Kurnia Saleh, SH
A. LATAR BELAKANG
Isu lingkungan dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu isu yang hangat
masalah kesehatan dan hajat hidup orang banyak menjadi problematika yang ditimbulkan
Pemangku Kepentingan (Steik holder) dalam relasi hukum lingkungan tentu saja tidak
dapat dilepaskan dari Negara sebagai patron utama, kemudian Korporasi pemilik modal yang
berlokasi diwilayah tempat aktifitas produksi usahanya, hingga masyarakat yang bermukim
diwilayah perusahaan. Peran negara sangat vital, karena negara memiliki kewenangan
mengeluarkan izin yang merupakan instrument legalitas masuk dan berjalannya perusahaan
di wilayah republik ini.1 Selain relasi antara negara dan perusahaan, seyogyanya masyarakat
juga tetap harus dilindungi hak-haknya, dan diperhatikan oleh kedua pihak dalam
Pelanggaran hak yang paling rentan terjadi adalah, pelanggaran atas hak untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang layak dan baik. Menjadi kontraproduktif kemudian
apabila terjadi in case kebakaran hutan dalam skala yang besar yang kemudian
menimbulkan dugaan bahwa pelaku pembakaran hutan tersebut tidak lain adalah pemilik
1
Takdri Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo: 2015, hlm.57
1
modal sebagai pelakunya. Kebakaran hutan merupakan problem serius, mengingat dampak
yang ditimbulkannya berakibat dengan kehidupan dan hajat hidup orang banyak menjadi
terganggu.
apabila melihat refleksi sengketa lingkungan yang diselesaikan baik secara litigasi maupun
non-litigasi. Dalam beberapa tahun terakhir tercatat terdapat 13 (tiga belas) kasus sengketa
lingkungan melawan perusahaan maupun negara. 2 Apalagi jika dilihat dalam rentang 2014-
2019 kasus dalam wilayah hukum lingkungan cenderung terulang setiap pergantian tahun.
Hak atas lingkungan hidup senyatanya telah diatur dalam Konstitusi UUD NRI 1945,
lingkungan hidup dan hak masyarakat atas lingkungan hidup merupakan aspek terpenting
dalam politik hukum pembentukan UU Lingkungan hidup ini. Adapun jika terdapat
pelanggaran atas lingkungan hidup yang kemudian merugikan hajat hidup orang banyak
secara langsung maupun tidak langsng, secara fisik maupun psikis, maka senyatanya
tindakan merusak lingkungan hidup tersebut merupakan tindakan yang teridentifikasi dalam
pelanggaran ham.3
Fenomana isu lingkungan hidup merupakan fenomena yang nampaknya masih relevan
jika dilihat dalam perpektif Karl Marx. Seorang sosialis-komunis ini memaparkan sebuah
teori kelas yang melihat relatias kaum pemilik modal (Borjouis) sebagai puncak tertinggi
2
Disampaikan dalam pidato pengukuhan guru besar oleh Prof. Ahmad Romsan pada rapat senat khusu
terbuka, Universitas Sriwijaya, 29 April 2019.
3
Pasal 28H Ayat (1) UUD NRI 1945 mengatur bahwa : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat..” , kemudian dilator secara
spesifik bahwa hak atas lingkungan hidup merupakan sub dari pada hak untuk hidup (Pasal 9 UU HAM) dan Hak
untuk hidup merupakan hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. (Baca
Majda El Muhatj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencana: 2005, hlm.162-163)
2
dalam kasta sosial, dan kaum buruh atau rakyat menengah kebawah sebagai kelas rendah
(proletar). Yang kemudian berhubungan satu sama lain, dimana pemilik modal mendapatkan
manfaat dan kekayaan dari hasil kerja kaum buruh, dan kaum buruh hnaya sebatas mencari
kecukupan untuk bertahan hidup. Marx pun melanjutkan bahwa, dalam situasi seperti ini,
seyogyanya negara sebagai bagian pelayanan publik berada sebagai pihak yang melindungi
dan memberikan privilege kepada rakyat cq rakyat tidak mampu, dan tidak dibenarkan
diucapkan oleh Logemann, mengingat jika semua dipersamakan, maka tentu rakyat akan
menjadi lemah, disebabkan tidak memiliki power dari segi modal (perusahaan) dan power
Isu lingkungan dalam tulisan ini melihat kesenjangan perlakuan antar relasi pemangku
kepentingan, dari perusahaan, negara, dan rakyat. Persoalan perusakan lingkungan hidup dan
mempermasalahkan perusahaan negara adalah bukan tanpa dasar, mengingat potensi untuk
melanggar hak atas lingkungan hidup yang dimiliki oleh rakyat sangat terbuka lebar apalalgi
jika dilihat dari historis sengketa lingkungan. Teori karl marx dalam melihat peran negara
sangat relevan jika dijadikan pisau analisis bagi penulis dalam melihat realitas relasi ketiga
pemangku kepentigan diatas, oleh sebab itu penulis tertarik mengangkat judul “ANALISIS
3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana relasi dan peran negara, dalam sikap pelayanan birokrasi terhadap pemilik
2. Bagaimana relevansi teori karl marx dalam melihat fenomena kerusakan lingkungan
hidup yang ditimbulkan oleh pemilik modal dan melanggar hak katas lingkungan
C. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jhony Ibrahim yang menyatakan bahwa penelitian hukum normatif merupakan suatu
prosedur penelitian ilmiah dalam rangka menemukan suatu kebenaran berdasarkan logika
keilmuan dari perspektif normatifnya. 4 Peter Mahmud Marzuki juga menambahkan bahwa
penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, doktrin-
doktrin hukum dalam rangka menjawab suatu isu hukum.5 Penelitian ini juga
hukum primer yakni mengenai relevansi teori karl marx dalam melihat peran negara,
perusahaan dan masyarakat, yang kemudian berakibat pada pelanggaraan hak atas
linkungan hidup.
2. Pendekatan Penelitian
Terdapat tiga pendekatan yang coba penulis gunakan. Antara lain pendekatan
4
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Byumedia, Malang,2006) hlm. 47
5
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Kencana, Jakarta,2007), hlm.35
4
pendekatan futuristic. Untuk pendekatan perundang-undangan, bagi penulis sangatlah perlu
adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
Dari pengertian tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa peraturan perundang-
undangan dapat dikatakan sebagai suatu Statute berupa legislasi dan regulasi.7 Dalam
untuk digunakan. Objek dari pada ilmu hukum adalah peraturan-peraturan hukum positif
Adapun terkait pendekatan kasus atau case approach tentu tidak dapat dilepaskan dari
alasan-alasan atau latar belakang hukum (ration decidendi) oleh hakim dalam rangka
pendekatan yang melihat bagaimana idelanya pengaturan kedepan dalam rangka peran
3. Bahan Hukum
Mengingat penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif, bahan-bahan hukum
yang diperlukan adalah bahan hukum primer, sekunder, serta tersier yang terdiri dari:
6
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hlm, 137.
7
Ibid.,
8
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Effendi, Penelitian Hukum (Legal Research), (Jakarta, Sinar
Grafika:2014), hlm.113
9
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hlm, 158
5
Adalah bahan hukum yang memiliki karakterisitik autoritatif atau dalam bahasa lain
memiliki otoritas.10 Dalam hal ini, yang menjadi bahan hukum primer meliputi:
Lingkungan Hidup;
Bahan hukum ini merupakan bahan hukum yang dapat berasal dari buku teks,
dikarenakan materi dalam buku teks berisi prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan
pandangan klasik para sarjana dengan kualifikasi tinggi. 11 Selain itu, penulis juga
yang tentunya muatannya berisi perkembangan atau isu-isu yang aktual dan relevan terkait
hukum.
Pada dasarnya bahan hukum ini hanyalah sebagai bahan penunjang yang berisi
ensiklopedia hukum. Dan diluar bidang hukum seperti ekonomi, sosial, politik. 12
10
Ibid, hlm. 181.,
11
Ibid, hlm. 182.,
12
Rahmad Baro, Penelitian Hukum Doctrinal, Indonesia Prime. (Makassar:2017)., hlm. 117.
6
mengandung perspektif yang berbeda dan relevan terkait permasalahan yang diteliti
penulis.
Analisis terkait bahan-bahan hukum yang telah lebih dulu dilakukan dengan kajian
identifikasi, kemudian disusun dan diinventarisirkan dan diolah melalui metode penafsiran
hukum, yakni metode yang dipakai dalam rangka menganalisis dan melakukan
pengambilan kesimpulan.
Dalam penelitian ini menggunakan penarikan kesimpulan dengan logika berpikir atau
metode deduktif, dimulai dari penalaran yang berlaku umum sampai ke masalah konkrit
yang dihadapi.13 Aturan-aturan umum ini dijabarkan dalam wujud aturan-aturan yang lebih
konkret sehingga dapat ditafsirkan dan disimpulkan secara lebih khusus dalam rangka
13
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum, ( Bandung:Pustaka Setia, 2009), hlm.111.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara etimologis, istilah birokrasi berasal dari gabungan kata Perancis, „bureau‟,
yang berarti “kantor”, dan kata Yunani „kratein‟ yang berarti aturan. Sebagai suatu bentuk
institusi, birokrasi telah ada sejak lama. Raison d’etre keberadaannya adalah munculnya
kerjasama dari orang yang banyak dengan berbagai keahlian dan fungsi.
Pemikiran tentang birokrasi dikemukakan oleh oleh Karl Marx. Dalam tanggapannya
atas optimisme idealis Hegel tentang birokrasi, Marx menganggap bahwa oposisi Hegelian
antara kepentingan partikular dengan kepentingan universal sebagai hal yang tak bermakna
birokrasi selamanya hanya mencerminkan kepentingan partikular dari kelas dominan dalam
masyarakat. Dalam perspektif ini, birokrasi tak ubahnya instrumen yang dikuasai dan
Justifikasi dan eksistensi dari birokrasi sepenuhnya tergantung kepada kelas yang
masyarakat, sesungguhnya itu tak lebih dari selubung ideologis yang berusaha
mengaburkan hakikatnya sebagai pelayan dominasi kelas penguasa. Dari perspektif kelas,
kaum birokrat menempati posisi yang ambigu. Di satu sisi, mereka bukanlah bagian dari
kelas sosial manapun karena posisinya yang non-organis, yakni tidak terkait secara
langsung dengan proses produksi, di mana proses produksi inilah yang secara konstitutif
mendefinisikan identitas kelas yang tegas: atau borjuis atau proletar. Di sisi lain, posisi
8
sedemikian membuat mereka memiliki posisi yang relatif otonom, sehingga konflik dengan
metode yang disebut dialektika, yakni teori tentang persatuan hal-hal yang
popular sebagai dialog. Proses dialektika terdiri dari tiga unsur yang meliputi fase
pertama, yang disebut tesis, fase kedua sebagai lawan tesis yaitu antithesis, dan dari
pertarungan kedua fase tersebut muncullah fase yang ketiga yaitu sintesis. Oleh
karenanya, Hegel menyampaikan menyampaikan bahwa dalam kehidupan ini tidak ada
Dialektika berarti sesuatu itu hanya benar apabila dilihat dengan seluruh
hubungan yang berupa negasi, karena melalui negasi kita dapat maju, mencapai
keutuhan, dan dapat menemukan diri sendiri. 15 Dasar dialektika dari Hegel adalah
sebagai manifestasi diri roh, yang terhubung satu sama lain dalam jejalin yang tidak
Marx ingin membalikkan dengan kepala di atas. Hal ini disebabkan, karena Hegel
14
Listiono Santoso, Seri Pemikiran Epistemologi Kiri, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, hlm.
36-37.
15
Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis Terhadap Karya Tulis
Marx, Durkheim dan Max Weber, diterjemahkan oleh Soeheba Kramadibrata, dari Capitalism and Modern
Social Theory: an Analysis Of Writing Of Marx Durkheim and Max Weber (Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1986), hlm. 7-8.
9
menjelaskan, bahwa ide sebagai primer dan benda sebagai sekunder, sedangakan Marx
beranggapan sebaliknya yaitu benda adalah primer dan ide adalah sekunder. 16
dalam masyarakat karena sifatnya abstrak. Pada dasarnya yang mengubah masyarakat
itu bukanlah ide, melainkan materi. 17 Menurut Hardiman sebagai ahli waris Hegel,
terdapat cita rasa Hegelian filsafat Marx. Pertama, Marx memakai metode dialektis
Hegel untuk menjelaskan sejarah dan proses-proses kemasyarakatan. Kedua, Marx juga
mewujudkan dirinya pada tujuan tertentu, dan ketiga, seperti halnya Hegel, Marx juga
Meskipun Marx menolak idealisme Hegelian, namun Marx tetap menerima konsep
menempatkan kedua hal tersebut dalam materialisme dan menjadikannya sebagai titik
pusat tentang sejarah manusia dan sejarah menjadi arena konflik. Menurut Marx, Hegel
memang benar ketika melihat alienasi sebagai pusat konflik, namun salah ketika
menganggap alienasi dan pergerakan sejarah berakar pada sebatas ide-ide dan bukan
pada realitas material kehidupan. Menurut Marx, alienasi bukan hanya berarti bahwa
manusia tidak mengalami dirinya sebagai pelaku ketika menguasai dunia, tetapi juga
dimaknai bahwa dunai tetap asing bagi manusia. Dunia berdiri di atas dan menentang
manusia sebagai objek, meskipun dunia dapat menjadi objek ciptaan manusia. Alienasi
pada dasarnya melanda dunia dan manusia sendiri secara pasif dan reseptif sebagai
16
Ana Mariani, “Karl Marx dan Imajinasi Sosialisme”, dalam Filsafat Sosial, Yogyakarta: Aditya
Media, 2013), hlm. 173
17
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan
Poskolonial, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, hlm. 45.
10
subjek yang terpisah dari objek.18 Perbuatan manusia sendirilah yang menyebabkan
Kelas sosial menurut Marx merupakan gejala khas yang terdapat pada masyarakat
pascafeodal. Marx kemudian menyebut di dalam struktur kelas ada perbedaan, yakni
kelas atas (kaum pemilik dan alat-alat industri) dan kelas bawah (kaum proletar, buruh).
Dalam masyarakat kapitalis Marx menyebutkan ada tiga kelas sosial, yaitu: (1) kaum
buruh, yaitu mereka yang hidup dari upah (2) kaum pemilik modal (yang hidup dari
laba) dan (3) para tuan tanah (yang hidup dari rente tanah). Hubungan antar kelas ini
Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam teori kelas, yaitu: (1) Besarnya
sikap yang mengakhiri konflik, tetapi perubahan struktur ekonomi. (2) adanya
mengambil sikap dasar yang berbeda dalam perubahan sosial. Kelas buruh cenderung
kekuasaan. (3) setiap kemajuan dalam masyarakat hanya akan dapat dicapai melalui
gerakan revolusioner. Semua itu pemikiran Karl Marx bermuara pada tujuan akhir yang
18
Fromm, Erich, Konsep Manusia Menurut Marx, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, dari
Marx’s Concept of Man (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 58
19
I.B. Wiraman, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Jakarta: Prenadamedia, 2014),
hlm. 9
11
BAB III
PEMBAHASAN
A. Relasi dan peran negara, dalam sikap pelayanan birokrasi terhadap pemilik modal
besarnya, pemilik modal memerlukan lokasi dan wlayah strategis dan potensial untuk
diambil semua hal yang bernilai ekonomis untuk dapat dikoersilkan. Menjadi sebuah
problematic kemudian bagi perusahaan, apabila wilayah tersebut tidak dapat dikuasai
secara penuh disebabkan territorial wilayah tersebut berada diluar dari wilayah hukum
perusahaan untuk masuk dan menjalankan aktifitas produksi memerlukan banyak prosedur
dan teknis hingga mencapai pada keluarnya perizinan atas perusahaan. Negara sebagai
memperpanjang, hingga mencabut izin suatu perusahaan, tidak dapat lepas dari tanggung
jawab secara moril maupun hukum apabila dikemudian hari ada permasalahan gangguan
kewenangan tersebut dengan pelaksanaan yang arif dan bijaksana sehingga tidak
merugikan rakyatnya. Apabila dilihat dalam UU PPLH, pada Pasal 14 disebutkan bahwa
dipandang perlu, mengingat terdapat dimensi HAM dalam isu lingkungan hidup ini.
12
Pasal 14 UU PPLH menyebutkan bahwa instrument lingkungan hidup pada dasarnya
adalah instrument yang ditujukan dalam hal pencegahan pencemaran dan kerusakan
2) Tata Ruang;
5) Amdal;
6) UKL-UPL;
7) Perizinan;
8) Instrumen Ekonomi;
Dari kedua belas hal tersebut diatas, instrument perizinan merupakan instrument
paling krusial. Izin merupakan instrument hukum adminitrasi yang dapat digunakan oleh
usahanya.21 Dasar hukum keberadaan izin lingkungan hidup diindonesia adalah UUPPLH,
khususnya pada Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40. Yang kemudian
dirumuskan dalam peraturan pelaksana dalam hal ini Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun
20
Takdir Rahmadi, Op.Cit, hlm.73
21
Ibid, hlm. 94
13
Perizinian memilki fungsi preventif dalam arti instrument untuk pencegahan
tersebut diantaranys: Izin Hinder Ordonansi, Izin usaha, Izin pembuangan air limbah,
izin dumping, dan izin pengoperasian instalasi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3), Izin lokasi, Izin mendirikan bangunan. 22 Maka dari paparan diatas, negara
Superioritas negara inilah yang kemudian semestinya disikapi oleh para elit untuk
B. Relevansi teori karl marx dalam melihat fenomena kerusakan lingkungan hidup yang
ditimbulkan oleh pemilik modal dan melanggar hak atas lingkungan hidup orang
banyak
Teori birokrasi karl marx tidak dapat dilepaskan dari Dari perspektif teori kelas
sosialnya, Kelas sosial menurut Marx merupakan gejala khas yang terdapat pada
perbedaan, yakni kelas atas (kaum pemilik dan alat-alat industri) dan kelas bawah
(kaum proletar, buruh). Dalam masyarakat kapitalis Marx menyebutkan ada tiga
kelas sosial, yaitu: (1) kaum buruh, yaitu mereka yang hidup dari upah (2) kaum
pemilik modal (yang hidup dari laba) dan (3) para tuan tanah (yang hidup dari rente
22
Ibid, hlm.95
14
tanah). Hubungan antar kelas ini menurut Marx ditandai oleh hubungan eksploitasi,
pengisapan, dan hubungan kekuasaan (antara yang berkuasa dan yang dikuasai).
Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam teori kelas, yaitu: (1) Besarnya
sikap yang mengakhiri konflik, tetapi perubahan struktur ekonomi. (2) adanya
mengambil sikap dasar yang berbeda dalam perubahan sosial. Kelas buruh cenderung
kekuasaan. (3) setiap kemajuan dalam masyarakat hanya akan dapat dicapai melalui
gerakan revolusioner. Semua itu pemikiran Karl Marx bermuara pada tujuan akhir
Dalam kaitan terhadap tulisan ini, kepentingan pemilik modal selaku kelas atas
atau borjouis, sangat berpengaruh dalam latar belakang pengambilan sumber daya
alam yang kemudian berdampak kepada kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan
oleh pemilik modal. Teori birokrasinya marx, sebenarnya berlatar belakang dari
menyebabkan ketimpangan antara kelas atas yang semakin bertambah harta dan nilai
keyaannya, dan kelas buruh atau kelas bawah yang tidak akan pernah mampu
menyaingi para pemilik modal selaku tuannya. Mengingat orientasi pemilik modal
adalah materi komersial, maka potensi atas pelanggaran pelanggaran didalamnya dapat
23
I.B Wirawan,, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma, Jakarta: Prenadamedia, 2014. hlm.9
10
15
dengan mudah terjadi. Pola pikir dan kebiasaan di repubik ini cenderung berpihak
kepada perusahaan, apalagi jika dikaitkan pada dunia peradilan yang ditemukan
banyak terjadi kasus suap ketika pihak perusahaan menjadi tergugat dan terdakwa
Siklus semacam ini kemudian bagi marx bisa saja diakhiri atau diminimalisir,
andai negara dalam hal ini pemerintah yang memiliki kewenangan dalam memberikan
izin kepada perusahaan dapat bersikap dengan bijak dalam aktualisasi kewenangannya.
Instrument semacam perizinan bisa saja menjadi sarana preventif dari terjadinya
Dalam mengeluarkan perizinan tentu saja banyak factor yang harus dipenuhi
ditemukan ketidakvalidan atau tidak terpenuhinya aspek tersebut, bisa saja perusahaan
tidak dapat masuk dan mendirikan izin usahanya disebabkan negara tidak memberikan
izin. Atau sebalikny, negara sebagai organ yang memberikan izin sewaktu-waktu dapat
saja mencabut izin tersebut sebagaimana dalam asas contrarius actus dimana yang
memberikan izin dapat mencabut izinnya kembali, in case apabila perusahaan sudah
tidak layak dan melakukan pelanggaran atas lingkungan hidup yang merugikan hajat
Posisi pemerintah tidak dalam posisi seimbang apabila berada dalam posisi
haknya secara optimal. sayangnya, dalam wilayah aktualisasi, negara bahkan dalam
16
posisi netral terhadap semua pihakpun tidak terealisasi secara optimal, bahkan
cenderung berpihak kepada perusahaan atau pemilik modal. Hal tersebut dapat dilihat
peradilan.24 Dalam dimensi yang ekstrem, pembiaran negara bisa saja memenhi unsur
pelanggaran HAM. Apalagi jika kerusakan lingkungan tersebut telah merusaka tatanan
kehidupan masyarakat luas, dalam hal ini ha katas lingkungan hidup yang baik dan
24
Wawancara Direktur Eksekutif WALHI, Khairul Sobri pada Minggu, 13 Oktober 2019, Pukul 21.00
17
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Negara dalam hal ini Pemerintah memilki peran yang sangat vital dalam relasi masuk
dan beraktifitasnya perusahaan atau pemilik modal. Instrumen yang dimiliki negara
menjadi pijakan legalitas dari berdirinya suatu perusahaan didalam wilayah negara.
2. Teori Birokrasi dan kelas Marx memandang bahwa, dalam segi pelayanan publik,
negara diidealkan memihak pada masyarakat banyak, dan kebijakan negara terhadap
eksistensi perusahaan idealnya dapat menjadi sarana preventif dan represif dalam
punya kewenangan untuk mencabut instrument izin dan lain sebagaiya apabila
B. SARAN
melanggar ketentuan dalam rangka mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Maka
memohonkan izin memilki track record sebagai perusahaan yang bermasalah dengan
18
perlakukan, mengingat rakyat dalam hal ini rakyat miskin tidak memilki modal dan
power sebesar korporasi. Apalgi kemudian negara berpihak kepada pemilik modal,
19
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ana Mariani, 2013, “Karl Marx dan Imajinasi Sosialisme”, dalam Filsafat Sosial,
Yogyakarta: Aditya Media
Anthony Giddens, 1986, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis Terhadap
Karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, diterjemahkan oleh Soeheba
Kramadibrata, dari Capitalism and Modern Social Theory: an Analysis Of Writing Of
Marx Durkheim and Max Weber, Jakarta: Universitas Indonesia Press
Fromm, Erich, 2002, Konsep Manusia Menurut Marx, diterjemahkan oleh Agung
Prihantoro, dari Marx’s Concept of Man, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jhonny Ibrahim, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Byumedia, Malang
Listiono Santoso, 2007 Seri Pemikiran Epistemologi Kiri, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Majda El Muhatj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Jakara: Kencana
Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Effendi, 2014, Penelitian Hukum (Legal Research),
Jakarta:Sinar Grafika
Peraturan Perundang-Undangan :
20
SUMBER LAIN :
Pidato pengukuhan guru besar oleh Prof. Ahmad Romsan pada rapat senat khusu terbuka,
Universitas Sriwijaya, 29 April 2019.
Wawancara Direktur Eksekutif WALHI, Khairul Sobri pada Minggu, 13 Oktober 2019, Pukul
21.00
21