Anda di halaman 1dari 23

AREA KAMAR BEDAH DAN PERIOPERATIF

I. Kamar Bedah

A. Definisi

Kamar operasi adalah suatu unit khusus dirumah sakit, tempat untuk melakukan
tindakan pembedahan baik elektif maupun akut yang membutuhkan keadaan suci hama
(steril).

B. Area Kamar Bedah

Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area, yaitu :

1. Area bebas terbatas (unrestriced area)


Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar
bedah
2. Area semi ketat (semi restriced area)
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri
dari topi, masker, sepatu bot, baju, celana operasi.
3. Area ketat/terbatas (restriced area)
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan
melaksanakan prosedur aseptic, pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian
khusus kamar operasi lengkap yaitu: topi, masker, sepatu bot, baju dan celana
operasi serta melaksanakan prosedur aseptic.

C. Alur Pasien, Petugas dan Peralatan

1. Alur pasien
a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda.
b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda.
2. Alur petugas
a. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu
3. Alur peralatan
a. Pintu keluar masuknya peralatan bersih dan kotor berbeda.

1
D. Persyaratan Kamar Bedah

Kamar bedah yang baik harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :

1. Letak
Letak kamar bedah berada di tengah-tengah rumah sakit berdekatan dengan
UGD,ICU, dan Unit Radiologi
2. Bentuk dan Ukuran
 Kamar bedah tidak bersudut tajam, langit-langit berbentuk lengkung, dan warna
tidak mencolok.
 Lantai dan dinding harus terbuat dari bahan yang rata , kedap air, mudah
dibersihkan, dan menampung debu.
3. Sistem Ventilasi
a. Ventilasi kamar operasi harus dapat diatur dengan alat kontrol da penyaring
udara dengan menggunakan filter.
b. Pertukaran dan sirkulasi udara harus berbeda.
4. Suhu dan Kelembaban
a. Suhu ruangan 16oC-22oC
b. Kelembaban 55%
5. Sistem Penerangan
a. Lampu Operasi
Menggunakan lampu khusus, sehingga tidak menimbulkan panas, cahaya
terang, tidak menyilaukan dan arah sinar mudah diatur posisinya .
b. Lampu Penerangan
Menggunakan lampu pijar putih dan mudah dibersihkan

E. Bagian-Bagian Kamar Bedah

1. Kamar bedah
2. Kamar untuk gudang alat-alat instruksi
3. Kamar untuk sterilisasi
4. Kamar untuk ganti pakaian
5. Kamar arsip
6. Kamar pulih sadar
7. Kamar istirahat
8. Kamar mandi (WC)
9. Kamar spoelhok (tempat cuci alat)
10. Kantor
11. Gudang
12. Kamar Tunggu

2
F. Perawat Kamar Bedah

Peran perawat perioperatif tampak meluas, mulai dari praoperatif, intraoperatif,


sampai ke perawatan pasien pascaanestesi. Peran perawat di kamar operasi berdasarkan
fungsi dan tugasnya terbagi 3 yaitu:

1. Perawat administratif
2. Perawat pada pembedahan
3. Perawat pada anestesi

II. Perioperatif

A. Definisi

Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan


keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu: pre
operatif, intra operatif dan post operatif.

B. Etiologi

Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Brunner & Suddarth, 2012) seperti:

3
1. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi

2. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang
inflamasi

3. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek

4. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah

5. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,


contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap
kemampuan untuk menelan makanan

C. Fase Perioperatif

1. Fase Pre-Operatif

Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika
pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.

Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre
operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat
pembedahan. Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus
pasien).

a. Persiapan Psikologi

Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau
hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi
dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan
persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang

4
pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas
dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.

b. Persiapan Fisiologi, meliputi :

1) Diet (puasa) : Pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang


operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien
tidak diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi lokal /spinal
anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak aspirasi
pada saat pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya
operasi.

2) Persiapan Perut : Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan


pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya
mencegah cidera kolon, mencegah konstipasi dan mencegah infeksi.

3) Persiapan Kulit : Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambuy

4) Hasil Pemeriksaan : hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-
lain.

Persetujuan Operasi/Informed Consent Izin tertulis dari pasien/keluarga harus


tersedia.

 Peran Perawat Pre-Operasi

Sebelum tindakan operasi dimulai, peran perawat melakukan pengkajian pre


operasi awal, merencanakan penyuluhan dengan metode yang sesuai dengan
kebutuhan pasien, melibatkan keluarga atau orang terdekat dalam wawancara,
memastikan kelengkapan pemeriksaan praoperasi, mengkaji kebutuhan klien
dalam rangka perawatan post operasi.

