Anda di halaman 1dari 81

RUU Perkoperasian draft

bersih- 10 juli 2019 RK6


final update 19.00.doc

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PERKOPERASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa koperasi merupakan bagian penting dari tata


penyelenggaraan ekonomi nasional untuk
mewujudkan demokrasi ekonomi Indonesia
sehingga perlu disusun sistem perekonomian
nasional yang mengutamakan usaha bersama dan
asas kekeluargaan agar mampu mengelola sumber
daya ekonomi dalam rangka melindungi,
mencerdaskan, dan menyejahterakan anggota
maupun masyarakat secara mandiri dan
berkelanjutan, berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa berdasarkan tuntutan perubahan kondisi
masyarakat yang berkembang baik secara nasional
maupun global diperlukan keberpihakan kebijakan
demokrasi ekonomi yang memberikan kesempatan,
dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat
melalui koperasi sebagai pilar utama ekonomi
nasional;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian sebagai dasar pengembangan
koperasi perlu disesuaikan dengan kebutuhan
hukum, perkembangan kondisi masyarakat, dan
kebijakan regulasi saat ini sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang
Perkoperasian;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan
ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam
rangka Demokrasi Ekonomi;
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Koperasi adalah sekumpulan orang yang bersatu
secara sukarela dan bersifat otonom untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial,
dan budaya melalui usaha bersama yang
diselenggarakan secara demokratis dan profesional
berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong.
2. Perkoperasian adalah seluruh aspek yang
menyangkut kehidupan Koperasi.
3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh
dan beranggotakan orang perseorangan.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan
oleh dan beranggotakan sejumlah Koperasi.
5. Koperasi Syariah adalah Koperasi Primer dan/atau
Koperasi Sekunder yang didirikan dan dikelola
berdasarkan prinsip syariah.
6. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan Koperasi berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia.
7. Anggota Koperasi yang selanjutnya disebut Anggota
adalah orang perseorangan atau Koperasi yang
bergabung secara sukarela setelah memenuhi syarat
keanggotaan sesuai dengan anggaran dasar.
8. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
9. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi
yang bertanggung jawab dalam pengelolaan
organisasi dan usaha.
10. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi
yang bertanggung jawab mengawasi pengelolaan
organisasi dan usaha serta memberikan saran
kepada Pengurus.
11. Anggaran Dasar adalah aturan tertulis sebagai
dasar pengelolaan Koperasi yang disusun
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
12. Ekuitas adalah modal atau kekayaan Koperasi.
13. Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang wajib
dibayarkan oleh Anggota kepada Koperasi pada
saat masuk menjadi Anggota sebagai modal
kontribusi dari Anggota yang hanya dapat diambil
saat keanggotaan berakhir.
14. Simpanan Wajib adalah sejumlah uang yang wajib
dibayar oleh Anggota kepada Koperasi selama
masa keanggotaan sebagai modal kontribusi dari
Anggota yang hanya dapat diambil saat
keanggotaan berakhir.
15. Simpanan Khusus adalah sejumlah uang yang
dibayar oleh Anggota kepada Koperasi sebagai
modal kontribusi dari Anggota yang dapat
memperoleh jasa tertentu dan dapat diambil saat
keanggotaan berakhir atau dapat dialihkan kepada
Anggota lain selama masa keanggotaan.
16. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang
kepada Koperasi dengan sukarela dan tidak
mengikat sebagai modal usaha.
17. Selisih Hasil Usaha Koperasi adalah pendapatan
Koperasi dalam 1 (satu) tahun buku setelah
dikurangi beban pokok, beban operasional, dan
beban Perkoperasian.
18. Cadangan adalah sejumlah uang yang disisihkan
dari surplus hasil usaha dan/atau laba usaha
untuk memupuk modal, menutup kerugian,
dan/atau mengembangkan usaha Koperasi.
19. Pinjaman adalah sejumlah uang yang dipinjamkan
oleh Koperasi kepada Anggota, Koperasi
Sekundernya, dan Koperasi lain dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.
20. Pembiayaan Syariah adalah penyediaan dana,
tagihan, atau yang dipersamakan dengan itu yang
berupa transaksi pinjam-meminjam, bagi hasil,
sewa-menyewa, jual beli, dan bentuk lainnya
sesuai dengan Prinsip Syariah.
21. Usaha Simpan Pinjam adalah kegiatan
menghimpun dan menyalurkan dana dari dan
untuk Anggota.
22. Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
adalah kegiatan menghimpun dan menyalurkan
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

dana dari dan untuk Anggota sesuai dengan


Prinsip Syariah.
23. Restrukturisasi Koperasi adalah proses mengubah
struktur Koperasi untuk pengembangan dan/atau
efisiensi Koperasi yang mencakup usaha,
kelembagaan, utang, dan modal sesuai dengan
kepentingan Anggota yang meliputi penggabungan,
peleburan, pemisahan, dan pengintegrasian.
24. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh 1 (satu) Koperasi atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan Koperasi lain, yang
mengakibatkan hak dan kewajiban dari Koperasi
yang menggabungkan diri beralih kepada Koperasi
yang menerima Penggabungan dan selanjutnya
status badan hukum Koperasi yang
menggabungkan diri berakhir.
25. Peleburan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh 2 (dua) Koperasi atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan 1 (satu)
Koperasi baru yang memperoleh hak dan
kewajiban dari Koperasi yang meleburkan diri dan
selanjutnya status badan hukum Koperasi yang
meleburkan diri berakhir.
26. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh Koperasi untuk memisahkan usaha
yang mengakibatkan sebagian hak dan kewajiban
Koperasi beralih kepada 1 (satu) Koperasi atau
lebih sebagai hasil dari Pemisahan.
27. Pengintegrasian adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh 3 (tiga) Koperasi atau lebih yang
mengintegrasikan diri dengan mendirikan 1 (satu)
Koperasi Sekunder atau Koperasi Primer yang
berfungsi sebagai induk usaha bersama yang dapat
memiliki 1 (satu) badan hukum lain atau lebih.
28. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi
Koperasi dan kegiatan Perkoperasian yang bersifat
terpadu untuk memperjuangkan kepentingan dan
menyalurkan aspirasi Koperasi menuju
tercapainya cita-cita dan tujuan Koperasi.
29. Hari adalah hari kerja.
30. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
31. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang
dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
32. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3
Koperasi berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong
royong.

Pasal 4
Koperasi bertujuan melindungi, mencerdaskan, dan
memajukan kesejahteraan Anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya, serta ikut
mewujudkan demokrasi ekonomi.

Pasal 5
Fungsi dan peran Koperasi adalah:
a. membangun dan mengembangkan potensi serta
kemampuan ekonomi Anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosial;
b. berperan serta secara aktif dalam upaya
meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat;
c. memperkukuh perekonomian rakyat sebagai dasar
kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional
dengan Koperasi sebagai pilar utama ekonomi
nasional;
d. mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong;
dan
e. menjadi mitra Pemerintah Pusat, mitra Pemerintah
Daerah, mitra sejajar usaha swasta, serta mitra
sejajar badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah dalam rangka mempercepat
penurunan tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi
untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi,
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

meningkatkan peluang dan lapangan kerja, serta


meningkatkan pembangunan berkelanjutan.

BAB II
NILAI DAN PRINSIP

Pasal 6
(1) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4, Koperasi melaksanakan dan
mengembangkan kegiatan dan usaha berdasarkan
nilai dan prinsip Koperasi.
(2) Nilai Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. menolong diri sendiri;
b. bertanggung jawab;
c. demokratis;
d. persamaan;
e. keadilan; dan
f. kesetiakawanan.
(3) Selain nilai Koperasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Anggota Koperasi juga menjunjung nilai-
nilai etika:
a. kejujuran;
b. keterbukaan;
c. tanggung jawab sosial; dan
d. kepedulian terhadap sesama.
(4) Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. keanggotaan sukarela dan terbuka;
b. pengendalian oleh Anggota secara demokratis;
c. partisipasi Anggota;
d. otonomi dan kemandirian;
e. pendidikan, pelatihan, dan informasi
Perkoperasian;
f. kerja sama antar-Koperasi; dan
g. kepedulian terhadap masyarakat dan
lingkungan.

BAB III
STATUS, BENTUK, PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR,
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN
PENGUMUMAN

Bagian Kesatu
Status dan Bentuk Koperasi

Pasal 7
(1) Koperasi merupakan badan hukum.
(2) Koperasi memperoleh status badan hukum setelah
akta pendiriannya disahkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum.

Pasal 8
Koperasi dapat berbentuk:
a. Koperasi Primer; atau
b. Koperasi Sekunder.

Pasal 9
Koperasi Sekunder menjalankan fungsi subsidiaritas
untuk mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas
pencapaian tujuan Anggotanya.

Bagian Kedua
Pendirian

Pasal 10
(1) Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 9
(sembilan) orang.
(2) Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3
(tiga) Koperasi.

Pasal 11
(1) Pendirian Koperasi dilakukan melalui rapat
pendirian yang dihadiri oleh pendiri dan didahului
dengan penyuluhan tentang Perkoperasian oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
(2) Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 dilakukan dengan akta pendirian yang
dibuat oleh notaris dalam bahasa Indonesia dengan
melampirkan rekomendasi pendirian Koperasi.
(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah.

Pasal 12
(1) Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan
keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian
Koperasi.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat
tinggal, dan pekerjaan bagi pendiri Koperasi
Primer atau nama, tempat kedudukan, dan
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

alamat lengkap, serta nomor dan tanggal


pengesahan badan hukum Koperasi bagi pendiri
Koperasi Sekunder; dan
b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan Pengawas
dan Pengurus yang pertama kali diangkat.

Pasal 13
(1) Akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2) dan rekomendasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (3) disampaikan oleh kuasa
pendiri melalui notaris kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
Hari sejak akta pendirian ditandatangani.
(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum mengesahkan akta
pendirian sebagai badan hukum dalam waktu paling
lama 3 (tiga) Hari sejak permohonan diterima.

Pasal 14
(1) Dalam hal setelah akta pendirian Koperasi
disahkan, Anggota Koperasi berkurang dari jumlah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Koperasi
yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah
minimal keanggotaan dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan sejak dihapusnya Anggota dari
buku daftar Anggota.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Anggota Koperasi tetap kurang dari
jumlah minimal keanggotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Menteri membubarkan
Koperasi.
(3) Koperasi wajib melaksanakan usaha dalam waktu
paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal pengesahan
akta pendirian Koperasi.
(4) Apabila Koperasi tidak melaksanakan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri
membubarkan Koperasi.

Bagian Ketiga
Anggaran Dasar

Pasal 15
(1) Anggaran Dasar memuat paling sedikit:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. domisili Anggota;
c. tujuan dan usaha Koperasi;
d. jangka waktu berdirinya Koperasi;
e. ketentuan mengenai Anggota, Pengurus, dan
Pengawas;
f. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
g. ketentuan mengenai modal dan utang Koperasi;
h. ketentuan mengenai pembagian surplus hasil
usaha dan laba usaha, serta pembebanan defisit
dan/atau rugi usaha;
i. ketentuan mengenai laporan
pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas;
j. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
k. ketentuan mengenai pembubaran,
Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, dan
Pengintegrasian;
l. ketentuan mengenai sanksi; dan
m. ketentuan mengenai pendidikan, pelatihan, dan
informasi Perkoperasian.
(2) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak boleh memuat ketentuan tentang
pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau
pihak lain.

Pasal 16
(1) Koperasi tidak boleh memakai nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain;
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau
kesusilaan; dan/atau
c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara,
lembaga Pemerintah Pusat, lembaga Pemerintah
Daerah, atau lembaga internasional, kecuali
apabila mendapat izin dari lembaga yang
bersangkutan.
(2) Nama Koperasi harus didahului dengan kata
“Koperasi”.
(3) Nama Koperasi Sekunder harus didahului dengan
kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan
dalam tanda kurung ”(Skd)”.
(4) Sebelum mengajukan permohonan pengesahan akta
pendirian, pendiri atau notaris terlebih dahulu
mengajukan permohonan persetujuan nama
Koperasi melalui jasa teknologi informasi kepada
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

menteri yang menyelenggarakan urusan


pemerintahan di bidang hukum.
(5) Setiap orang dilarang memakai kata “Koperasi”
sebagai nama badan usaha yang berbentuk selain
badan hukum Koperasi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemakaian nama
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (5) serta tata cara pengajuan
permohonan pengesahan akta pendirian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Perubahan Anggaran Dasar

Pasal 17
(1) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) hanya boleh diubah oleh Rapat
Anggota.
(2) Perubahan Anggaran Dasar tidak boleh dilakukan
pada saat Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali
atas persetujuan pengadilan.
(3) Persetujuan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilampirkan dalam permohonan
perubahan Anggaran Dasar kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum.

Pasal 18
(1) Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dapat
dilakukan terhadap:
a. nama;
b. tujuan;
c. usaha;
d. Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, dan
Pengintegrasian; dan/atau
e. jangka waktu berdirinya Koperasi.
(2) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mendapat pengesahan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum setelah mendapatkan rekomendasi
dari Menteri.
(3) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dimuat atau dinyatakan dalam akta
notaris dalam bahasa Indonesia.
(4) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal
pengesahan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum.

Pasal 19
(1) Dalam hal perubahan Anggaran Dasar terkait
dengan jangka waktu berdirinya Koperasi, Pengurus
berdasarkan keputusan Rapat Anggota dapat
mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu berdirinya Koperasi kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum.
(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling
lama 90 (sembilan puluh) Hari sebelum jangka
waktu berdirinya Koperasi berakhir.
(3) Keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum atas permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari
setelah permohonan diterima dengan lengkap.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum tidak
memberikan keputusan, keputusan Rapat Anggota
mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya
Koperasi dianggap sah.
(5) Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum tidak menetapkan
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
perubahan Anggaran Dasar mulai berlaku sejak 1
(satu) Hari setelah keputusan Rapat Anggota
dianggap sah sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 20
(1) Perubahan Anggaran Dasar Koperasi selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)
harus diberitahukan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) Hari terhitung sejak akta perubahan
Anggaran Dasar dibuat dan ditandatangani.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

(2) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) berlaku sejak tanggal diterbitkannya
surat pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.

Pasal 21
Permohonan pengesahan atas perubahan Anggaran
Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ditolak
apabila:
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai
perubahan Anggaran Dasar; dan/atau
b. isi perubahan Anggaran Dasar bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

Bagian Kelima
Pengumuman

Pasal 22
(1) Keputusan pengesahan akta pendirian Koperasi dan
pengesahan akta perubahan Anggaran Dasar
diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Menteri.

Pasal 23
Koperasi dapat mengajukan permohonan
pengumuman Anggaran Dasar Koperasi dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia kepada
Menteri.

Pasal 24
(1) Menteri menyelenggarakan daftar umum Koperasi
(2) Daftar umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terbuka untuk umum.

Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
pendirian, Anggaran Dasar, perubahan Anggaran
Dasar, dan pengumuman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 24 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 26
(1) Anggota terdiri atas orang perseorangan atau
Koperasi yang bergabung secara sukarela.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan warga negara Indonesia yang mampu
melakukan tindakan hukum atau Koperasi
Indonesia.
(3) Anggota merupakan pemilik sekaligus pengguna
jasa Koperasi.
(4) Setiap Anggota berhak mendapatkan pendidikan,
pelatihan, dan informasi Perkoperasian dari
Koperasi.
(5) Keanggotaan Koperasi wajib dicatat dalam buku
daftar Anggota.
(6) Keanggotaan Koperasi tidak dapat
dipindahtangankan.

Pasal 27
Ketentuan mengenai persyaratan, hak, dan kewajiban
Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 28
(1) Koperasi menjatuhkan sanksi kepada Anggota yang:
a. tidak mematuhi Anggaran Dasar, anggaran
rumah tangga, dan keputusan Rapat Anggota;
atau
b. tidak berpartisipasi aktif dalam kepemilikan dan
usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi.
(2) Ketentuan mengenai sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar.

BAB V
PERANGKAT ORGANISASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 29
(1) Koperasi memiliki perangkat organisasi yang terdiri
atas:
a. Rapat Anggota;
b. Pengurus; dan
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

c. Pengawas.
(2) Selain memiliki perangkat organisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Koperasi Syariah wajib
memiliki dewan pengawas syariah.

Bagian Kedua
Rapat Anggota

Pasal 30
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi dalam Koperasi.

Pasal 31
Rapat Anggota berwenang:
a. menetapkan kebijakan umum Koperasi;
b. menetapkan dan mengubah Anggaran Dasar;
c. memilih, mengangkat, memberhentikan, dan
mengganti Pengurus dan Pengawas;
d. mengangkat, menetapkan, dan memberhentikan
dewan pengawas syariah untuk Koperasi Syariah;
e. menetapkan rencana kerja serta rencana anggaran
pendapatan dan belanja Koperasi;
f. menetapkan rencana pendidikan, pelatihan, dan
informasi Perkoperasian;
g. menerima atau menolak pertanggungjawaban
Pengurus dan Pengawas;
h. menetapkan pembagian surplus hasil usaha dan
laba usaha serta pembebanan defisit dan/atau rugi
usaha;
i. menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat
dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama
Koperasi;
j. menetapkan Penggabungan, Peleburan, Pemisahan,
Pengintegrasian, dan pembubaran Koperasi; dan
k. menetapkan keputusan lain dalam batas yang
ditentukan oleh Undang-Undang ini.

Pasal 32
(1) Rapat Anggota diselenggarakan oleh Pengurus.
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh Anggota, Pengurus, dan
Pengawas.
(3) Selain dihadiri oleh Anggota, Pengurus, dan
Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Rapat Anggota Koperasi Syariah dihadiri oleh dewan
pengawas syariah.

Pasal 33
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan
musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Dalam hal tidak diperoleh keputusan berdasarkan
musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak.
(3) Setiap Anggota memiliki 1 (satu) hak suara dalam
Rapat Anggota.
(4) Hak suara Anggota Koperasi Sekunder diatur secara
proporsional dalam Anggaran Dasar berdasarkan
jumlah Anggota masing-masing.
(5) Pada setiap penyelenggaraan Rapat Anggota harus
dibuat berita acara yang dilampiri risalah Rapat
Anggota dan ditandatangani oleh pimpinan rapat.

Pasal 34
Koperasi dapat menyelenggarakan Rapat Anggota
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.

Pasal 35
(1) Koperasi Primer yang jumlah Anggotanya paling
sedikit 500 (lima ratus) orang dan/atau yang
mengalami kendala geografis dapat
menyelenggarakan Rapat Anggota melalui delegasi
Anggota.
(2) Ketentuan mengenai Rapat Anggota melalui delegasi
Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Anggaran Dasar.

Pasal 36
(1) Rapat Anggota sah apabila:
a. dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) dari
jumlah Anggota yang tercatat dalam daftar
Anggota; dan
b. dilaksanakan sesuai dengan persyaratan dan
tata cara Rapat Anggota yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
(2) Keputusan Rapat Anggota yang diselenggarakan
untuk memutuskan perubahan nama, tujuan,
usaha, jangka waktu berdirinya Koperasi,
Penggabungan, Peleburan, Pemisahan,
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Pengintegrasian, atau pembubaran dinyatakan sah


apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
dari jumlah Anggota yang hadir.
(3) Keputusan Rapat Anggota di luar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah apabila
disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) dari
jumlah Anggota yang hadir.

Pasal 37
Rapat Anggota wajib diselenggarakan paling sedikit
1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 38
(1) Rapat Anggota tentang laporan pertanggungjawaban
Pengurus dan Pengawas yang dilaksanakan 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun disebut dengan Rapat
Anggota Tahunan.
(2) Rapat Anggota Tahunan Koperasi Primer
diselenggarakan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tahun buku Koperasi berakhir.
(3) Rapat Anggota Tahunan Koperasi Sekunder
diselenggarakan paling lama 5 (lima) bulan terhitung
sejak tahun buku Koperasi berakhir.
(4) Koperasi yang tidak melaksanakan Rapat Anggota
Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis paling banyak 2 (dua) kali;
dan/atau
b. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai
Pengurus atau Pengawas Koperasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan dan pelaksanaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Pasal 39
(1) Dalam hal Pengurus tidak menyelenggarakan Rapat
Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (1) dan Rapat Anggota Tahunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38, Pengawas dan/atau
Anggota menyelenggarakan Rapat Anggota.
(2) Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Pengawas dan/atau atas usul
paling sedikit 1/5 (satu perlima) dari jumlah
Anggota.

Pasal 40
(1) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 tidak tercapai, diselenggarakan Rapat
Anggota kedua paling cepat 7 (tujuh) Hari dan paling
lama 30 (tiga puluh) Hari dihitung dari tanggal
penyelenggaraan Rapat Anggota pertama yang tidak
memenuhi kuorum.
(2) Dalam hal kuorum Rapat Anggota kedua
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
kuorum ditetapkan oleh ketua pengadilan atas
permohonan Pengurus, Pengawas, dan/atau
Anggota pengusul.

Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara penyelenggaraan Rapat Anggota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 40
diatur dalam Anggaran Dasar.

Bagian Ketiga
Pengurus

Pasal 42
(1) Pengurus dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat
Anggota.
(2) Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan:
a. telah menjadi Anggota Koperasi paling sedikit 2
(dua) tahun dan aktif sebagai Anggota;
b. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau
pengalaman tentang pengelolaan organisasi dan
usaha;
c. tidak pernah dinyatakan pailit;
d. tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus
suatu Koperasi, komisaris, atau direksi suatu
perusahaan yang dinyatakan bersalah karena
menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu
dinyatakan pailit; dan
e. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
pidana yang merugikan Koperasi, perusahaan,
keuangan negara, dan/atau sektor keuangan
lain, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatan.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

(3) Dalam hal pendirian Koperasi baru, persyaratan


Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dapat dikecualikan.
(4) Pengurus Koperasi Sekunder dipilih dari perwakilan
Koperasi.
(5) Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
merupakan Pengurus, Pengawas, dan/atau Anggota
yang diberi mandat untuk mewakili Koperasinya.
(6) Masa jabatan Pengurus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling lama 5 (lima) tahun dan
Pengurus dapat dipilih kembali sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar.
(7) Pengurus dilarang merangkap jabatan sebagai
Pengawas atau dewan pengawas syariah pada
Koperasi yang sama.
(8) Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi
Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 43
(1) Pengurus bertugas:
a. mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran
Dasar;
b. meningkatkan kesejahteraan Anggota;
c. menyusun rencana kerja serta rencana anggaran
pendapatan dan belanja Koperasi;
d. menyusun laporan keuangan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e. menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan
informasi Perkoperasian;
f. menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan
informasi Perkoperasian;
g. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan
inventaris secara tertib;
h. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara
efektif dan efisien;
i. memelihara:
1. buku daftar Anggota;
2. buku daftar Pengawas;
3. buku daftar Pengurus;
4. buku daftar Simpanan Pokok, Simpanan
Wajib, dan Simpanan Khusus;
5. buku tabungan Anggota;
6. risalah Rapat Anggota; dan
7. dokumen atau catatan penting yang berkaitan
dengan kegiatan Koperasi.
j. menyusun laporan pertanggungjawaban;
k. menyampaikan laporan perkembangan
kelembagaan, usaha, dan keuangan secara
berkala kepada Menteri/gubernur/bupati/wali
kota;
l. melakukan upaya lain untuk kepentingan,
kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi sesuai
dengan wewenang dan/atau keputusan Rapat
Anggota;
m. memberikan keterangan kepada pengawas
eksternal jika diperlukan; dan
n. memenuhi kewajiban lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengurus berwenang:
a. memutuskan penerimaan dan penolakan
Anggota baru serta pemberhentian Anggota
sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
b. mengangkat karyawan;
c. mewakili Koperasi di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan batasan yang
ditetapkan Undang-Undang dan Anggaran
Dasar;
d. melakukan perjanjian kerja sama antar-Koperasi
atau dengan badan usaha lain;
e. menjatuhkan sanksi kepada Anggota sesuai
dengan ketentuan Anggaran Dasar; dan
f. memanfaatkan jasa audit dari akuntan publik.
(3) Laporan pertanggungjawaban Pengurus disusun
berdasarkan pelaksanaan tugas Pengurus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wewenang
Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
disampaikan kepada Rapat Anggota.
(4) Pengurus yang tidak melaksanakan tugasnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k
dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis paling banyak 2 (dua) kali;
b. pengumuman dalam media massa; dan/atau
c. pencabutan izin Usaha Simpan Pinjam atau
Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan dan pelaksanaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Pasal 44
(1) Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi
apabila:
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara
Koperasi dengan Pengurus yang bersangkutan;
atau
b. Pengurus yang bersangkutan mempunyai
kepentingan yang bertentangan dengan
kepentingan Koperasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pihak yang
berwenang mewakili Koperasi dalam hal Pengurus
tidak berwenang mewakili Koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran
Dasar.

Pasal 45
(1) Pengurus melaksanakan tugas dengan iktikad baik
dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan
Koperasi.
(2) Pengurus bertanggung jawab atas kepengurusan
Koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan
Koperasi kepada Rapat Anggota.
(3) Pengurus secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
menanggung kerugian yang diderita oleh Koperasi,
akibat tindakan yang dilakukan secara sengaja atau
lalai, dengan harta pribadinya.
(4) Pengurus yang dengan sengaja atau lalai
mengakibatkan kerugian pada Koperasi dapat
digugat ke pengadilan oleh sejumlah Anggota yang
mewakili paling sedikit 1/5 (satu perlima) Anggota
atas nama Koperasi.

Pasal 46
(1) Pengurus harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan Rapat Anggota dalam hal Koperasi:
a. mengalihkan aset atau kekayaan Koperasi untuk
nilai tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar;
b. menjadikan jaminan utang atas aset atau
kekayaan Koperasi;
c. menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;
d. melakukan investasi pada pihak lain yang
berisiko dan nilainya berpotensi mengganggu
likuiditas Koperasi;
e. mendirikan Koperasi Sekunder;
f. mendirikan dan/atau memiliki perusahaan;
g. melakukan Penggabungan, Peleburan,
Pemisahan, dan Pengintegrasian; dan/atau
h. melakukan hal lain yang diatur dalam Anggaran
Dasar.
(2) Batasan aset, penerbitan obligasi atau surat utang,
jaminan utang atas aset atau kekayaan, dan
investasi diatur lebih lanjut dalam Anggaran Dasar.

Pasal 47
Pengurus dilarang mengatasnamakan segala bentuk
aset Koperasi atas nama pribadinya atau orang lain.

Pasal 48
(1) Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan
keputusan Rapat Anggota dengan disebutkan
alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan Pengurus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil
setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
membela diri dalam Rapat Anggota.
(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mengakibatkan berakhirnya
kedudukan sebagai Pengurus.

Bagian Keempat
Pengawas

Pasal 49
(1) Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat
Anggota.
(2) Persyaratan untuk dipilih menjadi Pengawas
meliputi:
a. telah menjadi Anggota Koperasi paling sedikit 2
(dua) tahun dan aktif sebagai Anggota;
b. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau
pengalaman tentang pengawasan;
c. tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus
suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu
perusahaan yang dinyatakan bersalah karena
menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu
dinyatakan pailit;
d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
pidana yang merugikan Koperasi, perusahaan,
keuangan negara, dan/atau sektor keuangan
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

lain, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum


pengangkatan; dan
e. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah
dan/atau semenda sampai derajat kesatu
dengan Pengurus dan karyawan.
(3) Dalam hal pendirian Koperasi baru, ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat
dikecualikan.
(4) Pengawas Koperasi Sekunder dipilih dari perwakilan
Koperasi.
(5) Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
merupakan Pengurus, Pengawas, dan/atau Anggota
yang diberi mandat untuk mewakili Koperasinya.
(6) Masa jabatan Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling lama 5 (lima) tahun dan dapat
dipilih kembali sesuai dengan ketentuan Anggaran
Dasar.
(7) Pengawas dilarang merangkap sebagai Pengurus
pada Koperasi yang sama.
(8) Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi
Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 50
(1) Pengawas bertugas:
a. melaksanakan pengawasan terhadap organisasi,
usaha, dan keuangan Koperasi;
b. melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi
yang dilakukan oleh Pengurus;
c. melaporkan hasil pengawasan;
d. memberikan nasihat dan pertimbangan kepada
Pengurus;
e. menyusun laporan pertanggungjawaban; dan
f. memberikan keterangan kepada pengawas
eksternal jika diperlukan.
(2) Pengawas berwenang:
a. meminta keterangan yang diperlukan dari
Pengurus serta pihak lain yang terkait;
b. meminta laporan berkala tentang perkembangan
dan kinerja pengurus dalam aspek organisasi,
usaha, dan keuangan;
c. memberikan persetujuan atas tindakan hukum
tertentu yang dilakukan oleh Pengurus yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
d. menunjuk akuntan publik untuk melakukan
audit terhadap Koperasi atas temuan yang
bersifat khusus; dan
e. mengusulkan diselenggarakannya Rapat Anggota
jika ditemukan adanya penyimpangan yang
merugikan Koperasi.
(3) Laporan pertanggungjawaban Pengawas disusun
berdasarkan pelaksanaan tugas Pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wewenang
Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
disampaikan kepada Rapat Anggota.

Pasal 51
(1) Pengawas wajib melaksanakan tugas dengan iktikad
baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan
dan tujuan Koperasi.
(2) Pengawas bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugas dan wewenangnya kepada Rapat Anggota.

Pasal 52
(1) Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan
keputusan Rapat Anggota dengan disebutkan
alasannya.
(2) Keputusan pemberhentian Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diambil setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela
diri dalam Rapat Anggota.
(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mengakibatkan berakhirnya
kedudukan sebagai Pengawas.

Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai Rapat Anggota,
Pengurus, dan Pengawas diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Kelima
Dewan Pengawas Syariah

Pasal 54
(1) Koperasi Syariah wajib memiliki dewan pengawas
syariah yang mendapatkan rekomendasi dari Majelis
Ulama Indonesia.
(2) Dewan pengawas syariah diangkat, ditetapkan, dan
diberhentikan dalam Rapat Anggota.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

(3) Dewan pengawas syariah bertugas memberikan


nasihat dan saran kepada Pengurus serta
mengawasi kegiatan Koperasi Syariah agar sesuai
dengan Prinsip Syariah.
(4) Koperasi Syariah yang tidak memiliki dewan
pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis paling banyak 2 (dua) kali;
atau
b. pencabutan izin Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah yang diumumkan dalam
media massa.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan dan pelaksanaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 55
Ketentuan mengenai dewan pengawas syariah diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VI
MODAL DAN UTANG

Bagian Kesatu
Modal

Pasal 56
(1) Modal Koperasi terdiri atas:
a. Simpanan Pokok;
b. Simpanan Wajib;
c. Simpanan Khusus;
d. Cadangan;
e. Hibah;
f. penyetaraan simpanan Anggota; dan
g. sumber lain yang sah berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(2) Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, huruf b, dan huruf c merupakan modal
kontribusi Anggota yang dibayarkan kepada
Koperasi dan disertai dengan bukti pembayaran
yang sah.
(3) Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Koperasi dapat menghimpun penyertaan modal
yang berasal dari Anggota, badan usaha,
masyarakat, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah
Daerah atas dasar kelayakan usaha.
(4) Penyertaan modal yang berasal dari badan usaha,
masyarakat, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah
Daerah untuk Koperasi yang melaksanakan tunggal
usaha paling banyak 25% (dua puluh lima persen)
dari Ekuitas.

Pasal 57
(1) Simpanan Pokok dibayar oleh Anggota pada saat
yang bersangkutan diterima sebagai Anggota dan
hanya dapat diambil pada saat keanggotaan
berakhir.
(2) Simpanan Wajib dibayar oleh Anggota selama masa
keanggotaan dan hanya dapat diambil pada saat
keanggotaan berakhir.
(3) Simpanan Khusus dihimpun dari Anggota sebagai
penguatan modal Koperasi.
(4) Cadangan merupakan penyisihan dari surplus hasil
usaha dan laba usaha.
(5) Penyetaraan modal yang berasal dari simpanan
Anggota merupakan selisih hasil penyetaraan
simpanan Anggota lama dengan simpanan Anggota
baru.
(6) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
penetapan Simpanan Pokok, Simpanan Wajib,
Simpanan Khusus, Cadangan, dan penyetaraan
simpanan Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 58
(1) Nilai Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib dapat
diubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan
modal dan usaha Koperasi.
(2) Perubahan nilai Simpanan Pokok dan Simpanan
Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Rapat Anggota.

Pasal 59
(1) Simpanan Khusus tidak dapat diambil oleh Anggota
selama masa keanggotaannya, tetapi dapat
dialihkan kepada Anggota lain.
(2) Ketentuan mengenai pengalihan Simpanan Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Anggaran Dasar.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Pasal 60
(1) Koperasi dapat menerima Hibah sebagai modal
usaha dari pihak ketiga dari dalam dan/atau luar
negeri.
(2) Hibah yang diterima dari luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada
Menteri.
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dapat dibagikan kepada Anggota, Pengurus, dan
Pengawas Koperasi.
(4) Ketentuan mengenai Hibah dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Utang

Pasal 61
(1) Utang Koperasi merupakan kewajiban kepada pihak
lain dalam jumlah, bunga atau imbal jasa, dan
tenggat waktu tertentu yang disepakati.
(2) Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
bersumber dari:
a. Anggota;
b. non-Anggota;
c. Koperasi lainnya;
d. bank dan industri keuangan nonbank; dan/atau
e. sumber lainnya yang sah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. utang dagang;
b. tabungan;
c. kredit;
d. pembiayaan;
e. surat utang jangka pendek atau menengah;
f. obligasi; dan/atau
g. instrumen utang lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 62
(1) Utang Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
61 ayat (1) memperhatikan, antara lain,
kemampuan membayar, risiko, dan keseimbangan
struktur modal yang sehat.
(2) Dalam upaya pengendalian risiko utang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, Koperasi
dapat mengikuti program penjaminan kredit atau
pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 63
Dalam menghimpun modal dan utang, Koperasi
Syariah wajib menggunakan Prinsip Syariah.

Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dan utang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 sampai dengan
Pasal 63 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VII
USAHA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 65
(1) Koperasi melaksanakan usaha berdasarkan
kesamaan usaha dan/atau pemenuhan kebutuhan
Anggota dan masyarakat di bidang industri,
perdagangan, jasa, serta bidang usaha lainnya.
(2) Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan secara tunggal usaha atau
serbausaha.
(3) Koperasi yang melaksanakan usaha di bidang
industri, perdagangan, jasa, dan bidang usaha
lainnya harus memperoleh kesempatan utama,
dukungan, perlindungan, dan pengembangan
seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan kepada
Koperasi.
(4) Ketentuan mengenai usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 66
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1)
dapat dilaksanakan berdasarkan Prinsip Syariah.

Bagian Kedua
Koperasi Syariah
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Pasal 67
(1) Koperasi yang melaksanakan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah wajib berbentuk Koperasi Syariah.
(2) Koperasi Syariah melaksanakan usaha:
a. Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah;
dan/atau
b. industri, perdagangan, jasa, serta bidang usaha
lainnya.
(3) Selain melaksanakan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Koperasi Syariah menjalankan fungsi
sosial dalam bentuk baitulmal.
(4) Koperasi Syariah menjalankan fungsi sosial dalam
bentuk baitulmal melalui penghimpunan,
pengelolaan, dan penyaluran dana zakat, infak,
sedekah, wakaf, serta dana kebajikan dan sosial
lainnya untuk pemberdayaan sosial ekonomi
Anggota dan masyarakat berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 68
Ketentuan mengenai usaha Koperasi Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Usaha Simpan Pinjam dan
Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah

Pasal 69
(1) Usaha Simpan Pinjam dilaksanakan oleh Koperasi
Simpan Pinjam atau unit simpan pinjam Koperasi.
(2) Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah atau unit simpan pinjam dan
pembiayaan syariah Koperasi.
(3) Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) melaksanakan usaha:
a. menghimpun dana dalam bentuk tabungan dari
Anggota;
b. menyalurkan dana kepada Anggota, Koperasi
Sekundernya, dan Koperasi lain dalam bentuk
pinjaman atau pembiayaan; dan
c. memberikan jasa konsultasi keuangan kepada
Anggota dan Koperasi lain.
(4) Unit simpan pinjam Koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan unit simpan pinjam dan
pembiayaan syariah Koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) melaksanakan usaha:
a. menghimpun dana dalam bentuk tabungan dari
Anggota; dan
b. menyalurkan dana kepada Anggota dan Koperasi
lainnya dalam bentuk Pinjaman atau
pembiayaan.
(5) Koperasi yang melaksanakan Usaha Simpan Pinjam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Koperasi
yang melaksanakan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat melaksanakan layanan Usaha Simpan
Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah dan layanan keuangan lainnya yang
berbasis elektronik dan digital.
(6) Koperasi yang melaksanakan Usaha Simpan Pinjam
dapat menempatkan kelebihan dana dalam bentuk:
a. tabungan di Koperasi lain;
b. deposito di lembaga keuangan bank;
c. investasi pada lembaga keuangan bank dan
industri keuangan nonbank; dan/atau
d. instrumen portofolio keuangan di pasar uang dan
pasar modal.
(7) Koperasi yang melaksanakan Usaha Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah dapat menempatkan
kelebihan dana dalam bentuk:
a. tabungan di Koperasi Syariah lain;
b. deposito di bank syariah;
c. investasi pada bank syariah dan industri
keuangan non-bank syariah; dan/atau
d. instrumen portofolio keuangan syariah di pasar
uang dan pasar modal.

Pasal 70
(1) Usaha Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah dapat dilaksanakan
sebagai salah satu atau satu-satunya usaha.
(2) Koperasi yang melaksanakan Usaha Simpan Pinjam
dan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
wajib melindungi keamanan tabungan Anggota.

Pasal 71
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Koperasi Sekunder atau Koperasi Sekunder syariah


menyelenggarakan koordinasi, integrasi, simplifikasi,
dan sinkronisasi kegiatan antara lain:
a. Usaha Simpan Pinjam atau Usaha Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah antar-Koperasi;
b. intermediasi pendanaan;
c. manajemen risiko;
d. pendidikan, pelatihan, dan informasi Perkoperasian;
e. bimbingan dan konsultasi manajemen;
f. standardisasi manajemen dan sumber daya
manusia;
g. standardisasi sistem akuntansi;
h. standardisasi kepatuhan, pemeriksaan, dan
pengawasan;
i. advokasi, supervisi, dan bantuan teknis;
j. pengadaan sarana usaha; dan/atau
k. kegiatan sosial.

Pasal 72
(1) Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah, dilarang
menghimpun dana dalam bentuk tabungan yang
tidak berasal dari Anggotanya dan/atau
menyalurkan dana tidak kepada Anggotanya,
Koperasi Sekundernya, dan Koperasi lainnya dalam
bentuk Pinjaman atau pembiayaan.
(2) Unit Usaha Simpan Pinjam atau Unit Simpan
Pinjam Pembiayaan Syariah, dilarang menghimpun
dana dalam bentuk tabungan yang tidak berasal
dari Anggotanya dan/atau menyalurkan dana yang
tidak kepada Anggotanya dan Koperasi lainnya
dalam bentuk Pinjaman atau pembiayaan.

