Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Pada umumnya, anggota tubuh yang paling sering terkena cedera pada waktu berolahraga
adalah daerah sendi lutut. Cedera ini dapat terjadi karena sendi tersebut berfungsi melakukan
pergerakan sambil menyangga tubuh. Pada setiap persendian, terdapat serabut-serabut otot
yang menghubungkan tulang satu dengan tulang yang lainnya, serabut otot ini disebut ligamen,
oleh karena itu cedera yang mengenai pada daerah ligamen ini sering disebut sprain. Sendi
lutut dapat berfungsi untuk pergerakan dan untuk penyangga tubuh dikarenakan adanya
beberapa jenis ligament dan sedikit tendon.

Lutut merupakan persendian yang besar dalam tubuh, lutut mudah sekali terserang cedera
traumatik. Persendian ini kurang mampu melawan kekuatan medial, lateral, tekanan, dan rotasi,
karena lemahnya otot, dan mudah mendapat luka memar. Sendi lutut merupakan bagian dari
ekstrimitas inferior yang menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi
dari sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Sendi lutut ini termasuk dalam
jenis sendi engsel , yaitu pergerakan dua condylus femoris diatas condylus tibiae. Gerakan yang
dapat dilakukan oleh sendi ini yaitu gerakan fleksi, ekstensi dan sedikit rotasi. Jika terjadi
gerakan yang melebihi kapasitas sendi maka akan dapat menimbulkan cedera yang antara lain
terjadi robekan pada kapsul dan ligamentum di sekitar sendi.

Adapun mekanisme datangnya cedera sendi lutut yang berakibat serabut ligamen utama dari
lutut bisa menjadi putus - baik putus secara terpisah atau kombinasi tergantung pada aplikasi
dari kekuatan, pukulan, tekanan, gerakan yang melebihi batas keregangan, dan cedera ini dapat
terjadi karena suatu gaya pada garis lurus (straigth line) langsung atau melalui bidang tunggal
(single plane), atau karena suatu gaya berputar mendadak.

Semua gaya tersebut akan menimbulkan cedera pada bagian tengah ligamen colateral, bagian
samping ligamen colateral, bagian berputar dari ligamen, bagian belakang ligamen cruciate,
dan ligamen medial baik secara sebagian atau keseluruhan.

1
BAB II
ISI

2.1. Anatomi Sendi Lutut

Sendi lutut merupakan persendian yang paling besar pada tubuh manusia. Sendi ini terletak
pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri dari
dua articulatio condylaris diantara condylus femoris medialis dan lateralis dan condylus tibiae
yang terkait dan sebuah sendi pelana , diantara patella dan fascies patellaris femoris.

Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi sebenarnya sendi ini
terdiri dari tiga bagian sendi yang kompleks yaitu :
1) Condyloid articulatio diantara dua femoral condylus dan meniscus dan berhubungan dengan
condylus tibiae
2) Satu Articulatio jenis parsial arthrodial diantara permukaan dorsal dari patella dan femur.

Pada bagian atas sendi lutut terdapat condylus femoris yang berbentuk bulat, pada bagian
bawah terdapat condylus tibiae dan cartilago semilunaris. Pada bagian bawah terdapat
articulatio antara ujung bawah femur dengan patella. Fascies articularis femoris . tibiae dan
patella diliputi oleh cartilago hyaline. Fascies articularis condylus medialis dan lateralis tibiae
di klinik sering disebut sebagai plateau tibialis medialis dan lateralis.

Persendian pada sendi lutut termasuk dalam jenis sendi synovial (synovial joint ), yaitu sendi
yang mempunyai cairan sinovial yang berfungsi untuk membantu pergerakan antara dua buah
tulang yang bersendi agar lebih mudah bergerak. Secara anatomis persendian ini lebih
kompleks daripada jenis sendi fibrous dan sendi cartilaginosa.

Permukaan tulang yang bersendi pada synovial joint ini ditutupi oleh lapisan hyaline cartilage
yang tipis yang disebut articular cartilage , yang merupakan bantalan pada persambungan
tulang. Pada daerah ini terdapat rongga yang dikelilingi oleh kapsul sendi. Dalam hal ini kapsul
sendi merupakan pengikat kedua tulang yang bersendi agar tulang tetap berada pada tempatnya
pada waktu terjadi gerakan.

2
Kapsul sendi ini terdiri dari 2 lapisan :

1) Lapisan luar

Disebut juga kapsul fibrosa, terdiri dari jaringan ikat yang kuat dan tidak teratur. Lapisan ini
akan berlanjut menjadi lapisan fibrosa dari periosteum yang menutupi bagian tulang. Sebagian
dari lapisan ini akan menebal dan membentuk ligamentum.

2.) Lapisan dalam


Disebut juga membran sinovial, bagian dalam lapisan ini membatasi kavum sendi dan bagian
luar merupakan bagian dari articular cartilage. Membran ini tipis dan terdiri dari kumpulan
jaringan ikat. Membran ini menghasilkan cairan sinovial yang terdiri dari serum darah dan
cairan sekresi dari sel sinovial. Cairan sinovial ini merupakan campuran yang kompleks dari
polisakarida protein , lemak dan sel sel lainnya. Polisakarida ini mengandung hyaluronic acid
yang merupakan penentu kualitas dari cairan sinovial dan berfungsi sebagai pelumas dari
permukaan sendi sehingga sendi mudah digerakkan

Ada 2 condylus yang menutupi bagian ujung bawah sendi pada femur dan 2 tibial condylus
yang menutupi meniscus untuk stabilitas artikulasi femorotibial. Patella yang merupakan jenis
tulang sesamoid terletak pada segmen inferior dari tendon quadriceps femoris, bersendi dengan
femur, dimana patella ini terletak diantara 2 condylus femoralis pada permukaan anteroinferior.

Menurut arah gerakannya sendi lutut termasuk dalam sendi engsel ( monoaxial joints )yaitu
sendi yang mempunyai arah gerakan pada satu sumbu. Sendi lutut ini terdiri dari bentuk
konveks silinder pada tulang yang satu yang digunakan untuk berhubungan dengan bentuk
yang konkaf pada tulang lainnya.

3
Gambar 1. Gambaran anatomi lutut

Ligamentum pada sendi lutut dibagi dua yakni :

1) Ligamentum Ektrakapsular

Ligamentum ini terdiri dari :

a. Ligamentum Patellae
Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah melekat pada tuberositas
tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon
bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak
intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris
superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit.

b. Ligamentum Collaterale Fibulare

Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus lateralis dan
dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari capsul sendi
melalui jaringan lemak dan tendon m. popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis
melalui bursa m. poplitei.

4
c. Ligamentum Collaterale Tibiae

Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat dibagian atas pada
condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis tibiae.
Ligamentum ini menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus
medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendon m.
semimembranosus dan a. inferior medialis genu.

d. Ligamentum Popliteum Obliquum


Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya
membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini berjalan
menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas
menutupi tendon m. semimembranosus.

e. Ligamentum Transversum Genu

Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus , terdiri dari jaringan
connective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam perkembangannya , sehingga
sering tidak dijumpai pada sebagian orang

2) Ligamentum Intrakapsular

Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat kuat, saling menyilang
didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan anterior
sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini penting karena merupakan pengikat
utama antara femur dan tibiae.

Ligamentum intrakapsular terdiri dari :

a. Ligamentum Cruciata Anterior

Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan kearah atas,
kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial condylus
lateralis femoris. Ligamentum ini akan menegang bila lutut ditekuk dan akan mengendur bila
lutut diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk mencegah femur
bergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut berada dalam keadaan fleksi ligamentum
cruciatum anterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.

5
b. Ligamentum Cruciatum Posterior

Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan berjalan
kearah atas, depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior permukaan lateral
condylus medialis femoris. Serat-serat anterior akan mengendur bila lutut sedang ekstensi,
namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat posterior akan
menjadi tegang dalam keadaan ekstensi. Ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk
mencegah femur ke anterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi , ligamentum
cruciatum posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.

Gambar 2. Gambaran ligamentum pada lutut

Bursa sendi merupakan suatu tube seperti kantong yang terletak di bagian bawah dan belakang
pada sisi lateral di depan dan bawah tendon origo m. popliteus. Bursa ini membuka kearah
sendi melalui celah yang sempit diatas meniscus lateralis dan tendon m. popliteus. Banyak
bursa berhubungan sendi lutut. Empat terdapat di depan, dan enam terdapat di belakang sendi.
Bursa ini terdapat pada tempat terjadinya gesekan di antara tulang dengan kulit, otot, atau
tendon.

6
Gambar 3. Gambaran anterior lutut saat ekstensi

Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang yang mensarafi
otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan pada sendi lutut. Sehingga
sendi lutut disarafi oleh :
1. N. Femoralis
2. N. Obturatorius
3. N. Peroneus communis
4. N. Tibialis

Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar sendi ini.
Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri femoralis, cabang-cabang
genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri circumflexia femoralis dan cabang
ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk
kemudian akan memasuki vena femoralis.

7
Gambar 4. Perdarahan pada lutut

Sistem limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan fascia subcutaneous.
Kemudian selanjutnya akan bergabung dengan kelenjar getar bening sub inguinal superfisialis.
Sebagian lagi aliran limfe ini akan memasuki kelenjar popliteal, dimana aliran limfe berjalan
sepanjang vena femoralis menuju kelenjar getah bening inguinal dalam.

2.2. Pergerakan Sendi Lutut


Pergerakan pada sendi lutut meliputi gerakan fleksi, ekstensi, dan sedikit rotasi. Gerakan fleksi
dilaksanakan oleh m. biceps femoris, semimembranosus, dan semitendinosus, serta dibantu
oleh m.gracilis, m.sartorius dan m.popliteus.

8
Gambar 5. Gambaran ekstensi dan fleksi pada pergerakan lutut

Fleksi sendi lutut dibatasi oleh bertemunya tungkai bawah bagian belakang dengan paha.
Ekstensi dilaksanakan oleh m. quadriceps femoris dan dibatasi mula-mula oleh ligamentum
cruciatum anterior yang menjadi tegang. Ekstensi sendi lutut lebih lanjut disertai rotasi medial
dari femur dan tibia serta ligamentum collaterale mediale dan lateral serta ligamentum
popliteum obliquum menjadi tegang, serat-serat posterior ligamentum cruciatum posterior juga
dieratkan. Sehingga sewaktu sendi lutut mengalami ekstensi penuh ataupun sedikit hiper-
ekstensi , rotasi medial dari femur mengakibatkan pemutaran dan pengetatan semua
ligamentum utama dari sendi, dan lutut berubah menjadi struktur yang secara mekanis kaku.

Rotasio femur sebenarnya mengembalikan femur pada tibia, dan cartilago semilunaris
dipadatkan mirip bantal karet diantara condylus femoris dan condylus tibialis. Lutut berada
dalam keadaan hiperekstensi dikatakan dalam keadaan terkunci. Selama tahap awal ekstensi ,
condylus femoris yang bulat menggelinding ke depan mirip roda di atas tanah, pada permukaan
cartilago semilunaris dan condylus lateralis. Bila sendi lutut di gerakkan ke depan , femur
ditahan oleh ligamentum cruciatum posterior, gerak menggelinding condylus femoris diubah
menjadi gerak memutar. Sewaktu ekstensi berlanjut, bagian yang lebih rata pada condylus
femoris bergerak ke bawah dan cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis
bentuk condylus femoris yang berubah.

Selama tahap akhir ekstensi, bila femur mengalami rotasi medial, condylus lateralis femoris
bergerak ke depan, memaksa cartilago semilunaris lateralis ikut bergerak ke depan. Sebelum
fleksi sendi lutut dapat berlangsung, ligamentum-ligamentum utama harus mengurai kembali
dan mengendur untuk memungkinkan terjadinya gerakan diantara permukaan sendi. Peristiwa

9
mengurai dan terlepas dari keadaan terkunci ini dilaksanakan oleh m. popliteus, yang memutar
femur ke lateral pada tibia. Sewaktu condylus lateralis femoris bergerak mundur , perlekatan
m. popliteus pada cartilago semilunaris lateralis akibatnya tertarik kebelakang. Sekali lagi
cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus yang
berubah.

Gambar 6. Pergerakan otot pada lutut

Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi 90 derajat , maka kemungkinan rotasio sangat luas. Rotasi
medial dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinos
us. Rotasi lateral dilakukan oleh m. biceps femoris. Pada posisi fleksi, dalam batas tertentu
tibia secara pasif dapat di gerakkan ke depan dan belakang terhadap femur , hal ini
dimungkinkan karena ligamentum utama , terutama ligamentum cruciatum sedang dalam
keadaan kendur.

Stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus otot yang bekerja terhadap sendi dan juga
oleh kekuatan ligamentum. Dari faktor-faktor ini, tonus otot berperan sangat penting, dan
menjadi tugas ahli fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan otot ini, terutama m. quadriceps
femoris, setelah terjadi cedera pada sendi lutut.

2.3. Cedera Lutut

Trauma pada lutut lebih sering terjadi pada sisi medial dibandingkan pada sisi lateral.
Ligamentum collaterale laterale ( fibulare ) lebih kuat mengikat sendi daripada ligamentum

10
collaterale medial ( fibula). Kerusakan pada ligamentum collaterale terjadi sebagai akibat dari
pukulan pada lutut pada sisi yang berlawanan. Pukulan yang berat pada sisi medial dari lutut ,
yang mana dapat menimbulkan kerusakan pada ligamentum collaterale fibulare lebih jarang
terjadi bila di bandingkan dengan pukulan pada sisi lateral lutut.

Meniscus medialis melekat kuat pada ligamentum collaterale tibialis dan frekuensi kerusakan
20 kali lebih sering terjadi di bandingkan dengan meniscus lateralis. Meniscus yang robek
dapat menimbulkan bunyi “click“ selama ekstensi dari kaki, bila kerukan lebih berat potongan
sobekan dari cartilago dapat bergerak di antara permukaan persendian tibia dan femur.. Hal ini
menyebabkan lutut menjadi terkunci pada posisi sedikit fleksi.

Bila lutut digerakkan ke anterior dengan berlebihan ataupun bila lutut hiperekstensi,
ligamentum cruciatum anterior dapat robek sehingga menyebabkan sendi lutut menjadi tidak
stabil. Dan bila lutut digerakkan ke posterior dengan berlebihan maka ligamentum cruciatum
posterior dapat robek. Tindakan bedah pada ligamentum cruciatum melalui transplantasi
ataupun artificial ligamentum digunakan untuk memperbaiki kerusakan. Pada meniscus
medialis, pada cedera yang berat ligamentum cruciatum anterior, yang juga melekat pada
meniscus medialis juga ikut rusak.

Cedera pada ligamen (sprain) dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:

1. Sprain tingkat I.
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamen dan hanya beberapa serabut yang
putus.
2. Sprain tingkat II.
Pada cedera ini lebih banyak serabut otot dari ligamen yang putus, tetapi lebih setengah
dari serabut ligamen masih utuh.
3. Sprain tingkat III.
Pada cedera ini seluruh ligamen putus sehingga kedua ujungnya terpisah.

Dislokasi Sendi Lutut

Dislokasi sendi lutut sangat jarang ditemukan dan hanya 2,3% dari seluruh dislokasi sendi.
Dislokasi biasanya terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan dengan lutut dalam
keadaan fleksi. Dislokasi dapat bersifat anterior, posterior, lateral, medial atau rotasi. Dislokasi
anterior lebih sering ditemukan dimana tibia bergerak ke depan terhadap femur. Dengan tanpa
mempertimbangkan jenis dislokasi sendi yang terjadi, trauma ini merupakan suatu trauma

11
hebat yang selalu menimbulkan kerusakan pada kapsul, ligament yang besar dan sendi. Trauma
juga dapat menyebabkan dislokasi yang terjadi disertai dengan kerusakan pada nervus proneus
dan ateri poplitea.

Adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hemostasis, serta
deformitas. Pemeriksaan dengan radiologis dengan foto rontgen, diagnosis dapat ditegakkan.
Dislokasi sendi lutut merupakan suatu keadaan yang serius karena dapat menyebabkan
kerusakan yang hebat pada pembuluh darah dan saraf serta ligament. Tindakan reposisi dan
manipulasi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi
hemartrosis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 10-150 selama satu minggu dan setelah
pembengkakan menurun dipasang gips sirkuler di atas lutut selama 7-8 minggu. Apabila
setelah reposisi ternyata lutut tidak stabil dalam posisi varus dan valgus, maka harus dilakukan
operasi untuk perbaikan ligament. Pada dislokasi yang lama tidak mungkin dilakukan reduksi
sehigga perlu dipertimbangkan cara-cara operasi yang sesuai.

Fraktur patella

Patela merupakan tulang sesamoid yang paling besar pada tubuh dan mempunyai fungsi
mekanis dalam eksistensi anggota gerak bawah. Disebelah proksimal melekat otot kuadriseps.

Mekanisme trauma

Fraktur patella dapat terjadi dalam dua cara :

1. Kontraksi yang hebat otot kuadriseps, misalnya menekuk secara keras dan tiba-tiba
2. Jatuh dan mengenai langsung tulang patella.

Klasifikasi

Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan bersifat trasversal (fraktur crack)
Tipe II : fraktur transversal dengan pergeseran
Tipe III : fraktur transversal pada kutub atas/bawah
Tipe IV : fraktur komunitif
Tipe V : fraktur vertical

Fraktur transversal biasanya terjadi oleh kontraksi yang hebat, sedangkan fraktur komunitif
terjadi oleh trauma langsung pada patella. Adanya trauma pada daerah lutut disertai
pembengkakan, nyeri dan hemartrosis. Mungkin dapat diraba adanya ruang fragmen patella.

12
Pada pemeriksaan didapatkan adanya cekungan dan penderita tidak dapat melalukan ekstensi
anggota gerak bawah. Dengan foto rontgen dapat ditemukan fraktur dan jenis fraktur patela.
Fraktur transversal biasanya disertai dengan robekan dari ekspansi ekstensor.

Pengobatan pada fraktur patella bergantung pada jenis frakturnya. Pada fraktur yang tidak
bergeser, bila ada hamartrosis yang besar, dilakukan aspirasi secara steril dan dipasang gips
silinder selama 4-6 minggu. Fisioterapi dilakukan selama gips terpasang. Pada fraktur yang
bergeser, dimana terjadi fraktur transversal diperlukan operasi dan rekonstruksi kembali
ekspansi ekstensor serta tulang patella dengan menggunakan tension band-wiring. Fisioterapi
dapat segera dilakukan setelah operasi, baik penguatan kuadriseps maupun gerakan pada sendi
lutut. Fraktur kutub bawah dengan fragmen kecil yang komunitif dilakukan eksisi dan
rekonstruksi kembali ligament patella. Dan pada fraktur komunitif terutama pada orang tua
dimana rekonstruksi kembali patella tidak mungkin dilakukan, sebaiknya patella dieksisi.

Komplikasi :

1. Osteoarthritis patelomoral, apabila tidak dilakukan reposisi patella yang akurat, maka
akan terjadi diskonkruensi/ketidaksesuaian antara patella dan kondilus femur
2. Gangguan fleksi ekstensi terjadi apabila tidak dilakukan fisioterapi serta adanya
kerusakan pada ekspansi ekstensor yang tidak dilakukan koreksi penjahitan
3. Kekakuan sendi lutut
4. Nonunion

Trauma Pada Mekanisme Ekstensor Lutut

Trauma apparatus kuadriseps akan menimbulkan robekan atau fraktur pada patella. Pada
keadaan ini dapat terjadi robekan pada kutub atas patella, kutub bawah pada perlengketan
dengan tuberositas tibia, dan fraktur patella.

Pada robekan kutub atas patella dan robekan pada kutub bawah pada perlengketan dengan
tuberositas tibia, pengobatan berupa penjahitan ligament patella dan imobilisasi dengan gips
sirkuler. Pada robekan disertai fraktur patella, disamping dilakukan penjahitan mekanisme
ekstensor lutut, juga dilakukan pengobatan fraktur patella.

13
Dislokasi Patela

Dislokasi patella biasanya ke arah lateral, berupa :

1. Dislokasi akut, biasanya terjadi pada saat lutut dalam posisi fleksi atau semi fleksi dan
patella bergeser kearah lateral dari kondilus femur. Gambaran klinis pada dislokasi akut
adalah sendi lutut tidak dapat di ekstensikan. Reposisi dapat terjadi secara spontan atau
dilakukan secara manual. Pengobatan dilakukan reposisi sebaiknya dipertahankan
dengan gips silinder selama 6 minggu.

2. Dislokasi rekuren, sering terjadi pada wanita dewasa muda. Penyebabnya oleh
kedangkalan lekukan interkondiler femur, letak patella yang tinggi dan kecil, dan genu
valgum

3. Dislokasi habitual, lebih jarang ditemukan dan biasanya terjadi pada anak-anak.
Penyebab utama adalah pemendekan otot kuadriseps terutama komponen vastus
lateralis karena fibrosis setelah injeksi muskulus kuadrisep. Pengobatan dengan
operasi.

Robekan Ligament Pada Lutut

Robekan ligament pada lutut biasanya terjadi pada atlet dan olahragawan, dapat menimbulkan
masalah gawat berupa kecacatan disertai ketidakmampuan untuk berolahraga secara
professional. Trauma ligamen pada lutut dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

1. Robekan pada ligamen medial (dengan atau tanpa robekan ligament krusiatum)
2. Robekan pada ligament lateral (dengan atau tanpa robekan ligament krusiatum)
3. Robekan pada ligament krusiatum semata-mata
4. Robekan tidak total (strain)

Robekan pada ligamen medial

Robekan pada ligament medial lebih sering ditemukan. Robekan terjadi sewaktu tibia
mengalami abduksi pada femur disertai trauma rotasi. Urutan robekan pada ligament
tergantung beratnya trauma, yaitu : robekan pada selaput sendi bagian superficial, pada
ligament kontralateral medial, pada ligament krusiatum anterior, terjadi apabila trauma
berlanjut dengan tibia rotasi ke arah eksterna. Robekan ligament kontralateral medial dan
kruasiatum anterior dapat disertai dengan robekan meniscus medialis dan disebut Trias
O’Donoghue.

14
Pembengkakan pada lutut disertai efusi pada sendi lutut. Nyeri tekan bagian medial pada
daerah ligament medial terutama bagian proksimal yang melekat pada femur. Pemeriksaan
radiologis dilakukan di bawah pembiusan dengan foto AP dan foto stress AP. Pada foto AP
mungkin ditemukan avulse disertai fragmen kecil tulang. Bergesernya bagian proksimal medial
dari tibia terhadap femur menunjukkan robekan pada ligament medial saja. Apabila pergeseran
lebih hebat maka mungkin terjadi juga robekan pada ligament krusiatum. Untuk menentukan
stabilitas sendi dapat dilakukan tes drawer dan tes menurut Lachman. Pemeriksaan artroskopi
dapat menentukan kelainan-kelainan yang terjadi.

Ada dua cara pengobatan, yaitu konservatif dan operatif. Konservatif dilakukan bila robekan
tidak hebat (tidak total) dapat dilakukan aspirasi lutut dan pemasangan gips silinder. Pada
tindakan operatif dilakukan apabila terdapat robekan yang besar dengan penjahitan pada
ligament yang robek.

Robekan pada ligament lateral

Robekan pada ligament lateral lebih jarang ditemukan dan terjadi akibat abduksi tibia terhadap
femur (strain varus)

Robekan pada ligament krusiatum

Robekan ligament krusiatum anterior dapat bersama-sama dengan robekan ligament kolateral
medial. Hal ini terjadi karena pergerakan bagian proksimal tibia terhadap femur ke depan
secara keras atau terjadi karena lutut dalam keadaan hiperekstensi, robekan ligament krusiatum
posterior terjadi akibat pergerakan hebat bagian proksimal tibia ke belakang femur.

Dalam keadaan normal ligament kruasiatum anterior (insersinya di bagian depan tibia)
mencegah pergerakan tibia ke depan terhadap femur sedangkan ligament krusiatum posterior (
insersinya di bagian belakang tibia) mencegah pergerakan tibia ke belakang.

Pemeriksaan ligament krusiatum dilakukan dengan penderita dalam posisi berbaring


terlentang. Lutut fleksi kira-kira 900. Tungkai bawah dipegang di bagian proksimal tibia dan
ditarik kedepan atau didorong ke belakang. Apabila pergerakan ke depan bebas, maka terdapat
robekan pada ligament krusiatum anterior adan apabila pergerakan ke belakang bebas maka
terdapat robekan pada ligament krusiatum posterior. Gejala ini disebut drawer sign. Instabilitas

15
sendi dapat ditunjukkan dengan menggerakan bagian proksimal tibia ke depan dengan lutut
dalam psisi fleksi 10-200 ( tes menurut Lachman)

Pengobatan pada robekan ligament krusiatum anterior dengan cara operasi dan rekonstruksi
kembali biasanya kurang memuaskan. Pengobatan pada robekan ligament krusiatum posterior
dapat dilakukan rekonstruksi dari ligament sendiri atau dengan operasi lain yang memberikan
stabilitas pada sendi. Operasi dapat secara terbuka atau dengan mempergunakan alat artroskopi.

Strain ligament medial dan lateral

Strain terjadi bila trauma yang ada tidak cukup kuat untuk menyebabkan suatu robekan total
pada ligament ini. Strain pada ligament medial lebih sering terjadi daripada ligament lateral
karena trauma abduksi.

Pada anamnesis ditemukan adanya riwayat trauma abduksi atau adduksi disertai nyeri pada
ligamen terkena. Dengan pemeriksaan stress, penderita mengeluh lebih sakit tetapi
pemeriksaan artroskopi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pengobatan dilakukan
dengan pemakaian gips silinder selama 20 minggu.

Robekan Meniskus

Robekan meniscus (tulang rawan semilunar) sering ditemukan pada atlet, terutama pemain
sepak bola, kebanyakan mengenai usia di bawah 45 tahun. Meniscus terdiri atas meniscus
medialis dan meniscus lateralis. Meniscus hampir tidak mempunyai vaskularisasi sehingga
apabila terdapat robekan biasanya tidak disertai dengan hemartrosis, tetapi cairan yang terjadi
adalah reaksi terhadap trauma (inflamasi).

Robekan terjadi apabila ada trauma rotasi dimana lutut dalam posisi semi fleksi atau fleksi,
robekan meniscus medialis lebih sering terjadi daripada robekan meniscus lateralis. Robekan
pada meniscus biasanya menurut garis longitudinal sepanjang meniscus yang diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu : Bucket-handle, Robekan tanduk posterior, robekan tanduk anterior.

Pada anamnesis terdapat riwayat trauma dan pembengkakan pada lutut tidak terjadi segera
setelah trauma. Pembengkakan biasanya terjadi setelah 24 jam. Terdapat nyeri pada daerah sela
sendi dimana terjadi robekan. Mungkin dapat terjadi locking yaitu lutut tiba-tiba tidak dapat
diekstensikan karena adanya bagian meniscus yang terjebak dalam ruang sendi. Pada
pemeriksaan ditemukan atrofi otot kuadriseps, adanya cairan dalam sendi, nyeri tekan pada

16
daerah robekan meniscus medial atau lateral. Pemeriksaan untuk menentukan adanya robekan
pada meniscus, yaitu tes Mc Murray, Tes grinding menurut Apley, tes distraksi dan dengan
pemeriksaan tambahan seperti artrografi, dan artroskpoi.

Robekan pada meniscus sebaiknya dilakukan penjahitan tanpa membuang meniscus apabila
masih dapat dipertahankan, karena pengeluaran meniscus akan mempercepat terjadinya
osteoarthritis di kemudian hari. Dengan alat artroskopi dapat dilakukan penjahitan meniscus
atau pengeluaran sebagian meniscus (partial menisectomy) dengan pemulihan rehabilitasi yang
cepat. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi meniscus yaitu : locking yang terus berulang-
ulang dan tindakan operasi dapat memberikan jalan keluar, nyeri terus menerus, dan atlet
professional.

Diagnosis banding yaitu : benda asing dalam ruang sendi, osteokondritis disekan, synovial
kondromatosis, osteoarthritis lutut, meniscus discoid (meniscus yang tebal secara bawaan),
dislokasi patella rekuren, fraktur spina tibia, trauma pada ligament krusiatum, kondromalasia
patella, kista meniscus.

2.4. Pemeriksaan pada Cedera Lutut

Luka akut dan kronis pada lutut dapat mengakibatkan ketidakstabilan sendi. Disarankan bahwa
lutut yang terluka diperiksa stabilitasnya secepat mungkin setelah cedera. Tes-tes seperti ini
sebaiknya dilakukan hanya oleh tenaga yang sudah terlatih dan profesional secara baik. Lutut
yang cedera dan lutut yang tidak cedera dites dan dikontraskan atau dibedakan untuk
menentukan suatu perbedaan dalam tingkat stabilitasnya.

Adapun beberapa tes pemeriksaan pada cedera lutut adalah :


1. Tes Tekanan Valgus dan Varus

Gerakan valgus adalah gerakan ke sisi luar/samping (lateral), sedangkan gerakan varus adalah
gerakan ke sisi dalam/tengah (medial) dari sendi yang terjadi secara mendadak. Tes tekanan
valgus dan varus dimaksudkan untuk melihat kelemahan kompleks kestabilan lateral dan
medial, khususnya serabut ligament collateral.

17
Gambar 7. Tes tekanan valgus dan varus

a. Pelaksanaan Tes Tekanan Valgus

Pelaksanaan tes ini yaitu penderita berbaring telentang dengan kaki diluruskan. Untuk menilai
bagian medial, pemeriksa memegang pergelangan kaki secara kuat dengan menggunakan satu
tangan, sambil meletakkan tangan yang lain pada kepala tulang fibula. Pemeriksa kemudian
dengan kekuatan yang terukur menggerakkan lutut untuk membuka ke sisi samping sebelah
luar, tekanan valgus diterapkan dengan lutut yang di ekstensikan secara penuh pada 0 derajat
dan pada fleksi 30 derajat. Pengujian tes ekstensi penuh ligamen medial kolateral (medial
collateral laterale/MCL) dan kapsula posteromedial. Pada sudut fleksi 30 derajat ligamen
medial kolateral (MCL) adalah terpisah.

b. Pelaksanaan Tes Tekanan Varus

Posisi penderita berbaring telentang dengan kaki diluruskan, sedangkan pemeriksa mengambil
posisi badan dan pegangan kebalikan dari pemeriksaan tekanan valgus. Periksa dan lakukan
tes ke samping lateral dengan daya varus pada lutut dan diekstensikan penuh, kemudian
lakukan dengan fleksi 30 derajat. Dengan lutut diekstensikan penuh maka ligamen lateral
kolateral (ligamentum lateral collaterale/LCL) dan kapsula posterolateral telah terselesaikan.
Pada fleksi 30 derajat LCL adalah terpisah. Tungkai bawah akan dinetralkan dengan tidak
adanya rotasi internal dan eksternal .

18
2. Tes Anterior Cruciate Ligament
Disebutkan bahwa banyak tes yang digunakan untuk menentukan integritas dari ligamen
cruciate. Diantaranya ada tes Drawer Anterior , tes Drawer Lachman, tes pivot-shift, tes Jerk,
dan tes Drawer fleksi-rotasi.
Adapun penjelasan beberapa macam tes untuk menentukan integritas ligamen cruciate adalah
seperti di bawah ini :

a. Tes Drawer Anterior

Cara kerja tes drawer anterior adalah penderita berbaring pada meja pelatihan dengan tungkai
yang cedera di fleksikan, sementara pemeriksa menghadap ke bagian depan tungkai penderita
yang cedera, kemudian putar bagian atas tungkai dan sesegera mungkin di bawah sendi lutut
dengan kedua tangan. Jari-jari pemeriksa diletakkan pada ruang atau tempat popliteal dari
tungkai yang terfleksi, dengan ibu jari pada garis sendi medial dan lateral. Jari-jari lainnya dari
pemeriksa terletak pada tendo hamstring, untuk memastikan itu semua, rilekskan sebelum tes
dilaksanakan sebagai tata urutan kerja.

Gambar 8. Tes Drawer Anterior

Bila ditemukan tulang tibia ke arah depan dari bawah tulang femur, maka diartikan tanda
Drawer anterior yang positif. Jika tanda atau gejala Drawer anterior yang positif terjadi, maka
tes sebaiknya diulang dengan tungkai yang diputar secara internal 20 derajat dan diputar secara
eksternal 15 derajat. Penggeseran dari tulang tibia ke depan pada saat tungkai diputar secara
eksternal adalah suatu indikasi bahwa bagian posteromedial dari kapsul sendi, ligamen cruciate
anterior, atau kemungkinan ligamen bagian medial collateral mungkin terdapat robekan.

19
Gerakan ketika tungkai dirotasikan ke arah internal diindikasikan bahwa ligamen cruciate
anterior dan kapsul posterolateral mungkin terdapat robekan.

b.) Tes Drawer Lachman


Dalam beberapa tahun terakhir, tes Drawer lachman merupakan tes pilihan oleh karena adanya
tes Drawer lachman pada fleksi 90 derajat, hal ini dikarenakan tes tersebut tidak memaksa lutut
kedalam posisi yang menyakitkan (sangat nyeri) pada sudut 90 derajat, tetapi mengetesnya
lebih nyaman pada sudut 15 derajat. Alasan lain dibalik popularitas tes ini adalah bahwa tes ini
mengurangi kontraksi dari
otot hamstring. Kontraksi tersebut menyebabkan kekuatan pensetabilan lutut sekunder
cenderung untuk menutupi ekstensi yang nyata dari cedera.

Gambar 9. Tes Drawer Lachman

Tes Drawer lachman dilaksanakan dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi kira-kira dalam
sudut 30 derajat, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan dari pemeriksaan
mestabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir atau ujung distal dari tungkai atas,
dan tangan yang lain memegang bagian proksimal dari tulang tibia, kemudian usahakan untuk
digerakkan ke arah anterior.

20
Gambar 10. Tes Anterior drawer dan Tes Lachman

c. Tes Pivot-shift
Tes Pivot-shift dirancang untuk menentukan ketidakstabilan putaran anterolateral. Tes Pivot-
shift paling sering digunakan dalam kondisi kronis dan merupakan tes sensitif pada saat
ligamen cruciate bagian depan telah robek. Cara pemeriksaannya adalah penderita berbaring
telentang, salah satu tangan pemeriksa ditekan pada bagian kepala dari tulang fibula, tangan
yang satunya memegang pergelangan kaki penderita tersebut.

Gambar 11. Tes Pivot-Shifts

21
Untuk memulainya, tungkai bawah diputar secara internal dan lutut diekstensikan secara
penuh. Tungkai atas kemudian difleksikan dengan sudut 30 derajat dari pinggul, saat itu lutut
juga difleksikan dan daya valgus diterapkan oleh tangan bagian atas pemeriksa. Jika ligamen
cruciate bagian anterior robek, maka tibia sebelah lateral tanpa ada kemajuan , akan
disubluksasikan dalam posisi ini. Lutut difleksikan pada sudut 20 – 40 derajat tibia sebelah
lateral tetap akan berkurang dengan sendirinya, ini berakibat menghasilkan palpable shift atau
“clunk”.

d.) Tes Jerk


Cara pelaksanaan Tes Jerk merupakan petunjuk sebaliknya dari pivot-shift. Posisi dari lutut
diidentifikasi sebagai penerimaan tes pivot-shift, lutut digerakkan dari posisi fleksi ke dalam
ekstensi dengan tibia sebelah lateral tetap dalam penurunan posisi. Jika tidak cukup ligamen
cruciate sebelah anterior sebagai gerakan ke dalam ekstensi tibia akan disubluksasi pada fleksi
kira-kira 20 derajat, dan akhirnya menghasilkan sekali lagi palpable shift atau “clunk”.

Gambar 12. Tes Jerk

e.) Tes Drawer Fleksi-rotasi


Tes ini dilakukan dengan cara tungkai bawah diayunkan dengan lutut difleksikan antara 15 dan
30 derajat. Pada sudut 15 derajat, tibia disubluksasikan ke arah anterior dengan femur
dirotasikan ke arah eksternal. Lutut difleksikan ke sudut 30 derajat dan tibia diturunkan ke arah
posterior dan kemudian femur dirotasikan ke arah internal.

22
3. Tes Ligamen Cruciate Sebelah Posterior
Tes pada ketidakstabilan ligamen cruciate sebelah posterior dapat dikerjakan dengan beberapa
cara diantaranya termasuk tes Drawer Posterior, tes recurvatum rotasi eksternal, dan tes “Sag”
Posterior.

Adapun pelaksanaannya adalah sebagai berikut di bawah ini :


a.) Tes Drawer Posterior
Tes ini dibentuk dengan lutut difleksikan pada sudut 90 derajat dan kaki dalam keadaan netral.
Daya digunakan ke dalam arah posterior pada proksimal tibia tanpa ada perubahan. Bila
terdapat Drawer posterior positif maka dapat diindikasikan terjadi kerusakan pada cruciate
posterior.

Gambar 13. Tes Drawer Posterior

b.) Tes Recurvatum Rotasi Eksternal


Penderita tidur telentang di meja pelatihan kemudian pemeriksa memegang jari-jari kaki dan
angkat tungkai dari meja. Longgarnya posterior dan rotasi eksternal dari tibia mengindikasikan
kerusakan pada ligamen cruciate posterior dan ketidakstabilan posteropateral .

23
Gambar 14. Tes Recurvatum Rotasi Eksternal

c.) Tes “Sag” Posterior


Posisi penderita telentang di atas meja pelatihan, kedua lutut di fleksikan pada sudut 90 derajat.
Amati sisi lateral pada sebelah samping cedera, tibia akan terlihats longgar pada sisi posterior
ketika dibandingkan terhadap eksterimitas jika cruciate sebelah posterior mengalami
kerusakan.

Gambar 15. Tes Sag Posterior

4. Tes-tes Meniscus
Pada umumnya, untuk menentukan meniscus yang robek para pemeriksa sering mengalami
kesulitan. Terdapat tiga macam tes yang paling umum digunakan yaitu Tes McMurray, Tes
Kompresi Apley dan Tes Distraksi Apley.

Adapun cara penatalaksanaan tes-tes tersebut adalah sebagai berikut ini :


24
a.) Tes Meniscal McMurray
Tes McMurray digunakan untuk menentukan kehadiran badan atau tubuh yang lepas atau
longgar pada lutut. Cara kerjanya adalah penderita diletakkan menghadap ke atas di atas meja,
dengan tungkai yang cedera difleksikan secara penuh. Pemeriksa meletakkan salah satu tangan
pada kaki (telapak kaki) dengan tangan yang satunya diatas ujung lutut, jari-jari menyentuh
garis sendi sebelah medial. Pergelangan tangan melakukan gerakan seperti menuliskan
lingkaran kecil dan menarik tungkai ke dalam posisi ekstensi. Pada saat hal ini terjadi atau
dilakukan, tangan pada lutut merasa ada respon bunyi “klik”. Meniscus sebelah medial yang
robek dapat dideteksi pada saat tungkai bawah diputar secara eksternal sedangkan rotasi
internal memberikan deteksi dari lateral yang robek.

Gambar 16. Tes McMurray

b.) Tes Kompresi Apley


Tes Kompresi Apley dilakukan dengan posisi penderita berbaring menghadap kebawah
(tengkurap) dan tungkai bawah difleksikan sampai 90 derajat. Sementara tungkai atas
distabilkan, tungkai bawah segera diaplikasikan dengan tekanan ke bawah. Tungkai tersebut
kemudian diputar kembali dan seterusnya. Jika rasa nyeri timbul, maka cedera meniscus terjadi.
Tercatat bahwa terdapat robekan meniscus sebelah medial sewaktu dengan rotasi eksternal dan
robekan meniscus lateral dengan rotasi internal
tungkai bawah.

25
Gambar 17. Tes Kompresi Apley

c. Tes Distraksi Apley


Pada posisi yang sama dengan tes kompresi apley, pemeriksa menggunakan traksi pada tungkai
saat menggerakkannya kembali dan seterusnya . Maneuver ini membedakan robekan pada
ligamen kolateral dari robeknya kapsul dan meniscus. Jika kapsul atau ligamen terpengaruh,
maka rasa nyeri akan terjadi. Jika meniscus robek, maka tidak ada rasa nyeri yang terjadi dari
traksi dan rotasi.

Gambar 18. Tes Distraksi Apley

26
BAB III
KESIMPULAN

Luka akut dan kronis pada lutut dapat mengakibatkan ketidakstabilan sendi, lutut yang terluka
diperiksa stabilitasnya secepat mungkin setelah cedera dan dilakukan hanya oleh tenaga yang
sudah terlatih dan profesional secara baik. Lutut yang cedera dan lutut yang tidak cedera dites
dan dikontraskan atau dibedakan untuk menentukan suatu perbedaan dalam tingkat
stabilitasnya.
Tes untuk menentukan kelemahan kompleks kestabilan lateral dan medial, khususnya serabut
ligamen colateral yaitu dengan tes tekanan valgus dan varus. Untuk menentukan integritas dari
ligamen cruciate dapat dilakukan dengan menggunakan tes Drawer pada fleksi 90 derajat , tes
Drawer Lachman, tes pivot-shift, tes Jerk, dan tes Drawer fleksi-rotasi. Sedangkan untuk
ketidakstabilan ligamen cruciate sebelah posterior Dapat dikerjakan dengan tes Drawer
posterior, tes recurvatum rotasi eksternal, dan tes“Sag” Posterior. Adapun untuk menentukan
meniscus yang robek dapat menggunakan tes McMurray, tes kompresi apley dan tes distraksi
apley.

27
DAFTAR PUSTAKA

Canale, s., Beaty, James. 2007. Campbell's Operative Orthopaedics, 11th ed. Chapter 43
Knee Injuries by Miller, R., Azar, F. Mosby Elsevier.

Bucholz, R., Heckman, J., Court Charles, M., 2006. Rockwood & Green's Fractures in
Adults, 6th Edition. Chapter 49 - Fractures of the Patella and Injuries to the Extensor
Mechanism. Lippincott Williams & Wilkins

Harry B. Skinner. 2006. Current Diagnosis & Treatment in Orthopedics, Fourth Edition.
Chapter 4. Sports Medicine. The McGraw-Hill Companies

Duckworth, T., Blundell, C.M. Lecture Notes Orthopedics and Fractures, 4th edition.
Chapter 22. The Knee and Lower leg. Wiley Blackwell.

Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi ke 3. Bab 14 Trauma
Penerbit Yasif Watampone, Jakarta. Hal 441-448

Frank, H , Netter , M.D., Interactive Atlas of Human Anatomy , Ciba Medical Educations &
Publications , 1995

28

Anda mungkin juga menyukai