Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN


KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN
HIRSCHSPRUNG’S DISEASE

Oleh:
NI MADE SEKAR SARI
1902621045

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Hirschsprung ditemukan oleh Harold Hirschsprung tahun 1886 di
Denmark,dideskripsikan penyakit Hirschsprung sebagai penyebab
konstipasi pada awal masa bayi atau Neonatus. Penyakit Hisprung adalah
suatu kelainan bawaan berupa agonglionik usus yang dimulai dari springter
ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk
anus sampai rektum atau duga suatu kelainan kongenital yaitu tidak terdapat
ganglion parasimpatik dan plektus auerbch di kolon (Kosim, Yunanto,
Dewi, Sarosa, & Usman, 2012).

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon, menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tdak adanya evakuasi usus
spontan. Penyakit Hirschsprung, disebut juga megakolon kongenital,
disebabkan ketiadaan ganglion autonom kongenital yang mempersarafi
pleksus mienterik di taut anorektum dan seluruh atau sebagian rektum dan
kolon. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dipertimbangkan pada neonatus
yang gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah dilahirkan
(Darmawan, 2009).

2. Epidemiologi
Penyakit hisprung merupakan penyakit tersering pada neonatus, 5 kali lebih
sering ditemukan pada bayi laki-laki. Di USA, 1 : 3000 kelahiran hidup, 5%
ada hubungan dengan keturunan. 75-80% di rektosigmoid, 5-11% seluruh
kolon.Di Indonesia, 1 : 5000 kelahiran hidup, dengan kebanyakan kasus
(sekitar 85%) tejadi secara sporadis atau tanpa pola dominan autosomal
yang jelas, sembilan gen yang rentan terhadap gangguan ini. 1 dari 3 anak
yang menderita Hirschsprung akan mengalami malformasi kongenital
tambahan. Insiden meningkat pada saudara kandung dan turunan dari anak
yang tidak terkena 1:5000 kelahiran pada anak dengan syndrom down
(Corputty, Lampus, & Monoarfa, 2015).
3. Penyebab
Menurut Yulianti dan Putra (2015) terdapat beberapa penyebab yang dapat
memicu munculnya penyakit hirsprung yaitu sebagai berikut:
a. Tidak adanya plexus syaraf parasimpatis atau aganglionosis (plexus
Auerbach atau plexus Meisner) mulai spinchter ani internus sampai
proksimal sepanjang usus, 70% terbatas di daerah rektosigmoid, 10%
sampai seluruh kolon dan sekitarnya, 5% dapat mengenai seluruh usus
sampai pilorus.
b. Faktor lingkungan.
c. Multifactorial disorder: faktor genetik (peregangan kromosom 10
tepatnya pada RET proto-oncogene dan interaksi antara “protein
encoded” dengan dua variasi gen atau autosomal dominan transmission),
dan multiple endokrin neoplasia.

4. Patofisiologi
Menurut Mayer, Welsh, & Kowalak (2011) sistem syaraf autonomik
intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus:
a. Pleksus Auerbach: terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal
b. Pleksus Henle: terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
c. Pleksus Meissner: terletak di sub-mukosaPada penderita penyakit
Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.

Saat bayi berkembang dalam uterus, ganglia atau ganglion pada intramural
plexus (nerve cells) mulai terbentuk di sepanjang colon. Prosesnya mulai
dari Top of the colon dan berakhir di rectum. Ganglion pada intramural
plexus dalam usus berguna untuk mengontrol kontraksi dan relaksasi
peristaltik secara normal. Dalam keadaan normal, bahan makanan yang
dicerna dapat berjalan disepanjang usus karena adanya kontraksi yang ritmis
atau peristaltic dari otot-otot yang melapisi usus.Kontraksi ini dirangsang
oleh sekumpulan saraf atau ganglion yang terletak dibawah lapisan otot
(Mayer, Welsh, & Kowalak, 2011).
Pada penyakit Hirschsprung sel-sel ganglion parasimpatik tidak ada atau
hanya sepanjang beberapa centimeter. Segmen usus yang aganglionik akan
berkontraksi tanpa ada relaksasi balik yang diperlukan untuk mendorong
feses kearah distal. Gangguan motilitas usus menyebabkan tidak adanya
evakuasi usus spontan, selain itu sfinkter rectum tidak dapat berelaksasi
secara optimal, kondisi ini mencegah keluarnya feses secara normal, isi usus
akan terdorong ke segmen aganglionik dan terjadi akumulasi feses pada
bagian proksimal. Keadaan ini akan menimbulkan gejala obstruksi
tergantung panjang usus yang mengalami aganglion, bayi tidak BAB
normal, kotoran akan menumpuk terus di bagian bawah hingga
menyebabkan pembesaran pada usus dan kotoran menjadi keras sehingga
terjadi konstipasi (Mayer, Welsh, & Kowalak, 2011).

Obstruksi yang lama akan menimbulkan distensi usus sehingga dinding


usus mengalami iskemia, ulkus mukosa kolon, dapat terjadi nekrosis,
sampai perforasi kolon. Keadaan ini menimbulkan gejala enterokolitis dari
ringan sampai berat bahkan terjadi sepsis dan dehidrasi atau kehilangan
cairan tubuh yang berlebihan. Bila telah timbul enterokolitis terjadi distensii
abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah (Mayer, Welsh,
& Kowalak, 2011).

5. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu
(Yulianti & Putra, 2015) :
a. Penyakit Hirschsprung segmen pendek: segmen aganglionosis mulai dari
anus sampai sigmoid.
b. Penyakit Hirschsprung segmen panjang: daerah aganglionosis dapat
melebihi sigmoid, malahan dapat mengenai seluruh kolon atau sampai
usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan anak
perempuan.
6. Gejala Klinis
Menurut Mayer, Welsh, dan Kowalak (2011) terdapat beberapa gejala klinis
yang dapat muncul pada pasien dengan kondisi hirsprung yaitu sebagai
berikut:
a. Masa neonatal
- Gagal mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir)
dalam 24-48 jam setelah lahir karena usus tidak mampu mendorong
isinya ke arah distal
- Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu
sebagai akibat obstruksi intestinal
- Distensi abdomen yang terjadi karena retensi isi usus dan obstruksi
usus
- Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang
ditimbulkan
- Tidak mau minum atau kesulitan menyusu
- Diare yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air ke dalam
usus disertai obstruksi usus

2. Masa bayi dan kanak-kanak


- Konstipasi persisten akibat penurunan motilitas gastrointestinal
- Diare berulang
- Distensi abdomen akibat retensi feses
- Abdomen yang besar dan menonjol akibat retensi feses dan perubahan
homeostatis cairan serta elektrolit
- Biasanya tampak kurang nutrisi atau malnutrisi

7. Pemeriksaan Diagnostik
Betz, Cecily, Sowden. dan Linda (2009) menyatakan terdapat beberapa
pemeriksaan diagnostic dan penunjang yang dapat dilakukan untuk
memastikan adanya kondisi hirsprung yaitu sebagai berikut.
a. Foto polos abdomen tegak; akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal.
b. Pemeriksaan barium enema; ditemukan daerah transisi diantara segmen
yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian
yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit
hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium
karena gangguan peristaltik, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur
di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan
terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Manometri rectum; mendeteksi ketidakmampun sfingter ani interna
dalam melakukan relaksasi dan kontraksi
d. Biopsi rectum; pengambilan lapisan otot rectum untuk memastikan
diagnosis bila tidak terdapat sel-sel ganglion
e. Pemeriksaan USG; untuk mendeteksi kelainan intraabdominal
f. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase; dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
g. Pemeriksaan colok anus; pada pemeriksaan ini jari akan merasakan
jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui bau dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada
usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
h. Laboratorium; untuk medeteksi adanya lekositosis dan gangguan
elektrolit atau metabolik.

8. Penatalaksanaan
Adapun beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kondisi hirsprung yaitu sebagai berikut (Muttaqin & Kumala, 2011).
a. Konservatif
Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal
untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
b. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa
yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan
keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion
normal yang paling distal.
c. Tindakan bedah definitive
d. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.

Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap.Mula-


mula dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan
ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan
waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan
(atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut
dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan
menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm
dari anus (Muttaqin & Kumala, 2011).
Prosedur Duhamel; umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang
dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah bawah
dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior
kolon normal yang ditarik tersebut (Muttaqin & Kumala, 2011).
Prosedur Swenson; bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian
dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran
anal yang dilatasi. Sfinkterotomi dilakukan pada bagian posterior (Muttaqin
& Kumala, 2011).
Prosedur Soave; dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan
prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit
hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya
anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang
tersisa (Muttaqin & Kumala, 2011).
Perawatan :
a. Pada kasus stabil, penggunaan laksatif dan modifikasi diet.
b. Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam
megakolon toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses
menggunakan tuba anorektal dan nasogastric (Muttaqin & Kumala,
2011).
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan penyakit hisprung yaitu
(Yulianti & Putra, 2015) :
a. Perforasi Usus
b. Ketidakseimbangan elektrolit
c. Defisiensi Gizi
d. Enterokolitis
e. Syok Hipovolemik
f. Sepsis
g. Gawat pernapasan akut
h. Gangguan asam basa

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai
dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.

A. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, tanggal
MRS, nomor CM, penanggung jawab.

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Konstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.
Keluhan lainyang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat
keluar (lebih dari 24-48 jam setelah lahir), perut kembung, nyeri
abdomen, muntah berwarna hijau, dan diare.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan orangtua tidak adanya evakuasi mekonium dalam 24-48
jam pertama setelah lahir diikuti obstruksi, konstipasi,
muntah.Gejala selama beberapa minggu disertai diare, distensi
abdomen, dan demam.
Pada anak, akan rewel dan keluhan nyeri abdominal, konstipasi
atau diare berulang. Pada kondisi kronis, orang tua sering
mengeluh anak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, mungkin didapatkan anak mengalami kekurangan
kalori protein.Dengan berlanjutnya proses penyakit maka akan
terjadi enterokolitis berlanjut ke sepsis, transmural nekrosis usus
dan perforasi.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya
penyakit Hirschsprung.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Perlu dikaji kondisi yang sama pada generasi terdahulu. Kejadian
sekitar 30% dari kasus.
5. Riwayat Kehamilan.
- Prenatal; keluhan saat hamil, ANC, nutrisi, persalinan
sebelumnya fullterm atau premeture atau posmature, kesehatan
saat hamil, obat yang diminum.
- Natal; tindakan persalinan, obat-obatan, tempat persalinan
- Postnatal; kondisi kesehatan, Apgar score, BBL, PBL, anomaly
congenital

C. Pemeriksaan fisik.
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Pada umumnya terlihat lemah atau gelisah. TTV bias didapatkan
hipertermi dan tachikardi yang bisa menandakan terjadinya iskemia
usus, tanda-tanda dehidrasi. Pengukuran TB, BB, lingkar abdomen.
2. Pemeriksaan focus pada area abdomen:
- Inspeksi; adanya distensi abdomen, kembung/perut tegang,
pemeriksaan rectum adanya perubahan feses seperti pita.
- Auskultasi; pada fase awal didapatkan penurunan bisisng usus
dan berlanjut dengan hilangnya bisisng usus.
- Perkusi; timpani akibat kembung
- Palpasi; teraba dilatasi kolon pada abdominal

D. Pengkajian Pola fungsi kesehatan menurut Gordon sebagai


berikut:
1. Persepsi dan pola manajemen kesehatan
a. Status kesehatan anak sejak lahir
b. Pemeriksaan kesehatan secara rutin, status imunisasi
c. Penyakit yang pernah diderita dan pengobatan yang didapat
2. Nutrisi-Pola Metabolik
a. Pemberian ASI atau PASI, perkiraan jumlah minum,
kekuatan menghisap
b. Selera makan, makanan tidak disukai atau disukai
c. Masukan makanan selama 24 jam, pemberian makanan
tambahan
d. Berat badan lahir dan Berat badan saat ini
3. Pola Eliminasi
a. Pola defekasi: frekuensi, kesulitan, kebiasaan ada darah atau
tidak, bentuk fesesnya, berapa lama tidak BAB.
b. Berapa kali mengganti pakaian dalam atau popok atau diapers
(bagi bayi)
c. Pola eliminasi urin (gambarkan: berapa kali popok basah atau
hari, perkiraan jumlah, warna).
1. Aktivitas-Pola Latihan
a. Aktivitas sehari-hari dirumah, bermain, tipe mainan yang
digunakan,teman bermain, penampilan anal saat bermain,
dll.
b. Level aktivitas anak atau bayi secara umum, Persepsi anak
terhadap kekuatannya.
c. Tingkat kemandirian anak (mandi, makan, toileting,
berpakaian,dll)
2. Pola Istirahat-Tidur
a. Pola istirahat atau tidur anak, perkiraan jam atau hari, perubahan
pola karena ketidaknyaman atau sakit, nocturia, dll.
3. Pola Kognitif-Persepsi
a. Respons anak secara umum
b. Respons anak untuk berbicara, suara, objek, sentuhan, main, dsb.
c. Kemampuan anak untuk mengatakan nama, waktu, alamat
d. Kemampuan anak untuk mengatakan kebutuhan: lapar, haus,
nyeri, atau ketidaknyamanan.
4. Persepsi Diri-Pola Konsep Diri
a. Status mood bayi atau anak (iritabilitas)
5. Pola Peran-Hubungan
b. Interaksi antara bayi atau anak dengan anggota keluarga
c. Respon anak atau bayi terhadap kondisi di rumah sakit
6. Sexualitas
7. Koping-Pola Toleransi Stress
a. Menyebabkan stress pada anak, level stress, toleransi.
b. Pola penanganan masalah, support system.
8. Nilai-Pola Keyakinan
a. Perkembangan moral anak, pemilihan perilaku
b. Keyakinan akan kesehatan, keyakinan agama
c. Analisa Data
No. Data Etiologi Problem
1. DS: Pasien mengeluh Sel aganglion parasimpatik pl. Konstipasi
susah buang air besar Aurbach rektosigmoid colon
DO: Pasien tampak
kurus, tetapi perut buncit, Tidak ada peristaltik, sfinkter
feses seperti pita dan rectum
bulat kecil tak ada daya dorong, parase usus,
Spinter ani interna tidak relaksasi

Proses evakuasi feces dan udara


terganggu

Konstipasi

2 DS: Pasien mengeluh Obstruk& dilatasi colon bagian Ketidakseimbangan


mual, susah makan proksimal Nutrisi Kurang
DO: Pasien tampak Dari Kebutuhan
kurus, tetapi perut buncit, Penekanan pada usus intra Tubuh
berat badan menurun, abdomen
Bb= 7 kg
Kontraksi involunter pilorus

Expansi isi lambung ke mulut


(Refluks)

Mual dan muntah

Intake kurang

Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
3. DS: Ibu pasien Sel aganglion parasimpatik plexus Ansietas
mengatakan anak Aurbach rektosigmoid colon
menangis dan gelisah
setiap kali tindakan yang Tidak ada peristaltik, sfinkter
akan diberikan. rectum
tak ada daya dorong, parase usus,
DO:klien tampak gelisah, Spinter ani interna tidak relaksasi
rewel, nadi 100x/menit
Proses evakuasi feces dan udara
terganggu

Obstruksi & Dilatasi kolon bagian


proksimal

Hospitalisasi

Ansietas

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Konstipasi berhubungan dengan penyakit hisprung ditandai dengan pasien
mengeluh susah buang air besar, pasien tampak kurus, tetapi perut buncit,
feses seperti pita dan bulat kecil.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorsi nutrien ditandai dengan pasien
tampak kurus, BB kg
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai
denganIbu pasien mengatakan anak menangis dan gelisah setiap kali
tindakan yang akan diberikan, klien tampak gelisah, rewel, nadi 90x/menit.
3. PERENCANAAN
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1. Konstipasiberhubungan Tujuan : NIC: Bowel Irigation
dengan penyakit Setelah dilakukan tindakan 1. Tetapkan alasan tindakan
hisprung ditandai keperawatan …. x 24 jam membersihkan saluran
dengan pasien konstipasi berangsur teratasi pencernaan
mengeluh susah buang 2. Pilih pemberian enema
air besar, pasien NOC: yang tepat
tampak kurus, tetapi Bowel Elimination 3. Jelaskan prosedur pada
perut buncit, feses Kriteria Hasil : pasien
seperti pita dan bulat 1. Pola eliminasi dalam batas 4. Monitor efek samping dari
kecil. normal tindakan pengobatan
2. Warna feses dalam batas 5. Catat perkembangan baik
normal 6. Observasi tanda vital dan
3. Bau feses tidak menyengat bising usus setiap 2 jam
4. Konstipasi tidak terjadi sekali
5. Ada peningkatan pola 7. Observasi pengeluaran feces
eliminasi yang lebih baik per rektal bentuk,
konsistensi, jumlah
8. Konsultasikan dengan
dokter rencana pembedahan
Ketidakseimbangan
9. Tujuan : NIC:
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan dalam Nutrition Management

kebutuhan tubuh waktu …. X 24 jam, diharapkan 1. Kolaborasi dengan ahli gizi


Kebutuhan nutrisi terpenuhi. untuk menentukan jumlah
berhubungan dengan
kalori dan nutrisi yang
ketidakmampuan untuk
NOC: dibutuhkan pasien.
mengabsorsi nutrien
Nutritional Status: food and 2. Anjurkan pasien untuk
ditandai dengan pasien
Fluid Intake meningkatkan intake Fe
tampak kurus, BB 7 kg.
Kriteria Hasil : 3. Anjurkan pasien untuk
1. Adanya peningkatan berat meningkatkan protein dan
badan sesuai dengan tujuan vitamin C
2. Berat badan ideal sesuai 4. Yakinkan diet yang dimakan
dengan tinggi badan mengandung tinggi serat
3. Mampu mengidentifikasi untuk mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi 5. Berikan makanan yang terpilih
4. Tidak ada tanda tanda (sudah dikonsultasikan
malnutrisi dengan ahli gizi)
5. Tidak terjadi penurunan berat 6. Ajarkan pasien ataukel
badan yang berarti bagaimana membuat catatan
makanan harian.
7. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
8. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
9. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

3. Ansietas b.d perubahan Tujuan : NIC: Anxiety Reduction


dalam status kesehatan Setelah di berikan asuhan 1. Buat klien tenang dengan
ditandai dengan klien keperawatan selama … x 24 pendekatan yang
tampak gelisah, rewel, jam diharapakan kecemasan meyakinkan
nadi 100x/menit. klien berkurang. 2. Menyatakan dengan jelas
NOC: perubahan untuk tingkah
1. Anxiety seft-control laku pasien
2. Anxiety level 3. Lihat dan pahami
3. Coping perspektif pasien dalam
Kriteria hasil: situasi stress
1) Tekanan Darah dalam 4. Berikan informasi yang
batas normal factual mengenai
2) Klien tampak tenang diagnosis, pengobatan dan
3) Klien mengatakan prognosis yang akan di
merasa tidak cemas berikan kepada pasien
5. Mengatakan kepada
pasien untuk mengurangi
rasa takutnya untuk
mempengaruhi
kesehatannya
6. Memberikan perhatian
dengan mendengarkan
keluhan atau masalah
klien
7. Identifikasi perubahan
tingkat kecemasan
8. Observasi tanda-tanda
cemas verbal dan non
verbal
DAFTAR PUSTAKA

Betz., Cecily, L., Sowden., & Linda, A. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri
Edisi 5. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., et al. (Eds.). (2013). Nursing Intervenstion Classification (NIC)
Sixth Edition. Mosby: United State America

Corputty, E. D., Lampus, H. F., & Monoarfa, A. (2015). Gambaran pasien


hirschsprung di Rsup Prof. Dr. Rd Kandou Manado periode januari 2010–
september 2014. e-CliniC, 3(1). 229-236.

Darmawan, K.(2009). Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto.


Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). Nanda International Nursing
Diagnosis: Definition & Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell

Kosim, M.K., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G.I., & Usman, A. (2012). Buku
ajar neonatologi. Jakarta: IDAI

Mayer., Welsh., & Kowalak. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moorhead, S. et al. (Eds.). (2008). Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth
Edition. Mosby: United State America
Muttaqin & Kumala.(2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Selemba Medika.

Surya, P. A. I. L., & Dharmajaya, I. M. (2017). Gejala dan diagnosis penyakit


hirschsprung. Diakses dari: http://fmipa.umri.ac.id/wp-
content/uploads/2016/06/ATUN-MANIFESTASI-KLINIS-PENY.-
HISPRUNG.pdf (30 Oktober 2019)

Yulianti, M.R., & Putra, P.E. (2015). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Hirsprung. Diakses dari:
https://www.academia.edu/8196004/MAKALAH_ANAK_HIRSPRUNG
(30 Oktober 2019)
PATHWAY
Sel aganglion parasimpatik plexus
aurbach rektosigmoid kolon

Tidak adanya Tidak ada peristaltic, sfinkter rectum


genglion sel tak ada daya dorong, parase usus, Spinter ani interna tidak relaksasi

Hambatan pada gerak


Proses evakuasi feces dan
peristaltik Konstipasi
udara terganggu

Ileus fungsional
Obstruksi & Dilatasi kolon
Hospitalisasi
bagian proksimal
Hipertrofi

Ansietas
Penekanan pada usus Peningkatan Bakteri patogen usus
Distensi pada kolon intraabdomen
yang lebih proksimal

Peningkatan Kontraksi Involunter Enterokolitis


Nyeri Akut ekspensi paru-paru Pilorus

Hiperventilasi Ekspansi isi lambung Diare


kemulut(Refluks)

Ketidakefektifan Mual Dan Kekurangan


Pola Nafas Muntah Volume
Cairan

BB menurun, Intake kurang

Ketidakefektifan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh

Anda mungkin juga menyukai