jeruk keprok batu 55
(Citrus reticulata L.) hasil perlakuan kolkisin. Bogor (ID): Skripsi. Institut
Pertanian Bogor.
Preeti S, S Pandey, A Bhattacharya, PK Nagar, PS Ahuja. 2004. ABA assosiated
biochemical changes during somatic embryo development in Camelia
sinensis (L.) Kuntze ). Plant Physiol. 161:1269-1276.
Prihatman K. 2000. Jeruk (Citrus sp.). Artikel. Jakarta (ID): [diunduh pada 2014
Maret 17]. Tersedia pada: (http:www.warinek.ristek.go.id).
20
LAMPIRAN
22
Garam MS MS Modifikasi MW
Makro (mg L-1) (mg L-1)
KNO3 1900 1900
NH4NO3 1650 1650
CaCl2.7H2O 440 440
MgSO4.7H2O 370 370
KH2PPO4 170 170
RIWAYAT HIDUP