PBL DR o
PBL DR o
FORM-1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Tanggal :
Laki-laki 19 tahun
Demam tinggi selama 5 hari, lemah badan, muntah-muntah, nyeri perut, kesadaran membaik,pasien obese, IMT 32 kg/m 2, tekanan darah 90/80 mmHg, nadi 110 x/menit,
respirasi 24 x/menit, suhu aksila 36,2 derajat celcius, akral dingin.
Hasil laboratorium awal yaitu hb 16 g/dL, hematokrit 51 persen, leukosit 2.500/mm 3, trombosit 55.000, LED 8 mm/jam. Tidak ada manifestasi perdarahan, adik pasien
mengalami demam tinggi sudah 3 hari.
Muntah adalah aliran kembali gaster ke mulut . muntah adalah aksi Demam berdarah dengue, demam dengue, demam
Muntah tifoid, leptospirosis, chikungunya, virus zika,
pengosongan isi lambung secara paksa ada ransangan dari batang otak
hepatitis
Nyeri perut
Gastritis adalah iritasi lambung. Yang perlu diketahui yaitu lokasi,
karakteristik, dan riwayat sebelumnya.
Peristiwa yang terjadi pada jantung dimulai dari awal sebuah denyut jantung sampai awal denyut
jantung berikutnya disebut siklus jantung. Setiap siklus jantung diawalipembentukan potnsial aksi spontan
didalam simpul sinus. Simpul ini terletak pada dinding lateral superior, selanjutnya potensial aksi menjalar
dari sini dengan kecepatan tinggi melalui kedua atrium dan kemudian melalui berkas A-V ke ventrikel.
Atrium bekerja sebagai pompa pendahulu bagi ventrikel, dan ventrikel selanjutnya akan menyediakan
sumber kekuatan utama untuk memompakan darah ke sistem pembuluh darah tubuh. Siklus jantung terdiri
dari satu periode relaksasi yang disebut diastolik, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti
oleh satu periode kontraksi yang disebut sistolik. Lama berlangsungnya keseluruhan siklus jantung,
termasuk sistol dan diastol, berbanding terbalik dengan frekuensi denyut jantung. Frekuensi denyut jantung
meningkat, lama berlangsungya setiap siklus jantung akan turun termasuk fase kontraksi dan relaksasi.
Jantung yang berdenyut dengan frekuensi yang sangat cepat, tidak memiliki waktu relaksasi yang cukup
untuk pengisian sempurna ruang jantung, sebelum kontraksi berikutnya. Atrium berfungsi sebagai pompa
primer yang meningkatkan efektivitas pompa ventrikel sebanyak 20 persen. Secara normal jantung
mempunyai kemampuan untuk memompakan darah 300 sampai 400 persen lebih banyak darah
daripadayang dibutuhkan oleh tubuh pada keadaan istirahat. Saat pembukaan katup jantung tidak dapat
menimbulkan suara sehingga tidak dapat didengar. Saat katup tertutup, daun katup dan cairan
disekelilingnya bergetar karena pengaruh perubahantekanan yang tiba-tiba sehingga menghasilkan suara
yang menjalar melewati dada ke semua jurusan. Bila ventrikel berkontraksi, kita pertama kali mendengar
bunyi yang disebabkan oleh penutupan katup A-V yang disebut bunyi jantung pertama. Sewaktu katup aorta
dan katup pulmonalis menutup pada akhir sistolik, kita dapay mendengar bunyi yang cepat, sebab katup-
katup ini menutup dengan cepat, da sekelilingnya bergetar untuk waktu yang singkat disebut bunyi jantung
kedua.
Tanda tanda syok : nadi cepat dan halus (> 112 per menit) menurunnya tekanan darah (diastolik < 60)
pernafasan cepat (respirasi > 32 per menit) pucat (terutama pada konjungtiva palpebra, telapak tangan, bibir)
berkeringat, gelisah, apatis/bingung atau pingsan/tidak sadar
Menurut Weil dan Shubin, ada beberapa macam syok yang cukup sederhana dan mudah dipahami.
Ada empat (4) kategori syok, tujuan dari pembagian ini adalah untuk mempermudah diagnosa
hemodinamiknya sehingga terapi yang tepat dapat dilakukan sebelum diagnosa klinis dapat ditegakkan.
a. Syok hipovolemik kehilangan cairan/plasma (karena luka bakar, gagal ginjal, diare, muntah),
kehilangan darah (sebelum atau sesudah operasi).
b. Syok kardiogenik syok yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari
40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps
kardiovaskular.
c. Syok distributif terjadinya gangguan distribusi aliran darah (pada seseorang yang sehat mendadak
timbul demam tinggi dan keadaan umum memburuk setelah dilakukan tindakan instrumentasi atau
prosedur invasif).
d. Syok obstruktif terjadinya gangguan anatomis dari aliran darah berupa hambatan aliran darah.
e. Syok lainnya syok yang terjadi karena faktor lainnya, seperti : Reaksi anafilaksis, hipoglikemia,
kelebihan dosis obat, emboli paru, tamponade jantung, dll.
a. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah syok yang terjadi akibat berkurangnya atau penurunan volume
cairan dalam tubuh. Jenis syok ini adalah yang paling sering ditemui pada penderita. Penyebab primernya
adalah defisit volume IVF sehingga perfusi jaringan menurun. Cairan yang hilang bisa bermacam-
macam, seperti :
Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa saluran cerna dan
trauma berat. Penyebab perdarahan yang terselubung adalah trauma abdomen dengan ruptur aneurisma
aorta, ruptur limpa atau ileus obstruksi dan peritonitis.
b. Syok Kardiogenik
Pada syok kardiogenik secara primer yang terganggu adalah fungsi jantung sebagai pemompa
darah (Pump failure). Menurut Maclean syok kardiogenik merupakan suatu aliran darah ke organ vital
yang tidak mencukupi disebabkan karena cardiac output yang kurang meskipun cardiac filling pressure
normal.
- Disfungsi miokardium (gagal pompa), terutama karena komplikasi infark myokard akut (IMA).
- Pengisian diastolik ventrikel yang tidak adekuat, antara lain takiaritmia, tamponade jantung,
pneumotoraks akibat tekanan, emboli paru, dan infark ventrikel kanan.
- Curah jantung yang tidak adekuat antara lain bradiaritmia, regurgitasi mitral atau ruptur septum
interventrikularis.
Tanda yang terdapat pada syok kardiogenik adalah :
- Pada stadium dini dari bakteriemia, cardiac output meningkat namun terdapat tanda-tanda penurunan
ekstraksi oksigen. Pada tahap ini terdapat Low Resistance Defect (tahap hiperdinamik/warm shock).
Pada keadaan ini kecepatan aliran darah meningkat sehingga waktu sirkulasi menurun.
- Pada tahap lanjut, setelah pelepasan endotoksin terjadi tahap High Resistance Defect (tahap
hipodinamik/cold shock). Pada keadaan ini cardiac output menurun, tahanan arterial perifer
meningkat, sehingga kecepatan aliran darah menurun dan waktu sirkulasi menjadi meningkat.
Pemberian cairan dalam jumlah banyak biasanya gagal, karena pengembangan dari system
kapasitansi dan sekuestrasi cairan.
d. Syok Obstruktif
Pada syok obstruktif ini didapatkan adanya gangguan anatomis dari aliran darah berupa
hambatan aliran darah.
Syok Anafilaktik
Syok Septik
Syok Neurogenik
Tanda-tanda syok sesuai jenis syok
Tekanan darah ↓ ↓ ↑
Nadi ↑ ↑/↓ ↑
CVP ↓ ↑ ↓
Urine ↓ ↓ ↓
PaO2 ↓ ↓
Arterio-venous O2-diff ↑ ↑ ↓
Laktat ↑ ↑ ↑
Pada orang dewasa sehat, tekanan pada puncak setiap pulsasi yaitu tekanan sistolik (sekitar 120
mmHg). Pada titik terendah setiap pulsasi yaitu tekanan diastolik (sekitar 80 mmHg). Perbedaan nilai antara
kedua tekanan ini sekitar 40 mmHg yaitu tekanan nadi. 2 faktor yang mempengaruhi tekanan nadi yaitu
curah isi sekuncup jantung dan komplians (distensibilitas total) percabangan arteri. Tekanan nadi sebanding
dengan volume isi sekuncup/komplains arteri. Cara auskultasi yaitu sebuah stetoskop diletakkan diatas arteri
dibagian lipat siku (antecubiti),disekeliling lengan atas dipasang sebuah manset tekanan darah yang
digembungkan. Bila tekanan dalam manset itu cukup besar untuk menyumbat arteri selama sebagian siklus
tekanan arteri, bunyi akan terdengar pada setiap pulsasi (bunyi korotkoff). Vena mampu berkontraksi dan
berdilatasi dan dengan demikiandapat menyimpan darah dalam jumlah besar maupun kecil serta
menyediakan kembali bila diperlukan sebuaholeh bagian lain dari sirkulasi vena perifer mendorong darah
maju dengan cara pompa vena, membantu mengatur curah jantung.
Nilai normal:
Pria : 40% - 50 % SI unit : 0,4 - 0,5
Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0,45
Deskripsi: Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total. Implikasi klinik:
Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab), reaksi hemolitik,
leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid. Penurunan Hct sebesar 30%
menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah.
Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru kronik,
polisitemia dan syok.
Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit normal, kecuali
pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.
Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil), nilai Hct akan
terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume yang lebih kecil, walaupun
jumlah sel darah merah terlihat normal.
Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.
Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.
Hemoglobin (Hb)
Nilai normal :
Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L
Deskripsi:
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2) dan karbon
dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit
beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin
bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah
terang sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram
hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb bukan
jumlah sel darah merah. Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengan
anemia sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida kedalam dan keluar sel darah
merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah,
dikeluarkan satu anion HCO3). Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara
individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-paru, olahraga). Secara
umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia,
jumlah total hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit.
Implikasi klinik :
Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat besi), sirosis,
hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar), penyakit paru-
paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah dataran tinggi.
Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka bakar.
Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia, respons terhadap terapi
anemia, atau perkembangan penyakit yang berhubungan dengan anemia.
Nilai normal:
Pria: 4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 SI unit: 4,4 - 5,6 x 1012 sel/L
Wanita: 3,8-5,0 x 106 sel/mm3 SI unit: 3,5 - 5,0 x 1012 sel/L
Deskripsi:
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan
mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh Hb. Eritrosit yang berbentuk cakram bikonkaf
mempunyai area permukaan yang luas sehingga jumlah oksigen yang terikat dengan Hb dapat lebih banyak.
Bentuk bikonkaf juga memungkinkan sel berubah bentuk agar lebih mudah melewati kapiler yang kecil. Jika
kadar oksigen menurun hormon eritropoetin akan menstimulasi produksi eritrosit. Eritrosit, dengan umur
120 hari, adalah sel utama yang dilepaskan dalam sirkulasi. Bila kebutuhan eritrosit tinggi, sel yang belum
dewasa akan dilepaskan kedalam sirkulasi. Pada akhir masa hidupnya, eritrosit yang lebih tua keluar dari
sirkulasi melalui fagositosis di limfa, hati dan sumsum tulang (sistem retikuloendotelial). Proses eritropoiesis
pada sumsum tulang melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Hemocytoblast (prekursor dari seluruh sel darah); 2.
Prorubrisit (sintesis Hb); 3. Rubrisit (inti menyusut, sintesa Hb meningkat); 4. Metarubrisit (disintegrasi inti,
sintesa Hb meningkat; 5. Retikulosit (inti diabsorbsi); 6. Eritrosit (sel dewasa tanpa inti).
Implikasi klinik :
Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat anemia, serta respon terhadap
terapi anemia
Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia, penurunan fungsi ginjal, talasemin,
hemolisis dan lupus eritematosus
Trombosit (platelet)
Nilai normal : 170 – 380. 103/mm3 SI : 170 – 380. 109/L
Deskripsi Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi setelah kontak dengan
permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari.
Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa.
Implikasi klinik:
Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera, trauma, sirosis, myelogeneus,
stres dan arthritis reumatoid.
Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura (ITP), anemia hemolitik, aplastik,
dan pernisiosa. Leukimia, multiple myeloma dan multipledysplasia syndrome.
Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat dapat menyebabkan trombositopenia
Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan spontan dalam jangka waktu yang lama,
peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis.
Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.
Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah platelet.
Nilai normal: Pria 50mm/ jam harus diinvestigasi lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan terkait infeksi akut
maupun kronis, yaitu: kadar protein dalam serum dan protein, immunoglobulin, Anti Nuclear Antibody (ANA) Tes,
reumatoid factor. Sedangkan peningkatan nilai LED >100mm/jam selalu dihubungkan dengan kondisi serius, misalnya:
infeksi, malignansi, paraproteinemia, primary macroglobulinaemia, hiperfi brinogenaemia, necrotizing vaskulitis,
polymyalgia rheumatic. • nilai menurun terjadi pada: polisitemia, gagal jantung kongesti, anemia sel sabit, Hipofi
brinogenemia, serum protein rendah Interaksi obat dengan hasil laboratorium: etambutol, kuinin, aspirin, dan
kortison.
LED berlangsung 3 tahap, tahap ke-1 penyusunan letak eritrosit (rouleaux formation) dimana kecepatan
sedimentasi sangat sedikit, tahap ke-2 kecepatan sedimetasi agak cepat, dan tahap ke-3 kecepatan
sedimentasi sangat rendah. Prosedur pemeriksaan adalah seperti berikut :
1. Metode Westergreen o Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel darah
citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau darah EDTA yang diencerkan dengan
NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
o Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung Westergreen sampai
tanda/skala 0. o Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran maupun sinar
matahari langsung. o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.
2. Metode Wintrobe Universitas Sumatera Utara o Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah
Amoniumkalium oksalat. Homogenisasi sampel sebelum diperiksa. o Sampel dimasukkan ke dalam tabung
Wintrobe menggunakan pipet Pasteur sampai tanda 0. o Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus. o
Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.
Nilai Rujukan
Untuk memperoleh serum, darah dibiarkan menggumpal kemudian disentrifugasi. Supernatan yang
diperoleh setelah disentrifugasi itulah yang disebut serum. Serum tdak mengandung fibrinogen. Sedangkan
plasma diperoleh dari darah yang telah ditambahkan antikoagulan seperti heparin, kemudian disentrifugasi,
supernatannya inilah yang disebut plasma (Shargel, 1941).
7.
Manifestasi perdarahan ?
Manifestasi perdarahan adalah gejala klinis yang sering terjadi pada demam berdarah dengue. Salah satu
penyebab terjadinya perdarahan pada demam berdarah dengue adalah jumlah trombosit yang menurun.
Penurunan jumlah trombosit disebabkan oleh patogenesis dari perjalanan penyakit demam berdarah dengue.
Penurunan jumlah trombosit dapat menyebabkan manifestasi perdarahan yang lebih berat.
ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam
genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106 . Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue
keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi
silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West
Nile virus (Suhendro, Nainggolan, Chen).
PATOGENESIS
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut
antibody dependent enhancement (ADE);
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun seluler terhadap
virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
c. Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d. Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa
DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan
reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini dipenuhi :
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : - Uji bendung positif. - Petekie, ekimosis, atau
purpura. - Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain. -
Hematemesis atau melena.
• Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit
sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang
tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD). Pada umumnya pasien
mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah
tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak
adekuat (Kabra, Jain, Singhal, 1999).
DIAGNOSIS BANDING
Demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis. Sindrom Syok Dengue (SSD).
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan
lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan
lembab serta gelisah. (Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan, 2006)
PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik
Terapi bersifat suportif
Tindakan paling penting : pemeliharan volume cairan sirkulasi
DEMAM DENGUE
Demam Dengue adalah penyakit febris virus akut yang seringkali disertai dengan gejala sakit kepala, nyeri
tulang atau sendi dan otot, ruam dan lekopenia. Gejala yang ditimbulkan mirip dengan demam berdarah
dengue. Pada demam dengue tidak ditemukan kebocoran plasma.
GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10 – 14 hari. Pada minggu pertama gejala klinis
ditemukan keluhan berupa penyakit infeksi akut lain yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, danepistaksis, suhu badan meningkat.
Sifat demam meningkat adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam
minggu kedua gejala-gejala lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang berselaput, hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium, atau psikosis.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan rutin
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Anemia ringan, trombositopenia,
aneosinofilia, limfopenia, dan laju endap darah meningkat.
Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik
terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular
Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan
pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam
tifoid.25 Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita
demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan
selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu
memastikan diagnosis demam tifoid.
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi
c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.
Uji Typhidot
Uji thyphidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG pada membran luar Salmonella typhi. Hasil
positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG
terhadap antigen Salmonella typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.
Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid.
KOMPLIKASI INTESTINAL
Perdarahan intestinal, perforasi usus,
Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata, dan
sindrom uremia hemolitik.
Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan
sindrom katatonia.
PENATALAKSANAAN
Istirahat dan perawatan
Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
Pemberian antimikroba
Istirahat dan perawatan
Diet dan terapi penunjang
Pemberian antimikroba sebagai berikut :
Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari diberikan peroral atau intravena.
Diberikan 7 hari bebas panas.
Tiamfenikol 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6
Kotrimoksazol. Dosis untuk dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg
dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.
Ampisilin dan amoksisilin. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 50 – 150 mg/kgBB selama 2 minggu
Sefalosporin generasi ketiga adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan antara 3 – 4 gram dalam
dekstrosa 100 cc selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3 – 5 hari.
Fluorokuinolon
Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Azitromisin 2 x 500 mg
Vaksinasi
Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O biasanya
menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau
2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik. Jenis vaksin yaitu vaksin oral –Ty21a dan vaksin parenteral -VICPS vaksin kapsul polisakarida.
PBL Lembar Tugas Individu
Chikungunya adalah penyakit yang mirip dengan Dengue hemorrhagic fever. Penyakit ini diidentifikasi
dengan timbulnya panas yang disertai arthritis (radang sendi) yang terjadi pertama pada pergelangan tangan,
lutut, pergelangan kaki dan sendi kecil pada ekstremitas yang berlangsung selama beberapa hari sampai
bulanan (Sarudji, 2010).
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi 3 – 5 hari. Permulaan penyakit biasanya; tiba-tiba timbul panas tinggi, sakit kepala,
nyeri otot, nyeri persendian dan timbul bercak pendarahan (rash). Nyeri sendi pada penderita dewasa
umumnya lebih berat daripada anak-anak. Sendi bekas trauma lebih mudah diserang. Sendi yang diserang
Chikungunya, bengkak dan nyeri bila ditekan. Tanda-tanda peradangan sendi lain biasanya tidak ditemukan.
Rash kulit biasa ditemukan pada permulaan sakit tetapi biasa juga timbul beberapa hari kemudian. Rash
seringnya ditemukan pada badan dan anggota Limpa dan Liver biasanya tidak teraba (Yatim, 2007).
CARA PENULARAN
Penularan Chikungunya dapat terjadi bila penderita yang mengandung virus Chikungunya digigit
nyamuk penular maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus
akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1
minggu setelah menghisap darah penderita (extrinsic incubation period), nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya sehingga
selain menjadi vektor juga menjadi reservoir dari virus Chikungunya (Depkes, 2001).
PENGOBATAN
Chikungunya pada dasarnya bersifat self limiting disease artinya penyakit yang dapat sembuh dengan
sendirinya. Hingga saat ini, belum ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya, oleh karenanya
pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala yang mengganggu (simtomatis). Obat-obatan yang dapat
digunakan adalah obat antipiretik, analgetik (non-aspirin analgetik; non steroid anti inflamasi drug
parasetamol, antalgin, natrium diklofenak, piroksikam, ibuprofen, obat anti mual dan muntah adalah
dimenhidramin atau metoklopramid). Aspirin dan steroid harus dihindari. Terapi lain disesuaikan dengan
gejala yang dirasakan (Soedarto, 2007).
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme berbentuk spiral dan
bergerak aktif yang dinamakan Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever,
Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice, Field fever, Cane cutter dan
lain-lain (WHO, 2003). Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada manusia, tikus,
anjing, babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh spirochaeta leptospira icterohaemorrhagiae yang hidup pada
ginjal dan urine tikus (Swastiko, 2009).
ETIOLOGI
Penyakit yang terdapat di semua negara dan terbanyak ditemukan di negara beriklim tropis ini,
disebabkan oleh Leptospira interrogansdengan berbagai subgrup yang masing-masing terbagi lagi atas serotipe
bisa terdapat pada ginjal atau air kemih binatang piaraan seperti anjing, lembu, babi, kerbau dan lain-lain,
maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai dan sebagainya. Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak
pada kulit atau selaput lendir yang luka atau erosi dengan air, tanah, lumpur dan sebagainya yang telah
terjemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi leptospira (Mansjoer, 2005).
PATOFISIOLOGI
Leptospira dapat masuk melalui luka dikulit atau menembus jaringan mukosa seperti konjungtiva,
nasofaring dan vagina. Setelah menembus kulit atau mukosa, organisme ini ikut aliran darah dan menyebar
keseluruh tubuh. Leptospira juga dapat menembus jaringan seperti serambi depan mata dan ruang subarahnoid
tanpa menimbulkan reaksi peradangan yang berarti. Faktor yang bertanggung jawab untuk virulensi leptospira
masih belum diketahui. Sebaliknya leptospira yang virulen dapat bermutasi menjadi tidak virulen. Virulensi
tampaknya berhubungan dengan resistensi terhadap proses pemusnahan didalam serum oleh neutrofil. Antibodi
yang terjadi meningkatkan klirens leptospira dari darah melalui peningkatan opsonisasi dan dengan demikian
mengaktifkan fagositosis. Beberapa penemuan menegaskan bahwa leptospira yang lisis dapat mengeluarkan
enzim, toksin, atau metabolit lain yang dapat menimbulkan gejala-gejala klinis. Hemolisis pada leptospira
dapat terjadi karena hemolisin yang tersirkulasi diserap oleh eritrosit, sehingga eritrosit tersebut lisis, walaupun
didalam darah sudah ada antibodi. Diastesis hemoragik pada umumnya terbatas pada kulit dan mukosa, pada
keadaan tertentu dapat terjadi perdarahan gastrointestinal atau organ vital dan dapat menyebabkan kematian.
Beberapa penelitian mencoba menjelaskan bahwa proses hemoragik tersebut disebabkan rendahnya protrombin
serum dan trombositopenia. Namun terbukti, walaupun aktivitas protrombin dapat dikoreksi dengan pemberian
vitamin K, beratnya diastesis hemoragik tidak terpengaruh. Juga trombositopenia tidak selalu ditemukan pada
pasien dengan perdarahan. Jadi, diastesis hemoragik ini merupakan refleksi dari kerusakan endothelium kapiler
yang meluas. Penyebab kerusakan endotel ini belum jelas, tapi diduga disebabkan oleh toksin. Beberapa teori
menjelaskan terjadinya ikterus pada leptospirosis. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa hemolisis
bukanlah penyebab ikterus, disamping itu hemoglobinuria dapat ditemukan pada awal perjalanan leptospirosis,
bahkan sebelum terjadinya ikterus. Namun akhir-akhir ini ditemukan bahwa anemia hanya ada pada pasien
leptospirosis dengan ikterus. Tampaknya hemolisis hanya terjadi pada kasus leptospirosis berat dan mungkin
dapat menimbulkan ikterus pada beberapa kasus. Penurunan fungsi hati juga sering terjadi, namun nekrosis sel
hati jarang terjadi sedangkan SGOT dan SGPT hanya sedikit meningkat. Gangguan fungsi hati yang paling
mencolok adalah ikterus, gangguan factor pembekuan, albumin serum menurun, globulin serum meningkat.
Gagal ginjal merupakan penyebab kematian yang penting pada leptospirosis. Pada kasus yang meninggal
minggu pertama perjalanan penyakit, terlihat pembengkakan atau nekrosis sel epitel tubulus ginjal. Pada kasus
yang meninggal pada minggu ke dua, terlihat banyak focus nekrosis pada epitel tubulus ginjal. Sedangkan yang
meninggal setelah hari ke dua belas ditemukan sel radang yang menginfiltrasi seluruh ginjal (medula dan
korteks). Penurunan fungsi ginjal disebabkan oleh hipotensi, hipovolemia dan kegagalan sirkulasi. Gangguan
aliran darah ke ginjal menimbulkan nefropati pada leptospirosis. Kadang-kadang dapat terjadi insufisiensi
adrenal karena perdarahan pada kelenjar adrenal. Gangguan fungsi jantung seperti miokarditis, perikarditis dan
aritmia dapat menyebabkan hipoperfusi pada leptospirosis. Gangguan jantung ini terjadi sekunder karena
hipotensi, gangguan elektrolit, hipovolemia atau anemia. Mialgia merupakan keluhan umum pada
leptospirosis, hal ini disebabkan oleh vakuolisasi sitoplasma pada myofibril. Keadaan lain yang dapat terjadi
antara lain pneumonia hemoragik akut, hemoptisis, meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis, radikulitis,
mielitis dan neuritis perifer. Peningkatan titer antibody didalam serum tidak disertai peningkatan antibody
leptospira (hamper tidak ada) di dalam cairan bola mata, sehingga leptospira masih dapat bertahan hidup
diserambi depan mata selama berbulan-bulan. Hal ini penting dalam terjadinya uveitis rekurens, kronik atau
laten pada kasus leptospirosis.
MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis leptospirosis dibagi atas 3 fase yaitu : fase leptospiremia, fase imun dan fase penyembuhan.
Fase Leptospiremia
Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot, hiperaestesia pada kulit,
mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari dan
berakhir dengan menghilangnya gejala klinis untuk sementara.
Fase Imun
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran klinis bervariasi dari demam tidak
terlalu tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta gangguan hemostatis dengan manifestasi
perdarahan spontan.
Fase Penyembuhan
Fase ini terjadi pada minggu ke 2 - 4 dengan patogenesis yang belum jelas. Gejala klinis pada
penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa muntah, nyeri otot, ikterik, sakit kepala, batuk,
hepatomegali, perdarahan dan menggigil serta splenomegali.
DIAGNOSIS
Kultur
Serologi. Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR), silver stain atau fluoroscent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap.
PENGOBATAN
Virus Zika merupakan salah satu virus dari jenis Flavivirus. Virus ini memiliki kesamaan dengan virus dengue,
berasal dari kelompok arbovirus.
Virus Zika ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang menjadi vektor penyakit Zika adalah nyamuk
Aedes, dapat dalam jenis Aedes aegypti untuk daerah tropis, Aedes africanus di Afrika, dan juga Aedes
albopictus pada beberapa daerah lain. Nyamuk Aedes merupakan jenis nyamuk yang aktif di siang hari, dan
daoat hidup di dalam maupun luar ruangan. Virus zika juga bisa ditularkan oleh ibu hamil kepada janinnya
selama masa kehamilan.
Siapapun yang tinggal atau mengunjungi area yang diketahui terdapat virus Zika memiliki risiko untuk
terinfeksi termasuk ibu hamil.
1 diantara 5 orang yang terinfeksi virus zika menunjukkan gejala. Adapun gejala infeksi virus zika diantaranya
demam, kulit berbintik merah, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala, kelemahan dan terjadi
peradangan konjungtiva. Pada beberapa kasus zika dilaporkan terjadi gangguan saraf dan komplikasi
autoimun. Gejala penyakit ini menyebabkan kesakitan tingkat sedang dan berlangsung selama 2-7 hari.
Penyakit ini kerap kali sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan medis. Pada kondisi tubuh
yang baik penyakit ini dapat pulih dalam tempo 7-12 hari.
Pada beberapa kasus suspek Zika dilaporkan juga mengalami sindrom Guillane Bare. Namun hubungan
ilmiahnya masih dalam tahap penelitian.
Pada minggu pertama demam, virus Zika dapat dideteksi dari serum dengan pemeriksaan RT-PCR.
Belum ada vaksin atau pengobatan spesifik untuk virus ini, sehingga pengobatan berfokus pada gejala yang
ada.
Beberapa negara yang pernah melaporkan keberadaan kasus penyait virus Zika adalah Barbados, Bolivia,
Brasil, Cap Verde, Colombia, Dominican Republic, Ecuador, El Salvador, French Guiana, Guadeloupe,
Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, Martinique, Mexico, Panama, Paraguay, Puerto Rico, Saint Martin,
Suriname, Venezuela, dan Yap
Selama ini belum ada bukti yang kuat bahwa ibu hamil lebih berisiko atau mengalami penyakit yang lebih
berat selama masa kehamilan. Selain itu juga belum diketahui bahwa ibu hamil lebih berisiko terhadap
sindrom guillan barre.
Hubungan infeksi virus Zika pada ibu hamil dengan kejadian mikrosefalus pada bayi yang dilahirkan belum
terbukti secara ilmiah, namun bukti ke arah itu semakin kuat.
Sebelum pergi ke area terjangkit virus Zika dianjurkan untuk melakukan konsultasi dengan dokter. Selain itu
pada masa selama berada di area terjangkit diharapkan melakukan perlidungan ekstra terhadap gigitan
nyamuk.
Ibu hamil yang harus diperiksa untuk virus zika adalah yang memiliki riwayat perjalanan dari area terjangkit
dan juga memiliki 2 atau lebih gejala dari infeksi virus Zika.
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Secara populer dikenal juga dengan istilah
penyakit hati, sakit liver, atau sakit kuning. Hepatitis dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab seperti
virus, bakteri, parasit, jamur, obat-obatan, bahan kimia, alkohol, cacing, gizi buruk, dan autoimun. Penyakit
hepatitis terbanyak disebabkan oleh virus.
Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan (sel) hati. Peradangan ini ditandai dengan meningakatan
kadar enzim hati. Peningkatan ini disebabkan adanya gangguan atau kerusakan membran hati. Ada dua faktor
penyebabnya yaitu faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor penyebab infeksi antara lain virus hepatitis dan
bakteri. Selain karena virus Hepatitis A, B, C, D, E dan G masih banyak virus lain yang berpotensi
menyebabkan hepatitis misalnya adenoviruses , CMV , Herpes simplex , HIV , rubella ,varicella dan lain-lain.
Sedangkan bakteri yang menyebabkan hepatitis antara lain misalnya bakteri Salmonella typhi, Salmonella
paratyphi , tuberkulosis , leptosvera. Faktor noninfeksi misalnya karena obat. Obet tertentu dapat mengganggu
fungsi hati dan menyebabkan hepatitis (Dalimartha,2008).
Hepatitis A
Penyebab penyakit adalah virus hepatitis A (HAV), picornavius berukuran 27-nm (yaitu virus dengan positive
stain RNA). Virus tersebut dikelompokkan kedalam Hepatovirus, anggota famili Picornaviridae. Gejala
hepatitis A pada orang dewasa diwilayah nonendemis biasanya ditandai dengan demam, malaise, anoreksia,
nausea, gangguan abdomial diikuti dengan gagngguan ikterus dalam beberapa hari.
Tidak ada obat khusus yang dapat langsusng menyembuhkan Hepatitis A. Pengobatan yang diberikan biasanya
hanya bersifat supportif. Pada umumnya terapi pengobatan yang disarankan dokter adalah sebagai berikut : a.
Tirah baring (bedrest) yaitu istirahat total ditempat tidur diawal fase STIKOM penyakit. SURABAYA 9 b.
Pengaturan pola makan. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan mengurangi keluhan yang ada.
Sebaiknya makan makanan yang tinggi protein dan karbohidrat tetapi rendah serat. Misalnya dengan membagi
dan disantap 5-6 kali sehai. Usahakan mengkonsumsi makanan yang lebih lembut seperti sup, bubur, nasi tim,
yoghurt, dan jus buah-buahan. c. Simptomatik yaitu memberi pengobatan berdasarkan keluhan yang ada.
Memberikan paracetamol diberikan pada penderita demam dan sakit kepala, antasida diberikan bila mual dan
muntah, dan obat tradisional lainnya yang mempercepat penyembuhan dan turunnya transaminase
(SGPT,SGOT). d. Perawatan di rumah sakit bila penderita muntah terus menerus sehingga memerlukan cairan
infus atau penyakitnya bertambah berat (fulminan).
Hepatitis B
Penyebab penyakit ini adalah virus hepatitis B (HBV), termasuk hepadnavirus, berukuran 42-nm double
straned DNA virus dengan terdiri dari neucleocapsid core (HBc Ag) berukuran 27 mm, dikelilingi oleh lapisan
lippoprotein dibagian luarnya yang berisi antigen permukaan (HBsAg). Hanya sedikit saja dari mereka yang
terinfeksi hepatitis B (HVB) akut yang menunjukkan gejala klinis.
Penatalaksanaan terpai dan pengobatan pada penderita antara lain :
a. Tirah baring (bedrest) yaitu intirahat total ditempat tidur diawal fase penyakit.
b. Diet. Penderita harus mendapat cukup kalori dengan ukuran 30-35 kalori per kilogram berat badan atau
sekitar 150-175% dari kebutuhan kalori basal. Makanan yang kaya hidrat arangkompleks yaitu 300-400 gram
per hari agar dapat melindungi protein tubuh.protein atau asam amino diberikan sebanyak 0,75 gram per
kilogram berat badan.
c. Obat-obatan. Kortikosteroid, mengurangi proses peradangan hati, sehingga edema sel berkurang dan statis
(sumbatan) aliran empedu menghilang sehingga terjadi penurunan bilirubin. Imunomodulator, golongan obat
ini dapat memodulasi sistem kekebalan tubuh. Simptomatik yaitu memberi pengobatan berdasarkan keluhan
yang ada. Memberikan paracetamol STIKOM SURABAYA 12 diberikan pada penderita demam dan sakit
kepala, antasida diberikan bila mual dan muntah, dan obat tradisional lainnya yang mempercepat
penyembuhan.
d. Pada tahap kronis malakukan pengobatan dengan IFN (interferon), yang merupakan salah satu unsur penting
dalam sistem kekebalan alamiah disamping ikut mengatur sistem kekebalan yang didapat.
e. Adenosine arabinoside (ARA-A)
f. Ribavirin (new atirival agent) g. Penekan virus (viral supressors) h. Obat Imunomodulator
Hepatitis C
Penyebab penyakit adalah virus hepatitis C (HCV) yang merupakan virus RNA dengan amplop,
diklasifikasikan ke dalam genus berbeda (Hepacavirus) dari famili Flaviviridae. Paling sedikit ada 6 genotipe
yang berbeda dan lebih dari 90 subtipe HCV yang diketahui saat ini. Gejala penyakit ini umumnya
insidious,bisa disertai anoreksida, gangguan abdominal tidak jelas, mual dan muntah-muntah, berlanjut
menjadi icterus (jaundience) lebih jarang jika dibandingkan dengan Hepatitis B.