Anda di halaman 1dari 17

PERAWATAN ALVEOLEKTOMI

Oleh :

LUTFI MABRUROH
NIM. 40618044

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTIWIYATA

KEDIRI

2019
A. ALAT DAN BAHAN YANG DIPERSIAPKAN
Alat :
1. Satu set pakaian OK (pakaian, penutup kepala, masker, kacamata
pelindung,lateks glove, sendal)
2. Handuk, lap meja, duk steril untuk pasien
3. Diagnostik set standar (kaca mulut, sonde, ekskavator, pinset,
eksavator)
4. Stetoskop/sfigmomanometer
5. Nierbekken
6. Syringe Disposable 3 cc
7. Syringe disposable 5 cc (dua buah)
8. Local Anaesthesia (Pehacaine/Lidokain HCL) 2 ampul
9. Scalpel handle no.3 & Blade No.15
10. Raspatorium/molt periosteal elevator
11. Flap retractor
12. Straight handpiece serta bur tulang round dan fissure bur
13. Bone file
14. Knable tang
15. Bur Tulang
16. Hemostat
17. Needle Holder
18. Pinset chirurgies
19. Standard suture scissors
20. Soft tissue scissors
21. Suction Tip
22. Suture needle
23. Suture material/benang Jahit ( nylon )
24. Dappen glass
25. Kapas, tampon dan cotton pellet
Bahan :
1. alkohol 70%
2. Povidone Iodine
3. Larutan saline/NaCl
4. Epinephrine (Adrenaline) 1 ml, diberikan 0,2-1,0 ml SC atau IM
5. Hemiseal/hemospon
6. Alvolgil
7. Minosep Gargle
8. BecomC @500mg (tablet)
9. Asam mefenamat @500mg (tablet)
10. Amoxicillin @500 mg (tablet)
11. Asam traneksamat @500mg (tablet)
12. Kalium diklofenak @50mg (tablet)

B. PERSIAPAN ALVEOLEKTOMI
1. Persiapan, meliputi persiapan mental, jasmani dan rohani
2. Kondisi pasien harus dalam kedaan sehat, tidak capek, serta tidak ada keluhan
nyeri.
3. Penerapan prinsip sterilisasi, instrumentasi

C. PENATALAKSANAAN ALVEOLEKTOMI
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada tindakan
alveolektomi.
2. Informed Consent
3. Pengukuran tekanan darah pasien
4. Asepsis (operator, asisten, dan pasien)
5. Operator cuci tangan dengan cairan desinfektan, menggunakan perlengkapan
bedah dengan tepat (gaun, handscon, masker, topi menutupi rambut, sandal
yang bersih)
6. Pasien, memakai duk steril pada pasien, desinfeksi intraoral menggunakan
povidon iodine 10% dengan gerakan sentrifugal serta ekstraoral menggunakan
alkohol 70%.
7. engaplikasian anastesi topikal diikuti dengan melakukan anastesi infiltrasi
pada daerahAlveolar ridge labially maxillaryyaitu disekitar regio gigi kaninus
rahang atas kiri. Tunggu ±1 menit hingga anastesi berjalan sebelum dilakukan
tindakan alveolektomi.

8. Pembukaan flap
Pada tahap ini akan dilakukan insisi untuk membuat flap. Flap yang akan
dibuat yakni dengan teknik full thickness (mukoperiosteum) menggunakan scalpel.
Insisi yang akan digunakan pada kasus ini ialah insisi horizontal. Insisi dibuat
pada daerah labial yaitu pada daerah alveolar yang akan dikurangi. Insisi dibuat
±sepanjang 1,5 cm
Prosedur ini dilakukan untuk memisahkan mukoperiosteal flap dan tulang.
Periosteal elevator/raspatorium diletakkan sampai berkontak langsung dengan
tulang melalui periosteum garis insisi.

Gambar 2.Desain pembukaan flap


Tujuan tahap ini ialah untuk mendapatkan lapang pandang yang baik, jalan
masuk alat yang cukup, dan trauma seminimal mungkin.
Beberapa prinsip yang mendasari desain flap mukoperiosteal yaitu:
1.Menyediakan ruang yang cukup bagi daerah yang akan dioperasi
2.Dasar flap harus lebar sehingga jaringan lunak mendapatkan suplai darah yang
cukup setelah penutupan luka
3.Untuk menghindari pendarahan full thickness mukoperiosteal flap harus
ditinggikan.
4.Insisi harus didesain sedemikian rupa sehingga flap dapat menutupi tulang
padat..

9. Pengambilan tulang
Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan bur, rongeur atau knabel
tang.pada saat pengambilan tulang dengan bur (straight-lowspeed) harus diikuti
dengan melakukan irigasi menggunakan larutan saline. Bur diputar perlahan dan
penggunaanya intermitten dengan penekanan yang cukup.Setelah pengambilan
tulang cukup, tulang dihaluskan dengan menggunakan bone file.Lalu lakukan
pengecekan kembali dengan menggunakan jari telunjuk apakah masih ada bagian
alveolar yang tajam.
Selanjutnya lakukan reposisi pada flap kembali. Jika terdapat kelebihan
jaringan (overlap) dapat dilakukan pengurangann dengan gunting jaringan atau
blade, setelah itu ratakan jaringan lunak tersebut kembali ke tempatnya dengan jari
telunjuk.Sebelum dilakukan penjahitan, flap dibersihkan dengan menggunakan
aquades kembali agar sisa tulang terbuang serta diirigasi kembali dengan povidon
iodine.
10. Penjahitan
Pada tahap ini dilakukan pengembalian flap dengan. Penjahitan dimulai dari
bagian mesial regio Alveolar ridge labially maxillaryterlebih dahulu kemudian
diikuti bagian yang lainnya.Akan dilakukan penjahitan dengan metode
terputus/interrupted suture.Diperkirakan 2simpul yang akandiperlukan untuk
menutup flap. Jarum yang akan digunakan berukuran 3-0 dan dengan bentuk
melengkung serta benang dari bahan nonresorbable.

Adapun penjahitan menggunakan teknik interrupted ialah sebagai berikut:


- Penjahitan dimulai dengan meletakan jarum pada needle holder, yaitu pada
ujung needle holder.
- Jarum dimasukan ± 3mm dari tepi luka kearah flap, untuk mencegah robeknya
flap maka tepi luka dipenetrasi jarum satu persatu. Benang dibuat simpul yaitu
simpul surgical. Setelah jarum dimasukan dari tepi luka maka

seperti pada gambar, terdapat bagian yang pendek. Needle holder diletakkan
diantara ujung-ujung benang.
- Bagian yang panjang diputar dua kali mengitari ujung needle holder. Lingkaran-
lingkaran tersebut diletakkan ditepi untuk membuat ikatan (simpul) dan untuk
menghindari kekusutan.

- Bagian yang pendek dari benang dijepit dengan ujung dari needle holder

- Needle holder ditarik melalui lingkaran-lingkaran tadi dan ujung-ujung dari


benang sekarang berpindah tempat

- Simpul dikencangkan, putaran yang kedua pada simpul akan menjamin simpul
tidak akan berubah.
- Needle holder diletakkan lagi diantara dua benang dan bagian yang panjang
diputar dua kali disekitar beak dari needle holder, tanpa menarik seluruh simpul.

- Bagian yang pendek dijepit lebih ujung dari needle holder dan ditarik melalui
lingkaran-lingkaran yang dibuat.

- Simpul dikencangkan dan dua ujung benang berpindah tempat lagi.

Hal yang perlu diketahui bahwa penjahitan tidak boleh mengakibatkan tarikan
dari tepi luka yang dapat mengakibatkan kerusakan aliran darah dengan akibat
lanjut berupa nekrosis jaringan.Ataupun benang jahitan dapat merobek mukosa
dan menyebabkan terbukanya lagi daerah pembedahan.
Setelah itu berikan gigitan tampon yang telah dibasahi povidone iodine.
Instruksikan untuk menggigit tampon 30-60 menit. Tampon dapat diganti dengan
tampon steril sampai beberapa kali.
D. INSTRUKSI PASCA ALVEOLEKTOMI
Adapun hal-hal yang wajib diinstruksikan pada pasien setelah menjalani
prosedur bedah adalah sebagai berikut :
1. Terangkan: pada pasien bahwa proses penyembuhan bergantung dari ketaatan
pasien dalam melaksanakan instruksi pasca bedah. Terangkan pula bahwa
kondisi yang biasa terjadi pasca pembedahan yakni rasa sakit, perdarahan, dan
pembengkakan
2. Instruksi meminum obat: instruksikan pasien untuk rutin meminum obat yang
telah diresepkan
3. Tidak menghisap-hisap daerah luka: instruksikan pasien agar tidak
menghisap-hisap daerah luka karena akan menghambat terjadinya proses
penyembuhan. Instruksikan pula untuk tidak sering membuang ludah maupun
mengunyah permen karet
4. Istirahat: Setelah pembedahan, pasien harus beristirahat dan tidak melakukan
pekerjaan berat 1-2 hari.
5. Rasa sakit: rasa sakit dan tidak nyaman mencapai puncaknya pada waktu
kembalinya sensasi. Untuk mengurangi rasa sakit tersebut, instruksikan untuk
meminum analgetik yang telah diresepkan setiap 4 jam bila perlu.
6. Perdarahan: perdarahan ringan biasa terjadi pada 24 jam pertama. Perdarahan
paling baik dikontrol dengan menggunakan penekanan. Ingatkan pasien untuk
menggigit tampon/kasa.
7. Pembengkakan: pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam
sesudah pembedahan. Ini sering terjadi sampai 1 minggu. Bila terjadi
pembengkakan, pasien diinstruksikan untuk kompres dingin (kantung es) pada
daerah wajah di dekat daerah yang dioperasi
8. Makan dan minum: instruksikan pasien untuk makan makanan yang lunak-
lunak dan dingin (ice cream, pudding, yogurt, milk, cold soup, orange
juice).Hindari makanan keras dan makan satu sisi dahulu.
9. Posisi Tidur: Instruksikan pasien untuk tidur dengan kepala agak dinaikkan
yaitu dengan diganjal dengan 1 atau 2 bantal tambahan. Ini dapat
mengurangi/mengontrol pembengkakan.
10. Oral Hygiene : lakukan sikat gigi seperti biasa namun tidak menyikat dengan
tekanan yang berlebih pada daerah yang dioperasi. Gunakan obat kumur
mengandung antiseptik selama 24 jam pertama hingga 3-4 hari kemudian.
11. Medikasi: berikan antibiotik, analgesik-anti inflamasi, anti-perdarahan,
vitamin dan obat kumur antiseptik.

E. RESEP
R/ Amoxcicilin Tab 500 mg No: XV
S 3 dd 1 .p.c
R/ Asam Mefenamat Tab 500 mg No: X
S 3 dd 1 tab. p.c. p.r.n
R/ Asam Traneksamat tab 500 mg No: X
S 2 dd 1 tab p.c p.r.n
R/ Kalium Diklofenak tab 50 mg No: X
S 2 dd 1 tab p.c p.r.n
R/ Becom C tab @500 mg No: VI
S 1 dd 1 tab. p,c
R/ Minosep Gargle 0,05% No: I
S 2 dd garg
F. TAHAP KONTROL
1. Instruksikan pasien untuk kembali kontrol kondisi ekstra oral dan intra oral 3
hari postalveolektomi. Tanyakan apa ada keluhan pasca operasi.
2. Jahitan dibuka 1 minggu post alveolektomi. Dilakukan pemeriksaa kembali
dengan teliti meliputi penutupan luka dan keberadaan bekuan darah. Biasanya
pasien akan datang dengan kedaan OHIS yang buruk disebabkan kurangnya
pembersihan mekanis pada daerah tersebut karena adanya rasa sakit, sehingga
diinstruksikan untuk menggunakan obat kumur
3. Pasien diinstruksikan kembali untuk kontrol kedua 2 minggu post
alveolektomi. Anamnesa dan tanyakan apakah ada keluhan.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Alveolektomi
Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus
alveolaris yang menonjol atau tajam pada maksila atau mandibula, pengambilan
torus palatinus maupun torus mandibularis yang besar. Tindakan ini meliputi
pembuangan undercut atau cortical plate yang tajam, mengurangi ketidakteraturan
puncak ridge atau elongasi, dan menghilangkan eksostosis. Alveolektomi
dilakukan segera setelah pencabutan gigi atau sekunder (Aditya, 1999).

2. Tujuan Alveolektomi
Tujuan alveolektomi yaitu: (Aditya, 1999)
a. Memperbaiki kelainan dan perubahan alveolar ridge yang berpengaruh dalam
adaptasi gigitiruan.
b. Pengambilan eksostosis, torus palatinus maupun torus mandibularis yang besar
yang dapat mengganggu pemakaian gigitiruan.
c. Membuang alveolar ridge yang tajam atau menonjol.
d. Untuk menghilangkan undercut yang dapat mengganggu pemasangan gigitiruan.

3. Indikasi dan Kontraindikasi Alveolektomi


a. Indikasi (Chong, 2011)
1) Pada rahang di mana dijumpai neoplasma yang ganas, dan
untukpenanggulangannya akan dilakukan terapi radiasi,
2) Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut; cortical plate yang
tajam; puncak ridge yang tidak teratur; tuberositas tulang; dan elongasi,
sehingga mengganggu dalam proses pembuatan dan adaptasi gigi tiruan
3) Jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam tulang;
maka Alveolektomi dapat mempermudah pengeluarannya,
4) Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor,
5) Jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol
sehinggadapat menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit setempat
6) Pada tulang interseptal yang terinfeksi; di mana tulang ini dapat dibuang
pada waktu dilakukan gingivektomi,
7) Pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan Alveolektomi
yangbertujuan untuk memperbaiki hubungan antero-posterior antara maksila
danmandibula,
8) Setelah tindakan pencabutan satu atau beberapa gigi, sehingga dapat segera
dilakukan pencetakan yang baik untuk pembuatan gigi tiruan,
9) Adanya torus palatinus (palatal osteoma) maupun torus perbaiki overbite dan
overjet.
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi Alveolektomi yaitu: (Chong, 2011)
1) Pada pasien yang memiliki bentuk prosesus alveolaris yang tidak rata,
tetapitidak mengganggu adaptasi gigitiruan baik dalam hal pemasangan,
retensi maupun stabilitas.
2) Pada pasien yang memiliki penyakit sistemik yang tidak terkontrol yaitu
penyakit kardiovaskuler, Diabetes Mellitus (DM) dan aterosklerosis.

5. Prosedur Kerja
Prosedur kerja Alveolektomi:
a. Persiapkan alat dan bahan
b. Informed consent
c. Pemeriksaan tanda tanda vital
d. Asepsis daerah kerja dengan povidon iodine 10 %.
e. Anastesi daerah kerja
f. Cek keberhasilan anastesi dengan pinset
g. Buat flap (triangular atau trapesium) pada daerah pembedahan
h. Kemudian pembukaan flap dengan raspatorium untuk memisahkan
mukoperiosteal flap dan tulang
i. Pengurangan tulang dengan bur tulang. Irigasi dengan larutan saline (NaCl)
j. Penghalusan daerah tulang dengan menggunakan bone file (alveoplast),
permukaan tulang dicek apakah masih ada tepi yg tajam atau kasar. Irigasi
dengan larutan saline (NaCl)
k. Reposisi flap kembali dengan pinset sirugis
l. Suturing dengan metode simple interrupted suture dengan menggunakan
bedang
m. Jarum dipegang menggunakan needle holder pada 1/3 pangkal jarum dan
diinsersikan 3 mm dari tepi flap
n. Benang dilakukan 3 kali simpul dan dipotong 5 mm dari simpul
o. Pasien diinstruksikan menggigit tampon yang telah diberi povidone odine
selama 30 menit

