HASIL PENELITIAN
DIAJUKAN OLEH:
FUAD JAFAR
R1C115040
Hasil Penelitian
Diajukan oleh:
FUAD JAFAR
R1C115040
Mengetahui,
i
KATA PENGANTAR
Ta’ala, dzat yang telah menciptakan manusia dengan penciptaan yang sebaik-
junjungan Nabi besar Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam yang telah membawa
umat manusia dari zaman jahiliyah kezaman terang benderang yakni agama islam.
Data Log dan Data Core di PT Equalindo Makmur Alam Sejahtera Sanga – Sanga
syarat memperoleh gelar sarjana strata satu di Universitas Halu Oleo Kendari Hasil
penelitian ini merupakan laporan hasil penelitian yang disusun secara seksama yang
berdasarkan hasil penelitian dilapangan dan dipadukan dengan teori yang telah ada.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas dan lebih detail
milik-Nya semata. Oleh karena itu, saran dan kritik yang positif sangat diperlukan
Melalui kata pengantar ini, tak lupa penulis menghaturkan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Jafar Ismail (almarhum) dan Jamilah Arief
serta saudara tercinta Ibrahim Jafar, Rudi Muhammad Amir dan Tante saya WaAmi
ii
Noer, Rukia Ismail yang telah mengasuh, membimbing dan membesarkan penulis
serta berkorban baik moril maupun materi. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Dr. Hasria, S.Pd., M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Masri.S.Si.,M.T.
selaku pembimbing II yang tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
Kendari
3. Ketua Jurusan Teknik Geologi dan Sekretaris Jurusan Teknik Geologi serta
para dosen di Jurusan Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
4. Bapak Arisona, S.Pd., MT., Ph, D, Bapak Suryawan asfar, ST., M. Si, dan
Bapak Rio Irham Mais Cendrajaya, S.Si., M.T. sebagai tim penguji yang telah
5. Pak Irwan Topansari (KTT PT.EMAS) dan Bu Asri Pararak (Geologist PT.
EMAS) yang telah bersedia menjadi pembimbing Tugas Akhir yang elah
terselesaikan.
iii
6. Bapak Dr. Ir. Muh. Chaerul, S.T., S.KM., M.Sc., IPM., Bapak Asri Arifin
S.T., M.T., Bapak Harisma Buburanda, S.T., M.T. terimakasih atas arahan,
7. Semua staf Tata Usaha dan Karyawan dilingkungan Fakultas Ilmu dan
8. Kepada Departemen Enginering & seluruh jajaran direksi PT. EMAS yang
9. Pak Sahrani, Pak agung, Pak Abi dan rekan-rekan PT. EMAS serta rekan
rekan kru bor sebagai teman ngobrol dan sharing-sharing selama berada di
Muhammad Hasan S.T., Arif Rahmat Pamuji S.T., Syamsul Isra Mahid,
Haeri Sandi, Phil Richard Saranga, Ifdal Usman, La Ode Muhammad Nero,
Saputra, Vikram Novrial, Marni, Muh. Arif, Mirdan, Rahmad, yang sama-
penelitian.
11. Kepada sahabat keputrian Teknik geologi Niken Priscasari, Widya Tri
Arzelia, Intan Lestari, Asmawati, Indah, Nur Islami Fiqra, Putri Bintang, Siti
Norma, Wahyu Eka wati, Siti Sulaeha, Wa Ode Lisnayanti, Wa Ode Sarti, Wa
iv
Ode Siti Nurhasanah, Risma dan Musdalifah yang selalu menemani dan
Febriyanto Jeremi Allak, Istihsan Kamil. yang telah menemani selama kerja
13. Senior-senior dan Alumni Teknik Geologi Universitas Halu Oleo Kak Erick
Syarifuddin, S.T., Kak Jeni Rahmat, S.T., Kak Mawar Towan Lestari, S.T.,
Kak Sara Septiana, S.T., Ahmad Kurniawan, S.T. Kak Harzimanningrat, S.T.
dan yang tidak sempat disebutkan, terimakasih atas bimbingannya selama ini.
Penulis
v
ANALYSIS OF COAL CHARACTERISTICS USING LOG AND CORE
AT PT. EQUALINDO MAKMUR ALAM SEJAHTERA SANGA-SANGA
EAST KALIMANTAN
Fuad Jafar
Departmen of Geological Enginering, Faculty of Earth Sciences and Tecnology,
Halo Oleo University
E-Mail: Fuadjafar.geologi@gmail.com
ABSTRACT
Coal is organic sediment, more precisely an organic rock. Coal is formed from the remains of
decaying plants and accumulates in an area with a lot of water conditions, commonly called
swamps. Coal has different properties each other depending on the level of coal itself, the
level of coal is divided into several levels, namely anthracite, bituminous, sub-bituminous,
lignite. Determination of the characteristics of coal is an analysis conducted to determine the
level of a coal using proximate analysis and determine the coal depositional environment
using well logging data. Proximate test for determination of water content, ash content, and
flying substances. Proximate analysis was performed using the ASTM method. Well logging
method to identify lithology, thickness and depth of layers. Based on proximate analysis
experiments from eight drill points, the value of the falue ratio obtained ranged from 1.02 to
1.20, this shows that coal samples from East Kalimantan are included in the group of
bituminous coal. In the well logging analysis the results show that coal from the research
formed in the transitional lower delta plain environment which is characterized by the
development of the claystone deposition unit, channel, interdistributary bay, and swamp in
the Balikpapan claystone and sandstone unit, based on this depositional association, can be
interpreted that and the Balikpapan sandstone and coal unit is transitional lower delta plain.
vi
ANALISIS KARAKTERISTIK BATUBARA MENGGUNAKAN DATA LOG
DAN DATA CORE DI PT. EQUALINDO MAKMUR ALAM SEJAHTERA
SANGA-SANGA KABUPATEN KUTAI KERTA NEGARA KALIMANTAN
TIMUR
Fuad Jafar
Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Universitas Halu
Oleo
E-Mail: Fuadjafar.geologi@gmail.com
ABSTRAK
vii
DAFTAR ISI
3. Stratigrafi Regional......................................................................................... 8
1. Batubara ....................................................................................................... 12
viii
5. Elektrofasie .................................................................................................. 27
B. SARAN .............................................................................................................. 74
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 12. Hasil analisis uji proksimat dan falue ratio ................................................ 71
x
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar 17. Morfologi Daerah Penelitian ................................................................. 40
Gambar 18. a) data coring batubara dan b) data cuting pemboran ............................ 42
Gambar 19. Grafik log untuk batupasir (sandstone) ................................................. 45
Gambar 20. Grafik log untuk batulempung (claystone) ............................................ 46
Gambar 21. Grafik log untuk batulanau (siltstone) ................................................... 47
Gambar 22. Elektrofasies pada lubang bor ALC10-17A .......................................... 56
Gambar 23. Elektrofasies pada lubang bor ALC10-18A .......................................... 57
Gambar 24. Elektrofasies pada lubang bor ALC10-29 ............................................. 58
Gambar 25. Elektrofasies pada lubang bor ALC14-122 ........................................... 60
Gambar 26. Elektrofasies pada lubang bor ALC14-124 ........................................... 61
Gambar 27. Elektrofasies pada lubang bor ALC14-125 ........................................... 62
Gambar 28. Elektrofasies pada lubang bor ALC14-131A ........................................ 65
Gambar 29. Korelasi penampang litologi 2D ............................................................ 68
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batubara tidak akan berhenti diperbincangkan selama masih menjadi salah satu
sumber energi primer di Indonesia, karena harganya yang relatif murah dibandingkan
dengan minyak dan gas bumi. Batubara merupakan salah satu sumber energi yang
penting bagi dunia, di gunakan pada pembangkit listrik untuk menghasilkan listrik
cepat daripada gas, minyak, nuklir, air dan sumberdaya pengganti (World Coal
Institute, 2005).
PT. Equalindo Makmur Alam Sejahtera merupakan salah satu perusahaan yang
terintegritas secara strategis di dalam Equalindo Group. PT. Equalindo Makmur Alam
Sejahtera memiliki anak-anak perusahaan yang tertata dalam value chain pada
Alam Sejahtera salah satunya adalah PT. Alhasani yang terletak di Kelurahan Sanga-
Sanga Muara, Kabupaten Kutai Kerta Negara, Propinsi Kalimantan Timur. PT.
Alhasani memiliki areal kerja seluas 932,8 Ha, namun yang disetujui seluas 884 Ha,
1
2
Kualitas batubara dijumpai sangat bervariasi, baik secara vertikal maupun lateral,
pengotor dan parting. Kondisi tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembentukan
batubara yang kompleks meliputi proses geologi yang berlangsung bersamaan dengan
sebagai tempat terbentuknya batubara. Analisis proksimat adalah salah satu analisis
Salah satu metode yang digunakan dalam eksplorasi batubara adalah well logging
yang tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi geologi yang berada dibawah
permukaan secara cepat dan detail. Metode well logging adalah alat perekaman untuk
gamma ray, log densitas dan log caliper. Metode ini memiliki akurasi data yang
perusahaan pertambangan.
adalah salah satu formasi yang termasuk dalam Cekungan Kutai. Formasi Balikpapan
merupakan salah satu formasi pembawa batubara di Cekungan Kutai dengan kualitas
batubaranya sub-bituminus hingga bitu minus yang tergolong dalam batubara muda.
Batubara di lokasi penelitian memiliki 3 seam utama, yaitu seam X, Y dan Z. Penulis
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai penulis adalah:
klasifikasi ASTM
D. Manfaat Penelitian
Dengan melakukan penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan
manfaat berupa:
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat memberikan informasi baru dan masukan bagi peneliti-
mengenai Analisis Karakteristik Batubara Menggunakan Data Log dan Data Core Di
2. Bagi Keilmuwan
Penelitian ini dapat menambah referensi dan informasi serta koleksi penelitian
mengenai analisis karakteristik batubara menggunakan data log dan data Core di PT.
Kalimantan Timur.
II. TINJAUAN GEOLOGI
A. Geologi Regional
Kutai, yang termasuk dalam Peta Geologi Lembar Samarinda (Supriatna dkk., 1995).
1. Fisiografi Regional
Gambar 1. Fisiografi Cekungan Kutai (modifikasi dari Nuay, 1985 dalam Renaldo, 2009)
merupakan salah satu cekungan Tersier yang terbesar di Indonesia, luasnya 165.000
km2 dan kedalamannya kurang lebih mencapai 14.000 m. Di bagian utara, Cekungan
Kutai dibatasi oleh sesar Sangkulirang dan sesar Bengalon, sedangkan dibagian
selatan dibatasi oleh sesar Adang (Aryadhi, 2011). Secara tektonik, Cekungan Kutai
5
6
dibagian utara dipisahkan dari Cekungan Tarakan oleh punggungan Mangkalihat dan
dibagian selatan dipisahkan dari Cekungan Barito oleh Adang flexure. Cekungan
Kutai bagian barat dibatasi oleh tinggian Kuching yang tersusun oleh batuan sedimen
Kutai bagian timur terbuka ke selat Makassar dengan kedalaman air laut mencapai
lebih dari 2000 meter (Resmawan, 2007 dalam Muhammad Dede Aryadhi, 2011).
Gambar 2. Peta geologi lembar Samarinda, Kalimantan Timur skala 1:250.000 (modifikasi
dari Supriatna dkk, 1995)
7
tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Eurasia, Pasifik, dan Hindia-
Australia, juga dipengaruhi oleh tektonik regional dibagian Asia Tenggara. Cekungan
Kutai di Kalimantan merupakan cekungan busur belakang atau back arc yang
terbentuk di bagian barat akibat tumbukan antara lempeng benua dan lempeng
Pada Tersier Awal, cekungan Barito dan cekungan Kutai merupakan satu
blok Meratus kedua cekungan tersebut mulai terpisah, kelurusan zona patenosfer
adalah pencirinya yang dikontrol oleh Sesar Adang atau disebut South Kutai
Boundary Fault. Pemisahan ini diduga terjadi selama miosen Tengah, berdasarkan
perbedaan fasies pada lapisan sedimen antara kedua cekungan dari Miosen Akhir
Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada kala Eosen tengah
yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen akhir.
pengangkatan dasar cekungan ke arah barat laut yang menghasilkan siklus regresif
utama sedimentasi klastik di cekungan Kutai dan tidak terganggu sejak oligosen
Akhir hingga sekarang (Ferguson & McClay, 1997 dalam Resmawan, 2007). Pada
kala Miosen tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat cekungan
Kutai yang bergerak secara progresif ke arah timur sepanjang waktu dan bertindak
8
sebagai pusat pengendapan. Selain itu juga terjadi susut laut yang berlangsung terus-
3. Stratigrafi Regional
Berdasarkan peta geologi lembar Samarinda (Supriatna dkk., 1995) Gambar 2,
dan Gambar 3 membagi satuan lithostratigrafi daerah Kutai Timur menjadi 6 (enam)
Gambar 3. Kolom stratigrafi daerah Kutai Timur, Cekungan Kutai bagian utara (Supriatna
& Rustandi, 1995 dalam (Resmawan, 2007)
9
dan batubara. Bagian atas terdiri dari batulempung pasiran yang mengandung sisa
tumbuhan dan beberapa lapisan tipis batubara. Secara umum bagian bawah lebih
Te5 bawah (Miosen Awal). Lingkungan pengendapan berkisar dari neritik dalam
2. Formasi Bebuluh (Tmbe): Formasi ini ditutupi selaras oleh Formasi Pulau
Batugamping dari formasi ini adalah terumbu dan tebaran batugamping terumbu.
4. Formasi Balikpapan (Tmbp): Umur formasi ini dari Miosen Tengah - Miosen
struktur silang siur, mengandung sisipan batubara yang setempat dengan ketebalan
Plistosen, dengan lingkungan pengendapan delta sampai laut dangkal dengan tebal
batubara dan tuf, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi dan bintal
limonit.
6.Endapan Aluvial (Qal): Material lepas berupa pasir, kerikil, lanau, lempung
yang tegasannya berasal dari arah baratlaut. Pengangkatan ini terus berlangsung
yang ada adalah Sesar Adang, Sesar Sangkulirang, Sesar Bengalon, dan
Struktur geologi yang berkembang di dalam Cekungan Kutai adalah sesar dan
lipatan. Batuan tua seperti Formasi Pamaluan, Formasi Bebuluh dan Formasi Pulau
Balang umumnya terlipat kuat dengan kemiringan sekitar 400, tetapi ada juga yang
mencapai 750, sedangkan batuan yang berumur lebih muda seperti Formasi
beberapa tempat dekat zona sesar ada yang terlipat kuat. Di daerah ini terdapat 3
(tiga) jenis sesar, yaitu sesar mendatar, sesar normal dan sesar naik. Sesar naik diduga
terjadi pada Miosen Akhir yang kemudian dipotong oleh sesar mendatar yang terjadi
kemudian, sedangkan sesar turun terjadi pada Kala Pliosen (Supriatna dan Rustandi,
1995). Proses pembentukan lipatan di Cekungan Kutai terdiri dari dua pendapat,
yaitu:
1. Menurut Ott (1987 dalam (Resmawan, 2007), menyatakan bahwa pola struktur
pada Cekungan Kutai disebabkan oleh adanya proses gelinciran akibat gaya
gravitasi (gravity sliding) pada batuan dasar yang mempunyai plastisitas tinggi
struktur di daerah dataran Cekungan Kutai merupakan hasil dari tektonik delta,
yaitu gabungan dari gaya tektonik dan sedimentasi yang cepat. Akibat
sesar turun, kemudian mengalami reaktivasi menjadi sesar naik akibat gaya
kompresi.
12
Gambar 4. Struktur geologi Cekungan Kutai (allen & Chambers, 1998 dalam (Renaldo,
2009)
B. Dasar Teori
1. Batubara
Menurut Sukandarrumidi, 1995 dalam Akhsanul, Budiman, & Widodo, 2018
Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, berasal dari
menurut Diesel, 1992 dalam (Ma’Arif, 2016) “batubara adalah batuan sedimen yang
terbentuk dari sisa tumbuhan purba, yang dapat terbakar, berwarna coklat sampai
hitam, mengalami proses fisika dan kimia yang sejak pengendapannya yang
sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi pada lingkungan reduksi yang berlanjut pada
proses coalification (pembatubaraan) secara kimia, fisika, dan biologi yang tejadi
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman geologi
pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta
berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal
seam).
14
karbon atau batubara) sehingga dikenal sebagai zaman batubara pertama yang
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap
endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan,
yang di sebut maturitas organik. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignit
(batubara muda) atau brown coal (batubara coklat) ini adalah batubara dengan jenis
lainnya, batubara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai
kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama
jutaan tahun, batubara muda mengalami perubahan yang secara bertahap (World Coal
Institute, 2005).
tumpukan, atau bagian tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam keadaan tertutup dari
udara (dibawah air), berat kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi
kering dan tidak dapat kandungan air lebih dari 70% (Wolf, 1984 dalam YuniI Iswati,
2012).
15
Jika ada tumpukan sisa tumbuhan berada pada kondisi basah dan kandungan
oksigennya sangant rendah, sehingga tidak memungkinkan bakteri aerob hidup, sisa
sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri anaerob yang melakukan proses
1. Lowmoor, jenis moor ini terbentuk pada lingkungan yang kaya akan bahan
makanan. Morfologi permukaannya datar dan atau cekung. Pasokan air utuk
gambut ini bersal dari lingkungan sekitarnya (sungai dan air tanah) tidak
tergantung pada air hujan. Biasanya tumbuhan perdu dengan PH berkisar antara
2. Highmoor, lapisan gambut ini dapat mencapai ketinggian beberapa meter dari
permukaan tanah dengan bentuk cembung. Jenis moor ini tidak tergantung pada
air tanah atau sungai, karena mempunyai sistem air tersendiri yang tergantung
pada air hijan. Jumlah penguapan yang lebih kecil dari curah hujan menyebabkan
air hujan tersimpan dalam gambut. Lebih sedikit bahan makanan untuk tumbuhan
dengan daun yang kecil dan lumut. Untuk daerah beriklim sedang, highmoor
dan waktu. Batubara umunya di bagi dalam lima kelas: gambut, lignit, sub-
1. Antrait adalah batubara kelas tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung unsur karbon (C) antara 86-98% dengan kadar air kurang
dari 8%.
2. Bituminus mengandung unsur karbon (C) antara 68-86% dan berkadar air 8-10%
4. Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung
5. Gambut, berpori dan memiliki nilai kalori yang paling rendah serta kadar air di
atas 75%.
Gambar 6. Model lingkungan pengendapan batubara dilingkungan delta (Horne, 1978 dalam
(YuniI Iswati, 2012)
serpih gampingan merah kecoklatan sampai hijau. Batuan karbonat dengan fauna laut
kearah darat bergradasi menjadi serpih berwarna abu–abu gelap sampai hijau tua
yang mengandung fauna air payau. Batupasir pada lingkungan ini lebih bersih dan
Gambar 7. Penampang lingkungan pengendapan pada bagian Back Barrier (Horne, 1978
dalam (YuniI Iswati, 2012)
18
Lingkungan ini (Gambar 7) terutama disusun oleh urutan perlapisan serpih abu-
abu gelap kaya bahan organik dan batulanau yang terus diikuti oleh batubara yang
secara lateral tidak menerus dan zona siderit yang berlubang. Lingkungan back
barrier: batubaranya tipis, pola sebarannya memanjang sejajar sistem penghalang atau
sejajar jurus perlapisan, bentuk lapisan melembar karena dipengaruhi tidal chanel
plain, endapan yang mendominasi adalah batulanau dan serpih yang mengkasar ke
atas. Pada bagian bawah dari teluk terisi oleh urutan lempung-serpih abu-abu gelap
penyebaranya. Pada bagian atas dari sikuen ini terdapat batupasir dengan struktur
ripples dan struktur lain yang ada hubungannya dengan arus. Hal ini menunjukan
bertambahnya energi pada perairan dangkal ketika teluk terisi endapan yang
sehingga batubara dapat terbentuk. Lingkungan lower delta plain: batubaranya tipis,
pola sebaranya umumnya sepanjang chanel atau jurus pengendapan, bentuk lapisan
ditandai oleh hadirnya spliting oleh endapan crevase splay dan kandungan sulfurnya
agak tinggi.
19
Gambar 8. Penampang lingkungan pengendapan pada bagian lower delta plain (Horne, 1978
dalam (YuniI Iswati, 2012)
delta plain-fluvial, endapan didominasi oleh bentuk linear tubuh batupasir lentikuler
dan pada bagian atasnya melidah dengan serpih abu-abu, batulanau, dan lapisan
butir menengah sampai kasar. Diatas bidang gerus terdapat kerikil lepas dan hancuran
batubara yang melimpah pada bagian bawah, makin keatas butiran menghalus pada
batupasir. Dari bentuk batupasir dan pertumbuhan point barmenunjukan bahwa hal
ini dikontrol oleh maendering. Endapan levee dicirikan oleh sortasi yang buruk,
lapisan batupasir dan batulanau tidak teratur sehingga menembus akar. Ketebalannya
20
Lingkungan upper delta plain – fluvial: Batubaranya tebal dapat mencapai lebih dari
hadirnya splitting akibat chanel kontenporer dan washout oleh channel subsekuen dan
Zona diantara lower dan upper delta plain dijumpai zona transisi yang
mengandung karakteristik litofasies dari kedua sekuen tersebut. Disini sekuen bay fill
21
tidak sama dengan sekuen upper delta plain ditinjau dari fauna air payau sampai
kenampakan migrasi lateral lapisan point bar accretion menjadi chanel pada upper
delta plain.
Gambar 10. Penampang lingkungan pengendapan pada bagian transitional lower delta plain
(Horne, 1978 dalam (YuniI Iswati, 2012)
transitional lower delta plain, batupasir tipis crevasse splay umum terdapat pada
endapan ini, tetapi lebih sedikit banyak daripada di lower delta plain namun tidak
batubaranya tebal dapat lebih dari 10 m, tersebar meluas cenderung memanjang jurus
lapisan batubara ditandai splitting akibat chanel kontenporer dan washout oleh chanel
3. Well Logging
Well Logging secara bebas dan sederhana berarti suatu pencatatan perekaman
penggambaran, sifat, karakter, ciri, data, keterangan, urutan bawah permukaan secara
bersambung dan teratur selaras dengan majunya alat yang di pakai. Well logging
logging adalah cara untuk mendapatkan rekaman log yang detail mengenai formasi
geologi yang terpenetrasi dalam lubang bor serta untuk menunjang data dari
(Setiahadiwibowo A., P. 2016 dalam Khasanah, 2019). Kegunaan well logging dalam
hubungannya dengan eksplorasi geofisika menurut Harsono, 1993, antara lain untuk
dan korelasi antar lapisan. Log geofisika yang utama digunakan dalam eksplorasi
batubara adalah gamma ray log, density log, dan caliper log. Kombinasi ini biasa
Radio aktivitas gamma ray bersal dari unsur-unsur radio aktif yang ada dalam batuan
sinar gamma dalam bentuk pulsa-pulsa energi radiasi tinggi. Sinar gamma ini mampu
23
menembus batuan dan di deteksi oleh sensor sinar gamma yang umumnya berupa
menunjukan batubara atau batugamping. Untuk defleksi diantara garis shale dan
suatu formasi. Prinsip kerja log density yaitu suatu sumber radioaktif dari alat
formasi/batuan, lihat pada Gambar 11. Batuan terbentuk dari butiran mineral,
mineral tersusun dari atom-atom yang terdiri dari proton dan elektron. Partikel sinar
sinar gamma akan mengalami pengurangan energi (loos energy). Energi yang
kembali sesuda mengalami benturan akan di terima oleh detektor yang berjarak
halus dapat memberikan efek yang sangat besar dalam pembacaan density log. Hal
kecilnya energi yang di terima oleh detektror (Harsono, 1993) tergantung adari:
Gambar 11. Skema rangkaian dasar densitas logg (John T. Dewan, 1983 dalam (Harsono,
1993)
25
c. Log Caliper
Caliper log (Gambar 12) adalah merupakan log penunjang dalam interpretasi log
dimana kurva ini dapat menunjukan kondisi diameter lubang bor. Manfaat utama dari
caliper log adalah untuk mengetahui diameter lubang bor terhadap kedalaman yang
nantinya berguna untuk perhitungan volume lubang bor dalam kegiatan penyemenan.
memiliki respon yang khas, sehingga jenis litologi dapat di tentukan. Respon log
yang ideal untuk setiap jenis batuan, dapat dilihat pada Gambar 13 dibawah ini:
3. Batupasir: Gamma Ray agak rendah dengan Density menengan sampai tinggi
5. Elektrofasie
Elektrofasies di analisis dari pola kurva log gamma ray (GR). Menurut Selley
(1978) dalam (Harsono, 1993), gamma ray mencerminkan variasi dalam suatu
suksesi ukuran besar butir. Konsep motif log adalah suatu metode yang
mengkorelasikan bentuk pola log yang sama. Menurut Walker dan James (1992)
berubah, yakni berkisar dari energi tingkat tinggi sampai rendah. Dalam interpretasi
lingkungan pengendapan, pola-pola log selalu diamati pada kurva gamma ray atau
spontaneous potential, tetapi kesimpulan yang sama juga dapat didukung dari log
Neutron-Density.
Log sumur memiliki bentuk dasar yang biasa mencirikan karakteristik suatu
irreguler, bell, funnel, symmetrical, dan asymetrical (Kendal, 2003, dalam Ismahesa,
2015). Menurut Siddiqui (2013) dalam studi singkapan bentuk log, pola log yang
rumit secara geometris yang terjadi pada semua litologi, memiliki banyak bentuk atau
tren dan terjadi pada berbagai skala. Gambar 14 menunjukan lima pola bentuk dasar
dari kurva log GR, sebagai respons terhadap proses pengendapan. Berikut ini adalah
1. Boxcar/Cylindrical
tebal dan homogen yang di batasi oleh pengisian channel(chanel-fills) dengan kontak
28
yang tajam. Bentuk cylindrical diasosiasikan dengan akumulasi facies yang heterogen
pada lingkungan shallow water. Kondisi respon pertumbuhan reef terhadap kenaikan
2. Funnel Shape
merupakan bentuk kebalikan dari bentuk bell dengan dampak ketidaksesuaian batas
upward. Bentuk dari log gamma ray memperlihatkan peningkatan rekaman kadar
sinar gamma ray kearah atas dalam suatu paket batuan. Bentuk funnel merupakan
Kondisi respon pertumbuhan reef terhadap kenaikan muka air laut relatif yaitu catch-
up carbonates shelf.
3. Bell Shaped
sinar gamma kearah atas suatu paket batuan. Bentuk bell ini selalu diasosiasikan
fill, tidal flat, transgressive shelf. Kondisi respon pertumbuhan reef terhadap
4. Symmetrical-Asimetrycal Shape
5. Irregular shape
Gambar 14. Pola respon dari log gamma ray (GR) (Cant, 1992 dalam (YuniI Iswati, 2012)
tetapi secara khusus yang lebih berpengaruh adalah genesa dari komponen kualitas
yang ada di dalam batubara, litologi pengapit lapisan batuabara, dan asosiasi dengan
mineral lain.
Secara umum penelitian ini di lakukan dengan tiga tahapan yaitu tahap akuisis,
analisis dan interpretasi. Akuisis sendiri meliputi kajian pustaka, Well logging dan
pemboran. Hasil dari akuisis well logging menghasilkan respon gamma ray log, short
dan long density log. Selanjutnya di lakukan identifikasi litologi yang akan
hasil dari akuisisi dan analisis. Pengambilan data lapangan menggunakan system
touch coring (gabungan antara non coring dan coring) yaitu coring dilakukan
mengkuantifikasi nilai moisture atau air yang dikandung batubara, baik air
mengkuantifikasi pula kandungan abu (ash), zat terbang (volatile metters), dan
acuan bagi analisis untuk menghasilkan nilai hasil uji yang presisi dan akurat.
Dengan mengetahui kadar abu dapat memperkirakan berapa nilai kalori dari batubara
dimana semakin tinggi kadar air dan abu akan menghasilkan kalori yang rendah. Zat
terbang juga salah satu pengotor batubara dan dapat menentukan range batubara
selain nilai kalor. Berdasarkan zat terbang yang tinggi dapat menyebabkan batubara
terbakar dengan sediri (self burning). Karena sangat pentingnya parameter proksimat
Semua batubara meiliki kadar air (moisture) yang terdiri dari air permukaan
(surface moisture) dan didalam batubara itu sendiri (inherent moisture). Kadar air
moisture dalam batubara berada dalam beberapa bentuk yang berbeda yaitu air bebas
di permukaan, air yang terkondensasi di kapiler, air yang terserap, air yang terikat
dengan gugus polar dan kation, dan air yang timbul akibat dekomposisi kimia baik
Didalam batubara tekandung sejumlah zat-zat atau gas-gas yang mudah terbang
antara lain hidrogen dan zat-zat iar arang (CH4, C2H6, C2H2, C2H4) dan sebagainya
(Andrean, 2012). Zat atau gas yang mudah terbang tersebut akan segerah terbakar
setelah bercampur dengan udara pembakaran. Yang dimaksud dengan kandungan zat-
zat mudah terbang tersebut adalah persentase atau berat dari zat-zat penguap, bila
dilakukan destilasi terhadap bahan bakar tersebut tanpa ada hubungan dengan udara
pada temperatur 950oC dikaurangi berat uap air yang menguap sedangkan sisanya
konserfasi kandungan zat terbang batubara. Kandungan zat terbang yang tinggi
menunjukan bahwa batubara di dominasi oleh struktur alifatik dan gugus fungsional
eter yang lemah dan mudah diputuskan ketika dipanaskan dalam suhu yang tinggi
Kadar karbon tetap merupakan bagian dari batubara yang membutuhkan waktu
lama untuk terbakar di dalam ruang bakar, karena masih terdapat sisa karbon. Fixed
Abu merupakan zat mineral yan tidak terbakar dan akan tertinggal ketika batubara
terbakar sempurna. Kadar abu yang tinggi dalam batubara tidak mempengeruhi
terdapatnya sejumlah bahan bakar yang terbuang bersama dengan abu tersebut. Abu
batubara mengadung sebagian unsur yang bersifat volatile pada temperatur tinggi dan
ukuran batubara sangat bervariasi yang semuanya tergantung pada teknik penggiligan
batubara banyak ditemukannya unsur Si dan Al yang berupa abu laying (fly ash) dan
abu dasar (bottom ash). Abu laying dan abu dasar tersebut memiliki kandugan SiO2
dan Al2O3 dengan persentase yang berbeda. Abu laying yaitu sebesar 51.8% dan
26.85% sedangkan abu dasar sebesar 57.48% dan 36.61% (Fatiha,2013 dalam
(MA’Arif, 2012).
33
b. Klasifikasi Batubara
Hampir setiap negara penghasil batubara dengan jumlah besar mempunyai istilah
menggunakan standarisasi dari ASTM (American Society for Testing Material) dan
dari batubara itu atau berdasarkan derajat metamorphism nya atau perubahan selama
coalificasi (mulai dari lignit sampai antrasit). Untuk menentukan rank batubara di
perlukan data fixed carbon (dmmf), volatile matter (dmmf) dan nilai kalor dalam
Btu/lb dengan basis mmmf (moist mmf). Klasifikasi ASTM bisa dilihat pada Tabel 1
34
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei di lapangan
transportasi udara dari bandara Halu Oleo menuju Balikpapan di tempuh selama 1
jam 15 menit dan dilanjutkan dari Balikpapan menuju Sanga-sanga selama 3 jam, dari
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan data-data yang digunakan sebagai data utama dan
1. Data Log
Data ini berupa data sekunder yang di dapat dari hasil pengambilan data yang
dilakukan oleh PT Alhasani. Data ini berupa rekaman grafik log (gamma ray,
digunakan adalah sebanyak 8 (delapan) titik bor. Dan juga didukung foto core yang di
ambi perkedalaman.
Well logging secara bebas dan sederhana berarti suatu pencatatan perekaman
penggambaran, sifat, karakter, ciri, data, keteranga, urutan bawah permukaan secara
bersambung dan teratur selaras dengan majunya alat yang di pakai. Diagram yang
dihasilkan akan merupakan gambaran karakter/ sifat yang ada pada formasi. Metode
well logging adalah suatu perekaman berdasarkan sifat fisis di sepanjang sumur
lubang bor yang dilakukan kemudian bergerak secara perlahan-lahan dengan maksud
agar sensor yang di turunkan ke dalam lubang bor dapat mengetahui hal-hal yang di
temuinya.
Pada batubara di kenal adanya coal lithology log yaitu hubungan penampilan dari
gamma ray log dan densiti log, termasuk juga di dalamnya caliper log bila lubang bor
2. Data Core
Data ini berupa bongkahan batubara (sampel Core) yang di ambil di lokasi
penelitian, dan selanjutnya dari data tersebut di lakukan uji laboratorium, guna
Peta geologi regional daerah penelitian merupakan peta yang digukanan untuk
mengetahui kondisi geologi daerah penelitian. Didalam peta geologi regional terdapat
C. Prosedur Penelitian
Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi, persiapan awal
penelitian, selanjutnya pengolahan data log dan uji data core, kemudian dilanjutkan
Dari data log yang berupa grafik gamma ray dan grafik densitas kemudian
diinterpretasi untuk menentukan lapisan dan jenis batubara dari lapisan penyusun
pembacaan grafik log dan analisis core yang dihubungkan dengan lingkungan
pengendapan dari model Horne 1978. Untuk data core (sampel batubara) di kirim dan
proximat yang untuk mengetahui kualitas batubara yang di dapat dari perhitungan
kadar air (moisture), zat terbang dari batubara, kandungan abu (ash), mineral lainnya
yang terkandung didalam batubara, dan fixed carbon total carbon dengan perhitungan
38
100% dikurangi persentase Moisture, Volatil metter dan ash. Secara garis besar
D. Instrumen Penelitian
Tabel 2. Alat dan bahan serta kegunaan
START
1. Administrasi
2. Studi pustaka
Tahap Awal
3. Pembuatan proposal
4.Perlengkapan alat
Penelitian
dilapangan
Proximate
Lapisan Batubara
dan Sedimen
Penyusunya
TM VM ASH FC
Lingkungan
Kualitas Batubara
Pengendapan
(ASTM)
Batubara
Selesai
1. Morfologi
Daerah penelitian terletak dilokasi penambangan ALC10 dan ALC14 PT. EMAS.
yang memiliki morfologi perbukitan dan lereng bergelombang sedang seperti daerah
40
2. Stratigrafi
Stratigrafi daerah penelitian secara umum disusun oleh tiga satuan batuan yang
berumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Supriatna dan Rustandi (1995)
membagi stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa satuan batuan yang
berumur Miosen tengah sampai miosen akhir pada formasi Balikpapan yaitu:
batulempung, dimana satuan ini merupakan satuan yang tertua didaerah penelitian
yang berwarna abu-abu sampai coklat, ukuran butir lempung 1/256 kemas tertutup,
sortasi buruk, permeabilitas buruk, satuan batupasir kuarsa berwarna abu-abu sampai
putih memiliki ukuran butir pasir sangat halus sampai pasir sedang, sortasi baik serta
menghalus keatas (finning upwoard) dan terdapat sisipan batulanau, satuan batubara
berwarna hitam kecoklatan sampai hitam, cerata hitam, kilap tanah sampai kilap kaca,
kekerasan sedang. Struktur yang berkembang pada daerah penelitian adalah homoklin
bagian barat daerah penelitian yang memotong jurus perlapisan batuan daerah
penelitian.
41
A
42
B. Interpretasi Data Log dan Data Core
Endapan batubara pada daerah penelitian berada pada satuan batulempung dan
batupasir, dengan nama lain, satuan batuan ini merupakan satuan pembawa batubara
(coal bering) yang merupakan bagian dari formasi Balikpapan. Batubara ditemukan
iregular.Pada daerah penelitian dilakukan pengeboran sebanyak 8 titik bor pada dua
pit yaitu ALC-14 dan ALC-10 dengan kedalaman 40-80m dan 28-76m. berikut
43
44
Berdasarkan karakter lapisan batubara yang diamati dari data core dan log,
pada ALC10 dan ALC14 dengan variasi ketebalan antara 90 cm - 650 cm dengan
urutan muda ke tua yaitu seam 1, seam 2, seam 3, seam 4, seam 5, seam 6. seam 7,
dan seam 8.
harus diperhatikan meliputi kondis geologi umum, tataguna lahan, dan infrastruktur.
Dalam pembahasan ini penulis akan menganalisis grafik log, interpretasi data hasil
data log, korelasi penampang 2D berdasarkan titik bor menggunakan data log, dan
formasi Balikpapan tertutupi oleh batuan sedimen, dimana pada daerah ini batuan
memiliki warna abu-abu terang, ukuran butirnya mulai dari pasir sedang sampai
sangat halus. Pola log batupasir pada gambar diatas berbentuk funnel menunjukan
bahwa ukuran butirnya mengkasar keatas dengan kisaran nilai 5-58 cps, dan fasies
creavasse splay dengan struktur sedimen 2-70 cps. Energi sedimentasi pengendapan
46
batupasir tersebut identik dengan arus sedang sampai kuat, tingkat kekerasannya agak
bergelombang).
batuan sedimen ini dari abu-abu gelap sampai terang, berwarna abu-abu (grey), pada
bagian bawah (bottom) biasanya terdapat fragmen carbon, dan pada bagian atas (top)
yaitu batulanau (silstone), umumya kekerasan batuan menengah sampai agak keras,
pola grafik log pada Gambar 20 berbentuk irregular dengan kisaran nilai 10 sampai
47
58 cps, dan biasanya memiliki laminasi paralel dan bergelombang. Ini menunjukan
sedang.
abu sampai coklat terang, ukuran butirnya sangat halus, tingkat kekerasanya agak
keras. Pola log yang ditunjukan pada gambar dibawah berbentuk irregular dengan
kisaran nilai 9 sampai 22 cps dan memiliki struktur sedimen paralel dan laminasi
Berdasarkan data delapan titik bor (Error! Reference source not found.), didaerah
penelitian memiliki variasi runtunan litologi yang dikuasai oleh satuan batuan
dimaksud dengan Open Hole adalah hasil pemboran yaitu partikel - partikel yang
keluar dari lubang bor menggunakan tekanan air dan sampai dipermukaan yaitu
berupa “cutting” mengalir melalui parit dan ayakan pemisah diamati material yang
interpretasi jenis dan litologi batuan dengan melihat pola defleksi log GR dan
Density, sedangkan untuk kenampakan sifat batuan diamati dari hasil coring yang
adalah 40 m Batubara pada seam ini ditemukan pada titik bor yaitu ALC10-18A
dengan nama seam 2. Secara umum, ketebalan batubara pada seam ini mencapai 3.44
m dengan ciri kilap dull, berwarna hitam, gores hitam, berat light-moderate,
adalah 75 m. Seam batubara yang diperoleh Pada titk bor ini adalah seam Z, Y1, dan
1. Seam Z memiliki ketebalan 2,86 m, seam Y1 memiliki ketebalan 1,10 m, dan seam
1 memiliki ketebalan 1,10 m, dengan kontak atas dan bawah batu lanau serta sisipan
batupasir secara umum, batubara pada seam ini mempunyai ciri kilap dull - dull
subconcoidal – ireguler.
adalah 82 m. Seam batubara yang diperoleh Pada titk bor ini adalah seam U dan T.
batubara pada titik bor ini relatif berwarna hitam, kilap dull - dull banded, gores
lempung mendominasi pada titik bor ini. Batupasir berbutir sedang sampai halus
adalah 45 m. Seam batubara yang diperoleh Pada titk bor ini adalah seam W2 dan
ketebalan mencapai 2,2m, kedua seam ini adalah hasil dari splitting dari seam W.
batubara dan batulempung mendominasi pada titik bor ini. Lapisan batulempung
adalah 61 m. Seam batubara yang diperoleh Pada titk bor ini adalah seam seam W.
Secara umum batubara pada seam ini mempunyai ciri kilap dull banded, berwarna
massive – blocky banded, batubara pada titik bor ini ditemukan adanya parting
dengan ketebalan 2 cm, dengan kontak atas dan bawah yaitu batupasir sisipan
batulempung.
53
adalah 30 m. Seam batubara yang diperoleh Pada titk bor ini adalah seam X. Seam X
memiliki ketebalan 4.94 m yang seam ini memiliki parting dengan ketebalan 0.24 m.
karakteristik batubara relatif berwarna hitam terang dam keras. Perselingan batupasir
dan lempug mendominasi pada titik bor ini. Ketebalan batupasir mencapai 15 m.
adalah 76 m. Seam batubara yang diperoleh Pada titk bor ini adalah seam X dan Y.
2.32 m. Karakteristik batubara relatif kilap dull, berwarna hitam, gores hitam,
dan lempung mendominasi pada titik bor ini. ketebalan batupasir mencapai 46 m.
0 1 Open hole
17,48 22,56 Batubara seam X, berwarna hitam, cerat hitam, rapuh, kekerasan
sedang
22,56 28 Batulanau, berwarna coklat, ukuran butir lanau
adalah 28 m. Seam batubara yang diperoleh Pada titk bor ini adalah seam X. Seam X
55
Secara kualitatif log gamma ray akan memberikan kualitas grafik log yang cukup
baik dibandingkan dengan log density. Hal tersebut dikarenakan log GR memiliki
tingkat kosensitifitasan detektor yang cukup baik dalam pembacaan radiasi alam
Analisis elektrofasies ini akan menggunakan beberapa sampel lubang bor inti
(coring) yang diambil secara representatif. Pada pit ALC10 dipilih empat titik bor
Berikut ini akan diperlihatkan beberapa lubang bor yang menunjukan perbedaan
pola log sebagai manifestasi penggunaan metode log inside casing. Pola log tersebut
akan di sebandigkan dengan model horne (1978) dan dikalibrasikan dengan sampel
bor inti agar dapat memberikan keyakinan tertentu pada identifikasi litologi
pengandapan untuk model endapan fluvial, delta, dan barrier modern (saat sekarang).
56
.Data log pada Gambar 22 menunjukan pola grafik log yang mengkasar keatas
yang menunjukan adanya endapan interdistributary bay, swamp, creavasse splay, dan
dan struktur sedimen. Endapan interdistributary bay dicirikan dengan batu lempung
dan batulanau yang mengkasar keatas (corsening upward) dengan kisaran nilai 10
sampai 50 cps berada pada delta front, endapan swamp dicirikan oleh batubara berada
pada delta plain dengan kisaran nilai 5 sampai 10 cps, endapan creavasse splay
dicirikan oleh batupasir dan menghalus keatas (finning upward) dengan kisaran nilai
5 sampai 25 cps, batulanau dan batulempung berada pada delta plian dan endapan
57
channel dicirikan oleh batupasir yang menghalus keatas dengan kisaran nilai 10
sampai 50 cps memiliki struktur sedimen cross beding (silang siur). Perlapisan dan
perselingan batupasir dan batulempung yang tidak teratur, ini menunjukan bahwa
batubara pada titik bor ini mengalami pemisahan atau (spliting) yang merupakan
Data log pada Gambar 23 menunjukan pola grafik log yang mengkasar keatas
struktur sedimen. Endapan interdistributary bay dicirikan dengan batu lempung dan
batulanau yang yang berbentuk irregular berada pada delta front dengan kisaran nilai
15 sampai 50 cps, endapan swamp dicirikan oleh batubara berada pada delta plain
dengan kisaran nilai 5 sampai 10 cps. Ini menunjukan bahwa energi sedimentasi
pengendapan batuan sedimen pada gambar diatas identik dengan arus sedang.
dan struktur sedimen. Endapan interdistributary bay dicirikan dengan batu lempung
dan batulanau yang pola grafik log berbentuk irregular menunjukan struktur sedimen
laminated wave ripples (laminasi bergelombang) berada pada delta front dengan
kisaran nilai 20 sampai 50 cps, endapan swamp dicirikan oleh batubara berada pada
delta plain dengan kisaran nilai 5 sampai 10 cps. Ini menunjukan bahwa energi
sedimentasi pada litologa yang berada pada titik bor ini identik dengan arus sedang.
Data log pada Gambar 25 menunjukan pola grafik log yang mengkasar keatas
interdistributary bay dicirikan dengan batu lempung yang pola kurva lognya
berbentuk irregular berada pada delta front dengan kisaran nilai 20 sampai 50 cps,
endapan swamp dicirikan oleh batubara berada pada delta plain dengan kisaran nilai
5 sampai 10 cps, endapan creavasse splay dicirikan oleh batupasir dan menghalus
keatas (finning upward) dengan kisaran nilai 5 sampai 30 cps, batulanau dan
batulempung berada pada delta plain dan endapan channel dicirikan oleh batupasir
yang menunjukan struktur sedimen silang siur (cross bedding) dapat dilihat dari pola
grafik log yang irregular dengan lisaran nilai 5 sampai 10 cps, serta endapan levee
yang dicirikan oleh sortasi yang buruk dapat dilihat dari pola grafik log yang irreglar
dengan kisaran nilai 5 sampai 10 cps. Perlapisan dan perselingan batupasir dan
60
batuan sedimen pada titik bor ini identik dengan arus sedang.
Data log pada Gambar 26 menunjukan pola grafik log yang mengkasar keatas
diketahui dari litologi dan struktur sedimen. Endapan interdistributary bay dicirikan
dengan batu lempung yang mengkasar keatas (corsening upward) berada pada delta
front yang pola grafik lognya berbentuk funnel dengan kisaran nilai 10 sampai 30 cps,
endapan channel dicirikan oleh batupasir yang menunjukan struktur sedimen silang
siur (cross bedding) dapat dilihat dari pola grafik log yang irregular dengan kisaran
62
nilai 5 sampai 40 cps, endappan swamp merupakan jenis endapan yang lingkungan
pengendapannya terendam air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk
akumulasi gambut dicirikan oleh batubara berada pada delta plain dengan kurfa
lognya berbentuk blocky boxcar dengan kisaran nilai 5 sampai 10 cps, endapan
creavasse splay dicirikan oleh batupasir yang struktur sedimennya silang siur (cross
bedding) menghalus keatas (finning upwoard) dengan kisaran nilai 5 sampai 35 cps.
Data log pada Gambar 27 menunjukan pola grafik log yang mengkasar keatas
diketahui dari litologi dan struktur sedimen. Endapan creavasse splay dicirikan oleh
batupasir yang bentuk kurfa lognya berbentuk irregular struktur sedimennya laminasi
terendam air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk akumulasi gambut
dicirikan oleh batubara berada pada delta plain dengan kisaran nilai 5 sampai 10 cps,
(finning upward) berada pada delta front dengan kisaran nilai 5 sampai 40 cps,
endapan channel dicirikan oleh batupasir yang menunjukan struktur sedimen silang
siur (cross bedding) dapat dilihat dari pola grafik log yang irregular dengan kisaran
nilai 20 sampai 50. Ini menunjukan bahwa energi sedimentasi pengendapan batuan
Data log pada Gambar 28 menunjukan pola grafik log yang mengkasar keatas
dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen. Endapan creavasse splay dicirikan
ripples) yang berbentuk bell (menghalus keatas) dengan kisaran nilai 15 sampai 35
64
terendam air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk akumulasi gambut
dicirikan oleh batubara berada pada delta plain dengan kisaran nilai 5 sampai 10 cps,
Endapan interdistributary bay dicirikan dengan batu lanau yang menghalus keatas
(finning upward) berada pada delta front dengan kisaran nilai 10 sampai 30 cps,
endapan channel dicirikan oleh batupasir yang menunjukan struktur sedimen laminasi
bergelombang (laminate wave ripples) dapat dilihat dari pola grafik log yang
irregular dengan kisaran nilai 10 sampai 40. Dari penjelasan diatas menunjukan
sedimen. Endapan creavasse splay dicirikan oleh batupasir yang struktur sedimennya
dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen. Endapan creavasse splay dicirikan
ripples) yang berbentuk bell (menghalus keatas) dengan kisaran nilai 15 sampai
sedimen. Endapan creavasse splay dicirikan oleh batupasir yang struktur sedimennya
keatas) dengan kisaran nilai 15 sampai 35 cps, endappan swamp merupakan jenis
ini sangat cocok untuk akumulasi gambut dicirikan oleh batubara berada pada delta
plain dengan kisaran nilai 5 sampai 10 cps, Endapan interdistributary bay dicirikan
dengan batu lanau yang menghalus keatas (finning upward) berada pada delta front
dengan kisaran nilai 10 sampai 30 cps, endapan channel dicirikan oleh batupasir yang
dilihat dari pola grafik log yang irregular dengan kisaran nilai 10 sampai 40. Dari
66
Daerah penelitian yang merupakan lingkungan transitional low delta plain yaitu
bagian yang kearah transisi dari suatu delta merupakan bagian dari delta yang
karakteristik lingkungannya didominasi oleh arus sungai dan laut (aktivitas aliran
sungai) dan tidal (pasang surut). Pada transitional low delta plain ditemukannya
adanya aktivitas dari gelombang yang tidak terlalu besar. Daerah transional low delta
plain ini didomonasi oleh batulempung dan batupasir dengan kedalaman 5-30 m.
dan ALC14 menjadi dua fasies pengendapan yaitu delta front dan delta plain. Dapat
ALC14 berbeda genesa geologinya, dimana batubara delta front diendapkan pada
daeraha dengan arus yang relatif lemah dibanding dengan delta plain. Satuan
batulempung dan batupasir kuarsa pada transitional lower delta plain terbentuk
Analisa core dan pola log GR daerah penelitian, menunjukan bahwa daerah
transitional low delta plain ini didomonasi oleh sungai dan laut dan membentuk
rawa-rawa yang didominasi oleh sedimen yang pada bagian atas berbutir halus.
berasosiasi dengan channel terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi
banjir, lingkungan ini mempunyai kecepatan arus kecil, dangkal, dan tidak berelief,
67
sehingga proses akumulasi lambat yang ditunjukan oleh batuan sedimen yang
mayoritas memiliki laminasi paralel dan tipis. Kemudian karena pengaruh dari
gelombang pasang surut, laminasi pada batuan sedimen berubah menjadi gelombang
(wavy lamination). Gelombang pasang surut serta turun naiknya muka air laut
D. Korelasi Penampang 2D
kesamaan waktu (waktu pengendapan) atau merupakan dasar dari prinsip korelasi.
Profil penampang korelasi ini dibuat dengan program corel draw 2019, yang
lapisan batubara serta batuan yang berada pada roff dan floor batubara tersebut. Pada
Error! Reference source not found. penulis melakukan korelasi pada titik bor
ALC14-125, ALC14-131A
68
Error! Reference source not found. merupakan hasil dari korelasi yang telah
dilakukan, korelasi variasi runtunan dari semua litologi. Hasil korelasi antar
kedelapan lubang bor menunjukan bahwa ketebalan batubara pada seam yang sama,
memiliki ketebalan yang tidak sama, ini menunjukan bahwa masing-masing titik bor
69
memiliki lama waktu proses sedimentasi yang berbeda pula, perbedaan litologi antara
roof dan floor batubara juga terlihat jelas pada hasil korelasi dari delapan titik bor.
Sedangkan litologi yang banyak dijumpai pada korelasi tersebut adalah lapisan
dominan darat (delta plain). Dari hasil korelasi kedelapan titik bor diketahui bahwa
pada titik bor ALC10-10B sampai ALC14-131A mengalami perubahan litologi dari
delta front ke delta plain yang semula didominasi oleh batulempung yang semula
dikontrol oleh antara arus sungai dan laut yang arus gelombang tidak terlalu besar
dengan litologi batupasir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa batubara pada daerah
E. Analisis Proksimat
kualitas batubara yang meliputi penentuan kadar air lembab, kadar abu, kadar zat
Penentuan kadar air lembab bertujuan untuk mengetahui seberapa besar air yang
kualitas batubara tersebut cocok digunakan dalam proses industri, karena semakin
besar kandungan air dalam sampel maka diperlukan energi yang cukup banyak dalam
proses pembakaran batubara dalam suatu industri. Air yang terkandung dalam
batubara ada dua yaitu air bebas dan air lembab, air bebas yaitu air yang terikat secara
70
mekanik pada permukaan dan mempunyai tekanan uap normal (kadarnya dipengaruhi
oleh cuaca) sedangkan air lembab yaitu air yang terikat secara fisik pada bagian
Analisi abu sangat penting pada penggunaan energi batubara dalam industri,
alat (furnec), selain itu kadar abu juga biasanya dipakai sebagai indikasi kualitas atau
grade batubara karena kadar abu merupakan ukuran bagi material yang tidak
senyawa oksida yang berukran halus dalam bentuk abu. Abu hasil pembakaran ini
dikenal sebagai ash content atau kandungan abu batubara (Sukandarrumidi 2006
Kadar zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi
senyawa – senyawa yang terdapat didalam batubara selain air. Dalam pembakaran
kasar tentang karakteristik pembakaran yang meliputi penyalaan, stabilitas nyala, dan
kecilnya kandungan air maka nilai kalor akan meningkat (Sukandarrumidi 2006,
dalam (Andrean, 2012). Berikut ini adalah hasil analisis proksimat dari 8 sampel yang
Air yang terkandung dalam batubara dapat mempengaruhi sifat batubara ketika
digunakan dalam pembakaran, karena kadar air batubara akan mengurangi kalori
akibat adanya panas yang terbuang dalam penguapan air, mempengaruhi efisiensi
pembakaran, menghambat penyalaan. Kadar air pada sampel berkisar antara 23,37 –
28,73% hal ini menunjukan bahwa sampel termasuk dalam gologan batubara
pembakaran, kadar air juga berpengaruh pada segi biaya sebab kadar air akan
menambah berat batubara pada saat sampling dilakukan sehingga menambah biaya
transportasi. Kapasitas pengerusan juga akan berkuran dengan jika semakin tingginya
Abu batubara merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran, unsur
penyusun abu batubara berasal dari mineral yang terikat kuat pada batubara seperti
aluminium oksida, oksida alkali, silika, dan ferri oksida. Kadar abu pada sampel
berkisar antara 2,11 – 10,54%, kadar abu pada batubara dapat mempengaruhi jumlah
bahan bakar yang dibutuhkan. Pengaruh abu juga kurang baik terhadap nilai kalor,
jika nilai kadar abunya semakin tinggi maka nilai kalor dari suatu batubara akan
72
semakin rendah, karena jumlah material organik (mineral) yang terkandung tinggi
sehingga pada saat proses pembakaran semua zat organik akan teroksidasi menjadi
zat- zat seperti CO2 dan H2O yang akan menghasilkan kalor, sedangkan mineral -
Zat terbang sangat erat kaitannya dengan kelas batubara tersebut, semakin tinggi
kadar zat terbang maka kelasnya semakin rendah, karena kandungan zat terbang
combustion) akan meningkat. Kadar zat terbang yang diperoleh pada sampel berkisar
antara 34,30 – 41,65%, hal ini menunjukan bahwa sampel termasuk dalam golongan
bituminous, karena memiliki kadar zat terbang labih dari 31%. Dalam pembakaran
batubara zat terbang yang tinggi dapat mempercepat pembakaran karbon padatnya
dan sebaliknya zat terbang yang rendah akan memperlambat proses pembakaran
karbon padatnya. Zat terbang terdiri dari gas SO2, CO2, CO, NOX, CH4, dan uap tar
terbakar. Kadar zat terbang yang tinggi di dalam batubara juga akan menyebabkan
Fixed carbon merupakan material sisa, setelah berkurangnya ash, moisture, dan
karena nilai falue ratio semkin tinggi maka semakin banyak karbon yang tidak
terbakar. Nilai falue ratio dapat menunjukan golongan padat suatu batubara yang
73
ditentukan berdasarkan perbandingan nilai falue ratio pada sampel dan range nilai
pada standar dmmf. Kisaran nilai dari falue ratio berdasarkan dmmf yaitu
antrasit berkisar 10 – 60. Semakin tinggi nilai falue ratio, karbon yang tidak terbakar
semakin banyak. Berdasarkan hasil analisis yang di sajikan pada tabel 5 diperoleh
nilai falue ratio adalah berkisar 1,02 – 1,20, bila dibandingkan nilai tersebut dengan
standar berdasarkan dmmf maka sampel batubara yang berasal dari kalimantan timur
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Ketebalan batubara dengan seam yang sama, memiliki ketebalan yang tidak sama
bituminous.
B. SARAN
1. Sebaiknya data log yang digunakan pada penelitian selanjutnya ditambah agar
74
75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN