Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Nama : Ny. A
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : jl. Kelinci Tondo
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pendidikan : SMP
Tanggal Pemeriksaan : 07 oktober 2019
Tempat Pemeriksaan : Rumah Sakit Undata Ruangan mawar

LAPORAN PSIKIATRIK
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Nyeri kepala
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang perempuan 16 tahun sudah menikah masuk ke rumah
sakit umum daerah undata palu pada tanggal 30 september 2019 masuk
dengan keluhan pingsan dan nyeri kepala, nyeri ulu hati, sesak dan nyeri
dada dan dirawat di IGD selama 1 hari dan langsung dipulangkan.
Kemudian pada tanggal 2 bulan oktober 2019 pasien masuk ke rumah
sakit kembali dengan keluhan yang sama dan dokter IGD mendiagnosis
dengan cephalgia e.c dyspepsia dan di konsul ke dokter saraf, dan dokter
saraf mendiagnosis vertigo + sinusitis kemudian di konsul ke dokter jiwa
dengan diagnosis depresi disertai keluhan nyeri kepala. Keluhan disertai
dengan lemas dan pingsan, pada saat pasien pasien pingsan merasakan
tangan dan kaki kaku dan pasien masih mendengarkan suara. Gejala ini
sudah berlangsung sekitar 7 hari, biasanya pasien merasakan nyeri ulu
hati, mual, sesak, nyeri dada tembus belakang. Dari hasil pemeriksaan
fisik pasien didapatkan norma. Penyakit ini membuat pasien merasa
gelisah dan susah tidur sehingga mengganggu pekerjaaannya.
Pasien mengatakan setelah lulu SMP pasien dinikahkan oleh orang
tuanya atas kemauan sendiri dan dinikahkan dengan pacarnya. pasien
mengatakan tidak mendapatkan masalah setelah berkeluarga.
Menurut pasien, ia lahir secara normal dibantu oleh dukun dan
tidak mengalami masalah saat lahir. Saat masih SD ia juga mengaku
memiliki banyak teman, Hubungan pasien dengan orangtua dan saudara
serta lingkungan sekitar baik, pasien sangat menyayangi keluarganya
terutama orangtua,. Pasien juga tidak pernah sakit parah dan tidak pernah
dirawat di RS, tidak mengalami trauma, pernah mengalami kejang saat
berumur dibawah 1 tahun. Pada umur 11 tahun pasien mengatakan pernah
mengalami demam tinggi dan merasakan lumpuh pada kedua kaki, tidak
mengkonsumsi alkohol maupun NAPZA.

 Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial (-)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan waktu Senggang (+)
 Faktor Stressor Psikososial
Tidak terdapat gangguan stressor psikososial
 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis
sebelumnya.
 Faktor stressor pekerjaan tidak ada
 Riwayat penyakit fisik pasien tidak ada
 Riwayat penyakit psikis pasien tidak ada

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya.


Terdapat riwayat kejang dan tidak terdapat infeksi berat, trauma, penggunaan
NAPZA, minum minuman beralkohol, dan merokok.
D. Riwayat Kehidupan Peribadi
 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal, cukup bulan, di rumah, dan dibantu oleh dukun. Ibu pasien
tidak pernah sakit berat selama kehamil an.
 Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)
Pasien mendapatkan ASI dari ibunya hingga 2 tahun, pertumbuhan
dan perkembangan sesuai umur, terdapat riwayat kejang, tidak terdapat trauma
atau infeksi pada masa ini.
 Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan perkembangan seperti
anak-anak seusianya.
 Riwayat Pekerjaan (12-18 tahun)
Pada umur 16 tahun pasien sudah menajdi IRT (ibu rumah tangga)
 Riwayat Pernikahan (14-18 tahun)
Pasien menikah pada usia 16 tahun dan belum mempunyai.

E. Riwayat Sekolah
Pasien menyelesaikan pendidikan sampai SMP.
F. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien merupakan anak kelima dari 5 bersaudara dan hubungan bersama ayah, ibu
dan sauadaranya baik. Pasien memiliki seorang suami dan memiliki hubungan
yang baik.
G. Situasi Sekarang
Pasien mengalami gelisah dan susah tidur saat keluhannyaa muncul.
H. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan.
Pasien menyadari dirinya sakit secara penuh, dan membutuhkan pengobatan.
II. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
 Penampilan:
Tampak seorang wanita memakai baju daster hijau lengan pendek
postur tinggi 163 cm. rambut lurus tampak wajah pasien sesuai
umurnya.
 Kesadaran: Compos Mentis
 Perilaku dan aktivitas psikomotor: tampak tenang, melakukan gerakan normal.
 Pembicaraan : Bicara spontan, intonasi baik, artikulasi jelas.
 Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
B. Keadaan afektif
 Mood : Normal
 Afek : Normal
 Keserasian : serasi (appropriate)
 Empati : tidak dapat diraba rasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
 Daya konsentrasi : Baik
 Orientasi : Baik
 Daya ingat
Jangka Pendek : Baik
Jangka sedang : Baik
Jangka Panjang : Baik
 Pikiran abstrak : Baik
 Bakat kreatif : -
 Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

D. Gangguan persepsi
 Halusinasi : Tidak ada
 Ilusi : Tidak ada
 Depersonalisasi : Tidak ada
 Derealisasi : Tidak ada

E. Proses berpikir
 Arus pikiran :
A. Produktivitas : Ide Cukup
B. Kontinuitas : Relevan
C. Hendaya berbahasa : Tidak ada
 Isi Pikiran
A. preokupasi : Tentang penyakitnya
B. Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian impuls
Baik
G. Daya nilai
 Norma sosial : Baik
 Uji daya nilai : Baik
 Penilaian Realitas : Baik
H. Tilikan (insight)
Derajat 4: kesadaran bahwa penyakit disebabkan oleh sesuatu yang tidak
diketahui di dalam diri pasien.
I. Taraf dapat dipercaya
Dapat dipercaya
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
Pemeriksaan fisik :
Status internus: T : 110/70 mmHg, N:80x/menit, S: 36,7 ̊ C, P : 20 x/menit.
GCS : E4M6V5, pupil bundar isokor, reflex cahaya (+)/(+), kongjungtiva tidak
pucat, sclera tidak ikterus, jantung dan paru dalam batas normal, fungsi motorik
dan sensorik ke empat ekstremitas dalam batas normal

Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan Kaku kuduk :
- Pemeriksaan kernig
- Pemeriksaan Brudszinski
2. Pemeriksaan nervus kranial
- Nervus I , Olfaktorius (pembau) (normal)
- Nervus II, opticus (normal)
- Nervus III, Oculomotrius (normal)
- Nervus IV, Throclearis (normal)
- Nervus V, Thrigeminus (normal)
- Nervus VI, Abdusen (normal)
- Nervus VII, Facialis (normal)
- Nervus VIII, Auditorius/ vestibulochoclearis (normal)
- Nervus IX, Glosophariangeal (normal)
- Nervus X, Vagus (normal)
- Nervus XI, Accessorius (normal)
- Nervus XII, Hypoglosal (normal)

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang perempuan 16 tahun sudah menikah masuk ke rumah sakit umum
daerah undata palu di rawat oleh dokter saraf dengan diagnosis cephalgia +
vertigo + sinusiti kemudian di konsul ke dokter jiwa dengan keluhan nyeri
kepala. Keluhan disertai dengan lemas dan pingsan, pada saat pasien pasien
pingsan merasakan tangan dan kaki kaku dan pasien masih mendengarkan suara.
Gejala ini sudah berlangsung sekitar 7 hari, biasanya pasien merasakan nyeri ulu
hati, mual, sesak, nyeri dada tembus belakang. Dari hasil pemeriksaan fisik pasien
didapatkan norma. Penyakit ini membuat pasien merasa gelisah dan susah tidur
sehingga mengganggu pekerjaaannya.
Pasien mengatakan setelah lulu SMP pasien dinikahkan oleh orang tuanya
atas kemauan sendiri dan dinikahkan dengan pacarnya. pasien mengatakan tidak
mendapatkan masalah setelah berkeluarga.
Menurut pasien, ia lahir secara normal dibantu oleh dukun dan tidak
mengalami masalah saat lahir. Saat masih SD ia juga mengaku memiliki banyak
teman, Hubungan pasien dengan orangtua dan saudara serta lingkungan sekitar
baik, pasien sangat menyayangi keluarganya terutama orangtua,. Pasien juga tidak
pernah sakit parah dan tidak pernah dirawat di RS, tidak mengalami trauma,
pernah mengalami kejang saat berumur dibawah 1 tahun. Pada umur 11 tahun
pasien mengatakan pernah mengalami demam tinggi dan merasakan lumpuh pada
kedua kaki.
V. EVALUASI MULTIAKSIAL
 Aksis I:
- Berdasarkan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang bermakna
berupa sakit kepala, nyeri dada tembus belakang dan sesak nafas tetapi pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami Gangguan Jiwa.
- Pada pasien tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realita berupa
halusinasi maupun waham, sehingga pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa
Non Psikotik.
- Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna dan tidak
ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis umum seperti
infeksi berat, trauma, tumor, penggunaan NAPZA, maupun alkohol sehingga,
pasien didiagnosa Gangguan Jiwa Non Psikotik Non Organik.
 Aksis II
Pasien tidak memiliki gangguan kepribadian.
 Aksis III
Pasien didiagnosis sebagai pasien cephalgia +vertigo + sinusitis.
 Aksis IV
Pasien tidak memiliki gangguan di lingkungan
 Aksis V
GAF scale 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, sekolah, dan lain-lain.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik
Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien
memerlukan psikofarmaka.
2. Psikologik
Ditemukan adanya masalah/ stressor psikososial sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
3. Apa yang dialami pasien ketika demam tinggi dan mengalami
kelumpuhan pada kedua kaki ? Dan apakah ada hubungannya dengan
pingsan yang dialami sekarang.
4. Bagaimana cara membedakan kaku, pingsan dan epilepsi?
5. Patofisiologi pasien mengalami gelisah dengan gejala yang lainnya
seperti sakit kepala,sesak nafas, nyeri ulu hati? Perandari
neurotransmitternya.
6. Latar belakang psikologis yang menyebabkan pasien ini mengalami
gangguan/penyakit ?
7. Bagaimana cara adaptasi pada pasien ini ?
8. Apa stressor yang dialami oleh pasien ini ?
9. Apa yang dimksud dengan syncop dan penyebab syncop?
10. Bagaimana cara membedakan syncop dan pingsan akibat psikogenik?
11. DD pada pasien ini ?
12. Diagnosis multiaksial pada pasien ini?
13. Bagaimana penatalaksaan pada kasus ini?
14. Prognosis pada pasien ini ?
15. Follow up pasien

VII. DIAGNOSIS BANDING


a. Gangguan nyeri
b. Gangguan epilepsi
c. Gangguan mall ungery
d. Gangguan puctsius
e. Faktor psikologis mempengaruhi kondisi medis umum

VIII. DIAGNOSIS
Gangguan konversi

VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
 Faktor pendukung :
- Tidak ada gangguan organik
- Ada support keluarga
- Sudah menikah
- Tidak ada faktor genetik
Faktor yang memperburuk :
- Terkena diusia muda

VIII. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi :
 Diazepam 5 mg 2x1
 Trifluoperazine 1 mg dan sanmopril 7,5 mg (2 X 1)
 Psikoterapi suportif
 Konseling
 Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati
dan keinginannya sehingga pasien merasa lega
 Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu kontrol dan minum
obat dengan rutin.
 Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat sembuh
(penyakit terkontrol).
 Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam lingkungan kerja
untuk meningkatkan kepercayaan diri.
 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga
tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu
proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.

IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta
menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek
samping obat yang diberikan.
LEARNING OBJEKTIF

1. Apa yang dialami pasien ketika demam tinggi dan mengalami


kelumpuhan pada kedua kaki ? Dan apakah ada hubungannya dengan
pingsan yang dialami sekarang?
2. Bagaimana cara membedakan kaku, pingsan dan epilepsi?
3. Patofisiologi pasien mengalami gelisah dengan gejala yang lainnya
seperti sakit kepala,sesak nafas, nyeri ulu hati? Perandari
neurotransmitternya.
4. Latar belakang psikologis yang menyebabkan pasien ini mengalami
gangguan/penyakit ?
5. Bagaimana cara adaptasi pada pasien ini ?
6. Apa stressor yang dialami oleh pasien ini ?
7. Apa yang dimksud dengan syncop dan penyebab syncop?
8. Bagaimana cara membedakan syncop dan pingsan akibat psikogenik?
9. DD pada pasien ini ?
10. Diagnosis multiaksial pada pasien ini?
11. Bagaimana penatalaksaan pada kasus ini?
12. Prognosis pada pasien ini ?
13. Follow up pasien

JAWAB

1. Paraplegia. Paraplegia adalah kondisi hilangnya kemampuan untuk


menggerakkan anggota tubuh bagian bawah yang meliputi kedua tungkai dan
panggul. Paraplegia dapat terjadi hanya sementara atau bahkan menjadi permanen
tergantung dari penyebabnya.
a. Paraplegia spastik. Otot-otot tubuh pada bagian yang mengalami kelumpuhan
dalam kondisi kaku dan tegang.
b. Paraplegia flaksid. Otot-otot tubuh pada bagian yang mengalami kelumpuhan
dalam kondisi lemas dan terkulai.

Penyakit paraplegia ini tidak ada hubungannya dengan penyakit yang dialami
sekarang oleh pasien.

2.
Epilepsi Pingsan Psikogenik

Terjatuh atau serangan timbul Jatuh ditempat yang aman, tidak


dimana saja ingin membahayakan dirinya

Ada cedera, seperti lidah tergigit, Tidak ada cedera


luka pada tubuh yang menyebabkan
trauma
Sering mengalami ngompol Tidak ada

Pasien epilepsi tidak mengingat apa Masih bisa menangkap apa yang
yang terjadi pada dirinya selama terjadi disekitarnya, seperti masih
serangan muncul dapat mendengar suara orang
disekitarnya

Ada aura sebelum serangan Tidak Ada


(misalnya kilatan cahaya)
Tidak ada sugesti Terdapat sugesti (seperti ingin
mendapat perhatian)

3. Norepinefrin. Ia menghambat penembakan neuron dalam sistem syaraf pusat,


tetapi membangkitkan otot jantung, usus, dan alat urogenitalia. Stres
merangsang pelepasan norepinefrin. Neurotransmiter ini membantu
mengendalikan kewaspadaan. Terlalu sedikt norepinefrin dikaitkan dengan
depresi, dan jika terlalu banyak maka akan memicu kadaaan gelisah.
Serotonin. Terlibat dalam pengaturan tidur, suasana hati, perhatian, dan
belajar. Dalam mengatur tidur dan bangun, serotonin bekerjasama dengan
asetilkolin dan norepinefin. Tingkat serotonin yang rendah dikaitkan dengan
depresi. Obat anti depresi Prozac bekerja dengan cara meningkatkn tingkat
serotonin dalam otak.
4. Latar belakang psikologis
a. Faktor Psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh
represi konflik intrapsikik yang tidak disadari dan konversi ansietas
menjadi suatu gejala fisik. Konflik tersebut adalah antara impuls
berdasarkan insting (contohnya agresi atau seksualitas) dan larangan
pengungkapan ekspresi. Gejalanya memungkinkan ekspresi parsial
keinginan atau dorongan terlarang, tetapi menyamarkannya sehingga
pasien dapat menghindari secara sadar untuk menghadapi inpuls yang
tidak dapat diterima tersebut; yaitu, gejala gangguan konversi memiliki
hubungan simbolik dengan konflik yang tidak disadari. Gejala
gangguan konversi juga memungkinkan pasien menyampaikan bahwa
mereka membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus. Gejala tersebut
dapat berfungsi sebagai cara nonverbal untuk mengendalikan atau
memanipulasi orang lain.
b. Faktor Biologis
Semakin banyak data yang mengaitkan faktor biologis dan
neuropsikologis didalam timbulnya gejala gangguan konversi. Studi
pencitraan otak sebelumnya menemukan adanya hipometabolisme
hemisfer dominan dan hipermetabolisme hemisfer nondominan dan
mengaitkan hubungan hemisfer yang terganggu sebagai penyebab
gangguan konversi. Gejalanya dapat disebabkan oleh bangkitan
korteks berlebihan yang mematikan lengkung umpan balik negatif
antara korteks serebri dengan formasio retikularis batang otak.
Selanjutnya, peningkatan kadar keluaran kortikofugal menghambat
kesadaran pasien akan sensasi yang berkaitan dengan tubuh, yang pada
sebagian pasien dengan gangguan konversi dapat menjelaskan adanya
defisit sensorik yang dapat diamati. Uji neuropsikologis kadang-
kadang mengungkap gangguan serebral yang samar pada komunikasi
verbal, daya ingat, kewaspadaan, inkongruitas afektif, dan perhatian
pada pasien ini.
c. Teori Pembelajaran
Dalam hal teori pembelajaran yang dipelajari, gejala konversi dapat
dilihat sebagai bagian dari perilaku yang dipelajari secara klasik, gejala
penyakit, yang dipelajari saat masa kanak-kanak, dikedepankan
sebagai cara beradaptasi dengan situasi yang tidak mungkin.
5. Mekanisme pertahanan diri atau yang biasa disebut "Defence Mechanisms"
merupakan bentuk pertahanan diri dari setiap individu. Sebagian dari cara
individu untuk mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress ataupun konflik
adalah dengan melakukan mekanisme pertahanan diri baik yang dia lakukan
secara sadar ataupun tidak. Sigmund Freud menggunakan istilah mekanisme
pertahanan diri (Defence Mechanisms) untuk menunjukkan proses tdak sadar
yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikkan kenyataan.
Artinya mekanisme pertahanan diri ini merupakan bentuk penipuan diri.
Mekanisme pertahanan diri itu sebenarnya ada 11, tapi disini saya akan
menjabarkan 7 mekanisme yang paling sering dipakai, yaitu:

1) Represi (Repression)
Merupakan cara individu untuk menekan perasaan frustasi, konflik
batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan
kecemasan. individu mencoba merepresikan perasaannya dengan
melakukan usaha seperti, lebih sering mengomunikasikan berita baik
daripada berita buruk, selalu mengingat hal positif daripada hal yang
negatif. contoh, individu bermimpi bahwa orang tersayangnya meninggal
dunia. ini akan menimbulkan kecemasan dari dalam dirinya. Untuk
menekan perasaan cemasnya, dia mencoba berfikir positif, bahwa yang
tadi dia mimpikan tidak akan mungkin terjadi.
2) Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Individu melakukan pembentukan reaksi ketika dia berusaha
menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya dan
menampilkan wajah yang berlawanan dari ekspresi wajah yang
berlawanan dengan yang sebenarnya. Sigmund Freud berpendapat bahwa
pembentukan reaksi digunakan banyak orang yang kelihatannya
"bermoral" sebenarnya berjuang dengan susah payah melawn
ketidakbermoralan mereka sendiri. Contohnya, seorang ustad yang
berkotbah menentang Free Sex (Sex bebas) pada kalangan remaja, ternyata
dia sendiri melakukan hal tersebut. Apakah pendeta berperilaku suci
karena sebenarnya merasa jahat dan tidak suci?? Pembentukan reaksi
(Reaction Formation) merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri
yang paling sering digunakan di kalangan masyarakat.
3) Fiksasi
Fiksasi merupakan bentuk pertahanan diri dimana individu
dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustasi dan
mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak
sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan
normalnya terhenti untuk sementar atau selamanya. Fikasi menyebabkan
individu menjadi tergantung kepada individu yang lain. Contoh, seorang
remaja yang disuruh orang tuanya mencari pekerjaan. remaja tersebut
merasa kalau dia kerja nanti, akan ada masalah-masalah baru terutama
dalam dirinya. Seperti, dimarahi atasan, tidak diterima pekerjaan, diejek
temannya karena pekerjaan yang sebagai pelayan, ataupun yang lainnya.
Hal ini membuat individu tadi terfikasi dan akhirnya tidak jadi bekerja.
Hal ini bisa berlangsung sementara atau selamanya.
4) Pengalihan(Displacement)
Pengalihan merupakan bentuk pertahanan diri menghadapi anxietas
adalah dengan cara memindahkannya dari objek yang mengancam kepada
objek yang lebih aman hostilitasnya di rumah kepada anak-anaknya.
contohnya, seorang mahasiswa yang dimarahi dosennya karena telat
mengumpulkan tugas, akan mencoba mencari bentuk pengalihan seperti
bermain tinju untuk melampiaskan amarahnya, atau bermain game. Intinya
dia mencari objek lain sebagai bentuk pengalihan dari rasa amarah, cemas,
takut, dll. Ini juga merupakan mekanisme pertahanan diri yang sering
dipakai.
5) Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme pertahanan diri dimana impuls yang
menyebabkan kecemasan dikeluarkan dengan cara mengarahkan
kecemasan tersebut ke orang lain. jadi intinya, kecemasan yang
dihadapinya dilampiaskan ke orang lain. Akan tetapi, hal ini berbeda
dengan pengalihan. Contoh dari proyeksi misalnya, seorang laki-laki
menyukai seorang wanita, ketika ditanya sahabat dari laki-laki ini, laki-
laki tersebut mengatakan bahwa wanita itulah yang menyukai dan
mengejar-ngejar dia. Dia mencoba memproyeksikan kecemasanya.
6) Rasionalisasi
Bentuk mekanisme pertahanan diri adalah cara individu
memproduksi alasan-asalan "baik" untuk menjelaskan egonya yang
terhantam. Rasionalisasi membantu untuk membenarkan berbagai tingkah
laku spesifik dan membantu untuk melemahkan pukulan yang berkaitan
dengan kekecewaan. contohnya, seorang mahasiswa yang telat datang ke
kampus. Ketika ditanya dosen, dia mengatakan bahwa di jalan macet.
Padahal yang sebenarnya, bahwa dia telat bangun pagi. Dia menggunakan
alasan "MACET" sebagai bentuk suatu yang dapat diterima akal
(rasional).
7) Menyangkal Kenyataan (Denial)
Penyangkalan merupakan sebuah tindakan menolak mengaku adanya
stimulus yang menyebabkan timbulnya rasa cemas. Bila individu
menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan dengan maksud untuk
melindungi dirinya sendiri. Contohnya, seorang anak yang telah divonis
dokter mengidap kanker hati, ketika anak tersebut menanyakan kepada
orang tuanya sakit apa yang sedang diidapnya, orang tua menjawab bahwa
kamu hanya sakit perut biasa, nanti minum obat juga sembuh. Orang
tuanya mencoba menyangkal kenyataan yang ada, agar tidak menimbulkan
kecemasan. Intinya berbohong kepada diri sendiri.
6. Faktor stressor
a. Menikah muda umur 16 tahun
b. Perbedaan umur dengan suami
c. Pasien memiliki riwayat penyakit sinusitis

7. Pengertian syncope Syncope merupakan suatu mekanisme tubuh dalam


mengantisipasi perubahan suplai darah ke otak dan biasanya terjadi secara
mendadak dan sebentar atau kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh
serta kemampuan untuk berdiri karena pengurangan aliran darah ke otak.
Pingsan, "blacking out", atau syncope juga bisa diartikan sebagai kehilangan
kesadaran sementara yang diikuti oleh kembalinya kesiagaan penuh. Pingsan
merupakan suatu bentuk usaha terakhir tubuh dalam mempertahankan
kekurangan zat-zat penting untuk di suplai ke otak seperti oksigen dan
substansi-substansi lain (glukosa) dari kerusakan yang bisa permanen.
Penyebab syncope Faktor yang dapat memicu terjadinya syncope dibagi
menjadi 2 yaitu: faktor psikogenik (rasa takut, tegang, stres emosional, rasa
nyeri hebat yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan rasa ngeri
melihat darah atau peralatan kedokteran seperti jarum suntik) dan Faktor non
psikogenik (posisi duduk tegak, rasa lapar, kondisi fisik yang jelek, dan
lingkungan yang panas, lembab dan padat). Adapun penyebab syncope paling
sering dibedakan menjadi beberapa bagian diantaranya yaitu:
a. Kardiak (Jantung) dan pembuluh darah - Sumbatan Jantung
Gangguan pada jantung bisa disebabkan adanya sumbatan (obstruksi) pada
jantung sumbatan ini bisa disebabkan gangguan katup jantung, adanya
tumor dan pembesaran otot-otot jantung serta penyakitpenyakit jantung. -
Listrik Jantung Gangguan listrik jantung menyebabkan gangguan irama dan
frekuensi denyutan jantung sehingga volume darah yang dipompa ke tubuh
dan yang sampai ke otak juga akan berkurang. - Vertebrobasilar system
Penyempitan pada pembuluh darah yang dikarenakan faktor umur,
merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan diabetes. Sistim
vertebrobasilar ini berisiko untuk terjadi penyempitan, dan jika ada
gangguan sementara pada aliran darah ke otak tengah (midbrain) dan
reticular activating system, pingsan atau syncope mungkin terjadi.
b. Persyarafan - Vasovagal
syncope Di dalam tubuh manusia terdapat system reflek pada saraf yang
secara tidak sadar reflek saraf ini bisa menyebabkan penurunan tekanan
darah mendadak.

8.
Syncop Pingsan Psikogenik

Terjatuh secara tiba tanpa berfikir Jatuh ditempat yang aman, tidak
dimana tempatnya ingin membahayakan dirinya

Kadang menimbulkan cedera Tidak ada cedera

Masih mengingat kejadian Masih bisa menangkap apa yang


terjadi disekitarnya, seperti masih
dapat mendengar suara orang
disekitarnya

9. Diagnosis banding kasus


a. Gangguan nyeri
b. Gangguan epilepsi
c. Gangguan mall ungery
d. Gangguan puctsius
e. Faktor psikologis mempengaruhi kondisi medis umum

10. Diagnosis multiaksial


a. Aksis I:
- Berdasarkan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa sakit kepala, nyeri dada tembus belakang dan
sesak nafas tetapi pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil normal,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan
Jiwa.
- Pada pasien tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realita
berupa halusinasi maupun waham, sehingga pasien didiagnosa
sebagai Gangguan Jiwa Non Psikotik.
- Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna
dan tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi
gangguan medis umum seperti infeksi berat, trauma, tumor,
penggunaan NAPZA, maupun alkohol sehingga, pasien didiagnosa
Gangguan Jiwa Non Psikotik Non Organik.
b. Aksis II
Pasien tidak memiliki gangguan kepribadian.
c. Aksis III
Pasien didiagnosis sebagai pasien cephalgia +vertigo + sinusitis.
d. Aksis IV
Pasien tidak memiliki gangguan di lingkungan
e. Aksis V
GAF scale 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan
dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dan lain-lain.

11. Penatalaksaan
a. Farmakoterapi :
- Diazepam 5 mg 2x1
- Trifluoperazine 1 mg dan sanmopril 7,5 mg (2 X 1)
b. Psikoterapi suportif
- Konseling
- Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa
lega
- Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu
kontrol dan minum obat dengan rutin.
- Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat
sembuh (penyakit terkontrol).
- Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam
lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.
c. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan
berkala.
12. Prognosis
Dubia ad bonam
Faktor pendukung :
- Tidak ada gangguan organik
- Ada support keluarga
- Sudah menikah
- Tidak ada faktor genetik

Faktor yang memperburuk :


- Terkena diusia muda

13. Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai
efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping
obat yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai