Anda di halaman 1dari 3

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 H

5.1.1 Jenis kelamin


Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin responden
perempuan sebanyak 58,3% merupakan jenis kelamin terbanyak.
Sedangkan pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 41,7%. Kondisi
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruli Syukran
Maulana (2016) dengan hasil responden berjenis kelamin perempuan
lebih banyak yaitu 63,8%, sedangkan responden berjenis kelamin lakilaki
36,2%.
Berdasarkan keluhan LBP menurut jenis kelamin oleh Kaur
Kiranjit (2015), ditemukan bahwa prevalensi keluhan LBP lebih banyak
terjadi pada perempuan (71,0%) dibandingkan pada laki-laki (66,7%).
Peneliti lain, Birabi BN (2012) juga menyebutkan keluhan LBP lebih
banyak terjadi pada perempuan yaitu sebanyak 50.96%. Perempuan lebih
banyak mengalami LBP dibandingkan laki-laki karena perempuan
memiliki pekerjaan sampingan seperti melakukan pekerjaan rumah
disamping bekerja sebagai petani. Hal ini meningkatkan Risiko untuk
terjadinya LBP. Selain itu, menurut Velina dkk (2013) tingkat
kemampuan otot perempuan secara fisiologis lebih rendah bila
dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan hanya memiliki kekuatan otot
89
60% dari kekuatan otot laki-laki, terutama untuk otot lengan, punggung
dan kaki. Masa otot yang lebih kecil menyebabkan meningkatnya
prevalensi keluhan LBP pada wanita. Purnamasari (2010) dalam
penelitiannya juga memperoleh hasil serupa yaitu sebanyak 60,98%
perempuan. Jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya
keluhan nyeri punggung bawah, karena pada wanita keluhan ini lebih
sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu
proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang
akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya
nyeri punggung bawah.
5.1.2 Usia
Usia termasuk dalam salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kesehatan seseorang. Pada hasil penelitian ini didapatkan tahap
perkembangan lansia awal (46-55 tahun) merupakan tahap
perkembangan tertinggi terjadinya kasus LBP yaitu sebanyak 27.8 %.
Hasil penelitian yang sama juga dilakukan oleh Dina Dewi SLI (2010)
didapatkan bahwa responden yang paling banyak mengalami LBP
berusia diatas 45 tahun dengan persentase 52%. Hasil penelitian sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendy Purnamasari (2010) yaitu
sebanyak 63,3% responden berusia diatas 45 tahun. Ruli Syukran
Maulana (2016) dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil sebanyak
68,1% responden berusia diatas 45 tahun.
90
Hasil penelitian ini sesuai dengan kepustakaan yang dilaporkan
oleh National Institute of Neurological Disorders and Stroke (2011)
bahwa dengan bertambah tua seseorang, kekuatan tulang dan elastisitas
otot cenderung menurun. Diskus vertebra akan kehilangan cairan dan
kelenturannya sehingga menurunkan kemampuannya untuk melindungi
tulang belakang, tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur.
5.1.3 Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki
pekerjaan swasta sebanyak 72,2 %, merupakan pekerjaan yang paling
banyak dimiliki responden dalam penelitian ini. Pekerjaan yang dimiliki
responden diantaranya seperti buruh/karyawan di suatu pabrik, bertani,
sopir, dan ada beberapa yang bekerja serabutan (pekerjaan tidak tetap)
seperti kuli bangunan dan lain-lain. Penelitian yang dilakukan Dina Dewi
(2010) menunjukkan hal serupa, responden terbanyak yang mengalami
LBP adalah pekerja swasta yaitu sebesar 44% dari total responden yang
diteliti.
Pekerjaan akan berpengaruh besar seseorang mengeluhkan LBP
jika tidak memperhatikan kesehatan dengan menerapkan prinsip kerja
secara ergonomis agar terhindar dari cedera. Sikap kerja merupakan salah
satu faktor penyebab timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. Hal ini
sesuai dengan kajian pustaka yang menyatakan bahwa petani lebih sering
melakukan posisi membungkuk lebih banyak mengalami keluhan LBP
91
(68,6%) dibandingkan dengan posisi tubuh lain seperti jongkok,
mengangkat, menggendong, dan posisi lainnya seperti menggunakan
traktor (Kiranjit Kaur, 2015). Amalia Riza Umami (2014) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa paling banyak mengalami keluhan
LBP adalah pekerja dengan sikap kerja duduk tidak ergonomis, dengan
hasil p=0,001 yang berarti menunjukkan ada hubungan yang signifikan
antara sikap kerja duduk dengan keluhan nyeri punggung bawah. Heru
Septiawan (2013) melaporkan sikap kerja yang statis dalam jangka waktu
yang lama lebih cepat menimbulkan keluhan pada sistem
muskuloskeletal. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien. Dalam
jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis
dengan keluhan yang dirasakan pada punggung. Tekanan pada bagian
tulang belakang akan meningkat pada saat duduk. Gerakan fleksi,
ekstensi dan rotasi punggung pada saat duduk menyebabkan lemahnya
otot perut sehingga terjadi lordosis yang berlebihan. Secara anatomis,
lordosis yang berlebihan pada lumbal menyebabkan penyempitan saluran
atau menekan saraf tulang belakang dan penonjolan ke belakang dari ruas
tulang rawan (diskus intervertebralis). Hal inilah yang kemudian
menyebabkan nyeri punggung bawah. Gangguan fungsi itu timbul akibat
tidak seimbangnya otot perut dan otot punggung yang menyangga tulang
belakang.
92
5.1.4 Skala nyeri sebelum dan setelah diberikan perlakuan serta penurunannya
Pengukuran skala nyeri pada semua responden yang terbagi
menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok dry cupping therapy (DCT), wet
cupping therapy (WCT), dan cupping-puncturing-cupping (CPC) telah
dideskripsikan pada bab IV. Pengukuran skala nyeri pertama (pre test)
dilakukan sebelum responden diberikan terapi bekam. Berdasarkan skala
rata-rata pada tabel diatas, skala nyeri responden sebelum diberikan
perlakuan pada kelompok

5.2

Anda mungkin juga menyukai