Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kapal laut diusahakan oleh suatu perusahaan pelayaran untuk mengangkut barang dan/atau
penumpang. Keuntungan yang diperoleh perusahaan tersebut tergantung banyak faktor seperti
banyak/sedikitnya barang dan penumpang yang diangkut, waktu pelayaran kapal, waktu singgah di
pelabuhan, dan sebagainya. Semakin banyak barang/penumpang yang diangkut akan memberikan
penghasilan yang besar. Waktu pelayaran dipengaruhi oleh kecepatan kapal. Kapal berlayar dengan
BAB II - 1
Perencanaan Pelabuhan
kecepatan penuh akan memakan bahan bakar yang banyak, sebaliknya jika terlalu lambat dapat
mengacaukan jadwal pelayaran dan kemungkinan kerusakan (busuk) barang yang diangkut. Biasanya
kapal berlayar dengan kecepatan ekonomis, yaitu suatu kecepatan di mana pengeluaran biaya adalah
serendah mungkin.
Kapal yang berada di pelabuhan harus membayar biaya jasa pelabuhan, yang meliputi biaya labuh,
tambat, air, pabdu, tunda, dermaga, dsb. Untuk menghemat biaya maka kapal harus diusahakan
sesingkat mungkin berada di pelabuhan. Oleh karena itu berbagai kegiatan di pelabuhan harus dapat
dilakukan secepat mungkin; dan kapal dapat sesegera mungkin meninggalkan pelabuhan. Berbagai
kegiatan yang ada di pelabuhan antara lain melakukan bongkar muat barang dan menaik turunkan
penumpang, penyelesaian surat-surat administrasi, pengisian bahan bakar, reparasi, penyediaan
perbekalan, dan air bersih, dsb. Untuk bisa memberi pelayanan yang baik dan cepat, maka pelabuhan
harus bisa memenuhi beberapa persyaratan berikut ini.
1. Harus ada hubungan yang mudah antara transportasi air dan darat seperti jalan raya dan kereta
api, sedemikian sehingga barang-barang dapat diangkut ke dan dari pelabuhan dengan mudah
dan cepat.
2. Pelabuhan berada di suatu lokasi yang mempunyai daerah belakang (daerah pengaruh) subur
dengan populasi penduduk yang cukup padat.
3. Pelabuhan harus mempunyai kedalaman air dan lebar alur yang cukup.
4. Kapal-kapal yang mencapai pelabuhan harus bisa membuang sauh selama menunggu untuk
merapat ke dermaga guna membongkar muat barang atau mengisi bahan bakar.
5. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas bongkar muat barang (kran, dsb) dan gudang-gudang
penyimpanan barang.
6. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas untuk mereparasi kapal-kapal.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut pada umumnya pelabuhan mempunyai bangunan-bangunan
berikut ini.
BAB II - 2
Perencanaan Pelabuhan
pantai dan sejajar dengan pantai yang disebut quai atau wharf; dan yang menjorok (tegak lurus)
pantai disebut pier. Pada pelabuhan barang, dibelakang dermaga harus terdapat halaman yang
cukup luas untuk menempatkan barang-barang selama menunggu pengapalan atau angkutan ke
darat. Dermaga ini juga dilengkapi dengan kran untuk mengangkut barang dari dan ke kapal.
5. Alat penambat, digunakan untuk menambatkan kapal pada waktu merapat di dermaga maupun
menunggu di perairan sebelum bisa merapat ke dermaga. Alat penambat bisa diletakkan di
dermaga atau di perairan yang berupa pelampung penambat. Pelampung penambat ditempatkan
di dalam dan di luar perairan pelabuhan. Bentuk lain dari pelampung penambat adalah dolphin
yang terbuat dari tiang-tiang yang dipancang dan dilengkapi dengan alat penambat.
6. Gudang, yang terletak di belakang dermaga untuk menyimpan barang-barang yang harus
menunggu pengapalan.
7. Gedung terminal untuk keperluan administrasi.
8. Fasilitas bahan bakar untuk kapal.
9. Fasilitas pandu kapal, kapal tunda dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk membawa
masuk/keluar pelabuhan. Untuk kapal-kapal besar, keluar/masuknya kapal dari/ke pelabuhan tidak
boleh dengan kekuatan (mesin) nya sendiri, sebab perputaran baling-baling kapal dapat
menimbulkan gelombang yang akan mengganggu kapal-kapal yang sedang melakukan bongkar
muat barang. Untuk itu kapal harus dihela oleh kapal tunda, yaitu kapal kecil bertenaga besar yang
dirancang khusus untuk menunda kapal.
10.Peralatan bongkar muat barang seperti kran darat, kran apung kendaraan untuk
mengangkat/memindahkan barang seperti forklift.
11.Fasilitas-fasilitas lain untuk keperluan penumpang, anak buah kapal dan muatan kapal seperti
dokter pelabuhan, karantina, bea cukai, imigrasi, keamanan, dsb.
Pemilihan lokasi pelabuhan untuk membangun pelabuhan meliputi daerah pantai dan daratan.
Pemilihan lokasi tergantung pada beberapa faktor seperti kondisi tanah dan geologi, kedalaman dan
luas daerah perairan, perlindungan pelabuhan terhadap gelombang, arus dan sedimentasi, daerah
daratan yang cukup luas untuk menampung barang yang akan dibongkar muat, jalan-jalan untuk
transportasi, dan daerah industri dibelakangnya. Pemilihan lokasi pelabuhan harus
mempertimbangkan berbagai faktor tersebut. Tetapi biasanya faktor-faktor tersebut tidak bisa
semuanya terpenuhi, sehingga diperlukan suatu kompromi untuk mendapatkan hasil optimal. Tinjauan
daerah perairan menyangkut luas perairan yang diperlukan untuk alur pelayaran, kolam putar (turning
basin), penambatan dan tempat berlabuh, dan kemungkinan pengembangan pelabuhan di masa
mendatang. Daerah perairan ini harus terlindung dari gelombang, arus dan sedimentasi. Untuk itu
beberapa pelabuhan ditempatkan di daerah terlindung seperti belakang pulau, di teluk, di muara
sungai/estuari. Daerah ini terlindung dari gelombang tetapi tidak terhadap arus sedimentasi.
Keadaan daratan tergantung pada fungsi pelabuhan dan fasilitas yang berhubungan dengan tempat
pengangkutan, penyimpanan dan industri. Pembangunan suatu pelabuhan biasanya diikuti dengan
perkembangan daerah sekitarnya. Untuk itu daerah daratan harus cukup luas untuk mengantisipasi
perkembangan industri di daerah tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi pelabuhan adalah sebagai berikut ini.
a. Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pelabuhan termasuk pengerukan
pertama yang harus dilakukan.
b. Biaya operasi dan pemeliharaan, terutama pengerukan endapan di alur dan kolam pelabuhan.
Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk membangun suatu pelabuhan
dan kemungkinan untuk pengembangan di masa mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk
BAB II - 3
Perencanaan Pelabuhan
membangun suatu fasilitas pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang dan juga daerah industri.
Apabila daerah daratan sempit maka pantai harus cukup luas dan dangkal untuk memungkinkan
perluasan daratan dengan melakukan penimbunan pantai tersebut. Daerah yang akan digunakan
untuk perairan pelabuhan harus mempunyai kedalaman yang cukup sehingga kapal-kapal bisa masuk
pelabuhan.
Selain keadaan tersebut, kondisi geologi juga perlu diteliti mengenai sulit tidaknya melakukan
pengerukan daerah perairan dan kemungkinan menggunakan hasil pengerukan tersebut untuk
menimbun tempat lain. Di beberapa tempat, daerah pantai (daratan) merupakan daerah rawa yang
sering tergenang air pada waktu air pasang dan merupakan tanah yang mempunyai daya dukung
sangat rendah untuk mendukung bangunan-bangunan di atasnya.
Untuk itu apabila di daerah perairan
diperlukan pengerukan, dan jika tanah
kerukan berupa pasir, maka tanah
tersebut dapat digunakan untuk
menimbun daerah yang akan didirikan
bangunan.
Gambar 2.2. adalah contoh penggunaan
bahan kerukan dasar laut untuk merekla
masi daerah rawa. Daerah daratan secara
periodik dipengaruhi oleh pasang surut
air. Pada saat air surut daerah daratan
kering sedang pada waktu pasang
tergenang air. Daerah tersebut akan
dibangun suatu pelabuhan. Dibuat turap
atau penahan tanah, yang nantinya dapat
dimanfaatkan sebagai dermaga. Tanah
hasil kerukan dasar laut digunakan untuk
menimbun daratan, dengan demikian
diperoleh kedalaman perairan yang cukup
untuk kolam pelabuhan, sementara
Gambar 2.2. Skema pembuatan pelabuhan di daerah rawa daerah rawa dapat direklamasi.
2. Tinjauan pelayaran
Pelabuhan yang dibangun harus mudah dilalui kapal-kapal yang akan menggunakannya. Kapal yang
berlayar dipengaruhi oleh faktor alam seperti angin, gelombang dan arus yang dapat menimbulkan
gaya-gaya yang bekerja pada badan kapal. Faktor tersebut semakin besar apabila pelabuhan terletak
dipantai yang terbuka ke laut, dan sebaliknya pengaruhnya berkurang pada pelabuhan yang terletak di
daerah yang terlindung secara alam. Pada umumnya angin dan arus mempunyai arah tertentu yang
dominan. Diharapkan bahwa kapal-kapal yang sedang memasuki pelabuhan tidak mengalami
dorongan arus pada arah tegak lurus sisi kapal. Demikian juga, sedapat mungkin kapal-kapal harus
memasuki pelabuhan apada arah sejajar dengan arah angin dominan. Gelombang yang mempunyai
amplitudo besar besar akan menyebabkan diperlukannya kedalaman saluran pengantar yang lebih
besar, karena pada keadaan tersebut kapal-kapal berosilasi (bergoyang naik turun sesuai dengan
fluktuasi muka air).
3. Tinjauan sedimentasi
Pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang cukup bagi pelayaran di daerah perairan pelabuhan
memerlukan biaya yang cukup besar. Pengerukan ini dapat dilakukan pada waktu membangun
pelabuhan maupun selama perawatan. Pengerukan selama perawatan harus sedikit mungkin.
Pelabuhan harus dibuat sedemikian rupa sehingga sedimentasi yang terjadi harus sesedikit mungkin
(kalau bisa tidak ada). Untuk itu di dalam perencanaan pelabuhan harus ditinjau permasalahan
sedimentasi.
BAB II - 4
Perencanaan Pelabuhan
Proses erosi dan sedimentasi tergantung pada sedimen dasar dan pengaruh hidrodinamika
gelombang dan arus. Jika dasar laut terdiri dari material yang mudah bergerak, maka arus gelombang
akan mengerosi sedimen dan membawanya searah dengan arus. Sedimen yang ditranspor tersebut
bisa berupa bed load (menggelinding, menggeser di dasar laut) seperti misalnya pasir atau melayang
untuk sedimen suspensi (lumpur, lempung). Apabila kecepatan arus berkurang (misalnya diperairan
pelabuhan) maka arus tidak mampu lagi mengangkut sedimen sehingga akan terjadi sedimentasi di
daerah tersebut. Proses sedimentasi ini sulit ditanggulangi, oleh karena itu masalah ini harus diteliti
dengan baik untuk dapat mempredikasi resiko pengendapan. Sedimen yang ada di daerah pantai bisa
berupa pasir atau sedimen suspensi. Sedimen suspensi biasanya berasal dari sungai-sungai yang
bermuara di pantai.
Gelombang menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada kapal dan bangunan pelabuhan. Untuk
menghindari gangguan gelombang terhadap kapal yang berlabuh maka dibuat bangunan pelindung
yang disebut pemecah gelombang.
Di dalam tinjauan pelayaran, diharapkan bahwa kapal-kapal dapat masuk ke pelabuhan menurut alur
pelayaran lurus (tanpa membelok) dan alur tersebut harus searah dengan arah penjalaran gelombang
terbesar dan arah arus. Suatu mulut pelabuhan yang besar akan memudahkan kapal memasuki
pelabuhan.
Akan tetapi pada umumnya persyaratan-persyaratan untuk kemudahan pelayaran tidak bisa
semuanya terpenuhi. Mulut pelabuhan yang besar dan menghadap arah datangnya gelombang akan
memyebabkan masuknya energi gelombang yang besar ke pelabuhan, sehingga mengganggu kapal
yang sedang bongkar muat barang. Demikian juga mulut pelabuhan yang menghadap arah arus juga
akan menyebabkan sedimentasi di pelabuhan.
Oleh karena itu harus diambil kompromi sehingga didapat pelabuhan yang andal dan memungkinkan
kapal-kapal dapat berlabuh dengan mudah.
Kedalaman laut sangat berpengaruh pada perencanaan pelabuhan. Di laut yang mengalami pasang
surut variasi muka air kadang-kadang cukup besar. Menurut pengalaman, tinggi pasang surut yang
kurang dari 5 m, maka terpaksa dibuat suatu pelabuhan tertutup yang dilengkapi dengan pintu air
untuk memasukkan dan mengeluarkan kapal. Di sebagian besar perairan Indonesia, tinggi pasang
surut tidak lebih dari 2 m sehingga digunakan pelabuhan terbuka.
Untuk pelayaran, kapal-kapal memerlukan kedalaman air yang sama dengan sarat (draft) kapal
ditambah dengan suatu kedalaman tambahan. Kedalaman air untuk pelabuhan didasarkan pada
frekuensi kapal-kapal dengan ukuran tertentu yang masuk ke pelabuhan. Jika kapal-kapal terbesar
masuk ke pelabuhan hanya satu kali dalam beberapa hari, maka kapal tersebut hanya boleh masuk
pada waktu air pasang. Sedang kapal-kapal kecil harus dapat masuk ke pelabuhan pada setiap saat.
Ukuran pelabuhan ditentukan oleh jumlah dan ukuran kapal-kapal yang akam menggunakannya serta
kondisi lapangan yang ada. Ditinjau dari segi biaya, ukuran pelabuhan harus sekecil mungkin, tetapi
masih memungkinkan pengoperasian yang mudah. Pemakaian kapal tunda untuk membantu gerak
kapal di dermaga juga berpengaruh pada ukuran pelabuhan. Luas minimum pelabuhan adalah ruang
yang diperlukan untuk dermaga ditambah dengan kolam putar (turning basin) yang terletak di
depannya. Ukuran kolam putar tergantung pada ukuran kapal dan kemudahan gerak berputar kapal,
yang dapat dibedakan dalam empat macam.
1. Ukuran ruang optimum untuk dapat berputar dengan mudah memerlukan diameter empat kali
panjang kapal yang menggunakannya.
2. Ukuran menengah ruang putar dengan sedikit kesulitan dalam berputar mempunyai diameter
BAB II - 5
Perencanaan Pelabuhan
dua kali dari panjang kapal terbesar yang menggunakannya. Gerak putaran akan lebih lama
dan dapat dilakukan oleh kapal dan bantuan kapal tunda.
3. Ruang putaran kecil yang mempunyai diameter kurang dari dua kali panjang kapal. Gerakan
berputar dapat dilakukan dengan menggunakan jangkar dan bantuan kapal tunda.
4. Ukuran minimum ruang putaran harus mempunyai diameter dua puluh prosen lebih panjang
dari panjang kapal terbesar yang menggunakannya. Dalam hal ini untuk membantu
perputaran, kapal harus ditambatkan pada suatu titik tetap, misalnya dengan pelampung ,
dermaga, atau jangkar.
Gambar 2.3. adalah contoh pelabuhan
dengan dermada (pier) tunggal dan kolam
putar serta alur pendekatan yang panjang
dan diperlebar pada ujung dekat pantai
untuk memungkinkan gerak berputarnya
kapal. Pelabuhan tersebut memerlukan
ruang minimum dan dapat menampung
dua kapal. Pelabuhan ini dibuat dengan
mengeruk alaur pada air dangkal.
Gambar 2.3. Pelabuhan sangat kecil Pelabuhan terlindung secara alam oleh
suatu pulau, sehingga tidak memerlukan
pemecah gelombang. Di pelabuhan ini
kapal yang akan meninggalkan dermaga
harus membelok sendiri terhadap ujung
pier dan kemudian meninggalkan
pelabuhan melalui alur pendekatan.
Gambar 2.4. merupakan contoh pelabuh
an dengan daerah perairan kecil. Dalam
hal ini angin dan gelombang mempunyai
Gambar 2.4. Pelabuhan kecil pada pantai cukup dalam satu arah, dan ketenangan air di pela
buhan diperoleh dengan membuat satu
pemecah gelombang yang bermula dari
garis pantai dan kemudian membelok
sejajar pantai. Kedalaman air bertambah
dengan cepat dari garis pantai, sehingga
lebar pelabuhan dapat dibatasi. Pemecah
gelombang dimanfaatkan sebagai derma
ga yang dapat digunakan oleh dua buah
kapal. Kapal berputar dengan mengguna
kan bantuan dolpin.
Gambar 2.5. Pelabuhan ukuran sedang
Gambar 2.5. menunjukkan bentuk
pelabuhan yang panjang dan sempit
dengan mulut masuk pelabuhan di satu
ujung dan mulut keluar pada ujung yang
lain. Dermaga dapat digunakan untuk
berlabuh empat kapal. Di dekat pemecah
gelombang yang sejajar pantai dilengkapi
dengan alat penambat yang digunakan
sebagai tempat tunggu selama dermaga
masih digunakan.
Gambar 2.6. adalah bentuk pelabuhan
dengan daerah perairan dilindungi oleh
dua buah pemecah gelombang dengan
Gambar 2.6. Pelabuhan besar satu mulut, sejumlah dermaga dan kolam
putar besar berbentuk lingkaran dengan
BAB II - 6
Perencanaan Pelabuhan
jari-jari sama dengan dua kali panjang kapal terbesar. Pelabuhan ini juga dilengkapi dengan tempat
penumpang sebelum kapal mendapat giliran merapat di dermaga. Selain itu juga terdapat tempat
untuk kapal-kapal kecil.
Pemecah gelombang digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan semi alam dan buatan.
Layout pemecah gelombang tergantung pada arah gelombang dominan, bentuk garis pantai, ukuran
minimum pelabuhan yang diperlukan untuk melayani trafik di pelabuhan tersebut. Pemecah
gelombang bisa berupa dua lengan yang menjorok ke laut dari garis pantai dan sebuah pemecah
gelombang yang sejajar pantai dan dilengkapi dengan dua mulut untuk masuk dan keluarnya kapal
(Gambar 2.5). Bentuk lain adalah satu lengan pemecah gelombang yang berawal dari pantai menuju
ke laut yang kemudian membelok dan sejajar pantai (Gambar 2.4).
Pemecah gelombang bisa pula terdiri dua lengan yang menjorok ke laut dari garis pantai dengan
kedua lengan tersebut konvergen dan membentuk suatu celah di laut untuk jalan masuk dan keluar
kapal (Gambar 2.6). Pemilihan bentuk layout pemecah gelombang sangat tergantung pada arah
gelombang dominan, dan ketenangan di kolam pelabuhan dapat diselidiki dengan menggunakan tes
model hidraulis.
Dimensi pemecah gelombang tergantung pada kedalaman air, tinggi pasang-surut, tinggi gelombang,
tipe pemecah gelombang dan bahan konstruksi. Elevasi puncak bangunan didasarkan pada muka air
pasang tertinggi dan dihitung dengan menggunakan run up gelombang, yaitu naiknya gelombang
pada permukaan pemecah gelombang sisi miring. Pemecah gelombang dari tumpukan batu akan
menyerap energi gelombang, sehingga run up gelombang lebih kecil dibanding dengan pemecah
gelombang dari dinding masif.
Untuk mengurangi tinggi gelombang di perairan pelabuhan, mulut pelabuhan tidak boleh lebih besar
dari yang diperlukan untuk keamanan pelayaran atau arus berbahaya yang ditimbulkan oleh pasang
surut. Perubahan elevasi muka air karena adanya pasang surut menyebabkan terjadinya arus
keluar/masuk pelabuhan melalui mulutnya. Karena mulut pelabuhan relatif sempit maka arus tersebut
mempunyai kecepatan tinggi yang dapat mengganggu gerak kapal. Lebar mulut pelabuhan tergantung
pada ukuran pelabuhan dan kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan. Biasanya untuk pelabuhan
kecil lebar mulut pelabuhan adalah 100 m, pelabuhan sedang antara 100 m dan 160 m, dan untuk
pelabuhan besar adalah 160 m sampai 260 m. Apabila mulut berada di antara pemecah gelombang
dengan sisi miring maka lebarnya diukur pada air rendah, yaitu sama dengan lebar yang diperlukan
ditambah dengan lebar karena kemiringan sisi bangunan pada kedalaman tersebut. Misalnya, jika
lebar mulut adalah 150 m dan mulut tersebut berada di antara pemecah gelombang dengan
kemiringan 1 : 3, maka untuk pelabuhan dengan kedalaman 10 m, lebar pada muka air rendah adalah
210 m.
BAB II - 7
Perencanaan Pelabuhan
BAB II - 8