Anda di halaman 1dari 21

Keperawatan Medikal Bedah

Tuberculosis

Oleh

Kelompok 3

Alvin Alberta Ms

Annisa Meisy

Diana Octavia

Faizatul Ramadhani

Fathan Casakdwi

Novelya Pili Geraldin

Nurhadiya Fauziah

Phagia Febriani

Welly Oktaviani

Yolanda Marlin Napitu

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Bukittinggi

Sumatera Barat

S1 Keperawatan Tingkat 2B

Tahun Ajaran 2019/2020


Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan karunianya kami
dapat meneyelasaikan Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang
Berjudul “Tuberkulosi”. Shoalawat beriring salam untuk baginda kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang selalu kita nantikan safaatnya di hari akhir. Dan tak lupa
pula kami ucapkan kepada Ibuk Dosen kami Ibuk Ns. Dona Amelia M,Kep karna
telah membimbing kami sehinnga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu.

Kami sebagai penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kata
sempurna ,untuk itu kami mohon kritik dan saran yang sekiranya membangun.
Demikian makalah ini di buat semoga bermanfaat bagi mahasiswa secara
umumnya.

Bukittinggi,05 December 2019

Penulis

i
Daftar Isi

Cover ..............................................................................................................

Kata Pengantar ..............................................................................................

Daftar Isi .........................................................................................................

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

Bab II Pembahasan

2.1 Definisi ....................................................................................................... 3

2.2 Etiologi ....................................................................................................... 4

2.3 Patofisiologis ............................................................................................. 4

2.4 Klasifikasi .................................................................................................. 6

2.5 Penularan dan Faktor Resiko ..................................................................... 6

2.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 7

2.7 Pemeriksaan TB ......................................................................................... 9

2.8 Terapi dan Pengobatan ............................................................................... 11

2.9 WOC TB Paru ............................................................................................ 12

2.10 Diagnosa dan Intervensi TB Paru ............................................................ 13

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 15

Daftar Pustaka
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udara disekitar kita mengandung O2 yang diperlukan untuk proses kimia
dalam tubuh. Bagian yang khusus mengambil udara serta menyalurkan O2 ke
dalam darah untuk disebarkan keseluruh tubuh dikenal sebagai sistem
pernafasan. Sistem pernafasan terdiri dari nasal, faring, laring, trakea,
bronkus, pulmo, bronkiolus, alveolus. Pernafasan adalah proses menghirup O2
ke dalam tubuh serta mengeluarkan CO2 dan uap air keluar tubuh. Paru-paru
merupakan organ tubuh yang sangat penting untuk pernafasan. Paru-paru
terletak dirongga thoraks. Terdiri dari 2 bagian, dekstra dan sinistra. Paru-paru
sinistra memiliki ukuran lebih kecil dari paru-paru dekstra. Pembungkus
pulmo dinamakan pleura. Pulmo kanan terdiri dari 3 lobus, pulmo kiri terdiri
dari 2 lobus.

Penyakit TBC sering menyerang pada usia rata-rata 15-35 tahun, boleh
dibilang usia masih produktif. Pada umumnya penyakit TBC menular melalui
udara, dan biasanya bakteri mikobakterium tuberklosa terbawa pada saat
seseorang batuk lalu mengeluarkan dahak. Bahayanya jika bakteri selalu
masuk dan terkumpul dalam paru-paru, maka bakteri ini akan berkembang
biak dengan cepat apalagi yang mempunyai daya tahan tubuh yang rendah.

Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah


penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu
lainnya meninggal. Seratus tahun yang lalu, satu dari lima kematian di
Amerika Serikat disebabkan oleh tuberkulosis. Tuberkulosis masih
merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering di Indonesia.
Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam
menjalani pengobatan mempunyai dampak yang besar, karena pasien
Tuberkulosis akan menularkan penyakitnya pada lingkungan, sehingga jumlah
penderita semakin bertambah.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit TBC?
2. Apa yang menyebabkan penyakit TBC?
3. Apa saja gejala penyakit TBC?
4. Masalah keperawatan yang mungkin timbul pada penyakit TBC
5. Intervensi MK pada TBC
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit TBC
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TBC
3. Untuk mengetahui gejala penyakit TBC
4. Untuk mengetahui apa apa kemungkinan masaalah keperawatan yang
mungkin timbul dari TBC
5. Untuk mengetahui intervensi ,rasional dan implementasi TBC

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit mikobakterial paling
terserang selama sejarah manusia ,selain lepra. Centers for disease control
and prevention melaporkan sekitar 2 miliar orang atau sepertiga populasi
dunia,terinfeksi bakteri yang menyebabkan tuberkulosis. Permasalahan
kesehatan masyarakat kedua adalah klien dengan infeksi HIV sangat rentan
terserang TB karena mycobacterium tuberculosis,organisme penyebab TB,
merupakan patogen yang sangat oportunistik. Klien lebih tinggi
dibandingkan angka tahunan di Amerika Serikat. Klien yang terinfeksi HIV
mempunyai resiko lebih besar terserang infeksi paru dengan perkembangan
cepat menjai penyakit aktif atau mengalami infeksi kembali dari dari lesi
yang brsifat dorman.

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh


basil microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis
masuk kedalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya
mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon (Hood
Alsagaff,1995:73).

Batuk darah (hemoktisis) adalah darah atau dahak berdarah yang dibatukkan
berasal dari .saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glotis kearah
distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekkan pembuluh darah
tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi (Hood
Alsagaff,1995, hal.301).

TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TB (Mycobacterium tuberculosis), Sebagain besar kuman menyerang paru
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain.(Dep Kes,2003). Tuberculosis
(TB) Merupakan suatu penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan
karena adanya infeksi pulmonary oleh bakteri Mycobacterium
Tuberculosis.TB Dikategorikan sebagai penyakit menular karna dapat
3
menyebabkan kerusakan yang progresif pada jaringan paru-paru atatau
bahkan kematian jika penyakit ini tidak di obati.

2.2 Etiologi
 Agen infeksius utama, mycobacetrium tuberculosis adalah batang aerobik
tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan
sinar ultraviolet.
 Mycobacterium bovis dan mycobacterium avium pernah, pada kejadian
yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis.

2.3 Patofisiologi

Infeksi primer ( pertama )

Infeksi primer adalah waktu pertama kali terinfeksi TB. Infeksi TB primer
biasanya menyerang apeks dari paru-paru atau dekat pleura dari lobus bawah.
Walaupun infeksi primer dapat berupa mikroskopik (sehingga tidak mucul pada
rongten dada), namun kelanjutan penyakit seperti dibawah ini sering ditemui.

Muncul suatu bagian kecil yang terserang brongkopneumonia pada jaringa


paru. TB banyak menginfeksi secara fagositosis (dipencernaan) oleh makrofak
yang beredar. Namun sebelum berkembangnya hipersensitifitas dan imunitas
banyak basilus yang daoat bertahan hidup dalam sel-sel darah tersebut dan
terbawa ke bronkopulmonalis (hilus) kelenjar getah bening melalui sistim
limfatik. Basilus bahkan dapat menyebar keseluruh tubuh. Walaupun infeksi kecil
tapi penyebarannya sangat cepat.

Lokasi infeksi primer dapat atau dapat tidak mengalami proses


degenerasinekrotik yang disebut kaseasi karena menghasilkan rongga yang terisi
massa seperti keju yang berisi basil tuberkel, sel darah putih mati dan jaringan
paru nekrotik. Seiring waktu material ini mencair dan keluar kedalam saluran
trakeobronkial dan dapat dibatukkan keluar. Kebanyakan TB primer dapat
sembuh dalam periode beberapa bulan dengan membentuk jaringan parut dan
kemudian lesikalsifikasi yang disebut sebagai kompleks ghon. Lesi lesi tersebut

4
dapat mengandung basilus hidup yang dapat mengalami reaktifasi terutama jika
klien mengalami masalah imunitas bahkan setelah bertahun-tahun dan
menyebabkan infeksi sekunder.

Infeksi TB primer akan menyebabkan tubuh mengembangkan reaksi alergi


terhadap basilus tuberkel atau proteinnya. Respon imunitas dimediasi sel ini
muncul dalam bentuk sel T, tersensitasi dan dapat dideteksi sebagai reaksi positif
pada uji kulit tuberkulin. Munculnya sensitifitas tuberkulin ini terjadi pada semua
sel tubuh dua hingga enam minggu setelah infeksi primer. Sensitifitas ini ada
selama basilus hidup masih berada dalam tubuh. kekebalan yang didapat ini bisa
menghambat perumbuhan lebih lanjut dari basil dan perkembangan infeksi aktif.

Sekitar 10% orang yang terinfeksi TB pada akhirnya akan mengalami


penyakit aktif dalam tubuh mereka. Alasan penyakit TB aktif muncul pada
beberapa klien (alih-alih mampu dikontrol oleh respon imun yang didapat
sehingga dapat dorman) masih belum dipahami dengan jelas. Namun, faktor-
faktor yang tampaknya berperan pada perkembangan dari infeksi TB dorman
menjadi penyakit aktif melibatkan hal-hal berikut:

1.kontak ulang dengan orang yang memiliki TB aktif.

2.usia lanjut.

3.infeksi HIV.

4.imunosupresi.

5.terapi kortikosteroid jangka panjang.

6.tinggal atau bekerja pada area padat berisiko tinggi (penjara, fasilitas perawatan
jangka panjang).

7. berat badan rendah (10% atau lebih dibawah berat ideal).

8. penyalahgunaan narkoba.

9.adanya penyakit lain (misalnya, diabetes militus, penyakit ginjal stadium akhir
atau penyakit ganas).

5
Mengalami reaktivasi , maka penting bagi klien dengan infeksi TB untuk dikajian
secara periodik terhadap bukti bukti adanya penyakit aktif .

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik


dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan
salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.

Sesuai dengan program gerdunas P2TB klasifikasi TB paru dibagi sebagai


berikut.

a. TB paru BTA positif dengan kriteria :


- Dengan atau tanpa gejala klinik
- BTA positif : mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
- Gambaran radiologi sesuai dengan TB paru
b. Tb paru BTA negatif dengan kriteria :
- Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan Tb paru aktif
- BTA negatif, biakkan negatif tetapi radiologik positif
c. Bekas TB paru dengan kriteria :
- Bakteriologi(mikroskopik dan biakkan ) negatif
- Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru
- Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial
foto yang tidak berubah
- Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung)

2.5 Penularan dan faktor resiko

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara


yaitu inhalasi droplet yang mengandung kuman kuman basil tuberkel
berasal dari orang orang yang terinfeksi. Individu terinfeksi, melalui
berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet.
Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan diudara

6
dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang beresiko tinggi untuk
tertular tuberkulosis adalah :

 Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif


 Individu immunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV)
 Penggunaan obat-obat IV dan alkoholik
 Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
(tunawisma;tahanan;etnis dan ras minoritas terutama anak-anak berusia
dibawah 15 tahun dan dewasa muda antara berusia 15-44 tahun.
 Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (
misalnya diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi,
bypass gastrektomi tau yeyunoileal)
 Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi ( asia tenggara,
amerika latin, afrika, karibia)
 Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya fasilitas perawatan
jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara)
 Individu yang tinggal di daerah perumahan substandar kumuh
 Petugas kesehatan
 Risiko untuk tertular TB juga tergantung pada banyaknya organisme yang
terdapat di udara.

2.6 Manifestasi klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan
gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang
timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Adanya Reaksi Hipersensitivitas Patogenisitas Basil tidak berasal dari


keracunan instrinsik apapun,tetapi dari kemampuannya untuk menimbulkan
reaksi hipersensitivitas pada pejamu. Tuberkuloprotein yang berasal dari basil
agaknya menimbulkan reaksi tersebut. Respons peradangan dan nekrosis
jaringan adalah akibat dari respon hipersensitivitas selular(tipe lambat) dari
pejamu terhadap basil TB .Reaksi hipersensitivitas TB biasanya terjadi 3-10

7
minggu setelah infeksi. Individu yang terpajan basil tuberkel membentuk
limfosit T yang tersensitisasi. Bila derivat protein tuberkulin yang telah
dimurnikan(PPD) disuntikkan ke dalam kulit individu yang limfositnya
sensitif terhadap tuberkuloprotein makan limfosit yang sensitif akan
mengadakan reaksi dengan ekstrak tersebut dan menarik makrofag ke daerah
tersebut.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik


dan gejala sistemik :

a. Gejala respiratorik, meliputi :


 Batuk : gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
 Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
 Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang myertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
 Nyeri dada : nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
Adanya hemoptisis.
b. Gejala sistemik, meliputi :
 Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, mengigil, lemas, nafsu
makan menurun, dan penurunan berat badan,

8
2.7 Pemeriksaan Tb
1. Pemeriksaan fisik
Pada tahap ini biasanya sulit diketahui, adanya bunyi nafas ronchi
basah adanya efusi pleura sehingga pada saat perkusi
menghasilkan suara pekak.
2. TES TUBERKULIN INTRADERMAL(Mantoux).
Teknik standar (test mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberkulin
(PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberkulin secara
intrakutan,pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan setelah
kulit dibersihkan dengan alkohol.Biasanya di anjurkan memakai spuit
tuberkulin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik 276-27 G.Jarum yang
pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke atas
dan ujung nya dimasukkan ke bawah permukaan kulit..Akan terbentuk
satu gelembung berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk
bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan tepat dan cermat.

Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara


48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus di baca dalam
periode tersebut,yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah
sedikit ditekuk.Yang harus dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi
dalam satuan milimeter ,pengukuran harus dilakukan melintang terhadap
sumbu panjang lengan bawah.Hanya indurasi (pembengkakan yang teraba
)dan bukan eritema yang bernilai.Indurasi dapat ditentukan dengan
inspeksi dan palpasi (meraba daerah tersebut dengan jari tangan).Tidak
adanya indurasi sebaiknya di catat sebagai “0 mm”bukn negatif.

Interpretasi tes kulit menunjukkan adanya berbagai tipe reaksi(Kotak 43-


1). Daerah ndurasi sebesar 5mm atau lebih di anggap reaksi positif pada
kelompok tertentu,dan mencerminkan adanya sensitivitas yang berasal
dari infeksi dengan basil.Saerah indurasi yang diameternya sebesar 10
mm atau lebih juga di klasifikasikan positif pada kelompok tertentu,

9
sedangkan indurasi sebesar 15 mm atau lebih adalah positif pada semua
orang dengan faktor resiko TB yang tidak di ketahui.

Reaksi positif terhadap tes tuberkulin mengindikasikan adanya infeksi


tetapi belum tentu terdapat penyait secara klinis.Namun, tes ini adalah alat
diagnostik enting dalam mengevaluasi seorang pasien dan juga berguna
untuk menentukan prevalensi infeksi TB pada masyarakat.

3. Tes Anergi
Anergi adalah tidak adanya respon hipersensitivitas seperti pada
tuberkulin. Anergi spesifik adalah tidak adanya raektivitas antigen
seseorang anergi nonspesisifik sacra keseluruhan adalah
ketidakmampuan untuk bereaksi terhadap berbagai antigen
(Slovis,Pittman,Haas,2000). Penyebab anergi bisa berasal dari
infeksi HIV, sakit berat atau demam, campak (infeksi virus
lainnya). Menurut CDC(2000), yaitu 10% hingga 25% pasien
dengan TB memiliki reaksi yang negatif terhadap tes tuberkulin
intradermal pada saat didiagnosis pada pengobatan di mulai.
Anergi di deteksi dengan pemberian dua antigen hipersensitivitas
menggunakan mantoux. The American Thoracic Society
merekomendasikan bahwa tes anergi tidak cocok untuk
identifikasi pasien infeksi TB termasuk yang terinfeksi HIV.
4. Vaksin BCG
Bacille Calmette Guerin biasa disuntikkan ke kulit untuk
membentuk fokus primer yang berdinding kapur dan berbatas
tegas. Walaupun begitu daerah Amerika masih tidak
merekomendasikan vaksin BCG sebagai pencegahan terhadap TB
karena reiko infeksi yang rendah dan keefektifan vaksin yang
bervariasi, karena keefektifan vaksin BCG hanya 50%pad semua
jenis TB.
5. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini bisa menunjukkan adanya TB tapi tidak dapat
mendiagnosis karena TB hampir semua manifestasi klinis TB

10
meyerupai penyakit penyakit lainnya. Biasanya pada orang HIV
foto dada dapat menunnjukkan ketidak normalan.
6. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan ini dengan merupakan pemeriksaan paling penting
dalam mendiagnosis TB yaitu dengan sputum. Metode pewarnaan
Ziehl Neelsen dapat dipakai. Sediaaan apus digenangi dengan zat
karbolfuksin yang dipanaskan ,lalu dialakukan dekolarisasi dengan
alkohol asam. Sesudah itu diwarnai dengan metilen biru atau
briliant green. Cara peawrnaan dengan flouresensi memakai
larutan auramin rodamin. Pemeriksaan dapat memeperkiraan
jumlah basil tahan asam , yang positif menunjukkkan diagnosa
tetapi yang negatif belum tentu menyatakan tidak adanya infeksi.
7. Bronchografi
Untuk mnegetahui adanya kerusakan pada broncus

2.8 Terapi Pencegahan Dan Pengobatan


Pengobatan TB paru berupa pemberian obat obat anti mikroba dimana
obat ini dapat di berikan kepada orang yang sudah terjangkit infeksi. Klien
yang terinfeksi M.tuberculosis, tanpa penyakit TB aktif dianggap memiliki
TB laten. Klien ini biasanya memiliki reaksi positif terhadap uji kulit
tuberkulin, namun tanpa gejala. Mereka dengan infeksi TB laten tidak
menginfeksi dan tidak dapat menyebarkan infeksi TB ke orang lain, tetapi
sekitar 10% akan mengalami penyakit TB aktif di masa depan. Kemo
profilaksis dapat membantu klien menghindari TB aktif dan juga
mencegah infeksi awal pada orang yang baru terpapar. Rekomendasi saat
ini untuk klien dengan infeksi TB laten adalah :
1. Isoniazid selama 6 bulan ( hidrazida asam isonikotinat
[INH] ), rifampisin, dan pirazinamid selama 2 bulan. Lalu
di ikuti oleh INH dan rifampisin pada seseorang dengan
terapi awal TB yang orgnismenya sensitif terhadap
pengobatan.
2. INH dan rifampisin 9 bulan pada orang yang tidak dapat
mengkonsumsi pirazinamid.

11
3. Mengobati dengan DOT.

Penanganan TB merupakan proses yang panjang. Perawat di klinik dan


fasilitas kesehatan masyarakat sering kali bertanggung jawab untuk
pemeriksaan dan pemantauan tindak lanjut, termasuk

1. Menentukan kepatuhan minum obat


2. Memahami aksi farmakologis dari obat
3. Mengamati efek samping yang tidak diinginkan
4. Mengumpulkan spesimen sputum tindak lanjut
5. Mendapatkan rontgen dada serial
6. Mengamati adanya perbaikan atau pemburukan dari temuan pemeriksaan
awal

Memberikan informasi yang lengkap dan dukungan terus menerus akan


membantu klien memahami proses pemulihan jangka panjang. Makin
banyak informasi yang klien miliki dan makin banyak kontrol personal
yng klien miliki, maka kepatuhan klien akan makin baik.

12
2.9 WOC TB Paru

Microbacterium
Tuberkulosis Terhirup Masuk lewat
Masuk keparu Alveoli
Kejalan Nafas
Basil
Pembentukan sputum
Microbakterium Hipertermi Peningkatan suhu tubuh Proses peradangan
berlebih

Limfadenitis Kelenjar getah bening Tuberkel Sekret susah dikeluarkan

Sembuh dengan Suplai O2


sarang ghon TB Primer Infeksi Primer berkurang
(ghon) pada Ketidak efektifan
Meluas alveoli bersihan jalan
Keluar Melalui Sekret
nafas Lemas

Hematogen Mengalami perkejuan


Bronkogen Sembuh sempurna
Intoleransi
Menghancurkan jar.sekitar nekrosis Perkejuan Menganggu perfusi Aktivitas
Bronkus Bakterimia
dan difusi, Sesak Pucat , sianosis,
akral dingin
Pencairan
Pleuritis Menyebar ke peritoneum
asam lambung Pola nafas
Arteri Pulmonalis tidak efektif Gangguan Perfusi
Jaringan
Nyeri dada
Mual , Anoreksia
Batuk darah

Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan Resiko Syok Hipovolemik
tubuh
2.10 Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri dada b.d pleuritis
2. Hipertermia b.d proses infeksi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penyebaran
patogen ke peritoneum d.d mual dan anoreksia
4. Pola nafas tidak efektif b.d tekanan inspirasi menurun
5. Bersihan jalan nafastidak efektif d.d sputum berlebih
6. Gangguan perfusi jaringan b.d ketidak adekuatan o2
7. Intoleransi aktivitas b.d ketidak adekuatan o2
8. Resiko syok hipovolemik d.d batuk berdarah
No Diagnosa Intervensi
1. Nyeri dada b.d pleuritis 1. Observasi tanda tanda vital
2. Kaji tingkatan nyeri
3. Atur posisi pasien senyaman
mungkin
4. Anjurkan untuk teknik
relaksasi
5. Kolaborasi dengan pemberian
analgesik
2. Hipertermi b.d proses 6. Observasi suhu tubuh
infeksi 7. Pantau intake cairan
8. Berikan kompres dingin
9. Berikan lingkungan yang
dingin
10. Kolaborasi dengan
pemberian obat intravena
3. Perubahan nutrisi kurang 1. Observasi status nutrisi, pantau
dari kebutuhan tubuh b.d berat badan
penyebaran patogen ke 2. Monitor asupan makan,
peritoneum d.d mual dan anjurkan pasien makan sedikit
anoreksia namun sering
3. Anjurkan pasien oral hygiene
sebelum makan

13
4. Berikan suplemen makanan
jika perlu
4. Pola nafas tidak efektif 1. Observasi frekuensi
b.d tekanan inspirasi pernafasan
menurun 2. Observasi adanya sianosis dan
pucat
3. Observasi adanya bunyi nafas
4. Observasi pola pernafasan
seperti bradipnea takipnea
hiperventilasi hipoventilasi
5. Inspeksi pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot otot
pernafasan
5. Bersihan jalan nafas tidak 1. Pantau respirasi
efektif d.d sputum berlebih 2. Kolaborasikan pengeluaran
sekret
3. Kolaborasikan bantuan
ventilasi, untuk meningkat
pola nafas spontan yang
optimal.
4. Latihan batuk efektif
5. Kolaborasi pemberian obat
inhalasi
6. Gangguan perfusi jaringan 1. Pantau tanda tanda vital
b.d ketidak adekuatan o2 terutama pernafasan
2. Inspeksi saluran nafas
3. Observasi adanya nyeri saat
bernafas
4. Kolaborasikan dengan
pemberian ventilasi buatan
7. Intoleransi Aktivitas b.d 1. Pantau tanda vital
ketidak adekuatan o2 2. Anjurkan relaksasi otot

14
3. Anjurkan klien untuk
mengurangi aktivitas.
4. Pantau jika adanya nyeri
5. Beri lingkungan yang
nyaman
8. Resiko syok hipovolemik 1. Pantau tanda tanda vital
d.d batuk berdarah 2. Monitor status
oksigenisasi AGD
3. Monitor status
pengeluaran cairan
4. Inpeksi tingkat kesadaran
5. Pantau pernafasan

15
Bab III

Penutup

5.1 Kesimpulan
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), Sebagain besar kuman
menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain.(Dep
Kes,2003). Tuberculosis (TB) Merupakan suatu penyakit pada
saluran pernafasan yang disebabkan karena adanya infeksi pulmonary
oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.TB Dikategorikan sebagai
penyakit menular karna dapat menyebabkan kerusakan yang progresif
pada jaringan paru-paru atatau bahkan kematian jika penyakit ini
tidak di obati.

Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang


tersering di Indonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa
dan ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan mempunyai dampak
yang besar, karena pasien Tuberkulosis akan menularkan penyakitnya
pada lingkungan, sehingga jumlah penderita semakin bertambah.

5.2 Saran
Untuk itu kepada setiap pembaca untu dapat menjaga kebersihan diri dan
lingkungan untuk mencegah resiko terjadinya penularan TB Paru,
meningkatakan imun dengan menjaga pola nutirisi dan istirahat.

16
Daftar Pustaka

Black,Joyce.2014.Keperawatan Medikal Bedah.Indonesia: Salemba Medika.

Wijaya,Andra Saferi.2014KMB 1 Keperawtan Medikal Bedah,Yogyakarta: Nuha


Medika

Anda mungkin juga menyukai