Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CHF (Congestive Heart Failure)

Disusun Oleh:
Wahyu Anggit Pangesti
106117064

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP


DIII KEPERAWATAN
2019/2020
A. Pengertian
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memom pada
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolis mejaringan dan/ kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal
(Mansjoerdan Triyanti, 2010). Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan
di mana jantung tidak dapat memompa darah keseluruh tubuh dengan baik
(Darmawan, 2012).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan
menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat
dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.
Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam.
Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Menurut Sutanto (2010), Gagal jantung adalah suatu keadaan di
mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolism tubuh, gagalnya aktivitas jantung terhadap pemenuhan kebutuhan
metabolisme tubuh gagal. Fungsi pompa jantung secara keseluruhan tidak
berjalan normal. Gagal jantung merupakan kondisi yang sangat berbahaya,
meski demikian bukan berarti jantung tidak bisa bekerja sama sekali, hanya
saja jantung tidak berdetak sebagaimana mestinya.

B. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif
(CHF) adalah sebagai berikut :
1. Kelainan otot jantung. Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan
otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis
koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load.
6. Faktor sistemik. Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
C. Manifestasi Klinis
1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat
ataupun beraktivitas (gejalanya bisa dipicu oleh aktivitas gerak yang
minimal atau sedang).
2. Ortopnea, yakni kesulitan bernapas saat penderita berbaring.
3. Paroximal, yakni nokturna dispnea,. Gejala ini biasanya terjadi setelah
pasien duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah atau setelah
berbaring ke tempat tidur.
4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan dahak / lendir
(sputum) berbusa dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam
jumlah banyak.
5. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang
sehingga menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen yang normal,
di samping menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat munculnya
rasa sesak saat bernapas, dan karena si penderita mengetahui bahwa
jantungnya tidak berfungsi dengan baik.
7. Difungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan
gejala sebagai berikut :
a. Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.
c. Anoreksia dan mual, yang terjadi akibat pembesaran vena dan status
vena di dalam rongga abdomen.
d. Rasa ingin kencing pada malam hari, yang terjadi karena perfusi renal
dan didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.
e. Badan lemah, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung,
gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jaringan.
D. Patofisiologi
Bila kekuatan jantung untuk merespons stres tidak mncukupi dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadilah yang namanya gagal
jantung. Pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan
kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan
respons fisiologis tertentu dan penurunan curah jantung adalah penting. Semua
respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ
vital normal.
Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respons
primer, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban
awal akibat aktivitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respons ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-
mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal.
E. Pathways

Peningkatan
Beban volume
Disfungsi Miokard Beban tekanan Beban sistolik kebutuhan
(AMI) mikarditis berlebihan berlebihan metabolisme berlebihan

Kontraktilitas Beban sistol


Preload
menurun meingkat

Kontraktilitas
menurun

Hambatan pengosongan
ventirkel

COP
Gagal jantung
Beban jantung kanan

CHF

Gangguan ventrikel kiri Gangguan ventrikel kanan

Forward failure Backward failure Tekanan diastol


meningkat
LVED naik
Suplai O2 otak
menurun Bendungan atrium
Tekanan vena kanan
pulmonalis
sinkop
Sesak nafas
Tekanan kapiler
paru meningkat
Penurunan
curah jantung Ketidakefektifan
Edema paru
ansietas pola nafas

Pembesaran vena di
Tidak dapat mengakomodasi semua
abdomen
darah yang secara normal kembali
dari sirkulasi vena
mual

Ketidakseibangan nutrisi urang dari kebutuhan tubuh


F. Pemeriksaan penunjang
1. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dalam
diagnosis dan manajemen gagal jantung. Sifatnya tidak invasif dan dapat
segera memberikan diagnosis tentang disfungsi jantung serta informasi
yang berkaitan dengan penyebabnya. Kombinasi mode M.
Ekokardiografi 2-D dan Dop-pler membuat tidak diperlukannya
pemeriksaan invasif yang lain. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
memperkirakan ukuran dan fungsi kiri. Dimensi ventrikel kiri pada akhir
distolik dan sistolik dapat direkam dengan ekokardiografi mode M.
standar.
2. Rontgen Dada
Foto sinar X-dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya
hipertensi vena, edema par, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya
peningkatan tekanan vena paru adalah diversi aliran darah ke daerah atas
dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.
3. Elektrokardiografi
Meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, EKG
tidak dapat menunjukkan gambaran yang spesifik. EKG normal
menimbulkan kecurigaan akan adanya diagnosis yang salah. Pada
pemeriksaan EKG untuk pasien dengan gagal jantung dapat ditemukan
kelainan EKG seperti berikut :
- Left bundle branch block atau kelainan ST/T yang menunjukkan
disfungsi ventrikel kiri kronis.
- Jika pemeriksaan gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan
kelainan pada segmen ST, maka ini merupakan indikasi penyakit
jantung iskemik.
- Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan
stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.
- Aritmia : deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan
hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel
kanan.
G. Komplikasi
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya
dapat menyebabkann gagal ginjal jika tidak ditangani.
2. Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung
3. Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang
menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan inin dapat
menyebabkan jaringan parutbyang mengakibatkan hati tidak dapat
berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal
jantungdari pada di jantung yang normal, maka semakin besar
kemungkinan akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat
meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke.

H. Penatalaksanaan
Menurut Kasron (2012), Penatalaksanaan CHF meliputi:
1. Non Farmakologis
a. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan
aktivitas.
b. Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
c. Menghentikan obat-obatan yang mempengaruhi NSAID karena
efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan
natrium.
d. Pembatasan cairan (± 1200-1500 cc/hari).
e. Olahraga secara teratur.
2. Farmakologis
Tujuan: Untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs; diureticTujuan: Mengurangi afterload pada disfungsi
sistolik an mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.
Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic,
metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan
pengeluaran cairan), kalium-sparing diuretic.
b. Second line drugs; ACE inhibitor Tujuan: Membantu meningkatkan
COP dan menurunkan kerja jantung. Obatnya adalah:
 Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan
untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan
ventrikel untuk relaksasi.
 Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sitolik.
 Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
 Calsium Chanel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan
relaksasi dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF
kronik).
 Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon
miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi
HR, mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, hipertofi
ventrikel kiri.
 Pendidikan Kesehatan
- Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan tentang
penakit dan penangananya.
- Monitoring difokuskan pada; monitoring BB setiap hari dan intake
natrium
- Diet yang sesuai untuk lansia CHF; pemberian makanan tambahan
yang banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dan lain-
lan.
- Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat
ditolerani dengan bantuan terapis.

I. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
 Airway
a. Sumbatan atau penumpukan sekret
b. Wheezing atau krekles
 Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas
 Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
 Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas
saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari
dua buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
f. Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
 Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
 Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
 Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung,
steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
 Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
 Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
 Postur, kegelisahan, kecemasan
 Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang
merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat
perkembangan CHF.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi
aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah,
mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans,
Gallop’s, murmur.
b. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales,
wheezing).
c. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
d. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut
yang kronis
e. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
f. Konjungtiva pucat, sklera ikterik

J. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d respon fisiologis otot jantung
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernafasan
3. Ansietas b.d perubahan dalam status kesehatan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet
kurang
K. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
Keperawatan KRITERIA HASIL
1. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung 1. Untuk mengetahui
jantung b.d respon tindakan nilai TTV pasien
fisiologis otot keperawatan selama 1. Monitor TTV apakah dalam
2. Pastikan tingkat
jantung 3x24jam diharapkan rentang normal atau
aktivitas yang tidak
penurunan curah membahayakan curah tidak
jantung pada pasien jantung 2. Tidak
teratasi 3. Dorong adanya memprovokasi
peningkatan aktivitas serangan jantung
Kriteria hasil: bertahap ketika kondisi 3. Untuk melatih
Keefektifan pompa pasien sudah di aktivitas pasien
stabilkan
jantung 4. Untuk mengetahui
4. Evalusi nyeri dada
5. Monitor EKG intensitas, lokasi,
Indikator: 6. Lakukan penilaian radiasi, durasi dan
Dyspnea dengan komprehensif pada faktor yang memicu
aktivitas ringan 2/4 sirkulasi perifer serta meringankan
Intoleransi aktivitas 7. Monitor sesak nafas, nyeri dada
2/4 kelelahan, takipnea dan 5. Untuk mengetahui
orthopnea
Angina 2/4 apakah ada
8. Lakukan terapi relaksasi
Pucat 2/4 sebagaimana mestinya perubahan segmen
(latihan otot inspirasi)
Skala pengukuran: 9. Kolaborasikan dengan ST sebagaimana
1. berat dokter mestinya
2. cukup berat  p/o digoxin 1x1 6. Mengetahu adanya
3. sedang tab (mengobati edema, pengisian
gagal jantung)
4. ringan ulang kapiler,
5. tidak ada warna dan suhu
ekstremitas
7. Status pernafasan
biasanya berkaitan
dengan adanya
gejala gagal jantung
8. Menurut penelitian
Bosnak Guclu et al
(2011) bahwa
latihan otot
inspirasi yang
diberikan pada
pasien gagal
jantung secara
signifikan
mempengaruhi
peningkatan
kapasitas fungsional
dan keseimbangan,
pernapasan dan
kekuatan otot
perifer , dyspnea,
serta depresi.
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitor pernafasan 1. Kecepatan biasanya
pola nafas b.d tindakan mencapai kedalaman
keletihsn otot keperawatan selama 1. Monitor kecepatan, pernafasan
3x24jam diharapkan kedalaman, dan tergantung derajat
pernafasan
pola nafas pasien kesulitan bernafas gagal nafas
menjadi efektif 2. Catat adanya 2. Penggunaan otot
penggunaan otot-otot bantu pernafasan bisa
Kriteria hasil: bantu pernafasan menyebabkan
Status pernafasan: 3. Monitor suara nafas keletihan
ventilasi tambahan 3. Adanya ronchi
4. Monitor keluhan sesak menyertai obstruksi
Indikator: nafas pasien termasuk jalan nafas/kegagalan
Frekuensi pernafasan kegiatan yang pernafasan
3/4 menngkatkan atau 4. Untuk mencegah
Penggunaan otot memperburuk sesak kelelahan dan
bantu nafas 2/4 nafas menguangi sesak
5. Posisikan pasen 5. Posisi semi fowler
Skala pengukuran: senyaman mungkin bisa mengurangi
1. sangat berat (semi fowler) sesak
2. berat 6. Berikan terapi 6. Terapi O2 bisa
3. sedang pernafasan jika membantu
4. ringan diperlukan pemenuhan
5. tidak ada
kebutuhan 02 dan
 O2 yaitu NRM mengatasi
10 lpm dan nasal ketidakefktifan pola
kanul 3 lpm nafas pasien,
 Nebulizer nebulizer mengobati
fentolin flexotid/
bronkospasme yang
8jam
menyebabkan sesak
nafas
3. Ansietas b.d Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan 1. Pendekatan yang
perubahan dalam tindakan tenang dan
status kesehatan keperawatan selama 1. Gunakan pendekatan meyakinkan dapat
3x24jam diharapkan yang tenang dan membuat pasien
ansietas pada pasien meyakinkan merasa percaya
berkurang 2. Berikan informasi 2. Memberikan
factual terkait diagnosis, informasi seputar
Kriteria hasil: perawatan, dan status kesehatan
Tingkat kecemasan prognosis pasien dapat
3. Bantu klien membantu pasien
Indikator: mengidentifikasi situasi lebih memahami
Tidak dapat yang memicu tentang kesehatannya
beristirahat 2/4 kecemasan 3. Situasi yang memicu
Perasaan gelisah 1/3 4. Kaji untuk tanda verbal kecemasan dapat
Wajah tegang 2/4 dan non verbal dikurangi/ dieliminasi
kecemasan 4. Kecemasan
Skala pengukuran: merupakan respon
1. berat 5. Dukung penggunaan subyektif dan
2. cukup berat mekanisme koping yang obyektif yang bisa
3. sedang sesuai diamati
4. tinggi 5. Mekanisme koping
5. tidak ada yang sesuai dapat
membantu
mengurangi
kecemasan
4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Terapi nutrisi 1. Untuk menghindari
nutrisi kurang dari tindakan kekurangan/kelebihan
kebutuhan tubuh keperawatan selama 1. Kaji nutrisi sesuai kebutuhan nutrisi
3x24jam diharapkan dengan kebutuhan pada klien
b.d asupan diet
masalah pasien 2. Mengetahui
kurang ketidakseimbangan keseimbangan nutrisi
2. Monitor intake cairan
nutrisi kurang dari pada klien
kebutuhan tubuh atau makanan 3. Meminimalisir
teratasi. 3. Berikan nutrisi yang terjadinya gangguan
dibutuhkan pasien nutrisi
Kriteria hasil: sesuai dengan diet yang 4. Memperbaiki status
Status nutrisi dianjurkan nutrisi pasien
4. Motivasi pasien untuk 5. Memenuhi kebutuhan
Indikator: nutrisi dan cairan
konsumsi makanan yang
Asupan gizi 2/4 pasien
Asupan makanan 2/4 tinggi kalsium dan
Asupan cairan 2/4 sesuai dengan
kebutuhan
Skala pengukuran:
1. sangat 5. Kolaborasikan dengan
menyimpang dokter
dari normal  Inf NaCL 0,9%
2. banyak
20 tpm
menyimpang
dari normal (memenuhi
3. cukup kebutuhan cairan
menyimpang pada pasien)
dari normal  Inj Furosemid
4. sedikit 3x40mg
menyimpang
(mengurangi
dari normal
5. tidak cairan berlebih
menyimpang dari dalam
normal tubuh/edema)
 Inj ranihtidin
2x50mg
(menurunkan
sekresi asam
lambung)
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan. (2012). Waspadai Gejala Penyakit Yang Mematikan. Jakarta : ORYZA


Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia. (2017). Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal-Bedah Diagnosis Nanda-I 2015-2017 Intervensi NIC
Hasil NOC. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mutaqqin, Arif. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA Internasional. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai