Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Di era modern ini masyarakat mempunyai aktivitas yang beragam dan untuk memenuhi
aktivitas tersebut masyarakat memerlukan adanya transportasi sebagai alat penunjang/alat bantu
dalam melakukan aktivitasnya, Perkembangan teknologi saat ini sangat berkembang pesat
terutama dibidang transportasi. Transportasi online yang saat ini sedang berkembang karna
biayanya yang terjangkau dan penggunaannya mudah sehingga sangat digandrungi oleh kaum
milineal yang sangat dominan suka terhadap transportasi baru ini salah satunya GoJek. PT. Gojek
Indonesia didirikan pada tahun 2011 oleh Nadiem Makarim dan Michael angelo Moran.
Perusahaan ini bergerak di bidang jasa layanan transportasi sebagai perantara yang
menghubungkan antara para pengendara ojek dengan pelanggan. Pada Januari 2015, perusahaan
meluncurkan aplikasi mobile Gojek berbasis location-based search untuk telepon genggam
berbasis android dan iOS (apple). Melalui aplikasi ini, pengendara ojek dapat melihat order yang
masuk dan lokasi pemesannya untuk ditanggapi, dan pelanggan dapat memantau posisi
pengendara ojek yang menanggapi order dan kini Gojek telah hadir di 204 kota di lima negara
Asia Tenggara. Saat ini Gojek telah memiliki 2 juta mitra pengemudi dan sekitar 400 ribu
pedagang di platformnya. Jasa dan layanan Gojek berkembang tidak hanya sebagai transportasi
orang (transport), tetapi juga dapat digunakan sebagai pengantar barang, dokumen, ataupun paket
(instant courier), sebagai mitra perusahaan online maupun offline yang membutuhkan pengantaran
pada hari yang sama (shopping), bahkan yang terbaru dapat digunakan sebagai pengantar makanan
yang dipesan (food delivery).

GoJek kini sudah jadi aplikasi on-demand nomor satu di Indonesia. Aplikasi ini paling
banyak digunakan oleh konsumen Indonesia, dengan jumlah pengguna aktif bulanan terbanyak
sepanjang 2018 dan lebih tinggi dibandingkan kompetitor. Bahkan teknologi ini telah menjadi
bagian yaang tidak terpisahkan dari masyarakat. Nadiem mengatakan istilah "gojekin aja" pun
sudah menjadi kata kerja yang biasa didengar sehari-hari. Hal ini membuktikan bahwa Gojek telah
menjadi aplikasi sehari-hari yang sebenarnya. Nadiem menegaskan dengan memanfaatkan
teknologi menjadi cara yang paling cepat dalam membantu mengatasi tantangan dalam
masyarakat. Baik itu di sisi mitra maupun konsumen. Dengan menggunakan teknologi, para
penyedia jasa dan pencari jasa memiliki akses langsung, memangkas banyak tantangan. Di sisi
mitra, mereka bisa memiliki akses yang luas kepada pendapatan dan menjangkau pasar yang lebih
luas.

Menurut Nadiem Makarim Gojek sekarang menempati peringkat pertama atau top of mind
di antara konsumen Indonesia saat ditanya merek aplikasi on-demand apa yang akan mereka
gunakan serta dari sisi konsumen pun, kehadiran Gojek membantu mereka lebih produktif serta
dapat memiliki waktu berkualitas dengan keluarga, Keberhasilan GOJEK mengembangkan
platform super-app yang menghubungkan jutaan rakyat Indonesia telah menjadikan GOJEK salah
satu akselerator utama pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Berdasarkan laporan Google
dan Temasek, ekonomi digital Indonesia memiliki pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara.

1
Dalam beberapa tahun bisnis startup yaitu perusahaan GoJek sedang melakukan ekspansi
besar - besaran serta untuk meguasai pangsa pasar dan memenangkan persaingan dengan
kompetitornya sehingga modal perusahaan banyak digunakan untuk memperoleh jumlah transaksi,
jumlah pelanggan, kepuasan pelanggan, ekspansi produk dan atau jasa yang ditawarkan, investasi
teknologi/aplikasi dan SDM sehingga perusahaan startup mengalami rugi dalam beberapa tahun.
Jadi strategi bisnis online banyak menghabiskan modal “Bakar Uang” untuk memberikan promo
langsung ke pelanggan dan investasi pada aplikasi, SDM, dan menarik sebanyak mungkin
pemasok. Di antara itu semua yang paling menonjol adalah bahwa dana investasi terutama dan
sebagian besar untuk memberikan promo diskon kepada pelanggan. Dana banyak dihabiskan
untuk mendapatkan pelanggan sebanyak mungkin dan loyalitas pelanggan adalah tepat sekali.
Dengan meraih omzet besar ada kesempatan bagi perusahaan melakukan efisiensi sebesar-
besarnya di kemudian waktu sehingga tiba saatnya perusahaan mendapatkan laba yang tinggi.
Peraihan pangsa pasar yang besar adalah yang ingin dicapai oleh bisnis online.

Jadi bisnis online seperti Gojek rentang usahanya sebagai perusahaan ekspedisi barang,
transportasi, supermarket/toko ritel, apotik, perbankan, entertainment (jual berbagai macam tiket),
salon, cleaning service, jasa2 lainnya dan berbagai jenis industry atau usaha yang akan bertambah
terus seiring dengan berlalunya waktu. Dengan demikian bisnis online adalah suatu bisnis
konglomerasi atau portofolio yang memiliki resiko bisnis kecil. Pelanggan berbondong-
bondong menggunakan Gojek, Grab, Traveloka, Bukalapak, OVO, dll. Para pelanggan berebut
karena produk dan jasa yang ditawarkan sangat murah, mudah dan berkualitas. Di samping itu
banyak diskon diberikan. Sayangnya hanya diskon ini yang disorot secara besar2 an sebagai
bakar2 uang. Diskon yang diberikan oleh bisnis online adalah salah satu promosi yang paling
handal karena penerima manfaatnya adalah konsumen akhir atau end user. Kegiatan promosi
bisnis konvensional sering kali ditujukan kepada perantara di samping end user nya. Bisnis Online
tanpa melibatkan perantara. Diskon langsung kepada end user adalah cara paling efektif
mendapatkan data pelanggan dan loyalitas pelanggan. Ini adalah asset yang sangat berharga sekali
bagi perusahaan. Investor rela bakar2 uang sebagai gantinya dapat banyak pelanggan dan loyalitas
pelanggan.

Walaupun saat ini start up yaitu perusahaan GoJek belum menghasilkan keuntungan karena
gencarnya perusahaan untuk melakukan promosi menghabiskan modal “Bakar Uang” tetapi
banyak sekali investor yang tertarik menanamkan modalnya di perusahaan GoJek ini karena
dianggap Membeli Masa Depan. Pada 2018, Go-Jek memiliki total Gross Transaction Value
(GTV) lebih dari $19 miliar. GTV bukanlah pendapatan, melainkan nilai total transaksi yang
diproses Go-Jek dari para pengguna mereka dari layanan Go-Jek, seperti Go-Ride, Go-Food, Go-
Pay, dll. Pendapatan adalah fee yang diterima Go-Jek dari berbagai layanan yang dijalankannya.
Sebagian kecil dari angka GTV itu memang menjadi pendapatan Go-Jek, tetapi mengingat
kencangnya promo, dalam rupa-rupa potongan harga, sangat mungkin startup ini belum benar-
benar memperoleh untung—dalam pemahaman tradisional. Apalagi, seperti diungkap Nadiem,
layanan ride-sharing, masih jauh dari predikat sebagai penghasil laba, karena Dalam dunia ride-
sharing, investor yang menanam modal tak terpaku pada keuntungan, melainkan pertumbuhan.
Mengapa Go-Jek masih terus memperoleh kucuran dana dari investor, bisa dijawab dengan hal-
hal yang terjadi pada Uber dan Grab.

2
Dilansir Recode, pada kuartal pertama 2017, Uber rugi bersih senilai $0,8 miliar. Pada
kuartal kedua tahun yang sama, rugi bersih mereka meningkat jadi $1,1 miliar. Pada dua kuartal
berikutnya, Uber mengalami rugi bersih $1,5 miliar dan $1,1 miliar. Alih-alih ditinggalkan
investor, pada 2018, Uber memperoleh pendanaan senilai $500 juta dari Toyota. Uber pun
memperoleh utang senilai $2 miliar di tahun tersebut.
Pola serupa dialami Grab. Dalam laporan yang dirilis Vulcan Post, Grab mengaku telah
memperoleh pendapatan tahunan senilai $1 miliar. Namun, perusahaan itu mengklaim masih
belum memperoleh keuntungan. Salah satu alasannya: Grab perlu mengucurkan dana besar untuk
mengembangkan lini bisnisnya, khususnya pada sektor financial technology (fintech).Selain itu,
Nadiem juga mengatakan pertumbuhan Gross Transaction Value (GTV) GOJEK mencapai 13,5
kali lipat hanya dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Nominalnya mencapai USD 9 miliar dolar
(sekitar Rp 127 triliun) pada akhir tahun 2018. Dengan demikian bisnis online adalah investasi
yang menarik menawarkan portofolio berbagai jenis usaha yang berarti risiko rendah,
menyediakan jumlah pemasok dan pelanggan yang banyak sekali, harga murah dan berkualitas.

Bagi investor bisnis online akan memiliki return yang tinggi. Investasi bukanlah trading,
investasi berarti menanamkan uang dalam jangka waktu Panjang, lebih dari 1 tahun. Return atau
penghasilan yang diharapkan atas investasi juga dalam jangka Panjang. Bila trading menanamkan
uang dalam jangka waktu pendek bisa harian atau bulanan dan langsung dapat untung dalam waktu
pendek tersebut. Oleh karenanya investasi dalam bisnis online tidak diharapkan dapat keuntungan
dan kembali modal dalam jangka pendek. Dalam laporan labarugi perusahaan bisnis startup bisa
jadi masih rugi. Namun investor belum tentu rugi karena investor menilai bukan berdasarkan
laporan labarugi, melainkan menggunakan valuasi. Laporan labarugi perusahaan berjangka
pendek bulanan dan per tahun. Investasi tidak beriorientasi jangka pendek. Seperti ditunjukkan di
atas bahwa valuasi Gojek meningkat terus saat ini sudah mencapai lebih dari Rp 140 Trilyun.
Valuasi perusahaan menilai prospek perusahaan dalam jangka Panjang yang dinilai adalah
transaksi penjualan, jumlah pengguna (pelanggan dan pemasok), kualitas aplikasi/teknologi,
kualitas Tim SDM dan pengaruh competitor. Dalam beberapa tahun bisnis startup sedang
melakukan ekspansi besar2 an sehingga modal perusahaan banyak digunakan untuk memperoleh
jumlah transaksi, jumlah pelanggan, kepuasan pelanggan, ekspansi produk dan atau jasa yang
ditawarkan, investasi teknologi/aplikasi dan SDM sehingga perusahaan startup mengalami rugi
dalam beberapa tahun. Kini Go-Jek masih jor-joran membakar uang demi user acquisition cost.
Gejala tersebut bukan menunjukkan kegagalan bisnis, melainkan wujud investasi yang diharapkan
berbuah keuntungan. Investor juga nampaknya yakin bahwa, lewat rintisan ride-sharing yang
perlahan menjadi super-app ini, kelak mereka akan memanen laba.

Berdasarkan data CB Insight, beberapa investor telah menyuntikkan dana kepada Gojek
hingga mampu menyandang status decacorn, yang bervaluasi 10 miliar dollar AS atau setara
dengan Rp 142 triliun. Berikut beberapa perusahaan yang menanamkan modal di Go-Jek selama
2019:
1. Google, JD, Tencent, Mitsubishi Corporation, dan Provident Capital. Di awal tahun, Go-Jek
merampungkan fase pertama dari putaran pendanaan seri F yang dipimpin oleh Google, JD.com,
Tencent, Mitsubishi Corporation dan Provident Capital. Meski begitu, tak disebutkan berapa
modal yang disuntikkan dari pendanaan seri F ini. Namun, sebuah laporan yang dipublikasikan
TechCrunch mengatakan nilai investasi yang diterima Go-Jek mencapai 920 juta dollar AS.

3
2. Astra Internasional Pada Maret 2019, Astra International menyuntikkan dana sebesar 100 juta
dollar atau sekitar Rp 1,4 triliun untuk Go-Jek. Pendanaan tersebut merupakan kedua kalinya
dilakukan Astra kepada Go-Jek. Tahun lalu, Astra berinvestasi ke Go-Jek sebesar 100 juta dollar
AS. Adapun otal dana yang dihimpun Gojek dari Astra kini sudah mencapai 250 juta.
3. Mitsubishi Mitsubishi Motors dan Mitsubishi Corporation kembali menyuntikkan dana ke
Gojek pada Juli 2019. Namun, tidak disebutkan berapa dana yang ditanamkan Mitsubishi ke
perusahaan transportasi online tersebut. Dana investasi yang terkumpul akan digunakan untuk
memperdalam penetrasi pasar di Indonesia serta memperkuat ekspansi Gojek di kawasan Asia
Tenggara. Utamanya setelah peluncuran Gojek di Singapura, Go-Viet di Vietnam dan GET di
Thailand.
4. Siam Commercial Bank Di bulan yang sama, Go-Jek kembali mendapat dana segar. Kali ini
dari bank besar di Thailand, Siam Commercial Bank (SCB). Namun, baik SCB maupun Gojek tak
membeberkan secara rinci nilai investasi tersebut. Investasi ini menandakan kerja sama SCB
dengan afiliasi Go-Jek di Thailand, GET, untuk mengembangkan sistem pembayaran digital. Kerja
sama ini akan memudahkan mitra pengemudi GET untuk membuka rekening SCB di Pusat
Pelatihan Mitra Pengemudi GET, serta memberikan mereka akses ke beragam layanan keuangan,
seperti pinjaman dana dan asuransi.
Akademisi dan Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan, valuasi
Gojek lebih besar karena analisis bisnis di era digital sudah berubah. Saat ini, aset tak lagi tangible,
ada aset intangible yang tak bisa diukur dan dicatat pada balance sheet akuntansi seperti yang
dimiliki Gojek. "Gojek tak punya satu pun motor, tapi valuasinya melebihi Garuda. Apa asetnya?
Intangible, bentuknya seperti brand, skill, inovasi, dan keterampilan yang akhirnya menciptakan
platform berbasis ekosistem," kata Rhenald Kasali di Jatiwarna, Bekasi, Selasa (13/8/2019).
Adapun aset intangible adalah aset yang tidak bisa dijamin perbankan, tapi melekat di diri
seseorang ataupun pelaku usaha, yaitu keterampilan, inovasi, ide, dan sebagainya. Meski tak bisa
dicatat dengan metode akuntansi, aset ini justru memang digunakan pada bisnis dalam era digital.
"Hal inilah yang menyebabkan teori bisnis lama menjadi usang dan model bisnis tak lagi relevan
di era digital," kata Rhenald. Selain itu, Gojek dinilai lebih tinggi karena memiliki nilai Network
effect yang lebih besar ketimbang perusahaan konvensional yang berdiri sendiri (stand alone).
Network effect itu bisa dilihat pada jejaring super apps-nya yang menyatukan ekosistem pemilik
warung, pengemudi, restoran, dan sebagainya. "Memang benar, platform tidak untung dan bakar
duit terus. Ada yang menuding valuasinya manipulatif. Pokoknya platform ini dihadang terus sama
perusahaan yang stand alone. Tapi mereka (platform) efeknya banyak, melibatkan UKM,
membuka lapangan kerja. Lihat berapa banyak yang terbantu," ucap Rhenald.

Berdasarkan dari uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Pengaruh membakar uang untuk promosi, Intangible Asset, , dan Network Effect terhadap
Peningkatan Valuasi Perusahaan Gojek ”.

4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini penulis ingin
mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Valuasi Perusahaan GoJek ini akan terus meningkat padahal bisnisnya terus
merugi., Karena Mereka mengeluarkan dana yang besar “ Membakar Uang ” untuk
promosi demi user experience (pengalaman konsumen), insentif untuk driver, dan
mematahkan pamor para pesaing ?
2. Apakah terdapat pengaruh yang Karena Perusahaan Gojek walau tak punya satu pun
motor serta hanya mengandalkan asset intangiblenya ?
3. Apakah Terdapat Pengaruh yang signifikan dari network effect pada jejaring super appsnya
perusahaan gojek terhadap valuasi perusahaan GoJek ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1.Pengaruh mengeluarkan dana yang besar “ Strategi Membakar Uang ” untuk promosi demi
user experience (pengalaman konsumen), insentif untuk driver terhadap Valuasi Perusahaan
Gojek.
2. Pengaruh Intangible Asset terhadap Valuasi Perusahaan Gojek.
3. Pengaruh network effect pada jejaring super appsnya perusahaan gojek terhadap terhadap
Valuasi Perusahaan Gojek.

Anda mungkin juga menyukai