1. Pengkajian
Sebelum operasi dilaksanakan pengkajian menyangkut riwayat kesehatan
dikumpulkan, pemeriksaan fisik dilakukan, tanda-tanda vital di catat dan
data dasar di tegakkan untuk perbandingan masa yang akan datang.
Pemeriksaan diagnostik mungkin dilakukan seperti analisa darah, endoskopi,
5
rontgen, endoskopi, biopsi jaringan, dan pemeriksaan feses dan urine.
Perawat berperan memberikan penjelasan pentingnya pemeriksaan fisik
diagnostik. Disamping pengkajian fisik secara umum perlu di periksa
berbagai fungsi organ seperti pengkajian terhadap status pernapasan, fungsi
hepar dan ginjal, fungsi endokrin, dan fungsi imunologi. Status nutrisi klien
pre operasi perlu dikaji guna perbaikan jaringan pos operasi, penyembuhan
luka akan di pengaruhi status nutrisi klien. Demikian pula dengan kondisi
obesitas, klien obesitas akan mendapat masalah post operasi dikarenakan
lapisan lemak yang tebal akan meningkatkan resiko infeksi luka, juga
terhadap kesulitan teknik dan mekanik selama dan setelah pembedahan.
2. Informed Consent
Tanggung jawab perawat dalam kaitan dengan Informed Consent adalah
memastikan bahwa informed consent yang di berikan dokter di dapat dengan
sukarela dari klien, sebelumnya diberikan penjelasan yang gamblang dan
jelas mengenai pembedahan dan kemungkinan resiko.
3. Pendidikan Pasien Pre operasi
Penyuluhan pre operasi didefinisikan sebagai tindakan suportif dan
pendidikan yang dilakukan perawat untuk membantu pasien bedah dalam
meningkatkan kesehatannya sendiri sebelum dan sesudah pembedahan.
Tuntutan klien akan bantuan keperawatan terletak pada area pengambilan
keputusan, tambahan pengetahuan, keterampilan,dan perubahan perilaku.
Dalam memberikan penyuluhan klien pre operasi perlu dipertimbangkan
masalah waktu, jika penyuluhan diberikan terlalu lama sebelum pembedahan
memungkinkan klien lupa, demikian juga bila terlalu dekat dengan waktu
pembedahan klien tidak dapat berkonsentrasi belajar karena adanya
kecemasan atau adanya efek medikasi sebelum anastesi.
4. Informasi Lain
Pasien mungkin perlu diberikan penjelasan kapan keluarga atau orang
terdekat dapat menemani setelah operasi. Pasien dianjurkan berdo’a.Pasien
diberi penjelasan kemungkinan akan dipasang alat post operasinya seperti
ventilator, selang drainase atau alat lain agar pasien siap menerima keadaan
post operasi.

2. Fase Intra-Operatif

6
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup
aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi
intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan
dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau
membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan
prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.

Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan


posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman
pasien dan keadaan psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan
dalam pengaturan posisi pasien adalah:

a. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.


b. Umur dan ukuran tubuh pasien.
c. Tipe anaesthesia yang digunakan.
d. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).

Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi
yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan
dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. Anggota tim asuhan pasien intra operatif
biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota
steril dan tidak steril:

a. Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama/operator, asisten ahli bedah, Scrub
Nurse/Perawat Instrumen

b. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi,
perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat
pemantau yang rumit).

 Peran Perawat Instrumen

7
Perawat scrub atau di Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen memiliki
tanggung jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada setiap jenis
pembedahan. Secara spesifik peran dan tanngung jawab dari perawat instrumen
adalah sebgai berikut:

1. Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang sesuai


dengan jenis operasi.
2. Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan memberikan
instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan menerimanya kembali
3. Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan teknik-teknik
bedah yang sedang dikerjakan.
4. Perawat instrumen harus secara terus menerus mengawasi prosedur untuk
mengantisipasi segala kejadian
5. Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen operasi. Mengatur
alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini perawat instrumen
harus benar-benar mengetahui dan mengenal alat-alat yang akan dan telah
digunakan beserta nama ilmiah dan mana biasanya, dan mengetahui
penggunaan instrumen pada prosedur spesifik.
6. Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril selama
pembedahan.
7. Dalam menangani instrumen, Perawat instrumen harus mengawasi semua
aturan keamanan yang terkait. Benda-benda tajam, terutama skapel, harus
diletakkan dimeja belakang untuk menghindari kecelakaan.
8. Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari kesalahan
pemakaian.
9. Perawat instrumen harus bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan
kepada tim bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
10. Menghitung kasa, jarum, dan instrumen. Perhitungan dilakukan sebelum
pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka operasi.

 Peran Perawat Sirkulasi

Perawat sirkulasi atau dikenal juga dengan sebutan perawat unloop


bertanggung jawab menjamin terpenuhinya perlengkapan yang dibutuhkan oleh
perawat instrumen dan mengobservasi pasien tanpa menimbulkan kontaminasi

8
terhadap area steril. Perawat sirkulasi adalah petugas penghubung antara area
steril dan bagian ruang operasi lainnya. Secara umum, peran dan tangggung
jawab perawat sirkulasi adalah sebagai berikut:

1. Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi pasien, dan


memeriksa formulir persetujuan.
2. Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan yang
akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberitahu jika terdapat kelainan kulit
yang mungkin dapat menjadi kontaindikasi pembedahan.
3. Memeriksa kebersihan dan kerapian kamar operasi sebelum pembedahan.
Perawat sirkulasi juga harus memperhatikan bahwa peralatan telah siap dan
dapat digunakan. Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur
pembedahan, apabila prosedur ini tidak dilaksanakan maka dapat
mengakibatkan penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
4. Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi pasien,
mengatur lampu operasi, memasang semua elektroda, monitor, atau alat-alat
lain yang mungkin diperlukan.
5. Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril)
6. Tetap ditempet selema prosedur pembedahan untuk mengawasi atau
membantu setiap kesulitan yang mungkin memerlukan bahan dari luar area
steril
7. Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk mengambil,
membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh perawat
instrumen. Selain itu juga untuk mengontrol keperluan spons, instrumen dan
jarum.
8. Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat mengambil suplai
steril.
9. Mempersiapkan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang terjadi
selama pembedahan.
10. Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan kompres
yang digunakan selama pembedahan.
11. Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi membantu
ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
12. Mengatur pengiriman specimen biopsy ke labolatorium
13. Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.
14. Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi pada
akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan, dan
mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur berikutnya.

9
 Peran Perawat Anestesi

Perawat anestesi adalah perawat dengan pendidikan perawat khusus anestesi.


Peran utama sebagai perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah
memastikan identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi
praanestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif bertanggung jawab terhadap
manajemen pasien, instrumen dan obat bius membantu dokter anestesi dalm
proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah operasi.

Pada pelaksanaannnya saat ini, perawat anestesi berperan pada hampir seluruh
pembiusan umum. Perawat anestesi dapat melakukan tindakan prainduksi,
pembiusan umum, dan sampai pasien sadar penuh diruang pemulihan. Peran
dan tanggung jawab perawat anestesi secara spesifik antara lain:

1. Menerima pasien dan memastikan bahwa semua pemeriksaan telah


dilaksanakan sesuai peraturan institusi
2. Melakukan pendekatan holistik dan menjelaskan perihal tindakan prainduksi
3. Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi
4. Pengaturan alat-alat pembiusan yang telah digunakan.
5. Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi, monitor dan lainnya)
sebelum memulai proses operasi.
6. Mempersiapkan jalur intravena dan arteri, menyiapkan pasokan obat
anestesi, spuit, dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum bertugas
sebagai tangan kanan ahli anestesi, terutama selama induksi dan ektubasi.
7. Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta menempatkan tim
bedah setelah pasien ditutup duk dan sesudah operasi berjalan.
8. Berada di sisi pasien selama pembedahan, mengobservasi, dan mencatat
status tanda-tanda vital, obat-obatan, oksigenasi, cairan, tranfusi darah,
status sirkulasi, dan merespon tanda komplikasi dari operator bedah.
9. Memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan ahli anestesi untuk melakukan
suatu prosedur (misalnya anestesi local, umum, atau regional)
10. Member informasi dan bantuan pada ahli anestesi setiap terjadi perubahan
status tanda-tand vital pasien atau penyulit yang mungkin mengganggu
perkembangan kondisi pasien.
11. Menerima dan mengirim pasien baru untuk masuk ke kamar prainduksi dan
menerima pasien di ruang pemulihan.

3. Fase Intra-Operatif

10
Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan
intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery
room)/ pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan
klinik atau di rumah.

Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas
selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan
dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah. Fase post operatif meliputi beberapa
tahapan, diantaranya adalah:

a. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi


(recovery room)

Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak


insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga
ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase.
Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien
diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan
pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah
terjadi resiko injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab
perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi
yang bertanggung jawab.

b. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi

Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang


pulih sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi (PACU:
post anasthesia care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami
komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang
perawatan (bangsal perawatan).

PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini
disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk :

11
1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi)
2) ahli anastesi dan ahli bedah
3) alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya

 Peran Perawat Ruang Pemulihan

Perawat ruang pemulihan adalah perawat anestesi yang menjaga kondisi pasien
sampai sadar penuh agar bisa dikirim kembali ke ruang rawat inap. Tanggung
jawab perawat ruang pemulihan sangat banyak karena kondisi pasien dapat
memburuk dengan cepat pada fase ini. Perawat yang bekerja diruangan ini
harus siap dan mampu mengatasi setiap keadaan darurat. Walaupun pasien di
ruang pemulihan merupakan tanggung jawab ahli anestesi, tetapi ahli anestesi
mengandalkan keahlian perawat untuk memantau dan merawat pasien sampai
bbenar-benar sadar dan mampu dipindahkan keruang rawat inap.

D. Klasifikasi Perawatan Perioperatif

Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan


dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu:

1. Kedaruratan/Emergency

Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa.


Indikasi dilakukan pembedahan tanpa ditunda. Contoh: perdarahan hebat, obstruksi
kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka
bakar sanagat luas.

2. Urgent

Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30


jam. Contoh: infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.

3. Diperlukan

12
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan. Contoh: Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung
kemih. Gangguan tyroid, katarak.

4. Elektif

Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan
pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh: perbaikan Scar, hernia
sederhana, perbaikan vaginal.

5. Pilihan

Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.


Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan
estetika. Contoh: bedah kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :

1. Minor

Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim.
Contoh: incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi

2. Mayor

Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh: Total
abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.

E. Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya

1. Syok

Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-
tanda syok adalah : Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat, Sianosis pada bibir,
gusi dan lidah, Nadi cepat, lemah dan bergetar , Penurunan tekanan darah, Urine
pekat.

13
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait
dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan,
memberikan dukungan psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi
pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan periode istirahat.

2. Perdarahan

Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki


membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus.
Kaji penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.

3. Trombosis vena profunda

Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena
bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari
dan sindrom pasca flebitis.

4. Retensi urin

Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan
vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih. Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu
mengeluarkan urine dari kandung kemih.

5. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)

Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi pada
saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi
penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan
luka dengan prinsip steril.

6. Sepsis

Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak.
Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi
organ.

7. Embolisme Pulmonal

14
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang
terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa
menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti
ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.

8. Komplikasi Gastrointestinal

Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang mengalami


pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri
dan distensi abdomen.

F. Asuhan Keperawatan Perioperatif

1. Pengkajian

a. Pengkajian fase Pre Operatif

1) Pengkajian Psikologis : meliputi perasaan takut / cemas dan keadaan emosi


pasien

2) Pengkajian Fisik : pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi,


pernafasan dan suhu.

3) Sistem integument : apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit kulit
di area badan.

4) Sistem Kardiovaskuler : apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi


apakah pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan minum obat jantung
sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum alcohol, Oedema, Irama dan
frekuensi jantung.

5) Sistem pernafasan : Apakah pasien bernafas teratur dan batuk secara tiba-
tiba di kamar operasi.

6) Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ?

7) Sistem reproduksi : apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?

8) Sistem saraf : bagaimana kesadaran ?

15
9) Validasi persiapan fisik pasien : apakah pasien puasa, lavement, kapter,
perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien / perlengkapan operasi dan
validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?

b. Pengkajian fase Intra Operatif

Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi
anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang
diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara garis
besar yang perlu dikaji adalah:

1) Pengkajian mental : Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih
sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang
dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak
cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.

2) Pengkajian fisik : Tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka


perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli
bedah).

3) Transfusi dan infuse : Monitor flabot sudah habis apa belum.

4) Pengeluaran urin : Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1


cc/kg BB/jam.

c. Pengkajian fase Post Operatif

1) Status respirasi : Meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan,


kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.

2) Status sirkulatori : Meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.

3) Status neurologis : Meliputi tingkat kesadaran.

4) Balutan Meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus disambung
dengan sistem drainage.

16
5) Kenyamanan Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah

6) Keselamatan Meliputi : diperlukan penghalang samping tempat tidur, kabel


panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan dapat
berfungsi.

7) Perawatan Meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran


cairan. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.

8) Nyeri Meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang


memperberat / memperingan.

17
2. Rencana Keperawatan Perioperatif

NO. Dx Luaran Intervensi

1. Pre Operatif Tujuan : cemas dapat terkontrol. Penurunan kecemasan


Cemas b.d krisis Kriteria hasil : a. Bina hubungan saling percaya dengan klien/keluarga
situasional Operasi
a. Secara verbal dapat b. Kaji tingkat kecemasan klien.
mendemonstrasikan teknik
menurunkan cemas. c. Tenangkan klien dan dengarkan keluhan klien dengan
atensi
b. Mencari informasi yang dapat
menurunkan cemas d. Jelaskan semua prosedur tindakan kepada klien setiap
akan melakukan tindakan
c. Menggunakan teknik relaksasi
untuk menurunkan cemas e. Dampingi klien dan ajak berkomunikasi yang terapeutik

d. Menerima status kesehatan. f. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan


perasaannya.
g. Ajarkan teknik relaksasi
h. Bantu klien untuk mengungkapkan hal-hal yang
membuat cemas.
i. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemberian
obat penenang,

2. Pre Operatif Tujuan : bertambah-nya pengetahuan Pendidikan kesehatan : proses penyakit


pasien tentang penyakitnya.
Kurang Pengetahuan a. Kaji tingkat pengetahuan klien.
b.d keterbatasan Pengetahuan: Proses Penyakit
informasi tentang b. Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda gejala serta

18
penyakit dan proses Kriteria hasil : komplikasi yang mungkin terjadi
operasi
a. Pasien mampu men-jelaskan c. Berikan informasi pada keluarga tentang perkembangan
penyebab, komplikasi dan cara klien.
pencegahannya
d. Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang
b. Klien dan keluarga kooperatif saat tindakan yang akan dilakukan.
dilakukan tindakan
e. Diskusikan pilihan terapi
f. Berikan penjelasan tentang pentingnya ambulasi dini
g. Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan muncul

3. Post Operatif Tujuan : kerusakan per-tukaran gas Pengelolaan jalan napas


tidak terjadi
Gangguan pertukaran a. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas,kedalaman dan usaha
gas b.d efek samping Status Pernapasan: ventilasi nafas.
dari anaesthesi.
Kriteria hasil : b. Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau
hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
a. Status neurologis DBN
c. Pantau hasil gas darah dan kadar elektrolit
b. Dispnea tidak ada
d. Pantau status mental
c. PaO2, PaCO2, pH arteri dan
SaO2 dalam batas normal e. Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa
mulut
d. Tidak ada gelisah, sianosis, dan
keletihan f. Pantau status pernapasan dan oksigenasi
g. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan
(oksigen, pengisap,spirometer)

19
h. Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
i. Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian
data (misal: bunyi napas, pola napas, sputum,efek dari
pengobatan)
j. Berikan oksigen atau udara yang dilembabkan sesuai
dengan keperluan

4. Post Operatif Tujuan : kerusakan integritas kulit tidakPerawatan luka


terjadi.
Kerusakan integritas a. Ganti balutan plester dan debris
kulit b.d luka post Penyembuhan Luka: Tahap Pertama
operasi b. Cukur rambut sekeliling daerah yang terluka, jika perlu
Kriteria hasil :
c. Catat karakteristik luka bekas operasi
a. Kerusakan kulit tidak ada
d. Catat katakteristik dari beberapa drainase
b. Eritema kulit tidak ada
e. Bersihkan luka bekas operasi dengan sabun antibakteri
c. Luka tidak ada push yang cocok
d. Suhu kulit DBN f. Rendam dalam larutan saline yang sesuai
g. Berikan pemeliharaan lokasi IV
h. Sediakan pemeliharaan luka bekas operasi sesuai
kebutuhan
i. Berikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai
kebutuhan
j. Gunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve

20
Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka
bekas operasi yang sesuai
k. Gunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai
l. Balut dengan perban yang cocok
m. Pertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat
luka bekas operasi
n. Periksa luka setiap mengganti perban
o. Bandingkan dan mencatat secara teratur perubahan-
perubahan pada luka
p. Jauhkan tekanan pada luka
q. Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur
perawatan luka

5. Post Operatif Tujuan : Nyeri dapat teratasi. Manajemen Nyeri :


Nyeri akut b.d proses Kontrol Resiko a. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik,
pembedahan durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi ).
Kriteria hasil :
b. Observasi reaksi NV dr ketidak nyamanan.
a. Klien melaporkan nyeri berkurang
dg scala 2-3 c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien
b. Ekspresi wajah tenang
d. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri
c. Klien dapat istirahat dan tidur seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

21
d. v/s dbn e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
f. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi nyeri.
g. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi
nyeri.
h. Evaluasi tindakan pengurang nyeri
i. Monitor TTV

22
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2012. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan. 2008. Persyaratan Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes.

Haynes, Alex, et al. 2009. A Surgical Safety Checklist to Reduce Morbidity and Mortality
in a Global Population. The New England Journal of Medicine, 360 (5).

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses,
dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

23

Anda mungkin juga menyukai