5. Medikasi Pasca Alveolektomi


Pasca operasi pasien juga diberikan medikasi untuk mengatasi komplikasi
yang ditimbulkan pasca alveolektomi. Pasien diberikan medikasi Amoxycillin 500
mg 1 tab untuk mencegah infeksi pasca alveolektomi dan diberikan Asam
Mefenamat 500 mg 1 tab untuk mengatasi sakit yang dirasakan setelah efek
anestesi hilang.
Perlu pula untuk menginstruksikan pasien untuk : (Chong, 2011)
a. Gigit tampon selama setengah jam. Jika tampon basah, ganti dengan tampon
yang baru.
b. Jangan berkumur-kumur dan makan minum yang panas selama minimal 2 jam.
c. Jangan menggunakan gigi-gigi di sebelahkanan untuk mengunyah.
d. Kompres luka dengan air es.
e. Instruksi untuk kontrol kembali 1 minggu ke depan.
6. Komplikasi Alveolektomi
Setiap tindakan bedah yang dilakukan selalu ada kemungkinan untuk terjadi
komplikasi, begitu pula pada tindakan alveolektomi. Beberapa komplikasi yang
dapat muncul pasca alveolektomi antara lain rasa sakit, timbulnya rasa tidak enak
pasca operasi (ketidaknyamanan), hematoma, pembengkakan yang berlebihan,
proses penyembuhan yang lambat, resorbsi tulang berlebihan (Starshak, 1971),
tulang yang patah atau pengambilan tulang yang terlalu banyak, dan osteomyelitis
(Guernsey, 1979).
a. Rasa Sakit dan Ketidaknyamanan
Rasa sakit dan tidak nyaman muncul pada waktu kembalinya sensasi (saat
kerja obat anestesi telah usai). Oleh karena itu, analgesic diperlukan untuk
mengontrol rasa sakit dan tidak nyaman setelah operasi dilakukan (Pedersen,
1996).
b. Pembengkakan yang berlebihan
Pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam sesudah
pembedahan. Pembengkakan dapat bertahan 1 minggu. Aplikasi dingin
dilakukan pada daerah wajah dekat dengan daerah yang dilakukan pembedahan
(Pedersen, 1996).
c. Hematoma
Hematoma terjadi akibat adanya hemorrhage kapiler yang
berkepanjangan. Pada hematoma, darah berakumulasi di dalam jaringan tanpa
bisa keluar dari luka yang tertutup maupun flap yang telah dijahit. Hematoma
yang terjadi dapat hematoma submukosal, subperiosteal, intramuskular dan
fasial. Terapi untuk hematoma adalah dengan aplikasi dingin pada 24 jam
pertama, lalu diikuti dengan aplikasi panas. Kadang pemberian antibiotik
dianjurkan untuk mencegah supurasi dari hematoma, dan analgesik untuk
mengurangi rasa sakitnya (Fragiskos, 2007).
d. Tulang yang patah atau pengambilan tulang yang terlalu banyak
Dalam melaksanakan pembedahan, terutama yang dilakukan sebelum
pembuatan gigi tiruan immediate, secara tidak sengaja dapat terjadi
pengambilan tulang yang terlalu banyak atau tulang tersebut patah. Karena itu
perlu dipertimbangkan untuk melakukan reposisi dengan menggunakan free
bone graft. Di mana freebone graft ini dapat mempercepat proses pembentukan
tulang baru, serta mengurangi resorbsi tulang (Aditya, 1999).
e. Osteomyelitis
Komplikasi berupa osteomyelitis jarang terjadi, biasanya terjadi pada
pasien yang immunocompromise atau pasien yang telah mendapat radiasi pada
rahang yang menyebabkan berkurangnya suplai darah ke tulang rahang. Prinsip
penanganan osteomyelitis sama seperti pada kasus-kasus infeksi pyogenik,
yaitu insisi dan drainase pus dan terapi antibiotik. Antibiotik yang biasa
digunakan antara lain metronidazole dan amoxicillin yang diberikan bersamaan.
Clindamycin yang dapat berpenetrasi dengan baik ke tulang juga efektif untuk
mengatasi infeksi bakteri anaerob. Jika fase akut sudah terlewati, dilakukan
pengambilan jaringan tulang yang nekrosis dan kuretase. Jika tulang telah
mengalami banyak pengurangan, dapat dimungkinkan dilakukan bone grafting
setelah infeksi benar-benar sudah dapat ditangani(Wray dkk, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Aditya G. 1999. Alveoloplasti sebagai tindakan bedah preprostodontik. J Kedokteran


Trisakti. 18 (1); 27-33.

Chong, William. 2011. Simple Alveolektomi. Health Grades Inc. All rights reserved.

Fragiskos, FD. 2007. Oral Surgery. Berlin: Springer.

Guernsey, L. H. 1979. Preprosthetic Surgery. In: Kruger, G. O., editor. Textbook of


Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. St. Louis: Mosby.

Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.). Jakarta, EGC

Starshak, T. J. 1971. Preprosthetic Oral Surgery. St. Louis: Mosby.

Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. 2003. Textbook of General and Oral
Surgery. New York: Churchill Livingstone

Anda mungkin juga menyukai