Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
NI MADE SEKAR SARI
1902621045
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon, menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tdak adanya evakuasi usus
spontan. Penyakit Hirschsprung, disebut juga megakolon kongenital,
disebabkan ketiadaan ganglion autonom kongenital yang mempersarafi
pleksus mienterik di taut anorektum dan seluruh atau sebagian rektum dan
kolon. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dipertimbangkan pada neonatus
yang gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah dilahirkan
(Darmawan, 2009).
2. Epidemiologi
Penyakit hisprung merupakan penyakit tersering pada neonatus, 5 kali lebih
sering ditemukan pada bayi laki-laki. Di USA, 1 : 3000 kelahiran hidup, 5%
ada hubungan dengan keturunan. 75-80% di rektosigmoid, 5-11% seluruh
kolon.Di Indonesia, 1 : 5000 kelahiran hidup, dengan kebanyakan kasus
(sekitar 85%) tejadi secara sporadis atau tanpa pola dominan autosomal
yang jelas, sembilan gen yang rentan terhadap gangguan ini. 1 dari 3 anak
yang menderita Hirschsprung akan mengalami malformasi kongenital
tambahan. Insiden meningkat pada saudara kandung dan turunan dari anak
yang tidak terkena 1:5000 kelahiran pada anak dengan syndrom down
(Corputty, Lampus, & Monoarfa, 2015).
3. Penyebab
Menurut Yulianti dan Putra (2015) terdapat beberapa penyebab yang dapat
memicu munculnya penyakit hirsprung yaitu sebagai berikut:
a. Tidak adanya plexus syaraf parasimpatis atau aganglionosis (plexus
Auerbach atau plexus Meisner) mulai spinchter ani internus sampai
proksimal sepanjang usus, 70% terbatas di daerah rektosigmoid, 10%
sampai seluruh kolon dan sekitarnya, 5% dapat mengenai seluruh usus
sampai pilorus.
b. Faktor lingkungan.
c. Multifactorial disorder: faktor genetik (peregangan kromosom 10
tepatnya pada RET proto-oncogene dan interaksi antara “protein
encoded” dengan dua variasi gen atau autosomal dominan transmission),
dan multiple endokrin neoplasia.
4. Patofisiologi
Menurut Mayer, Welsh, & Kowalak (2011) sistem syaraf autonomik
intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus:
a. Pleksus Auerbach: terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal
b. Pleksus Henle: terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
c. Pleksus Meissner: terletak di sub-mukosaPada penderita penyakit
Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.
Saat bayi berkembang dalam uterus, ganglia atau ganglion pada intramural
plexus (nerve cells) mulai terbentuk di sepanjang colon. Prosesnya mulai
dari Top of the colon dan berakhir di rectum. Ganglion pada intramural
plexus dalam usus berguna untuk mengontrol kontraksi dan relaksasi
peristaltik secara normal. Dalam keadaan normal, bahan makanan yang
dicerna dapat berjalan disepanjang usus karena adanya kontraksi yang ritmis
atau peristaltic dari otot-otot yang melapisi usus.Kontraksi ini dirangsang
oleh sekumpulan saraf atau ganglion yang terletak dibawah lapisan otot
(Mayer, Welsh, & Kowalak, 2011).
Pada penyakit Hirschsprung sel-sel ganglion parasimpatik tidak ada atau
hanya sepanjang beberapa centimeter. Segmen usus yang aganglionik akan
berkontraksi tanpa ada relaksasi balik yang diperlukan untuk mendorong
feses kearah distal. Gangguan motilitas usus menyebabkan tidak adanya
evakuasi usus spontan, selain itu sfinkter rectum tidak dapat berelaksasi
secara optimal, kondisi ini mencegah keluarnya feses secara normal, isi usus
akan terdorong ke segmen aganglionik dan terjadi akumulasi feses pada
bagian proksimal. Keadaan ini akan menimbulkan gejala obstruksi
tergantung panjang usus yang mengalami aganglion, bayi tidak BAB
normal, kotoran akan menumpuk terus di bagian bawah hingga
menyebabkan pembesaran pada usus dan kotoran menjadi keras sehingga
terjadi konstipasi (Mayer, Welsh, & Kowalak, 2011).
5. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu
(Yulianti & Putra, 2015) :
a. Penyakit Hirschsprung segmen pendek: segmen aganglionosis mulai dari
anus sampai sigmoid.
b. Penyakit Hirschsprung segmen panjang: daerah aganglionosis dapat
melebihi sigmoid, malahan dapat mengenai seluruh kolon atau sampai
usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan anak
perempuan.
6. Gejala Klinis
Menurut Mayer, Welsh, dan Kowalak (2011) terdapat beberapa gejala klinis
yang dapat muncul pada pasien dengan kondisi hirsprung yaitu sebagai
berikut:
a. Masa neonatal
- Gagal mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir)
dalam 24-48 jam setelah lahir karena usus tidak mampu mendorong
isinya ke arah distal
- Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu
sebagai akibat obstruksi intestinal
- Distensi abdomen yang terjadi karena retensi isi usus dan obstruksi
usus
- Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang
ditimbulkan
- Tidak mau minum atau kesulitan menyusu
- Diare yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air ke dalam
usus disertai obstruksi usus
7. Pemeriksaan Diagnostik
Betz, Cecily, Sowden. dan Linda (2009) menyatakan terdapat beberapa
pemeriksaan diagnostic dan penunjang yang dapat dilakukan untuk
memastikan adanya kondisi hirsprung yaitu sebagai berikut.
a. Foto polos abdomen tegak; akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal.
b. Pemeriksaan barium enema; ditemukan daerah transisi diantara segmen
yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian
yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit
hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium
karena gangguan peristaltik, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur
di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan
terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Manometri rectum; mendeteksi ketidakmampun sfingter ani interna
dalam melakukan relaksasi dan kontraksi
d. Biopsi rectum; pengambilan lapisan otot rectum untuk memastikan
diagnosis bila tidak terdapat sel-sel ganglion
e. Pemeriksaan USG; untuk mendeteksi kelainan intraabdominal
f. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase; dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
g. Pemeriksaan colok anus; pada pemeriksaan ini jari akan merasakan
jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui bau dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada
usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
h. Laboratorium; untuk medeteksi adanya lekositosis dan gangguan
elektrolit atau metabolik.
8. Penatalaksanaan
Adapun beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kondisi hirsprung yaitu sebagai berikut (Muttaqin & Kumala, 2011).
a. Konservatif
Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal
untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
b. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa
yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan
keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion
normal yang paling distal.
c. Tindakan bedah definitive
d. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.
1. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai
dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
A. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, tanggal
MRS, nomor CM, penanggung jawab.
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Konstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.
Keluhan lainyang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat
keluar (lebih dari 24-48 jam setelah lahir), perut kembung, nyeri
abdomen, muntah berwarna hijau, dan diare.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan orangtua tidak adanya evakuasi mekonium dalam 24-48
jam pertama setelah lahir diikuti obstruksi, konstipasi,
muntah.Gejala selama beberapa minggu disertai diare, distensi
abdomen, dan demam.
Pada anak, akan rewel dan keluhan nyeri abdominal, konstipasi
atau diare berulang. Pada kondisi kronis, orang tua sering
mengeluh anak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, mungkin didapatkan anak mengalami kekurangan
kalori protein.Dengan berlanjutnya proses penyakit maka akan
terjadi enterokolitis berlanjut ke sepsis, transmural nekrosis usus
dan perforasi.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya
penyakit Hirschsprung.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Perlu dikaji kondisi yang sama pada generasi terdahulu. Kejadian
sekitar 30% dari kasus.
5. Riwayat Kehamilan.
- Prenatal; keluhan saat hamil, ANC, nutrisi, persalinan
sebelumnya fullterm atau premeture atau posmature, kesehatan
saat hamil, obat yang diminum.
- Natal; tindakan persalinan, obat-obatan, tempat persalinan
- Postnatal; kondisi kesehatan, Apgar score, BBL, PBL, anomaly
congenital
C. Pemeriksaan fisik.
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Pada umumnya terlihat lemah atau gelisah. TTV bias didapatkan
hipertermi dan tachikardi yang bisa menandakan terjadinya iskemia
usus, tanda-tanda dehidrasi. Pengukuran TB, BB, lingkar abdomen.
2. Pemeriksaan focus pada area abdomen:
- Inspeksi; adanya distensi abdomen, kembung/perut tegang,
pemeriksaan rectum adanya perubahan feses seperti pita.
- Auskultasi; pada fase awal didapatkan penurunan bisisng usus
dan berlanjut dengan hilangnya bisisng usus.
- Perkusi; timpani akibat kembung
- Palpasi; teraba dilatasi kolon pada abdominal
Konstipasi
Intake kurang
Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
3. DS: Ibu pasien Sel aganglion parasimpatik plexus Ansietas
mengatakan anak Aurbach rektosigmoid colon
menangis dan gelisah
setiap kali tindakan yang Tidak ada peristaltik, sfinkter
akan diberikan. rectum
tak ada daya dorong, parase usus,
DO:klien tampak gelisah, Spinter ani interna tidak relaksasi
rewel, nadi 100x/menit
Proses evakuasi feces dan udara
terganggu
Hospitalisasi
Ansietas
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Konstipasi berhubungan dengan penyakit hisprung ditandai dengan pasien
mengeluh susah buang air besar, pasien tampak kurus, tetapi perut buncit,
feses seperti pita dan bulat kecil.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorsi nutrien ditandai dengan pasien
tampak kurus, BB kg
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai
denganIbu pasien mengatakan anak menangis dan gelisah setiap kali
tindakan yang akan diberikan, klien tampak gelisah, rewel, nadi 90x/menit.
3. PERENCANAAN
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1. Konstipasiberhubungan Tujuan : NIC: Bowel Irigation
dengan penyakit Setelah dilakukan tindakan 1. Tetapkan alasan tindakan
hisprung ditandai keperawatan …. x 24 jam membersihkan saluran
dengan pasien konstipasi berangsur teratasi pencernaan
mengeluh susah buang 2. Pilih pemberian enema
air besar, pasien NOC: yang tepat
tampak kurus, tetapi Bowel Elimination 3. Jelaskan prosedur pada
perut buncit, feses Kriteria Hasil : pasien
seperti pita dan bulat 1. Pola eliminasi dalam batas 4. Monitor efek samping dari
kecil. normal tindakan pengobatan
2. Warna feses dalam batas 5. Catat perkembangan baik
normal 6. Observasi tanda vital dan
3. Bau feses tidak menyengat bising usus setiap 2 jam
4. Konstipasi tidak terjadi sekali
5. Ada peningkatan pola 7. Observasi pengeluaran feces
eliminasi yang lebih baik per rektal bentuk,
konsistensi, jumlah
8. Konsultasikan dengan
dokter rencana pembedahan
Ketidakseimbangan
9. Tujuan : NIC:
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan dalam Nutrition Management
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
Betz., Cecily, L., Sowden., & Linda, A. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri
Edisi 5. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., et al. (Eds.). (2013). Nursing Intervenstion Classification (NIC)
Sixth Edition. Mosby: United State America
Kosim, M.K., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G.I., & Usman, A. (2012). Buku
ajar neonatologi. Jakarta: IDAI
Mayer., Welsh., & Kowalak. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moorhead, S. et al. (Eds.). (2008). Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth
Edition. Mosby: United State America
Muttaqin & Kumala.(2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Selemba Medika.
Yulianti, M.R., & Putra, P.E. (2015). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Hirsprung. Diakses dari:
https://www.academia.edu/8196004/MAKALAH_ANAK_HIRSPRUNG
(30 Oktober 2019)
PATHWAY
Sel aganglion parasimpatik plexus
aurbach rektosigmoid kolon
Ileus fungsional
Obstruksi & Dilatasi kolon
Hospitalisasi
bagian proksimal
Hipertrofi
Ansietas
Penekanan pada usus Peningkatan Bakteri patogen usus
Distensi pada kolon intraabdomen
yang lebih proksimal
Ketidakefektifan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh