Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STUDI POPULASI MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis)

Disusun oleh :

Nama : Citra Ayu Widya Ningrum


NPM : F1D016065
Mata kuliah : Ekologi Hewan
Dosen Pengampu : Dra. Novia Duya, M.Si
Hari/tanggal : Jum’at, 13 September 2019

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Primata merupakan salah satu fauna dengan keanekaragaman jenis yang
tinggi. Terdapat sekitar 200 jenis primata yang ada di seluruh dunia. Macaca
fascicularis atau monyet ekor panjang merupakan salah satu jenis primata dari
genus Macaca. Di Indonesia monyet ekor panjang terdapat di beberapa daerah
yang tersebar cukup luas, diantaranya Bali, Bangka, Bawean, Belitung, Jawa,
Kalimantan, Kangean, Karimun Jawa, Karimata, Lombok, Nias, Nusa Tenggara,
Simeulue, Sumatra, Sumba, Sumbawa, dan Timor (BTNAP, 2010).
Populasi merupakan sekelompok organisme dari spesies yang sama yang
menempati tempat tertentu pada waktu tertentu. Di dalam konservasi marga
satwa, perhatian tidak ditunjukkan pada individu, tetapi pada populasi. Menurut
PP No. 7 Tahun 1999 monyet ekor panjang merupakan jenis satwa yang tidak
dilindungi karena populasinya sangat tinggi, namun tidak menutup kemungkinan
di beberapa daerah keberadaan satwa ini sudah mulai menghilang. Hal ini
disebabkan oleh degradasi habitat yang luar biasa. Konversi hutan menjadi lahan
pertanian, pertambangan, dan illegal logging menjadi faktor terdesaknya
keberadaan primata di alam termasuk monyet ekor panjang.
Pada lokasi habitat alamiah dapat dihuni sekitar 10-20 ekor. Ukuran
kelompok monyet ekor panjang bervariasi menurut kondisi habitatnya, di hutan
primer yang tidak mendapat pengaruh tangan manusia dapat dihunil lebih dari 10
ekor, di hutan mangrove dapat dihuni sekitar 15 ekor, namun apabila lokasi
habitatnya telah banyak campur tangan manusia yang membuat Monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) terganggu maka jumlahnya lebih sedikit. (Soeharto
& Mardiastuti, 2003).
Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi monyet ekor panjang
adalah sebagai berikut: Phylum: Chordata, Sub phylum: Vertebrata, Class:
Mamalia, Ordo: Primata, Sub ordo: Anthropoidae, Family: Cerchopithecidae,
Genus: Macaca, Spesies: Macaca fascicularis. Nama lokal: Monyet ekor panjang,
kera, dan kethek.
Dalam ekosistem monyet ekor panjang memiliki peranan sebagai penyebar
biji- bijian alami kehutan, mediator penyerbukan dan pengendali populasi
serangga. monyet ekor panjang merupakan hewan diurnal yang hidup secara
berkelompok yang terdiri dari beberapa ekor jantan dan betina. Jumlah individu
dalam satu kelompok bervariasi antara 10 ekor hingga 50 ekor, namun di beberapa
tempat jumlah kelompok mencapai 200 ekor. (Wahyono, 2005).
Macaca fascicularis merupakan salah satu jenis monyet yang memiliki
panjang ekor kurang lebih sama dengan panjang tubuh. Warna tubuh bervariasi,
mulai dari abu-abu sampai kecoklatan, dengan bagian ventral berwarna putih.
Macaca fascicularis aktif mencari makan pada pagi hingga menjelang siang hari.
Macaca fascicularis bisa memakan hampir semua jenis makanan, mulai dari
buah-buahan, daun, daging, serangga dan lain sebagainya (Suprijatna &
Ramadhan, 2016).
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan hewan diurnal
yaitu hewan yang aktif pada siang hari. Biasanya mereka mencari makan pada
pagi hari, beristirahat atau tidur pada siang hari dan aktif kembali pada sore hari.
Monyet ekor panjang memiliki ciri-ciri, kaki belakang lebih panjang dari kaki
depan, setiap geraham memiliki empat mahkota gigi dengan mahkota molar yang
rendah. Monyet ekor panjang memakan buah-buahan, dan memiliki kantong pada
pipinya untuk menyimpan makanan. Pada umumnya Monyet ekor panjang hidup
berkelompok membentuk populasi (Flannery, 2002).
Menurut International Union for the Conservation of Nature and Natural
Resources (IUCN), monyet ekor panjang dikategorikan dalam status Least
Concern dan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES) mengkategorikan monyet ekor panjang dalam
appendix II, kategori tersebut menunjukan bahwa satwa tersebut belum masuk
kedalam terancam punah, namun dapat terancam punah apabila perdagangannya
tidak dikendalikan (IUCN, 2013).
Pengelolaan dan pemanfaatan monyet ekor panjang yang tidak bijaksana
dan berlebihan dalam waktu jangka panjang dapat menyebabkan satwa ini
terancam punah. Jumlah primata pada habitatnya di alam bebas (hutan)
merupakan salah satu bentuk kekayaan dan keanekaragaman (biodiversity)
sumber daya alam hayati, yang dilindungi, baik perlindungan jumlah individu
maupun sebarannya (Risdiyansyah, 2014).
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) memiliki kecenderungan
menginvasi hutan suksesi, namun tidak ada kecenderungan yang nyata dalam
kelimpahan primata biasa hingga delapan belas tahun setelah penebangan. Rijksen
(1978) menemukan bahwa ada 3 dari 6 spesies primata (dua spesies owa dan
Beruk) di bagian utara Sumatera lebih sedikit ditemui dihutan dengan gangguan
ringan dibandingkan dengan hutan utuh (Erik, 2006).
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan jenis mamalia
yang memiliki sifat yang hampir sama dengan manusia. Untuk mencegah
kerusakan habitat dan kepunahan lebih lanjut maka sangat perlu untuk
melaksanakan upaya perlindungan, konservasi serta usaha yang bersifat
pemeliharaan serta perkembangbiakan monyet ekor panjang. Upaya pelestarian
hanya dapat berhasil bila didukung pengetahuan tentang kehidupan dan sifat-sifat
monyet ekor panjang serta kondisi lingkungan yang ikut mendukung kehidupan
monyet dalam habitatnya. Menurut Crockett dan Wilson (1980), kondisi habitat
berpengaruh terhadap kepadatan populasi monyet ekor panjang. Kepadatan yang
tinggi akan meningkatkan ketegangan dan agresivitas di antara anggota populasi
(Alikodra, 2002).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
rumusan masalah dalam penelitian adalah :
1. Berapa ukuran populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di
Hutan Adat Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo?
2. Bagaimana kepadatan populasi monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) Hutan Adat Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten
Bungo?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menghitung populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di
Hutan Adat Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo.
2. Untuk mengetahui kepadatan populasi monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) di Hutan Adat Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan,
Kabupaten Bungo.

1.4. Kegunaan Hasil Penelitian


Kegunaan hasil penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai populasi habitat monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) di Hutan Adat Desa Rantau Ikil,
Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo.
3. Memberikan informasi pentingnya peranan monyet ekor (Macaca
fascicularis) di Hutan Adat Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan,
Kabupaten Bungo.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
1.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada pagi hari pukul 06.00-10.00 WIB dan sore
hari pukul 14.00-18.00 WIB pada kondisi monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) yang sedang melakukan aktivitas di Hutan Adat Desa Rantau Ikil,
Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo

.
1.2. Alat dan Bahan
2.2.1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, buku kerja (tally
sheet untuk mencatat monyet ekor panjang yang di temukan di setiap
penjelajahan), binocular/teropong untuk mengamati satwa yang jaraknya jauh,
Handcounter untuk menghitung jumlah individu, meteran untuk mengukur lebar
jalur penelitian, Global Position System (GPS) untuk menentukan lokasi
pengamatan, camera digital untuk dokumentasi foto, dan Handycam untuk
merekam video.
2.2.2. Bahan
Objek yang digunakan pada penelitian ini yaitu semua kelompok monyet
ekor panjang Macaca fascicularis yang berada pada setiap survei jalur
pengamatan di Hutan Adat Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten
Bungo

2.3. Metode Penelitian


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah:

2.3.1. Metode Line Transect


Metode jelajah Line Transect (transek garis) dilakukan dengan menetapkan
kawasan pengamatan kepadatan populasi monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) sesuai titik jalur pengamatan.
2.3.2. Metode Concentration Count
Observasi langsung dengan metode terkonsentrasi (Concentration Count).
untuk mengamati monyet ekor panjang yang mempunyai kehidupan berkelompok.
2.4. Prosedur Penelitian
2.4.1. Survey Awal
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap secara terstruktur yaitu,
survey awal dan observasi langsung untuk mengetahui informasi keberadaan
kelompok Macaca fascicularis.
2.4.2. Pencarian (Searching)
Pencarian dilakukan dengan menyusuri wilayah jelajah dan dan lokasi
persebaran populasi monyet ekor panjang kemudian dilakukan pengamatan target
yang pertama kali terlihat dengan menggunakan teropong serta mengikuti
pergerakannya dimulai sejak pukul 06.00 – 10.00 dan pukul 14.00 – 18.00 WIB.
2.4.3. Pengambilan Data
Data penelitian diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Ditetapkan kawasan pengamatan populasi monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) di Hutan Adat Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten
Bungo.
2. Ditentukan titik jalur pengamatan dengan jumlah kelompok sosial monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis).
3. Dilakukan pengambilan sampel pada saat monyet ekor panjang ini aktif
beraktivitas yakni dari jam 06.00-18.00 WIB.
4. Catat luas wilayah dan jumlah individu (Macaca fascicularis) di setiap titik
yang telah ditentukan.
cara mengambil jumlah populasi, sensus dilakukan dengan menghitung
seluruh jumlah monyet ekor panjang pada masing-masing kelompok sosial
𝜀 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
dengan rumus Kepadatan = .
Ltot

5. Data populasi yang telah didapatkan dianalisis menggunakan rumus


kepadatan populasi, dan penelitian ini dilakukan pengulangan pengamatan
dengan beberapa kali pengulangan dengan rumus Ltot = p × l × ul.
6. Hasil data kepadatan populasi monyet ekor panjang yang telah didapat
kemudian dicatat pada tabel pengamatan.
2.5. Analisis Data
Pengelolaan data dilakukan deskriptif dan tabulasi yaitu data yang
diberikan dalam bentuk table dan persentase, adapun teknik analisis sebagai
berikut :
2.5.1. Analisis Kepadatan populasi Macaca fuscicularis
Sensus dilakukan pada pagi hari saat monyet ekor panjang turun
dari pohon tidurnya dan pada saat sore hari ketika monyet naik ke pohon
tidur. Analisis data dilakukan dengan kepadatan populasi dihitung dengan
rumus kepadatan dengan formulanya adalah sebagai berikut :
𝜀 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
Kepadatan = Ltot

Keterangan :
D = kepadatan (Individu/km2)
𝜖 = jumlah individu suatu jenis (individu), dan
Ltot = luas total jalur pengamatan (ha)
Pengamatan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) perlu
dilakukan beberapa kali pengulangan supaya data yang didapatkan valid,
yaitu menggunakan rumus :
Ltot = P × l × ul
Keterangan :
Ltot = luas total jalur pengamatan (km2)
P = panjang jalur pengamatan (km)
L = lebar jalur (km)
Ul = jumlah ulangan (kali)
Luas habitat ditentukan berdasarkan luas wilayah yang terdapat
keseluruhan populasi. Data yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif
mengenai jumlah kelompok sosial, jumlah populasi, struktur populasi,
kepadatan populasi dan luas habitat. Struktur poulasi meliputi induk betina
(adult female), induk jantan (adult male), muda/remaja (sub adult), dan anakan
(invant dan juvenile). Kriteria kelas umur menggunakan kriteria kappeler
(1981) yang dimodifikasi, dimana kelas umur bayi (infant) dan anak
(juvenile).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengamatan
kepadatan populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Hutan Adat
Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo sebagai berikut :

Tabel 3.1.1. Jumlah Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)


pada setiap jalur pengamatan.

Kelompok Jumlah
Jalur
Dewasa Remaja Bayi
A 8 12 3 23

B 13 8 5 26
C 9 13 2 24

Jumlah 30 33 10 73
Keterangan:
Luas areal pengamatan :36 ha Populasi :73 ekor
Kepadatan populasi :2,02 ekor/ha (2 ekor/ha)

Gambar 3.1.2. Persentase populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)


berdasarkan umur
13 13
15 12

Jumlah Individu
8 8 9
10
5
3
5 2

0
A B C

Kelompok

Bayi Dewasa Remaja


Gambar 3.1.3. Distribusi kelompok umur monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) berdasarkan jalur pengamatan.

3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan populasi monyet ekor panjang dengan
menggunakan metode line transect dan concentration count pada (Tabel 3.1.1)
didapatkan luas areal jelajah 36 ha dengan luas total Hutan Adat Desa Rantau Ikil,
Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo 143 ha dan ditemukan 73 ekor monyet
ekor panjang. Populasi terbagi kedalam tiga kelompok yaitu Dewasa berjumlah 30
ekor, Remaja berjumlah 33 ekor dan bayi monyet berjumlah 10 ekor sehingga
dapat diketahui kepadatan populasinya sebesar 2,02 ekor/ha (2 ekor/ha).
Komposisi kelompok umur monyet ekor panjang di hutan adat Rantau Ikil
terdiri atas dewasa 30 ekor (41,09%), remaja 33 ekor (45,20%), dan bayi monyet
(Infant) 10 ekor (13,69%). Distribusi umur dari setiap kelompok monyet ekor
panjang di hutan adat Rantau Ikil dapat terlihat pada Gambar 3.1.3. Distribusi
umur monyet ekor panjang diketahui secara kualitatif dengan membandingkan
besar tubuh monyet ekor panjang kemudian bisa diketahui juga dari morfologi dan
pola perilaku monyet ekor panjang. Jalur A jumlah individu sebanyak 23 ekor
dengan distribusi umur yaitu dewasa 8 ekor, remaja 12 ekor dan bayi monyet
(Infant) 3 ekor. Jalur B jumlah individu sebanyak 26 ekor dengan distribusi umur
yaitu dewasa 13 ekor, remaja 8 ekor dan bayi monyet (Infant) 5 ekor. Jalur C
jumlah individu sebanyak 24 ekor dengan distribusi umur yaitu dewasa 9 ekor,
remaja 13 ekor dan bayi/ Infant monyet 2 ekor, Dalam pengambilan data foto
dokumentasi monyet ekor panjang dengan jarak dokumentasi seratus meter
perdokumentasi terhadap monyet ekor panjang.
Pada presentase distribusi umur populasi monyet ekor panjang
menunjukan distribusi kelas umur yang didominasi kelas umur pre- reproduktif
dengan jumlah individu fase pre-reproduktif remaja yaitu 33 ekor (45,20%) dan
bayi monyet (Infant) 10 ekor (13,69%) sedangkan jumlah individu fase
reproduktif dewasa 30 ekor (41,09%) (Gambar 3.1.2). Persentase distribusi umur
yang didapatkan pada penelitian ini mendekati angka penelitian yang sama
terhadap monyet ekor panjang di hutan hujan tropis oleh Aldrich (1980: 39) yang
menyatakan bahwa setiap kelompok monyet ekor panjang terdiri dari 50% dewasa
dan 50% remaja dan bayi monyet (Infant).
Sturuktur umur yang didominasi oleh kelas pre-reproduktif yang tinggi
dapat mengakibatkan proses reproduksi tidak dapat terjadi secara optimal karena
jumlah individu dewasa yang dapat melakukan perkawinan sedikit. Menurut Lang
(2006:4) monyet ekor panjang jantan mengalami kematangan seksual pada umur
7 tahun. Monyet ekor panjang betina dominan mengalami kematangan seksual
ketika berumur 4 tahun, dan mulai bereproduksi sebelum usia 5,5 tahun
sedangkan yang bukan dominan akan bereproduksi setelah berumur 5,5 tahun.
Populasi monyet ekor panjang di kawasan tersebut diperkirakan dapat
mengalami peningkatan di masa mendatang. Hal ini dikarenakan tingginya jumlah
individu muda yang ada dibandingkan jumlah individu dewasa dan struktur umur
monyet ekor panjang di kawasan tersebut termasuk struktur umur yang meningkat.
Hal ini diperkuat oleh Fakhri dkk, (2012:122) yang menyatakan bahwa struktur
umur meningkat adalah struktur umur pada populasi dengan kerapatan kelompok
umur muda paling besar, populasi dengan struktur umur demikian akan
mengalami peningkatan populasi yang cepat pada periode mendatang persentase
kelompok umur monyet ekor panjang di kawasan tersebut pada Gambar 3.1.2.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kepadatan populasi monyet ekor panjang di
Hutan Adat Desa Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo dapat
disimpulkan bahwa:
1. Populasi monyet ekor panjang yang ditemukan pada jalur A,B dan C
terbagi dalam tiga kelompok. Persentase struktur umur monyet ekor
panjang yaitu 13,69% bayi monyet (Infant), 45,20% remaja dan 41,09%
dewasa.
2. Populasi monyet ekor panjang yang ditemukan di jalur A, B dan C
berjumlah 73 ekor dengan kerapatan populasi monyet ekor sebesar 2,02
ekor/ha. Hal ini menunjukan bahwa kerapatan populasi monyet ekor
panjang rendah karena dalam satu hektar belum tentu dapat ditemukan
monyet ekor panjang.

4.2. Saran
Populasi monyet ekor panjang yang terdapat di di Hutan Adat Desa
Rantau Ikil, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo diharapkan dapat berkembang
dengan baik dengan mengambil langkah-langkah strategis seperti peningkatan
pengawasan terutama aspek perlindungan hutan dan perlindungan terhadap
perburuan satwa liar. Selain itu juga perlu dilakukan edukasi terhadap masyarakat
di sekitar hutan sebagai upaya pengelolaan habitat dan vegetasi sumber pakan
dengan melindungi serta menanam pohon jenis pakan yang telah banyak
berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrich, B.F.P.G. 1980. Long-tailed Macaques in Malayan Primates: Ten Years
Studi in Tropical Rain Forest. New York : Plenum Press.

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit.


Fakultas Kehutanan IPB.

BTNAP. 2010. Buku Informasi Balai Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi :
Balai Taman Nasional Alas Purwo.

Erik, M. 2006. Hutan Pasca Pemanenan: Melindungi Satwa Liar Dalam


Kegiatan Hutan Produksi Di Kalimantan, Bogor: Cifor.

Fakhri, K. 2012. Studi Awal Populasi dan Distribusi Macaca fascicularis Raffles
di Cagar Alam Ulolanang.Unnes Journal of Life science. 1(2) : 119-125.

Flannery, S. 2002. Mamalia. New York: Watts Bookns.

IUCN. 2013. IUCN Red List of Threatened Species. [terhubung berkala]


http://www.iucnredlist.org (diakses pada 09 September 2019).

Soeharto. 2003. Pelaksana Konvensi CITES Di Indonesia, Jakarta : JICA.

Supriatna, J & Ramadhan, R. 2016. Pariwisata Primata Indonesia. Jakarta :


Buku. Yayasan Obor Indonesia. 361 p.

Wahyono, H.E. 2005. Mengenal Beberapa Primata Di Provinsi Nangroe Aceh


Darusalam. Jakarta : Conservation Internasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai