Anda di halaman 1dari 5

Permen Jari Berzat Adiktif Ditemukan di

Kediri
Oleh : Tempo.co
Kamis, 13 Oktober 2016 18:58 WIB

Permen telur cicik, jajanan di era 90-an. instagram.com

TEMPO.CO, Kediri – Satuan Narkoba Kepolisian Resor Kota Kediri menyita puluhan
permen jari yang dijual di depan sekolah. Permen ini diduga mengandung zat adiktif
yang membuat anak-anak kecanduan.

Dalam operasi permen jari yang dilakukan aparat kepolisian, petugas Dinas
Kesehatan, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan siang tadi di sejumlah
lingkungan sekolah dasar, ditemukan pedagang yang menjual permen tersebut.

“Kami cegah anak-anak mengkonsumsinya,” kata Yeti Sisworini, Kepala


Disperindagtamben yang mengkoordinir razia, Kamis 13 Oktober 2016.

Dalam razia tersebut, petugas mendatangi sejumlah sekolah yang menjadi langganan
para pedagang makanan. Salah satunya adalah Sekolah Taman Kanak-kanak dan
Pendidikan Anak Usia Dini (TK-PAUD) Al Falah di Kecamatan Pesantren. Di tempat
ini petugas memeriksa seluruh dagangan mereka untuk mencari keberadaan permen
jari.

Saat disita, pedagang tersebut mengaku tak mengetahui jika permen yang dijual
mengandung zat adiktif dan dilarang pemerintah. Dia bahkan menyebut omzet
penjualan permen jari menurun dibanding beberapa waktu lalu. “Sebelumnya sempat
sehari 2-3 permen per hari, sekarang satu saja sulit,” kata Siswandi, pedagang
makanan di depan TK Al Falah.

Keuntungan menjual permen jari bagi pedagang eceran seperti Siswandi cukup besar.
Satu pack permen berisi 20 permen jari dibeli dari toko besar seharga Rp 25.000.
Selanjutnya permen tersebut dijual eceran dengan harga RP 2.500 per biji atau
dengan keuntungan 100 persen. Permen ini banyak digemari anak-anak karena selain
bentuknya yang lucu, yakni bisa dimasuki jari, rasanya juga terdiri atas varian buah-
buahan.
Kasus Pil PCC di Kendari Dinilai
Sebagai Tamparan bagi Semua Pihak
Oleh: oke news
· Senin 18 September 2017 06:32 WIB

JAKARTA - Berbagai pihak yang menyesalkan sekaligus mengecam oknum pelaku


penyebaran dan penyalahgunaan secara ilegal obat terlarang jenis PCC (paracetamol,
carisoprodol, caffeine).
Salah satu anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD) RI asal Sulawesi Tenggara
(Sultra), Waode Hamsinah Bolu menilai bahwa kejadian massiv penyalahgunaan
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif lainnya) di Kendari hari-hari
terakhir ini adalah tamparan bagi kita semua. Tidak hanya untuk Pemerintah Kota
Kendari namun juga Pemerintah Pusat.
"Ini sudah lampu merah. Peringatan keras bagi pemerintah, bahwa ancaman NAPZA
sudah merangsek masuk hingga ke daerah," ujarnya kepada Okezone (18/9/2017).
Ia juga menghimbau, bahwa sebagai masyarakat Kota Kendari khususnya dan Sultra
umumnya harus sadar, bahaya sudah berada di dalam rumah dalam artian sudah
sanagt dekat.
"NAPZA adalah ancaman, terbukti beredar, diperjual belikan, dan memakan korban di
sekeliling kita. Dan yang lebih memprihatinkan adalah kenyataan, bahwa generasi
muda kita sedemikian rentan terhadap penyalahgunaan NAPZA ini," ungkapnya.
PCC sendiri yang mengandung zat aktif Crasoprodol dimana telah dilarang
penggunaannya oleh Peraturan Ka Badan POM sejak tahun 2008. Untuk efeknya,
pemakainya akan kehilangan keseimbangan, sakit kepala yang berlebih sampai denyut
jantungnya tidak stabil, kejang-kejang, pingsan dan tewas
95 Siswa SD Terlibat Penggunaan Narkoba

Oleh: Kompas.com - 20/01/2011, 22:54 BEKASI,


KOMPAS.com — Sebanyak 95 siswa SD di Kota Bekasi terlibat dalam penggunaan narkotika
dan obat-obatan terlarang selama 2010 berdasarkan hasil razia ke sekolah-sekolah dan tempat
umum yang dilakukan oleh aparat badan narkotika kota dan kepolisian setempat. Ketua Komisi
D DPRD Kota Bekasi, Heri Koswara, seusai dengar pendapat dengan Ketua dan Pelaksana
Badan Narkotika Kota Bekasi, di DPRD setempat, Kamis (20/1/2011), menegaskan, ke-95
siswa SD itu terindikasi menggunakan narkoba mulai dari ganja, permen mengandung zat
adiktif, menghirup lem, serta merokok. "Kita prihatin dengan terus meningkatnya kasus-kasus
narkoba yang kini bahkan sudah merambah ke tingkat anak-anak. Upaya pengawasan dari
orang tua terhadap tingkah laku, pergaulan, serta sikap anak perlu mendapat perhatian," kata
anggota Dewan dari PKS itu. Selain terhadap siswa SD, aparat juga menemukan pengguna
narkoba di tingkat SMP sebanyak 143 kasus, SMA 363 kasus, dan mahasiswa 43 kasus.
Melihat tingginya temuan, Heri meyakini jumlah pengguna narkoba itu meningkat dibanding
2009. Siswa SD yang menjadi pengguna narkoba itu sebagian dirujuk untuk mendapat
pengobatan dari kecanduan di pusat rehabilitasi narkoba, Lido Sukabumi, Jawa Barat. "Tidak
semua yang menjadi pengguna dirujuk ke Lido karena keterbatasan tempat serta adanya
pertimbangan lain dan jaminan orang tua," ujarnya. Peredaran narkoba termasuk di Kota
Bekasi sudah sangat masif dan dilakukan sebagai sebuah industri sehingga pengawasan dari
orang tua dan lingkungan terhadap anak-anak dan remaja perlu diperketat. Berbagai upaya
yang dilakukan oleh BNK dan aparat kepolisian dengan kampanye antinarkoba kurang
memberikan hasil memuaskan, setidaknya bila dilihat dari statistik jumlah korban dari waktu ke
waktu. Ketua BNK Kota Bekasi Rahmad Effendi menegaskan, ke depan pihaknya akan fokus
dalam mencegah penyalahgunaan narkoba di tingkat sekolah terlebih dahulu. Upaya yang
dilakukan adalah dengan meminta guru meningkatkan pengawasan di sekolah terhadap
perilaku anak didik, sedangkan BNK dan kepolisian akan fokus dalam memberikan sosialisasi
terhadap bahaya menggunakan narkoba. Ia mengaku miris dengan banyaknya kasus narkoba
di tingkat sekolah, apalagi sebagai generasi penerus bangsa, mereka seharusnya memiliki fisik
dan mental yang sehat dan itu diperoleh bila menjauhkan diri dari penggunaan narkoba. Ke
depan, akan diusahakan agar anak-anak yang masuk ke sekolah terbebas dari narkoba dengan
kewajiban melengkapi surat bebas narkoba sebelum melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih
tinggi. Rahmad yang juga Wakil Wali Kota Bekasi itu menegaskan, perlu dilakukan upaya yang
efektif dan efisien dalam memberantas narkoba di kalangan anak sekolah, tetapi seperti apa
polanya, itulah nanti yang akan dirumuskan.
Penjualan Lem Fox Dibatasi karena
Mengandung Zat Adiktif
Jumat 24 Jun 2016 08:21 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, BARITO -- Pemerintah Kabupaten Barito


Selatan, Kalimantan Tengah akan menerbitkan Peraturan Daerah tentang Penjualan
dan Penggunaan Lem Fox. Pembatasan penjualan karena di dalam lem tersebut
mengandung zat adiktif yang sering disalahgunakan.

"Pembentukan peraturan daerah itu dilakukan karena selama ini lem tersebut banyak
disalahgunakan generasi muda," kata Bupati Barito Selatan (Barsel) Ir HM Farid Yusran
MM, di Buntok, Kamis (23/6).

Pemkab Barito Selatan dalam beberapa hari ke depan akan menyusun draf serta
aturan hukum Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Penjualan maupun
Penggunaan Lem Fox itu. "Kami telah menyiapkan surat keputusan tim pembentukan
peraturan daerahnya," ujar Farid.

Menurut dia, dalam SK tim tersebut, selain melibatkan pemerintah daerah, tokoh
masyarakat dan agama, pihaknya juga akan melibatkan Kejaksaan Negeri maupun
Pengadilan Negeri Buntok. "Ini dimaksudkan supaya dalam penegakan hukum bisa
bersinergi dan tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku," kata dia.

Keberadaan perda itu nantinya diharapkan bisa menekan penyalahgunaan lem yang
saat ini sedang marak terjadi di wilayah setempat. "Sebab di dalam lem tersebut
mengandung zat adiktif menyebabkan ketagihan dan merusak otak yang pada akhirnya
menghancurkan masa depan generasi muda," ucap Farid.

Selama ini, lanjut dia, pihak Polres Barsel mengalami kesulitan dalam memberantasnya
lantaran tidak ada payung hukum untuk menindak penjual maupun penggunanya.
"Dengan adanya perda tersebut aparat hukum akan lebih mudah dalam mengantisipasi,
menindak para penjual maupun pengguna lem yang sangat membahayakan kesehatan
itu," kata Farid Yusran.
KASUS NAPZA KENDARI, MENKES: NAPZA RUSAK MASA
DEPAN BANGSA!
WRITTEN BY RPKFM ON SEPTEMBER 15, 2017
Kabar puluhan anak-anak dan remaja dilarikan ke beberapa rumah sakit di Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara membuat Menteri Kesehatan RI Prof Nila Moeloek, Sp.M(K) prihatin
terhadap ancaman kesehatan jiwa generasi muda.
“Informasi tentang adanya penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya), yaitu PCC di Kota Kendari benar adanya,”ujar Menkes.
Temuan kasus ini bermula dari video yang diviralkan via facebook warga Kendari pada 13
September 2017 turut menjadi perhatiannya. Lantaran dari laporan awal terdapat sekitar 50
pelajar dan pegawai dirawat di sejumlah rumah sakit karena mengalami gejala gangguan
mental usai mengonsumsi obat-obatan, seperti Somadril, Tramadol, dan PCC (Paracetamol
Cafein Carisoprodol).

Ketiga jenis obat itu dicampur dan diminum secara bersamaan dengan menggunakan minuman
keras oplosan. Akibatnya, seorang siswa kelas 6 Sekolah Dasar dilaporkan meninggal.
Dikabarkan pula Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kendari paling banyak menangani korban.
Menkes pun langsung mengonfirmasi kejadian tersebut kepada Kadinkes Sultra dr. Asrum
Tombili. Data Dinkes Sultra menunjukkan, hingga 14 September 2017 pukul 14.00 WIB terdapat
60 korban penyalahgunaan obat-obatan yang dirawat di tiga RS, yakni RS Jiwa Kendari (46
orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang). Sebanyak 32 korban
dirawat jalan, 25 korban rawat inap, dan 3 orang lainnya dirujuk ke RS Jiwa Kendari.

“Pasien yang dirawat berusia antara 15-22 tahun mengalami gangguan kepribadian dan
gangguan disorientasi, sebagian datang dalam kondisi delirium setelah menggunakan obat
berbentuk tablet berwarna putih bertulisan PCC dengan kandungan obat belum diketahui,”
terang Menkes.
Menilik banyaknya korban berusia muda, ia sangat berharap Badan Narkotika Nasional (BNN)
segera mengidentifikasi kandungan obat sekaligus menetapkan status zat tersebut dalam
kelompok adiktif.
“Obat-obatan terlarang dan zat adiktif sangat membahayakan dan merugikan remaja sebagai
asset masa depan bangsa. Maka, jika ini terbukti zat psikotropika, Kemenkes mengingatkan
agar masyarakat berhati-hati terhadap NAPZA yang mengganggu kesehatan. Kami juga
berharap agar BNN menginvestigasi secepatnya,” tegas Menkes.

Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan


NAPZA, melalui upaya Promotif, Preventif, Terapi dan Rehabilitasi. Regulasi yang mengatur
antara lain Undang-Undang No. 35/2009 tentang Narkotika, Undang-Undang No. 44/2009
tentang Rumah Sakit, Undang-Undang No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa, dan Permenkes
No. 41 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.

Anda mungkin juga menyukai