Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PENELITIAN

Potensi Air Rebusan Temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb ) dalam

Meningkatkan Daya Adhesi Sel Neutrofil Terhadap Candida Albicans pada

Pasien Diabetes Mellitus. (Secara In Vitro).

OLEH:

M. IQBAL

No.BP1611411005

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG
2019

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai

dengan kondisi hiperglikemia atau peningkatan glukosa dalam darah secara

persisten yang disebabkan karena gangguan sekresi dan aktivitas biologis absolut

dan relatif insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan

kerusakan jangka panjang pada beberapa organ tubuh seperti disfungsi organ

mata, jantung, ginjal, dan pembuluh darah. (The American Diabetes

Association’s, 2015). Diabetes melitus adalah penyakit kronis kompleks yang

membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko

multifaktorial di luar kontrol glikemiknya. Pendidikan dan dukungan manajemen

diri pasien penting untuk mencegah komplikasi akut dan mengurangi risiko

komplikasi jangka panjang (The American Diabetes Association’s (ADA’s)

“Standards of Medical Care in Diabetes, 2018).

Dalam serangkaian percobaan yang dilakukan pada awal 1970-an, oleh

Garcia-Leme dkk,, dengan judul “Fungsi Neutrofil pada Diabetes Mellitus”


menunjukkan neutrofil memainkan peranan penting dalam respon inflamasi inang

terhadap infeksi. Aktivitas kemotaktik neutrofil pada pasien Diabetes mellitus

secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan sel sehat yang relatif

terkontrol (Mowat, et al., 2016). Studi tentang aktivitas fagositik dan

mikrobisidaidal pada pasien Diabetes mellitus menunjukkan terjadinya penurunan

aktivitas bakterisida, gangguan fagositosis dan adhesi sel neutrofil pelepasan

penurunan pelepasan enzim lisosom . Selain itu, keadaan diatas menunjukkan

korelasi yang signifikan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (Tan , et

al., 2017).

Meningkatnya kadar glukosa kulit pada pasien Diabetes mellitus karena

tingginya kadar glukosa dalam darah mempermudah timbulnya manifestasi pada

kulit berupa infeksi bakterial , infeksi jamur, dan lain-lain (Djuanda, 2008).

Infeksi kulit pada penderita Diabetes mellitus sebanyak 31 % disebabkan paling

sering oleh spesies jamur Candida, penderita Diabetes mellitus rentan mengalami

kandidiasis yang disebabkan karena kondisi sel epitel dan mukosa pada penderita

Diabetes mellitus mengalami peningkatan adhesi terhadap beberapa

mikroorganisme patogen seperti Candida albicans, (Abishekh, 2010). Kolonisasi

Candida albicans dalam rongga mulut lebih sering dijumpai pada penderita

Diabetes mellitus. Pada keadaan normal prevalensi Candida albicans dalam

rongga mulut berkisar antara 20%-40% dan pada penderita Diabetes mellitus

prevalensi kolonisasi Candida albicans meningkat mencapai 80%.(Harlina, 2002).

Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan pertumbuhan Candida

albicans pada penderita Diabetes mellitus yang tidak terkontrol (Hernawati,

2007). Dibandingkan dengan orang dengan tanpa Diabetes mellitus, pasien


Diabetes mellitus lebih rentan mengalami peningkatan kolonisasi Candida

albicans.(Pallavan, et al., 2014). Terdapat hubungan antara peningkatan kadar

glukosa terhadap terjadinya kandidiasis oral pada penderita Diabetes mellitus

(Sumintarti, et al., 2015). Hasil penelitian Magare dkk pada tahun 2014

menjelaskan terdapat jamur Candida albicans dengan persentase 86%, Candida

krusei 2%, Candida tropicalis 4% dan Candida parapsilosis 2% pada 50 sampel

pasien immunocompromised . Kandidiasis adalah infeksi jamur yang paling

sering dtemukan dirongga mulut. Faktor risiko yang paling penting adalah

perubahan endokrin seperti Diabetes mellitus, kehamilan dan gagal ginjal, depresi

kekebalan tubuh, kebersihan mulut yang buruk, merokok, alkoholisme dan

pemberian obat-obatan jangka panjang ( Bensadoun, et al., 2011 , Dorko , et al.,

2002, Coco , et al., 2008). Kandidiasis oral terjadi karena peningkatan spesies

Candida, terutama Candida albicans (Castellote, et al., 2013).

Studi yang dilakukan oleh Loureiro dkk pada tahun2006. pada mencit

dan tikus Diabetes juga menunjukkan penurunan migrasi neutrofil , kapasitas

fagositosis dan produksi hidrogen peroksida. Selanjutnya, penurunan kadar

glukosa dalam darah dengan pengobatan insulin pada mencit dan tikus Diabetes

telah dilaporkan signifikan berkorelasi dengan peningkatan kapasitas fagositosis

neutrofil.

Neutrofil atau leukosit polimorfonuklear merupakan sistem imun lini

pertama sel host untuk menyerang pathogen yang masuk kedalam tubuh (Nathan ,

et al., 2006) .Neutrofil juga merupakan sel-sel efektor penting selama peradangan

pada jaringan . Neutrofil memiliki potensi yang tinggi dalam memberantas infeksi
mikroba. Individu dengan defisiensi neutrofil (seperti neutropenia) lebih rentan

terhadap infeksi mikroba dan jamur (Tak , et al., 2017)

Neutrofil dapat dengan cepat merespons isyarat inflamasi dan bermigrasi

ke jaringan yang mengalami peradangan dan kerusakan (Hyun, et al., 2012).

Migrasi neutrofil ke jaringan yang meradang, membutuhkan beberapa langkah

yang dimulai dengan adhesi sel ke endotel permukaan mikroba dan diikuti

dengan migrasi intravaskular, ekstravasasi serta migrasi di interstitium (Park, et

al., 2016).

Penggunaan bahan tradisional sebagai obat dikenal di daerah pedesaan

di banyak negara berkembang. Sebagian besar obat-obatan herbal ditoleransi

dengan baik oleh pasien, dengan konsekuensi yang tidak diinginkan lebih sedikit

daripada obat sintetis. Herbal biasanya memiliki efek samping lebih sedikit

daripada obat sintetis, dan mungkin lebih aman untuk digunakan seiring waktu

( Sudjarwo, et al., 2017).

Curcuma xanthorrhiza atau yang biasa dikenal dengan “temulawak”

atau kunyit Jawa adalah anggota keluarga jahe (Zingeberaceae), yang merupakan

tanaman asli Indonesia. Ditanam di Thailand, Filipina, Sri Lanka, dan Malaysia.

C. xanthorrhiza adalah tanaman yang tumbuh rendah dengan akar (rimpang) yang

terlihat seperti jahe ( Ruslay, et al., 2007). Secara tradisional, tanaman ini

digunakan sebagai bahan dalam suplemen kesehatan yang dikenal sebagai "jamu"

atau untuk menyembuhkan masalah kesehatan tertentu termasuk hepatitis,

keluhan hati, diabetes, rematik, antikanker, hipertensi, dan gangguan jantung.

(Abas, et al., 2007).


C. xanthorrhiza memiliki fitokimia aktif dengan xanthorrhizol dan

curcumin sebagai senyawa utama ( Anjusha, et al., 2014). C. Xanthorrhiza

mengandung xanthorrhizol dan curcumin yang dapat digunakan untuk antioksidan

dan antikanker (Oon, et al., 2015), antibakteri (Sylvester, et al., 2015) antivirus

dan antijamur (Moghadamtousi, et al., 2014).

Curcumin adalah pigmen kuning yang berasal dari akar temulawak

yaitu tanaman yang biasa digunakan sebagai rempah-rempah, pengawet makanan,

penyedap, dan zat pewarna di Asia dan India (Bhawana, 2011). Curcumin telah

terbukti memiliki banyak manfaat farmakologis termasuk sebagai antioksidan,

anti-inflamasi, antivirus, antitumor, dan aktivitas antibakteri ( Pasetto, 2014).

Curcumin telah dilaporkan memiliki aktivitas antijamur melawan berbagai strain

Candida, termasuk Candida albicans (ATCC 10261), dengan konsentrasi

penghambatan minimum (MIC) mulai dari 250 hingga 2000 μg / ml (0,68 mM

hingga 5.4mM) ( Neelofar, et al., 2011).

Proteinase dan fosfolipase adalah enzim yang disekresikan oleh

Candida albicans yang sering dikaitkan dengan degradasi jaringan, pembentukan

hifa, dan invasi tuan rumah, yang sangat penting faktor terkait dengan

patogenisitas C. albicans (Naglik, et al., 2008) . Aktivitas enzim proteinase dan

fosfolipase berkurang menggunakan curcumin pada 62,5 M dan 125 M. Hasil ini

menunjukkan bahwa salah satu mekanisme aksi curcumin melibatkan

penghambatan sekresi enzim proteinase dan fosfolipase, yang merupakan faktor

virulensi penting Candida albicans (Kumar, et al., 2014). Curcumin menurunkan

sekresi proteinase sebesar 53% dalam Candida albicans selama proses infeksi

(Neelofar, et al., 2011). Keadaan patogen kandidiasis ditandai dengan peningkatan


proinflamatori sitokin (Lermann, 2008). Fibroblast gingiva memiliki peranan

penting dalam menghadapi infeksi Candida albicans. Fibroblast mengekspresikan

dectin-1 pada permukaan sel untuk mengenali Candida albicans dan

mengaktifkan respons inflamatori dengan mensekreskan sitokin seperti IL1 , IL1 ,

IL6, dan IL8 (H. Alanazi, et al., 2014). Curcumin dapat mereduksi ekspresi gen

IL1a dan IL1b fibroblast yang terpapar infeksi Candida albicans (Seleem, et al.,

2016)].

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah air rebusan temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb ) berpotensi dalam

meningkatkan daya adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans pada pasien

Diabetes mellitus?

2. Bagaimana peningkatan daya adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans

oleh air rebusan temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb ) dengan konsentrasi

rebusan 3.125%, 6,25%, 12,5%, dan 25% pada pasien Diabetes mellitus?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui potensi air rebusan temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb ) dalam

meningkatkan daya adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans pada pasien

Diabetes mellitus.
2. Mengetahui peningkatan daya adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans

oleh rebusan air temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb ) dengan konsentrasi

3.125%, 6,25%, 12,5%, dan 25% pada pasien Diabetes mellitus.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi

Memberikan kontribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

mengenai potensi air rebusan temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb ) dalam

meningkatkan daya adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans pada pasien

Diabetes melitus.

1.4.2 Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan dan

pengetahuan dibidang kedokteran gigi khususnya dalam pengembangan

penggunaan tanaman tradisional Indonesia temulawak (Curcuma Xanthoriza

Roxb ) untuk meningkatkan adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans pada

pasien Diabetes melitus. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan tanaman

tradisional Indonesia dimasa depan.

1.4.3 Bagi Masyarakat


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai pemanfaatan air rebusan temulawak (Curcuma Xanthoriza

Roxb ) yang berpotensi dalam meningkatkan daya adhesi sel neutrofil terhadap

Candida albicans pada pasien Diabetes Melitus sehingga dapat mencegah

infeksi jamur seperti kandidiasis pada pasien Diabetes mellitus.

1.4. 4 Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan

bagi peneliti lain dalam melakukan pengembangan penelitian mengenai potensi

air rebusan temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb ) dalam meningkatkan daya

adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans pada pasien Diabetes mellitus.

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Air Rebusan Temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb )

Xanthorizol Curcumin
Modulasi Sistem Imun

Variabel Independen Variabel Dependen

Air rebusan temulawak ((Curcuma


Xanthoriza Roxb ) Daya adhesi sel neutrofil
terhadap Candida albicans.

Variabel Terkontrol

- Waktu inkubasi
- Suhu inkubasi
- Konsentrasi Air rebusan temulawak
3,125%. 6,25%, 12,5%, dan 25%.
- Isolat Neutrofil
- Isolat Candida albicans

3.2 Hipotesis Penelitian

1. Air rebusan temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb ) meningkatkan daya

adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans pada pasien Diabetes mellitus.

2. Konsentrasi air rebusan temulawak (Curcuma Xanthoriza Roxb ) yang optimal

memiliki tingkat kriteria kekuatan daya adhesi sel neutrofil yang semakin tinggi.

BAB IV

METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian dan Disain Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah eksperimental laboratoris

in vitro, yaitu penelitian yang memberikan perlakuan terhadap variabel yang

diteliti dengan rancangan the post test only control group design dengan

melakukan pengukuran terhdapat variabel yang diteliti setelah diberikan

perlakuan dan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

1. Pengambilan sampel darah pasien Diabetes mellitus dilakukan di RSUP M.

Djamil Padang, Sumatera Barat. / di RS Universitas Andalas.

2. Pembiakan jamur Candida albicans dan uji daya adhesi sel neutrofil

dilakukan di Laboratorium Mikrobilogi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember 2019- selesai

4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Candida albicans

4.3.2 Sampel

4.3.2.1 Kriteria Isolat Neutrofil


Neutrofil yang dijadikan sampel adalah neutrofil yang diisolasi dari

neutrofil darah pasien yang menderita Diabetes mellitus dan telah mengisi

informed consent terlebih dahulu.

4.3.2.2 Kriteria Temulawak

Temulawak yang digunakan dalam penelitian ini adalah temulawak segar

dan tidak ada kerusakan akibat penyakit pada tumbuhan yang diambil dari daerah

Payakumbuh,

4.3.3 Besar Sampel

Pada penelitian ini terdapat 5 kelompok perlakuan yang masing-masing

terdiri dari:

1. Kelompok kontrol (K): Sel neutrofil yang diberi Candida albicans tanpa

perlakuan.

2. Kelompok I: Sel neutrofil yang berikan air rebusan temulawak sebesar 3.125%

sebanyak 200ml dan diinduksi Candida albicans

3. Kelompok II : Sel neutrofil yang berikan air rebusan temulawak sebesar 6,25%

sebanyak 200ml dan diinduksi Candida albicans

4. Kelompok III : Sel neutrofil yang berikan air rebusan temulawak sebesar 12,5%

sebanyak 200ml dan diinduksi Candida albicans

5. Kelompok IV: Sel neutrofil yang berikan air rebusan temulawak sebesar 25%

sebanyak 200ml dan diinduksi Candida albicans


Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel adalah sebagai berikut:

Keterangan: n = besar sampel tiap kelompok

σ = standar deviasi sampel

d = kesalahan yang masih dapat di tolerir, σ = d

Z = nilai pada tingkat tertentu jika a= 0,05, maka Z = 1,96

Sehingga diperoleh besar sampel sebesar:

n = 1,962 = 3,84 ≈ 4

Berdasarkan hasil dari rumus diatas dapat dsimpulkan bahwa jumlah sampel

yang digunakan pada peneltian ini adalah 4 sampel untuk setiap kelompok

perlakuan

4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.4.1 Klasifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Air rebusan temulawak

((Curcuma Xanthoriza Roxb ).

2. Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah Daya adhesi sel neutrofil

terhadap Candida albicans.

3. Variabel Terkontrol

Variabel terkontrol dalam penelitian ini adalah

- Waktu inkubasi

- Suhu inkubasi

- Konsentrasi Air rebusan temulawak 3,125%. 6,25%, 12,5%, dan 25%.

- Isolat Neutrofil

- Isolat Candida albicans

4.4.2 Definisi Operasional

1. Air rebusan temulawak

Air rebusan temulawak adalah rebusan yang dibuat dengan merebus 2gr

temulawak kedalam aquadest sebanyak 200ml dan dilakukan perebusan selam 30

menit, hasil akhirnya diperoleh air rebusan temulawak dengan konsentrasi 100%.

Kemudian dilakukan pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi 25%, 12,5%,

6,25%, dan 3,125%.

2. Candida albicans

Jamur dari genus Candida. Jamur yang digunakan dalam penelitian ini

didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas yang telah diidentifikasi terlebih dahulu dengan menggunakan uji germ

tube di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.


Kemudian dibuat suspensi Candida albicans dengan menggunakan standar 1

McFarland.

3. Neutrofil

Neutrofil diambil dari darah vena perifer atau vena cubiti dengan kriteria laki-

laki dewasa dan menderita Diabetes mellitus. Isolat neutrofil dilakukan dengan

teknik gradientdensity menggunakan Histopaque-1077.

4. Indeks Adhesi Neutrofil

Merupakan indeks yang menjelaskan banyaknya sel neutrofil yang dilekati

pada Candida albicans, baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok yang

diberikan perlakuan dan dibandingkan. Penghitungan indeks adhesi neutrofil

dilakukan dengan rumus (Ningtyas, 2011):

4.5 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah

1. Air rebusan Temulawak

2. Aquadest steril,

3. Suspensi Candida albicans,

4. Vena perifer/cubiti pasien penderita Diabetes mellitus.

5. Ficol hyopaque gradient,


6. Penstrip ,

7. Fungi zone (Gibco),

8. Hiatopaque-1119 (Sigma),

9. RPMI (1640),

10. Media complete M199 (Gibco),

11. Alkohol,

12. Minyak emersi,

13. HBSS (Hank’s Balanced Salt Solution) (Gibco),

14. Methanol absolut,

15. Giemsa.

4.6 Instrumen Penelitian

1. Autoklaf

2. Microplate 24 well

3. Coverslip

4. Tabung EDTA

5. Timbangan

6. Tabung reaksi

7. Centrifuge
8. Laminar flow

9. Inkubator

10. Lampu spritus

11. Kaca objek

12. Mikroskop

13. Densicheck

14. Vortex

15. Filter

16. Mikropipet

17. Corong

18. Pisau atau gunting

19. Syringe

20. Filter syringe

21. Tabung falcon

4.7 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

Prosedur penelitian ini terdiri dari persiapan dan sterilisasi alat, ethical

clearance, pembuatan air rebusan temulawak, pembuatan air rebusan temulawak

dengan konsentrasi berbeda, pembuatan media jamur, pembiakan dan pembuatan

suspensi jamur, isolasi neutrofil, perlakuan uji indeks adhesi sel neutrofil,
4.7.1 Sterilisasi Alat

Seluruh peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini disterilkan

terlebih dahulu. Alat-alat yang berbahan dasar kaca disterilkan dalam autoclave

pada suhu 1210C selama 15 menit. Sedangkan instrument yang berbahan dasar

plastik dicuci dan dibersihkan dengan air kemudian dikeringkan dan diusap

dengan menggunakan alkohol 70%. Setelah itu melakukan prosedur coverslip

dengan cara memotong sesuai dengan diameter well culture, kemudian direndam

dalam aquadest dan disterilkan selama 15 menit menggunakan autoclave dengan

suhu 1210C. (Mpila, dkk,. 2012)

4.7.2 Pembuatan Air Rebusan Temulawak

Temulawak yang digunakan dalam penelitian ini adalah temulawak yang

bebas dari penyakit tanaman. Pembuatan air rebusan temulawak dilakukan dengan

cara merebus 2 gr temulawak kedalam 200 ml aquades yang telah dididihkan

kemudian dibiarkan pada suhu 900C (Oktaviano, 2011)

4.7.3 Pengenceran Air Rebusan Temulawak

Untuk mendapatkan konsentrasi tertentu dan sesuai dengan keinginan,

pengenceran air rebusan temulawak 100% dapat dilakukan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

M1 x V1= M2 x V2

Keterangan:

M1= Konsentrasi awal


M2= Konsentrasi akhir

V1= Volume awal

V2= Volume akhir

Dengan penjabarannya yaitu:

1. Konsentrasi 3,125% sebanyak 4ml

100% x V1=3,125% x 4ml

V1= 0, 125ml

Jadi, untuk mendapatkan konsentrasi air rebusan temulawak 3,125%

dilakukan dengan cara menambahkan 3,875ml aquadest kedalam 0,125ml air

rebusan temulawak 100%.

2. Konsentrasi 6,25% sebanyak 4ml

100% x V1=6,25% x 4ml

V1= 0, 25ml

Jadi, untuk mendapatkan konsentrasi air rebusan temulawak 6,25% dilakukan

dengan cara menambahkan 3,75ml aquadest kedalam 0,25ml air rebusan

temulawak 100%.

3. Konsentrasi 12,5% sebanyak 4ml

100% x V1=12,5% x 4ml

V1= 0, 5ml
Jadi, untuk mendapatkan konsentrasi air rebusan temulawak 12,5%

dilakukan dengan cara menambahkan 3,5ml aquadest kedalam 0,5ml air rebusan

temulawak 100%

4. Konsentrasi 25% sebanyak 4ml

100% x V1=25% x 4ml

V1= 1ml

Jadi, untuk mendapatkan konsentrasi air rebusan temulawak 25%

dilakukan dengan cara menambahkan 3ml aquadest kedalam ml air rebusan

temulawak 100%

4.7.4 Pembiakan Candida albicans

Candida albicans dibiakkan dan diinkubasi selama 2x24 jam dalam

media Saborund Dextrose Broth (SDB) kemudian dibuatkan suspensi dengan

menggunakan standar 1 McFarland dengan media complete M199.

4.7.5 Isolasi Neutrofil

1. Darah vena perifer atau cubiti pada pasien Diabetes mellitus diambil sebanyak

12cc dan dibagi kedalam 4 tabung EDTA sehingga masing-masing tabung

berjumlah 3cc.

2. Tabung EDTA kemudian digoyang-goyangkan agar sampel darah tidak

menggumpal.

3. Siapkan filter. Masukkan 3 cc filter 1119 (hystopaque), 3cc 1077 (limpoprep)

dan 3cc darah pada tabung EDTA ke tabung falcon.


4. Kemudian sentrifugasi darah 2100 rpm selama 30 menit dengan suhu 200C dan

serum dibuang.

5. Pada tabung falcon akan terbentuk 6 lapisan cairan, yaitu plasma darah, PMBC,

1077 limpoprep, neutrofil, filter 1119 hystopaque dan sel darah merah. Lapisan

neutrofil merupakan lapisan yang paling jerning dan berada pada lapisan yang ke

empat.

6. Kemudian lapisan neutrofil diambil dengan cara membuang terlebih dahulu

lapisan yang berada diaatasnya dan kemudian diletakkan pada tabung steril.

7. Tambahkan HBSS ( Hank’s Balanced Salt Solution) dengan perbandingan 2:1,

kemudian dipipeting dan dihomogenkan dengan cara di sentrifugasi 1700rpm

selama 10 menit.

4.7.6 Pengukuran Daya Adhesi Sel Neutrofil terhadap Candida albicans

Tahapan uji indeks adhesi adalah sebagai berikut:

1. Coverslip disiapkan sebanyak 24 buah dan dibersihkan kemudian diletakkan di

dalam well.

2. Pada masing-masing coverslip, neutrofil dipipeting (@100 µL) dan diinkubasi

dalam inkubator selama 20 menit dengan suhu 370C

3. Kemudian pada tiap well ditambahkan fungizone 5µL, RPMI 1 cc, penstripe

5µL dan dinkubasi selama 30 menit, dan ditambahkan media complete M199

4. Ditambahkan air rebusan temulawak sesuai dengan konsentrasi yang

dibutuhkan sebanyak 200µL. Kelompok kontrol hanya diberikan media complete

M199 saja kemudian diinkubasi selama 60 menit.


5. Kemudian dipaparkan Candida albicans sebanyak 100µL dan kembali

diinkubasi selama 2,5 jam.

6. Melakukan pengamatan dengan mikroskop.

7. Medium inkubasi dibuang dengan pipeting.

8. Fiksasi selama 2-3 menit dengan metanol absolut

9. Metanol kemudian dibuang dengan mikropipet dan dikeringkan dengan posisi

miring.

10. Pengecetan dengan Giemsa. Preparat dicuci dengan air mengalir kemudian

ditambahkan buffer Giemsa dan aquadest dengan perbandingan 1:4, digoyang-

goyangkan sampai kelihatan luntur, cuci dengan air mengalir dan dikeringkankan.

11. Preparat yang sudah dicat dengan pewarnaan Giemsa diamati menggunakan

mikroskop dengan perbesaran 400x. Terlebih dahulu mengamati jumlah Candida

albicans yang menempel pada neutrofil pada perlakuan kontrol. Indeks adhesi

dapat diperoleh dengan menghitung banyaknya sel neutrofil yang dilekati jamur.

Untuk neutrofil, dihitung pada 100 sel neutrofil menggunakan mikroskop inverted

dengan pembesaran 400x, dan kemudian dihitung rata-ratanya.

Penghitungan indeks adhesi dilakukan dengan rumus:

4.8 Pengolahan dan Analisis Data


4.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut (Notoadmojo, 2012):

1. Editing yaitu kegiatan untuk memeriksa kebenaran dan kelengkapan data

kembali,

2. Coding yaitu pemberian kode pada setiap data yang telah dikumpulkan untuk

mempermudah entry data.

3. Entry yaitu memasukkan data yang telah diedit pasca pengkodean yang

kemudian akan diproses ke dalam program komputer,

4. Cleaning yaitu pemeriksaan kembali kelengkapan dan kebenaran data

sebelum dilakukan analisis data.

4.8.2 Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik pada setiap variabel penelitian yang diamati yaitu variabel

independen ( air rebusan temulawak ((Curcuma Xanthoriza Roxb )), variabel

dependen (daya adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans.), dan

variabel terkontrol ( waktu inkubasi,suhu inkubasi, konsentrasi air rebusan

temulawak 3,125%. 6,25%, 12,5%, dan 25%, isolat neutrofil, dan isolat

Candida albicans).

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis daya adhesi sel neutrofil

terhadap Candida albicans setelah diberikan perlakuan air rebusan temulawak

(Curcuma Xanthoriza Roxb ). Data hasil penelitian ini bersifat kuantitatif. Data

yang didapat dari hasil penghitungan yang diperoleh dari setiap perlakuan diolah

secara statistik dengan menggunakan uji normalitas Saphiro wilk dan uji

homogenitas Levene’s test dengan nilai kemaknaan (p>0,05). Jika data hasil

penelitian terdistribusi normal dan homogen, maka dapat dianalisis menggunakan

uji parametrik yaitu One Way Anova. Jika dari uji tersebut terdapat hasil

perbedaan yang bermakna makan dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD (Least

Significant Difference) untuk mengetahui kelompok manakah yang memiliki

perbedaan secara signifikan. Jika data yang diperoleh tidak terdistribusi normal

dan atau tidak homogen, digunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis Test yang

dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.( nama peneliti)

4.9 Alur Penelitian


Sterilisasi alat yang digunakan

Pembiakan Candida Pembuatan air rebusan temulawak


Isolasi neutrofil albicans dengan
media SDB

Pengenceran dengan aquadest


5 kelompok
@4 cover slip Biakan diinkubasi
selama 2x24 ja
100% 25% 12,5% 6,25% 3.125%

Dicuci 2-3x
dan Pembuatan suspensi
diresuspensi jamur sampai
dengan media mencapai standar 1
complete McFarland
Pemberian perlakuan

Diinkubasi selama 1 jam 370C di inkubator

Menambahkan 100µL suspensi Candida albicans

Diinkubasi selama 2,5 jam 370C diinkubator

Membuang mediun inkubasi

Fiksasi lalu pengecetan dengan Giemsa

Penghitungan daya adhesi sel neutrofil terhadap Candida albicans

Pengolahan data

Analisis data

Anda mungkin juga menyukai