Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS

Pembimbing:
AKBP dr. Aris Sukarno, Sp.OG
dr. Lubena, Sp.OG
dr. Rabiah Adawiyah, Sp.OG

Oleh:
Riky Pratama 406191047

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN


KANDUNGAN RS.BHAYANGKARA SEMARANG
PERIODE 14 OKTOBER 2019-22 DESEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang
diberikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks”. Tujuan pembuatan referat ini
adalah untuk memenuhi salah satu syarat program pendidikan profesi di bagian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RS. Bhayangkara
Semarang dan untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman terkait dengan
pencegahan serta deteksi dini terkait kanker serviks.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada AKBP dr.Aris Sukarno, Sp.OG, dr. Lubena, Sp.OG
dan dr. Rabiah Adawiyah, Sp.OG selaku pembimbing dan semua pihak yang telah
membantu penulis selama proses penyusunan referat ini.
Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan
dalam penulisan kasus ini. Akhirnya penulis berharap semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembacanya.

Semarang, Desember 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 ANATOMI SERVIKS ................................................................................... 6
2.2 DEFINISI....................................................................................................... 7
2.3 EPIDEMIOLOGI .......................................................................................... 7
2.4 ETIOLOGI .................................................................................................... 8
2.5 FAKTOR PREDISPOSISI..............................................................................9
2.6 KLASIFIKASI DAN STAGING.................................................................11
2.7 PATOFISIOLOGI........................................................................................16
2.8 DIAGNOSIS.................................................................................................18
2.9 PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI......................................................19
2.10 TATALAKSANA.......................................................................................27
2.11 PROGNOSIS...............................................................................................31
BAB 3 KESIMPULAN ...................................................................................... 32
DAFTAR PUSAKA.............................................................................................33

3
BAB I
PENDAHULUAN

Suatu tumor yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks, bagian terendah dari rahim
yang menempel pada puncak vagina bersifat ganas biasanya disebut kanker leher
rahim (Kanker Serviks). Kanker ini biasanya menyerang wanita berusia 35-55
tahun yang mana 90% dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% dari sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal menuju ke dalam rahim. Kanker ini
juga biasanya timbul pada zona transisional antara epitel sel skuamosa dan epitel
sel kolumnar yang disebut squamo columnar junction (SCJ).1

Kanker serviks berada pada urutan ke-7 secara global dilihat dari angka
kejadian kasusnya dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (3,2% mortalitas)
berdasarkan GLOBOCAN tahun 2012. Berdasarkan data dari Patologi Anatomi
tahun 2012, kasus kanker ini di Indonesia ada diurutan kedua dari sepuluh kanker
terbanyak insidens sebesar 12,7%.2

Departemen Kesehatan RI memperkirakan saat ini, wanita penderita baru


kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk serta terdapat 40.000
kasus kanker serviks. Selain itu juga diperkirakan setiap tahunnya dijumpai sekitar
500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di
negara berkembang.2 Pada tahun 2030, jumlah penderita kanker serviks di
Indonesia diperkirakan akan terus meningkat hingga sebesar tujuh kali lipat.2

Program screening dan terapi secara dini serta terstruktur yang berfungsi
memeriksa tanda-tanda prekanker dan menanganinya secara cepat dapat mencegah
kanker serviks secara efektif. Umumnya program ini berdasarkan pada kunjungan
berulang, screening berdasarkan sitologi (Pap smear), dan dilakukan kolposkopi
dan biopsi apabila terdapat indikasi medis. Program di atas membutuhkan
manajemen secara aktif dan terorganisir dengan mengundang para wanita yang
berisiko menderita karsinoma serviks untuk menjalani screening, menjamin
kualitas sistem pengujian dan pengobatan, serta memonitor sistem perawatan dan

4
follow-up secara teliti. Negara-negara maju yang telah mengimplementasikan
program ini selama 40 tahun teleh menunjukkan penurunan angka kejadian
penyakit yang dramatis.3,4

Sebaliknya di negara-negara berkembang di mana 80% kasus karsinoma


serviks di dunia terjadi, karsinoma serviks masih menjadi salah satu penyebab
kematian utama pada wanita. Sistem screening dan pengobatan di negara-negara
tersebut secara umum tidak terjangkau oleh semua kalangan atau bahkan tidak
tersedia. Bahkan apabila program tersebut tersedia, hal itu kemungkinan tidak
berjalan secara efektif karena pengaruh aspek pelatihan, pengontrolan kualitas, atau
dari segi logistik.3,4

Data-data diatas menunjukkan bahwa jumlah penderita kanker serviks di


Indonesia cukup besar dan menjadi salah satu masalah untuk ditangani secara
mandiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan
yang ada. Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari
penderitanya dan keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor
pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya
penanganan kanker serviks, terutama dalam bidang pencegahan dan deteksi dini
sangat diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SERVIKS


Uterus merupakan organ berongga dengan bentuk seperti buah pir yang dindingnya
tebal. Uterus dibagi atas fundus, corpus, dan serviks uteri. Fundus merupakan
bagian yang terletak di atas muara tuba uterina. Corpus merupakan bagian uterus
yang terletak di bawah muara fuba uterina. Kemudian menyempit ke arah bawah
dari corpus merupakan serviks uteri. Serviks menembus dinding anterior vagina
dan dibagi menjadi portio supravaginalis dan portio vaginalis cervicis uteri. Cavum
uteri berbentuk segitiga pada penampang bidang coronal tetapi pada penampang
sagital hanya berbentuk celah. Rongga cervix, canalis cervicis, berhubungan
dengan rongga di dalam corpus uteri melalui ostium uteri internum dan dengan
vagina melalui ostium uteri externum. Sebelum melahirkan anak pertama
(nullipara), ostium uteri externum berbentuk lingkaran. Pada multipara, portio
vaginalis cervicis uteri lebih besar, dan ostium uteri extemum berbentuk celah
transversal sehingga mempunyai labium anterior dan labium posterior.3

6
Gambar 2.1: A. Bagian tuba uterina dan uterus. B. Ostium externum cervix;
(atas) nullipara; (bawah) multipara.3

2.2 DEFINISI
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan
sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan
dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.5

2.3 EPIDEMIOLOGI
Tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus.5 Data ini
didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan
data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. insiden dari kanker
serviks per tahun meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan
sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah
wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang berkembang.6
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke-7
secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke-6 di negara kurang
berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2%
mortalitas). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan
urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global.7

7
Gambar 2.1 Estimasi Insidensi Kanker Serviks di Dunia Tahun 2012.7

Gambar 2.2 Estimasi Mortalitas Kanker Serviks di Dunia Tahun 2012.7


Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker
terbanyak berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar
12,7%. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita
penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan
setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks.5

8
2.4 ETIOLOGI
HPV merupakan agen yang berperan besar dalam proses terjadinya kanker serviks.
DNA HPV dapat ditemukan pada 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia,
karena itu penyebab kanker serviks diduga sebagai akibat infeksi menetap dari virus
HPV. Pada proses karsinogenesis, asam nukleat virus dapat bersatu ke dalam gen
dan DNA manusia sehingga menyebabkan mutasi sel. HPV memproduksi protein
yaitu protein E6 pada HPV tipe 18 dan protein E7 pada HPV tipe 16 yang masing-
masing mensupresi gen P53 dan gen Rb yang merupakan gen penghambat
perkembangan tumor.6

Gambar 2.3 Peran HPV E6 dan E7


Saat ini telah diidentifikasi lebih dari 100 tipe HPV. Dari 100 tipe tersebut,
hanya kurang dari setengahnya yang dapat menginfeksi saluran kelamin. Masing-
masing tipe mempunyai sifat tertentu pada kerusakan epitel dan perubahan
morfologi lesi yang ditimbulkan. Tipe yang dapat menyebabkan keganasan adalah
HPV tipe 16, 18, 26, 27, 30, 31, 33-35, 39, 40, 42-45, 51-59, 61, 62, 64, 66-69 dan
71-74.7
Walaupun terdapat hubungan erat antara HPV dan kanker serviks, belum
ada bukti yang mendukung bahwa HPV adalah penyebab tunggal. HPV tipe 6 dan
11 ditemukan pada 35% kondiloma akuminata dan NIS 1, 10 % pada NIS 2-3, serta
hanya 1% ditemukan pada kondiloma invasif. HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada

9
10% kondiloma akuminata dan NIS 1, 51% pada NIS 2-3, serta pada 63%
karsinoma invasif.8

2.5 FAKTOR PREDISPOSISI9,10


Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktivitas seksual yang dimulai
pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun, dapat dijadikan sebagai faktor resiko
terjadinya kanker serviks. Hal ini diduga ada hubungannya dengan belum
matangnya daerah transformasi pada usia tersebut bila sering terekspos. Frekuensi
hubungan seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut,
tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.
Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Penelitian
di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah
dikontrol dengan infeksi HPV.
Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan
kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola
hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan
serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama
dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah
kanker.
Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasif terdapat pada pengguna
kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10
tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral.
Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa
aktivitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.

10
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risiko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan faktor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya
kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering
melakukan pemeriksaan serviks, sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak
lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan
resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.
Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungan dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampai saat ini tdak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.
Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara
kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini juga
diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen
pada wanita dengan tingkat pendidikan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi
nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga diduga berhubungan dengan
masalah tersebut.
Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang
menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko
yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genitalia
yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap
kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor
risiko yang lain.

2.6 KLASIFIKASI DAN STAGING

11
Klasifikasi kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan
histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3)
klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO.11,12
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi
• CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal
lebih kurang setengahnya yang didasarkan pada dysplasia yang dibatasi
pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut
dysplasia ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka
derajat rendah).11
• CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,
dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia
merujuk pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada
dasar duapertiga dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang
atau moderat). 11
• CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka
derajat tinggi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan
prakanker pada sel-sel yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari
ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan penuh yang
dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang parah ditempat
asal.11

Gambar 2.4 Klasifikasi Cervical Intraepithelial Neoplasia 11


b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks

12
• ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined
Significance) Kata "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan
rata yang terletak pada permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-
pilihan ditambahkan pada akhir dari ASC: ASC-US, yang berarti
undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti tidak dapat
meniadakan HSIL (lihat bawah). 11
• LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-
perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel
cervical. 11
• HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta
bahwa sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat. 11
c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis
Federation Internationale de Gynecologie et d’Obstetrique (FIGO) dan
American Joint Committe on Cancer telah meyusun pembagian stage kanker
serviks, namun yang paling bayak di gunakan adalah FIGO.11,12

Table 1. Definisi Stage FIGO11,12


Stage Description Illustration
I Proses terbatas pada serviks walaupun
ada perluasan ke korpus uteri

IA Kanker preklinik, hanya bisa di


identifikasi dengan mikroskop.
IA1 Pengukuran stroma invasi ≤3 mm
dan kedalaman ≤7mm
IA2 Pengukuran stroma invasi >3 mm dan
< 5mm, kedalaman ≤ 7 mm

IB Lesi terbatas pada cervix, ukuran lesi


lebih besar dari stage 1A
IB1 Lesi klinik <4 cm

13
IB2 Lesi klinik >4 cm

II Proses keganasan sudah keluar dari


serviks dan menjalar ke2/3 bagian atas
vagina dan ke parametrium, tetapi
tidak sampai dinding panggul.

IIA Penyebaran hanya ke vagina,


parametrium masih bebas dari infiltrat
tumor.

IIA1 Lesi klinis ≤4.0 cm.


IIA2 Lesi klinis >4.0 cm.
IIB Penyebaran ke parametrium
uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul.
III Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian
distal vagina / ke parametrium sampai
dinding panggul.

IIIA Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian


distal vagina, sedang ke parametrium
tidak dipersoalkan asal tidak sampai
dinding panggul.

14
IIIB Penyebaran sudah sampai ke dinding
panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan
dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah
ada gangguan faal ginjal.

IV Proses keganasan telah keluar dari


panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan atau kandung kemih.

IVA Proses sudah keluar dari panggul


kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung
kemih.

IVB Telah terjadi penyebaran organ jauh.

Tabel 2. Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM 12


Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum
sampai dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi
belum sampai 1/3 bagian distal

15
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding
panggul (tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau
meluas sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda
-/+ ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi
mengenai pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul
dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas
bifurkasio arteri iliaka komunis.

2.7 PATOFISIOLOGI
Tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga
membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase
yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi
DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap)
berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan
pRb berperan penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan
apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. 10
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikroabrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal.
Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas,

16
berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan,
protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7. Mekanisme utama protein E6 dan
E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi
dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p53 yang
merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk
mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga
merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk
proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko
tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika
dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi
HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel. 10
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul. Tergantung dari
kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikroinvasif
dengan menembus membran basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor
masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah
terdapat >1mm dari membran basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam
pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah
menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai
karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-
occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui
kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju forniks
vagina, korpus uteri, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal
stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran
limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum
latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan
seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena
subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.10
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan
waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada
wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun. 10

17
Gambar 2.5 Perjalanan Penyakit Kanker Serviks10

2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis kanker serviks ditegakkan melalui:
a. Anamnesis
Sebagian besar gejala kanker serviks pada wanita bersifat asimptomatik. Jika
timbul gejala, biasanya adalah lendir vagina yang berair dan berdarah.
Perdarahan yang intermiten juga muncul saat koitus atau membersihkan vagina.
Nyeri punggung yang menjalar ke bagian belakang kaki dan edema pada
ekstremitas disebabkan oleh kompresi saraf skiatik, limfa, vena, atau ureter.
Jika terjadi obstruksi ureter akan terdapat hidronefrosis dan uremia. Kemudian,
jika tumor telah menginvasi kandung kemih dan rektum, akan timbul hematuria
dan gejala fistula vesikovaginal atau rektovaginal. 13
b. Pemeriksaan fisik
Sebagian besar akan tampak normal. Namun, dalam tahapan lanjut, akan
tampak pembesaran kelenjar getah bening inguinal dan supraklavikula, edema
tungkai bawah, asites, dan penurunan suara paru mengindikasikan metastasis.
Dengan spekulum, serviks tampak normal jika mikroinvasif. Jika makroinvasif,
tampak lesi yang membentuk massa polipoid, jaringan papiler, jaringan
nekrotik, ulserasi, dan serviks berbentuk tong (barrel-shaped cervix). Saat

18
palpasi bimanual, teraba perbesaran uterus, ireguler, dan lunak akibat
pertumbuhan dan invasi tumor. Pemeriksaan melalui vaginal dan rectal toucher
juga dapat dilakukan untuk memeriksa apakah tumor telah menginvasi dinding
posterior vagina, dinding pelvis, dan lain-lain. 13
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain paps smear yang
merupakan pemeriksaaan primer untuk mendiagnosis kanker serviks.
Pemeriksaan penunjang lain dapat berupa kolposkopi dan biopsi serviks. Jika
ditemukan abnormalitas pada paps smear, dilakukan kolposkopi dimana semua
zona yang abnormal diidentifikasi. Biopsi punch-cervical dan spesimen kerucut
(conization) berupa stroma dimana keduanya mampu membedakan diferensiasi
antara karsinoma invasif dan in situ.13 Pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam
asetat) dapat pula dijadikan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan
larutan asam cuka (3-5%).
Pemeriksaan radiologi juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan
penunjang. CT (Computed Tomography) scan sering digunakan untuk
mengidentifikasi hidronefrosis, jauhnya metastasis, dan rencana pengobatan.
Khususnya, CT scan sangat berguna dalam evaluasi nodus para-aorta limfatikus
karena 100% spesifik dan 67% sensitif. Pemeriksaan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) membantu dalam menentukan staging khususnya ke
ekstraservikal seperti parametrium, miometrium, dan invasi tulang servikal
interna. Dalam hal ini, MRI sangat akurat dalam melokalisasi tumor dan
memiliki sensitivitas yang lebih besar daripada CT scan untuk metastasis nodus
para-aorta. Pemeriksaan PET (Positron Emission Topography) menggunaan
radioisotope FDG (fluoro-2-deoksi-D-glukosa) yang menciptakan gambaran
sesuai dengan metabolisme subtrat di dalam tubuh dapat mendeteksi metastasis
nodus para-aorta dengan sensitivitas sebesar 78 persen. 13

2.8 PENCEGAHAN dan DETEKSI DINI


Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker,
maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan. 14
a. Pencegahan Primer

19
• Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya:
Tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan
kondom (untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu
menjaga kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari
paparan bahan kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat
munculnya penyakit kanker ini). 14
• Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan
kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan
virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Dalam hal ini
dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar
sel yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan. 14
Terdapat dua jenis vaksin HPV yang sudah dipasarkan melalui uji klinis,
yakni Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix merupakan jenis vaksin bivalen HPV 16/18
2. Gardasil merupakan vaksin quadrivalent HPV tipe 6/11/16/18
Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV
penyebab kanker serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang
juga menyebabkan kanker.
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing
antibodi yang tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik.
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan). 14

20
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun. Berdasarkan pustaka
vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US),
penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun. 14
Dosis dan cara pemberian vaksin
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix
diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan
pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan),
respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas
vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak
mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster. 14
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan
kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasif
memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan
metode sederhana dan sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati
dengan baik, karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati
100%. Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar
35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test
dan telah dilakukan di negara-negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbukti
mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun
waktu 20 tahun. 14
Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau
sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian
sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan
apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan
secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat
kanker serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki
sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%).15

21
Rekomendasi skrining

Tabel 3. Rekomendasi skrining Pap Smear15


Syarat:
- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20
setelah hari pertama menstruasi.
- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon,
spermisida foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina
- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum
dilakukan tes Pap smear15
Indikasi:
- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi umur
21 tahun.
- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan
peralatan liquid-based.
- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.

22
- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual
yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang
terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau
pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.

Alat-alat dan Bahan:


- spekulum cocor bebek
- spatula ayre
- cytobrush
- kaca objek
- alcohol 95% Gambar 2.6 Alat dan bahan pap smear15
Metode pengambilan Pap smear:
- Beri label nama pada ujung kaca objek
- Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.
- Lihat adanya abnormalitas serviks
- Identifikasi zone transformasi
- Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi.
- Putar spatula 360º disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kontak
dengan permukaan epitelial.
- Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil
yang terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika
instrumen dikeluarkan.
- Jangan memulas sampel pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang
spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil sampel, sementara
sampel dari cytobrush dikumpulkan.
- Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan
seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
- Cytobrush hanya perlu diputar ¼ putaran searah jarum jam.
- Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.
- Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar
gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.

23
- Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar
sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel,
pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa
detik.
- Fiksasi spesimen secepatnya untuk menghindari artefak karena pengeringan
dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang berisi larutan
ethanol 95% selama 20 menit.
- Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.
- Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda. 15

Gambar 2.7 Pemeriksaan Pap Smear15


Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou15
- Kelas I : sel-sel normal
- Kelas II : sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang biasanya
disebabkan oleh infeksi
- Kelas III : mencurigakan kearah keganasan
- Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan
- Kelas V : pasti ganas
Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi
- Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi.
Jika reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi
diatasi dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat
dievaluasi, harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

24
- Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV),
selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis
definitif.
- Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang
pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya
2-3 tahun sekali sampai usia 65 tahun. 15
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan
asam asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis
yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan
warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai
normal atau abnormal. 16
Program Skrining Oleh WHO :
- Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55
tahun
- Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
- Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia
25-60 tahun.
- Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun16
Syarat:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual16
Klasifikasi IVA
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang
dapat dipergunakan adalah:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.

25
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak
lainnya (polip serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok
ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode
IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker
(dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini
(stadium IB-IIA). 16
Pelaksanaan IVA
- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher
rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada
perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan
dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi
merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan
pra kanker. 16
- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung
diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan
gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan
spesifitasinya sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya
membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa
dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak
berkembang menjadi kanker stadium lanjut. 16
- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat
dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi
putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar
epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan.
Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan human
papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh
yang lain. 16

2.10 PENATALAKSANAAN

26
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi).
Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks
saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan dalam tatalaksana kanker serviks
antara lain: 16
Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umumnya tergolong NIS
(Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,
medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi. 16 Tindakan observasi dilakukan
pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1 yang termasuk dalam lesi intraepitelial
skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis dengan destruksi dapat dilakukan
pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks derajat tinggi). Demikian juga
terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi
destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi tetapi
pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat. 16

Tabel 4. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya


Terapi Kanker Serviks Invasif
1. Pembedahan
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

27
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi : 11
a. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
b. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung
telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

Gambar 2.8 Histerektomi11

2. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-
sel kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks
serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks
stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan
dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan
kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke
sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan
tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di
sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi
dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila
sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat

28
paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam
radioterapi, yaitu : 11
a. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. 11
b. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama
1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan
ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. 11
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
• Iritasi rektum dan vagina
• Kerusakan kandung kemih dan rektum
• Ovarium berhenti berfungsi. 11
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya.11
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut.
2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan
hasil pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin
tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran
tumor.
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan
ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut /
kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang
kambuh) 11
Efek samping dari kemoterapi adalah :
1. Lemas

29
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang
saat beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan
obat anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang
diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi
sembelit.
4. Sariawan
5. Rambut rontok
6. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada
jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan: 11
• Mudah terkena infeksi
• Perdarahan
• Anemia
4. Terapi paliatif
Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan
kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung
nutrisi, pengontrol sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain
Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah
kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok
opioid kuat seperti morfin dan fentanil11
2.11 PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :

30
a. Umur penderita
b. Keadaan umum
c. Tingkat klinik keganasan
d. Sitopatologi sel tumor
e. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya
f. Sarana pengobatan yang ada16
Tabel 5. Harapan Hidup Penderita Kanker Serviks berdasarkan stadium16
Stadium % Harapan Hidup 5
Tahun
IA 100
IB 88
IIA 68
IIB 44
III 18-34
IVA 18-34
Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan
respons terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah
timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi
terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati
dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2
tahun. 16

31
BAB III
KESIMPULAN

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Sebagian


besar wanita yang menderita kanker serviks belum terdiagnosis dan juga tidak
memiliki akses terhadap pengobatan yang bisa menyembuhkan atau
memperpanjang kehidupan mereka. HPV merupakan agen yang berperan besar
dalam proses terjadinya kanker serviks. Faktor risiko kanker serviks adalah
hubungan seksual pada usia muda, hubungan seksual dengan banyak pasangan
seksual, laki-laki berisiko tinggi, tembakau, kontrasepsi oral, supresi sistem imun,
nutrisi, serta adanya penyakit hubungan seksual misalnya, trikomoniasis,
cytomegalovirus (CMV) dan herpes simplex virus. Kanker serviks termasuk kanker
yang dapat dicegah. Pecegahan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti abstinens, penggunaan alat kontrasepsi mekanik, sirkumsisi, serta
kebersihan alat kelamin. Pendidikan, nutrisi yang cukup, vaksinasi, skrining kanker
serviks serta peningkatan status sosial ekonomi juga dapat menurunkan morbiditas
dan mortalitas kanker serviks.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Comprehensive servical cancer control: a guide


to essential practice. Second edition. Geneva: WHO; 2014.
2. Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
EGC; 2010.
3. Snell RS. Perineum, organ genitalia feminina dan persalinan. dalam:
Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: Penerbit Buku EGC; 2011.
4. Mescher AL. Histologi dasar junqueira. Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku
EGC; 2011.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan penatalaksanaan
kanker serviks. Jakarta: Kemenkes RI; 2011.
6. Young RC. Gynecologic malignancy. In: Braunwald E, Fauci A, Hauser S,
Jameson J, Kasper D, Longo D. editors. Harrison’s principles of internal
medicine.16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.556-8
7. Haverkos HW. Multifactorial etiology of cervical cancer: a hypothesis.
Medscape General Medicine 2005;7(4):57.
8. Pradipta B, Sungkar S. Penggunaan vaksin human papilloma virus dalam
pencegahan kanker serviks. J Maj Kedokt Indon. Nopember 2007: 57 (11);
391-6.
9. National Cancer Institute. General Information for Cervical Cancer.
Available at :
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessi
onal/page1 last update : April 21, 2015. Last accessed December 3th 2019.
10. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. Atlanta. American
Cancer Society.

33
11. FIGO Committee on Gynecologic Oncology: FIGO staging for carcinoma
of the vulva, cervix, and corpus uteri. Int J Gynaecol Obstet 125 (2): 97-8,
2014. [PUBMED Abstract].
12. National Cancer Institute. Stage Information About Cervical Cancer.
Available at :
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessi
onal/page3#figure_420_e last update : April 21, 2015. Last accessed
December 3th 2019.
13. Cunnigham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Sponge CY.
Williams gynecology: cervical cancer. USA: The Mc.Graw-Hill
Companies; 2008.
14. Debbie I, Carolyn D. Runowicz, Diane Solomon, et al. American Cancer
Society Guideline for the Early Detection of Cervical Neoplasia and Cancer.
CA Cancer J Clin. 2002;52;342-362.
15. Medline Plus. Pap Smear. Available at :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003911.htm Accesed
December 5th 2019.
16. American Cancer Society. New Screening Guidlines for Cervical Cancer.
2012. Available at : http://www.cancer.org/cancer/news/new-screening-
guidelines-for-cervical-cancer Accesed December 5th 2019.

34

Anda mungkin juga menyukai