Kediri
Oleh : Tempo.co
Kamis, 13 Oktober 2016 18:58 WIB
TEMPO.CO, Kediri – Satuan Narkoba Kepolisian Resor Kota Kediri menyita puluhan
permen jari yang dijual di depan sekolah. Permen ini diduga mengandung zat adiktif
yang membuat anak-anak kecanduan.
Dalam operasi permen jari yang dilakukan aparat kepolisian, petugas Dinas
Kesehatan, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan siang tadi di sejumlah
lingkungan sekolah dasar, ditemukan pedagang yang menjual permen tersebut.
Dalam razia tersebut, petugas mendatangi sejumlah sekolah yang menjadi langganan
para pedagang makanan. Salah satunya adalah Sekolah Taman Kanak-kanak dan
Pendidikan Anak Usia Dini (TK-PAUD) Al Falah di Kecamatan Pesantren. Di tempat
ini petugas memeriksa seluruh dagangan mereka untuk mencari keberadaan permen
jari.
Saat disita, pedagang tersebut mengaku tak mengetahui jika permen yang dijual
mengandung zat adiktif dan dilarang pemerintah. Dia bahkan menyebut omzet
penjualan permen jari menurun dibanding beberapa waktu lalu. “Sebelumnya sempat
sehari 2-3 permen per hari, sekarang satu saja sulit,” kata Siswandi, pedagang
makanan di depan TK Al Falah.
Keuntungan menjual permen jari bagi pedagang eceran seperti Siswandi cukup besar.
Satu pack permen berisi 20 permen jari dibeli dari toko besar seharga Rp 25.000.
Selanjutnya permen tersebut dijual eceran dengan harga RP 2.500 per biji atau
dengan keuntungan 100 persen. Permen ini banyak digemari anak-anak karena selain
bentuknya yang lucu, yakni bisa dimasuki jari, rasanya juga terdiri atas varian buah-
buahan.
Kasus Pil PCC di Kendari Dinilai
Sebagai Tamparan bagi Semua Pihak
Oleh: oke news
· Senin 18 September 2017 06:32 WIB
"Pembentukan peraturan daerah itu dilakukan karena selama ini lem tersebut banyak
disalahgunakan generasi muda," kata Bupati Barito Selatan (Barsel) Ir HM Farid Yusran
MM, di Buntok, Kamis (23/6).
Pemkab Barito Selatan dalam beberapa hari ke depan akan menyusun draf serta
aturan hukum Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Penjualan maupun
Penggunaan Lem Fox itu. "Kami telah menyiapkan surat keputusan tim pembentukan
peraturan daerahnya," ujar Farid.
Menurut dia, dalam SK tim tersebut, selain melibatkan pemerintah daerah, tokoh
masyarakat dan agama, pihaknya juga akan melibatkan Kejaksaan Negeri maupun
Pengadilan Negeri Buntok. "Ini dimaksudkan supaya dalam penegakan hukum bisa
bersinergi dan tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku," kata dia.
Keberadaan perda itu nantinya diharapkan bisa menekan penyalahgunaan lem yang
saat ini sedang marak terjadi di wilayah setempat. "Sebab di dalam lem tersebut
mengandung zat adiktif menyebabkan ketagihan dan merusak otak yang pada akhirnya
menghancurkan masa depan generasi muda," ucap Farid.
Selama ini, lanjut dia, pihak Polres Barsel mengalami kesulitan dalam memberantasnya
lantaran tidak ada payung hukum untuk menindak penjual maupun penggunanya.
"Dengan adanya perda tersebut aparat hukum akan lebih mudah dalam mengantisipasi,
menindak para penjual maupun pengguna lem yang sangat membahayakan kesehatan
itu," kata Farid Yusran.
KASUS NAPZA KENDARI, MENKES: NAPZA RUSAK MASA
DEPAN BANGSA!
WRITTEN BY RPKFM ON SEPTEMBER 15, 2017
Kabar puluhan anak-anak dan remaja dilarikan ke beberapa rumah sakit di Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara membuat Menteri Kesehatan RI Prof Nila Moeloek, Sp.M(K) prihatin
terhadap ancaman kesehatan jiwa generasi muda.
“Informasi tentang adanya penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya), yaitu PCC di Kota Kendari benar adanya,”ujar Menkes.
Temuan kasus ini bermula dari video yang diviralkan via facebook warga Kendari pada 13
September 2017 turut menjadi perhatiannya. Lantaran dari laporan awal terdapat sekitar 50
pelajar dan pegawai dirawat di sejumlah rumah sakit karena mengalami gejala gangguan
mental usai mengonsumsi obat-obatan, seperti Somadril, Tramadol, dan PCC (Paracetamol
Cafein Carisoprodol).
Ketiga jenis obat itu dicampur dan diminum secara bersamaan dengan menggunakan minuman
keras oplosan. Akibatnya, seorang siswa kelas 6 Sekolah Dasar dilaporkan meninggal.
Dikabarkan pula Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kendari paling banyak menangani korban.
Menkes pun langsung mengonfirmasi kejadian tersebut kepada Kadinkes Sultra dr. Asrum
Tombili. Data Dinkes Sultra menunjukkan, hingga 14 September 2017 pukul 14.00 WIB terdapat
60 korban penyalahgunaan obat-obatan yang dirawat di tiga RS, yakni RS Jiwa Kendari (46
orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang). Sebanyak 32 korban
dirawat jalan, 25 korban rawat inap, dan 3 orang lainnya dirujuk ke RS Jiwa Kendari.
“Pasien yang dirawat berusia antara 15-22 tahun mengalami gangguan kepribadian dan
gangguan disorientasi, sebagian datang dalam kondisi delirium setelah menggunakan obat
berbentuk tablet berwarna putih bertulisan PCC dengan kandungan obat belum diketahui,”
terang Menkes.
Menilik banyaknya korban berusia muda, ia sangat berharap Badan Narkotika Nasional (BNN)
segera mengidentifikasi kandungan obat sekaligus menetapkan status zat tersebut dalam
kelompok adiktif.
“Obat-obatan terlarang dan zat adiktif sangat membahayakan dan merugikan remaja sebagai
asset masa depan bangsa. Maka, jika ini terbukti zat psikotropika, Kemenkes mengingatkan
agar masyarakat berhati-hati terhadap NAPZA yang mengganggu kesehatan. Kami juga
berharap agar BNN menginvestigasi secepatnya,” tegas Menkes.