Pasal 73
Koperasi yang melaksanakan Usaha Simpan Pinjam
atau Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
wajib memiliki izin dari Menteri/gubernur/bupati/wali
kota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai Usaha Simpan Pinjam
dan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan
Pasal 73 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Penjaminan Tabungan Anggota

Pasal 75
(1) Tabungan Anggota pada Koperasi yang
melaksanakan Usaha Simpan Pinjam dan Usaha
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib
mendapatkan penjaminan.
(2) Dalam rangka melaksanakan penjaminan tabungan
Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Pusat menyelenggarakan penjaminan
tabungan Anggota.
(3) Ketentuan mengenai penjaminan tabungan Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Penjaminan Pinjaman dan Pembiayaan

Pasal 76
Penjaminan Pinjaman dan pembiayaan yang
disalurkan oleh Koperasi yang melaksanakan Usaha
Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah kepada Anggotanya dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tentang penjaminan.

BAB VIII
RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA KOPERASI

Bagian Kesatu
Rencana Kerja

Pasal 77
(1) Pengurus menyusun rencana kerja sebelum tahun
buku berikutnya dimulai.
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Rapat Anggota untuk
mendapatkan persetujuan.

Pasal 78
(1) Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
77 paling sedikit memuat:
a. rencana kerja Pengurus;
b. rencana kerja Pengawas; dan
c. risiko usaha dan mitigasinya.
(2) Rencana kerja Pengurus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
a. program dan kegiatan;
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

b. organisasi;
c. keanggotaan;
d. produk barang dan/atau jasa;
e. teknologi;
f. pendidikan, pelatihan, dan informasi
Perkoperasian;
g. kerja sama antar-Koperasi; dan
h. kepedulian terhadap masyarakat dan
lingkungan.

Bagian Kedua
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Pasal 79
(1) Pengurus menyusun rencana anggaran pendapatan
dan belanja sebelum tahun buku berikutnya
dimulai.
(2) Rencana anggaran pendapatan dan belanja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Rapat Anggota untuk mendapatkan
persetujuan.

Pasal 80
Rencana anggaran pendapatan dan belanja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 paling sedikit
memuat proyeksi:
a. pendapatan;
b. beban pokok, beban operasional, dan beban
Perkoperasian;
c. surplus hasil usaha dan/atau laba usaha; dan
d. investasi.

BAB IX
SELISIH HASIL USAHA DAN CADANGAN

Bagian Kesatu
Selisih Hasil Usaha

Pasal 81
(1) Pendapatan Koperasi berasal dari:
a. pelayanan kepada Anggota;
b. transaksi bisnis dengan non-Anggota; dan/atau
c. pendapatan lain.
(2) Pendapatan Koperasi dikurangi beban pokok, beban
operasional, dan beban Perkoperasian merupakan
Selisih Hasil Usaha Koperasi.
(3) Selisih Hasil Usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) yang berasal dari pelayanan kepada Anggota
berupa surplus hasil usaha atau defisit hasil usaha.
(4) Selisih Hasil Usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) yang berasal dari transaksi bisnis dengan
non-Anggota berupa laba usaha atau rugi usaha.
(5) Pembagian surplus hasil usaha dan laba usaha
serta pembebanan defisit dan rugi usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 82
Beban Perkoperasian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 ayat (2) harus memasukkan:
a. beban Rapat Anggota;
b. beban kepada Anggota;
c. beban kepada Pengurus dan Pengawas;
d. beban kepada karyawan;
e. beban sosial;
f. beban pendidikan, pelatihan, dan informasi
Perkoperasian;
g. kontribusi iuran Koperasi kepada Koperasi
Sekunder;
h. kontribusi iuran Koperasi kepada dewan Koperasi
Indonesia;
i. beban pembangunan wilayah kerja Koperasi; dan
j. kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan dalam
Anggaran Dasar.

Pasal 83
Surplus hasil usaha dan laba usaha setelah dikurangi
pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan disisihkan terlebih dahulu untuk Cadangan
dan sisanya digunakan untuk keperluan lain yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 84
(1) Dalam hal terdapat defisit hasil usaha dan/atau rugi
usaha, Koperasi menggunakan Cadangan sebelum
menggunakan sumber yang lain.
(2) Penggunaan Cadangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Rapat Anggota.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

(3) Dalam hal Cadangan yang ada tidak cukup untuk


menutup defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha,
defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha tersebut
diakumulasikan dan dibebankan sebagai komponen
biaya pada anggaran pendapatan dan belanja
Koperasi tahun berikutnya.

Bagian Kedua
Cadangan

Pasal 85
(1) Cadangan disisihkan dari surplus hasil usaha
dan/atau laba usaha dan persentasenya ditetapkan
dalam Anggaran Dasar.
(2) Penyisihan Cadangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sampai dengan akumulasi
Cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah modal kontribusi Anggota.

Pasal 86
Dalam hal penyisihan Cadangan telah melebihi jumlah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2),
Cadangan dapat digunakan untuk pengembangan
usaha dan/atau dibagikan kepada Anggota dalam
bentuk Simpanan Khusus yang ditetapkan dalam
Rapat Anggota.

Pasal 87
Ketentuan lebih lanjut mengenai Selisih Hasil Usaha
dan Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
sampai dengan Pasal 86 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

BAB X
PENGAWASAN, PEMANTAUAN, DAN PEMERIKSAAN

Bagian Kesatu
Pengawasan

Pasal 88
(1) Pengawasan terhadap Koperasi terdiri dari:
a. pengawasan internal; dan
b. pengawasan eksternal.
(2) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan oleh Pengawas.
(3) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan oleh
Menteri/gubernur/bupati/wali kota sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 89
(1) Pengawasan oleh pengawas internal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) dilaksanakan
berdasarkan pemantauan, pengendalian, dan
pemeriksaan.
(2) Pengawasan oleh pengawas eksternal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) dilaksanakan
berdasarkan pemantauan dan pemeriksaan.

Pasal 90
(1) Dalam kegiatan pengawasan eksternal, Koperasi
wajib memberikan kepada pengawas eksternal:
a. laporan hasil pengawasan oleh Pengawas
mengenai aspek organisasi, usaha, dan
keuangan;
b. laporan pertanggungjawaban Pengurus dan
Pengawas dalam pelaksanaan tugas dan
wewenang, keputusan Rapat Anggota, dan
dokumen terkait lainnya; dan/atau
c. keterangan langsung dari Pengurus, Pengawas,
Anggota, dan/atau karyawan.
(2) Pengawasan oleh pengawas eksternal dilaksanakan
dengan meneliti, memeriksa, dan menganalisis
laporan dan keterangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Pasal 91
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88
dilakukan berdasarkan laporan, pemantauan,
pemeriksaan, dan evaluasi.
(2) Kegiatan pengawasan berdasarkan laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan:
a. meneliti, memeriksa, dan menganalisis laporan
pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas
dalam pelaksanaan tugas dan wewenang,
keputusan Rapat Anggota, dan dokumen terkait
lainnya; dan/atau
b. memanggil Pengurus, Pengawas, Anggota,
dan/atau karyawan untuk dimintai keterangan.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Bagian Kedua
Pemantauan

Pasal 92
Kegiatan pengawasan eksternal melalui pemantauan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dapat
dilakukan dengan peninjauan secara langsung.

Bagian Ketiga
Pemeriksaan

Pasal 93
(1) Kegiatan pengawasan eksternal melalui
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89 ayat (2) dilakukan dengan memeriksa laporan
dan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
90 ayat (1).
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu
apabila diperlukan.
(3) Kegiatan pengawasan eksternal melalui
pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap
Koperasi dalam hal terdapat dugaan:
a. membatasi keanggotaan atau menolak
permohonan keanggotaan yang telah memenuhi
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam
Anggaran Dasar;
b. tidak melaksanakan Rapat Anggota dalam waktu
2 (dua) tahun berturut-turut;
c. tidak memiliki izin usaha dan/atau izin
operasional;
d. menerbitkan produk yang menjanjikan
keuntungan yang tidak wajar; dan/atau
e. tidak mengelola administrasi keuangan secara
benar.
(4) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2), pengawas
eksternal dapat menunjuk akuntan publik.
(5) Pengawas eksternal menyampaikan salinan laporan
pemeriksaan kepada Koperasi yang bersangkutan
dan kepada pihak yang berkepentingan.
Pasal 94
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan,
pemantauan, dan pemeriksaan Koperasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 sampai dengan Pasal 93
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XI
RESTRUKTURISASI KOPERASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 95
(1) Restrukturisasi Koperasi dilakukan melalui
instrumen Penggabungan, Peleburan, Pemisahan,
atau Pengintegrasian.
(2) Restrukturisasi Koperasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan atas pertimbangan
pengembangan dan/atau efisiensi usaha Koperasi
sesuai dengan kepentingan Anggota.
(3) Sebelum melakukan Penggabungan, Peleburan,
Pemisahan, atau Pengintegrasian, Pengurus dan
Pengawas tiap Koperasi wajib memperhatikan
kepentingan:
a. Anggota;
b. karyawan;
c. kreditur; dan
d. pihak lainnya.
(4) Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, atau
Pengintegrasian hanya dapat dilakukan atas
persetujuan Rapat Anggota.
(5) Penggabungan dan Peleburan Koperasi Syariah
hanya dapat dilakukan dengan Koperasi Syariah
lainnya.

Bagian Kedua
Penggabungan

Pasal 96
(1) Penggabungan dilakukan oleh satu Koperasi atau
lebih dengan Koperasi lain sebagai Koperasi yang
menerima penggabungan.
(2) Dalam hal Penggabungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1):
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

a. badan hukum Koperasi yang menggabungkan


diri berakhir tanpa proses Pembubaran;
b. badan hukum Koperasi yang menggabungkan
diri sebagaimana dimaksud dalam huruf a
berakhir terhitung sejak disahkannya perubahan
Anggaran Dasar Koperasi yang menerima
Penggabungan;
c. Anggota Koperasi yang menggabungkan diri
beralih menjadi Anggota Koperasi yang menerima
Penggabungan; dan
d. hak dan kewajiban Koperasi yang
menggabungkan diri beralih kepada Koperasi
yang menerima Penggabungan.

Pasal 97
(1) Pengurus pada Koperasi yang akan menggabungkan
diri menyusun rancangan Penggabungan bersama
dengan Pengurus pada Koperasi yang menerima
Penggabungan.
(2) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota
masing-masing Koperasi untuk mendapatkan
persetujuan.

Bagian Ketiga
Peleburan

Pasal 98
(1) Peleburan dilakukan oleh 2 (dua) Koperasi atau
lebih dengan mendirikan 1 (satu) Koperasi baru.
(2) Dalam hal Peleburan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1):
a. badan hukum Koperasi yang melebur berakhir
tanpa Pembubaran;
b. badan hukum Koperasi yang melebur
sebagaimana dimaksud dalam huruf a berakhir
terhitung sejak disahkannya Anggaran Dasar
Koperasi baru hasil Peleburan;
c. hak dan kewajiban Koperasi yang melebur
beralih kepada Koperasi baru hasil Peleburan;
dan
d. Anggota Koperasi yang melebur menjadi Anggota
Koperasi baru hasil Peleburan.
Pasal 99
(1) Pengurus pada Koperasi yang akan melebur
menyusun rancangan Peleburan secara bersama-
sama.
(2) Rancangan Peleburan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota masing-
masing Koperasi untuk mendapatkan persetujuan.

Bagian Keempat
Pemisahan

Pasal 100
(1) Pemisahan dilakukan oleh Koperasi terhadap 1
(satu) unit usaha atau lebih menjadi 1 (satu)
Koperasi baru atau lebih.
(2) Dalam hal Pemisahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1):
a. Koperasi yang unit usahanya dipisahkan tetap
ada;
b. unit usaha Koperasi yang dipisahkan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a berakhir
terhitung sejak disahkannya Anggaran Dasar
Koperasi baru hasil Pemisahan;
c. hak dan kewajiban unit usaha Koperasi yang
dipisahkan beralih kepada Koperasi hasil
Pemisahan; dan
d. Anggota pada Koperasi yang unit usahanya
dipisahkan dapat menjadi Anggota pada Koperasi
hasil Pemisahan.

Pasal 101
(1) Pengurus pada Koperasi yang unit usahanya akan
dipisahkan menyusun rancangan Pemisahan.
(2) Rancangan Pemisahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota untuk
mendapatkan persetujuan.

Bagian Kelima
Pengintegrasian

Pasal 102
(1) Pengintegrasian dilakukan oleh 3 (tiga) Koperasi
atau lebih.
(2) Pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan Koperasi Sekunder yang berfungsi
sebagai induk usaha bersama.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

(3) Koperasi yang melakukan Pengintegrasian


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mempunyai keterkaitan hubungan keanggotaan,
hubungan usaha, dan/atau hubungan investasi
satu sama lain.
(4) Koperasi sebagai induk usaha bersama
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki
1 (satu) badan hukum lain atau lebih yang
mempunyai keterkaitan hubungan usaha dan/atau
hubungan investasi satu sama lain.

Pasal 103
(1) Pengurus pada Koperasi yang melakukan
Pengintegrasian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 102 ayat (1) menyusun rancangan
Pengintegrasian.
(2) Rancangan Pengintegrasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota
tiap Koperasi yang melakukan Pengintegrasian
untuk mendapat persetujuan.

Pasal 104
Selain Pengintegrasian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 102, Pengintegrasian dapat dilakukan oleh
Koperasi Primer yang berfungsi sebagai induk usaha
bersama yang memiliki 1 (satu) badan hukum lain atau
lebih.

Pasal 105
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan,
Peleburan, Pemisahan, dan Pengintegrasian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 sampai dengan
Pasal 104 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XII
PEMBUBARAN, PENYELESAIAN, DAN PENGHAPUSAN
STATUS BADAN HUKUM

Bagian Kesatu
Pembubaran

Pasal 106
Pembubaran Koperasi dilakukan oleh:
a. Rapat Anggota; atau
b. Menteri.

Pasal 107
(1) Pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a
diajukan oleh Pengawas atau Anggota yang mewakili
paling sedikit 1/3 (satu pertiga) jumlah Anggota.
(2) Keputusan pembubaran Koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Rapat
Anggota.
(3) Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sah jika diambil berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dan Pasal 39.
(4) Rapat Anggota menunjuk Pengurus, Pengawas,
dan/atau Anggota sebagai kuasa Rapat Anggota
dalam penyelesaian pembubaran Koperasi.
(5) Koperasi dinyatakan bubar pada saat ditetapkan
dalam keputusan Rapat Anggota.
(6) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat
Anggota diberitahukan secara tertulis oleh kuasa
Rapat Anggota kepada Menteri, semua kreditur, dan
instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 108
Pembubaran Koperasi oleh Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dilakukan dalam
hal Koperasi:
a. tidak memenuhi jumlah minimal Anggota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dalam
waktu 3 (tiga) bulan sejak berkurangnya jumlah
Anggota yang dibuktikan dalam buku daftar
Anggota;
b. tidak menyelenggarakan Rapat Anggota selama 2
(dua) tahun berturut-turut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37;
c. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap dan harta Koperasi
tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
d. melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan
ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan/atau
e. berakhir jangka waktu berdirinya.

Pasal 109
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 106 tidak mengakibatkan Koperasi kehilangan
status badan hukum sampai dengan selesainya
pertanggungjawaban kuasa Rapat Anggota.

Bagian Kedua
Penyelesaian

Pasal 110
(1) Untuk menyelesaikan pembubaran Koperasi harus
dibentuk tim penyelesai.
(2) Dalam menyelesaikan pembubaran Koperasi yang
dilakukan oleh Rapat Anggota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 huruf a, tim penyelesai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh
kuasa Rapat Anggota.
(3) Dalam menyelesaikan pembubaran Koperasi yang
dilakukan oleh Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 huruf b, tim penyelesai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh
Menteri.

Pasal 111
(1) Selama proses penyelesaian pembubaran, Koperasi
tetap ada dengan status ”Koperasi dalam
penyelesaian”.
(2) Selama proses penyelesaian pembubaran, Koperasi
tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum,
kecuali untuk memperlancar proses penyelesaian.

Pasal 112
Dalam hal terjadi pembubaran pada Koperasi yang
tidak mampu melaksanakan kewajiban pembayaran,
Anggota menanggung sebatas Simpanan Pokok,
Simpanan Wajib, dan/atau Simpanan Khusus yang
dimiliki.

Pasal 113
(1) Tim penyelesai bertugas:
a. melakukan pencatatan dan penyusunan
informasi tentang kewajiban dan Ekuitas
Koperasi;
b. melakukan penghitungan hak dan kewajiban
keuangan Koperasi terhadap pihak ketiga;
c. melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam
pemberesan kekayaan; dan
d. membuat berita acara penyelesaian dan laporan
kepada kuasa Rapat Anggota atau Menteri.
(2) Tim penyelesai berwenang:
a. memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan,
Anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
b. mengalihkan harta “Koperasi dalam
penyelesaian” untuk biaya penyelesaian;
c. membayarkan kewajiban Koperasi kepada
kreditur “Koperasi dalam penyelesaian”; dan
d. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada
Anggota.

Pasal 114
Tim penyelesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal
110 ayat (2) dan ayat (3) dapat diganti apabila tidak
melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113.

Bagian Ketiga
Penghapusan Status Badan Hukum

Pasal 115
(1) Pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 disampaikan melalui jasa teknologi informasi
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum, dengan
mengunggah:
a. penetapan pembubaran Koperasi oleh Menteri
atau keputusan Rapat Anggota; dan
b. berita acara penyelesaian.
(2) Berdasarkan penyampaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum menghapus
badan hukum Koperasi dari sistem administrasi
badan hukum.

Pasal 116
(1) Pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 dicatat dalam daftar umum
Koperasi.
(2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal
pengumuman pembubaran Koperasi dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Pasal 117
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara pembubaran, penyelesaian, dan penghapusan
status badan hukum Koperasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 sampai dengan Pasal 116 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

BAB XIII
PEMBERDAYAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 118
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Gerakan
Koperasi, dunia usaha, dan masyarakat
menyelenggarakan pemberdayaan Koperasi.

Pasal 119
Menteri mengoordinasikan dan mengendalikan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
Perkoperasian yang bersifat teknis untuk bidang usaha
yang dilaksanakan oleh menteri terkait.

Bagian Kedua
Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Pasal 120
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi
tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh.
(2) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah mendukung penumbuhan,
pengembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi
kepentingan Anggota dan masyarakat melalui
pemberian bimbingan, kemudahan, dan
perlindungan kepada Koperasi.
(3) Bimbingan dan kemudahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk:
a. pengembangan kelembagaan, pendidikan,
pelatihan dan penyuluhan, serta penelitian dan
pengembangan keinovasian Koperasi;
b. konsultasi dan bantuan usaha Koperasi yang
sesuai dengan kepentingan ekonomi Anggota;
c. penguatan permodalan dan pembiayaan
Koperasi;
d. pengembangan jaringan usaha Koperasi dan
kerja sama yang saling menguntungkan antar-
Koperasi dan/atau badan usaha lain;
e. konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan
permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi
dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar
Koperasi;
f. fasilitasi insentif fiskal bagi Koperasi dalam
bidang usaha, lokasi, dan waktu tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan/atau
g. fasilitasi kerja sama kemitraan dengan berbagai
pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan:
a. menetapkan bidang atau sektor usaha yang
hanya boleh diusahakan oleh Koperasi;
b. menetapkan bidang atau sektor usaha di suatu
wilayah yang telah berhasil diusahakan oleh
Koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan
usaha lainnya; dan
c. mengecualikan Koperasi dari ketentuan larangan
praktik monopoli dan praktik persaingan usaha
yang secara khusus bertujuan untuk melayani
Anggotanya.

Paragraf 1
Kelembagaan dan Usaha

Pasal 121
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memfasilitasi pengembangan kelembagaan dalam
aspek:
a. pengesahan badan hukum;
b. perizinan;
c. partisipasi Anggota;
d. organisasi; dan
e. manajemen.
(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memfasilitasi pengembangan usaha Koperasi dalam
aspek:
a. operasional, produksi, atau pelayanan usaha;
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

b. pemasaran dan jaringan usaha;


c. sumber daya manusia;
d. keuangan; dan
e. teknologi informasi dan komunikasi.

Paragraf 2
Pembiayaan

Pasal 122
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
menyediakan pembiayaan bagi Koperasi.
(2) Badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah dapat menyediakan pembiayaan dari
penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan
kepada Koperasi dalam bentuk pemberian
Pinjaman, penjaminan, Hibah, dan pembiayaan
lainnya.
(3) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan dunia
usaha dapat memberikan Hibah, mengusahakan
bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber
pembiayaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan serta tidak
mengikat untuk Koperasi.
(4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat
memberikan insentif dalam bentuk kemudahan
persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana
prasarana, dan bentuk insentif lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan
bagi Koperasi.

Pasal 123
(1) Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan
Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
melakukan upaya:
a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit
perbankan dan industri keuangan bukan bank
serta sumber pembiayaan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pengembangan lembaga keuangan Koperasi;
c. memberikan kemudahan dalam memperoleh
pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak
diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. membantu Koperasi untuk mendapatkan
pembiayaan dan jasa atau produk keuangan
lainnya yang disediakan oleh perbankan dan
lembaga keuangan bukan bank, dengan jaminan
yang disediakan oleh pemerintah.
(2) Untuk meningkatkan akses Koperasi terhadap
sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 122, Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah:
a. menumbuhkan, mengembangkan, dan
memperluas jaringan lembaga keuangan bukan
bank;
b. menumbuhkan, mengembangkan, dan
memperluas jangkauan lembaga penjamin
kredit; dan
c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam
memenuhi persyaratan untuk memperoleh
pembiayaan.

Paragraf 3
Pendidikan, Pelatihan, Penyuluhan, dan Penelitian
Perkoperasian

Pasal 124
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib
mendorong dan memfasilitasi pendidikan, pelatihan,
penyuluhan, dan penelitian Perkoperasian.
(2) Untuk menyelenggarakan pendidikan, pelatihan,
penyuluhan, dan penelitian Perkoperasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan
anggaran dari alokasi anggaran pendidikan
nasional.
(3) Untuk menjamin mutu pendidikan Perkoperasian,
Pemerintah Pusat membentuk majelis penjaminan
mutu pendidikan Perkoperasian yang
beranggotakan unsur pemerintah, akademisi,
Gerakan Koperasi, dan masyarakat.

Pasal 125
Dalam mendorong dan memfasilitasi pendidikan
Perkoperasian yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman ilmu pengetahuan tentang Koperasi,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan
upaya:
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

a. penetapan ilmu pengetahuan tentang Perkoperasian


sebagai mata pelajaran dalam kurikulum
pendidikan nasional sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. penumbuhan dan pengembangan lembaga
pendidikan Perkoperasian;
c. peningkatan kapasitas sumber daya manusia
penyelenggara pendidikan Perkoperasian; dan
d. penyelenggaraan akreditasi lembaga pendidikan
Perkoperasian dan sertifikasi bagi sumber daya
manusia pendidikan Perkoperasian.

Pasal 126
(1) Dalam mendorong dan memfasilitasi pelatihan dan
penyuluhan Perkoperasian untuk meningkatkan
kinerja sumber daya manusia Koperasi baik
Anggota, Pengurus, Pengawas, maupun karyawan
Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
melakukan upaya:
a. penyediaan kurikulum dan silabus yang
komprehensif sesuai dengan sasaran pelatihan
dan penyuluhan Perkoperasian;
b. penyediaan infrastruktur dan sarana
kelembagaan untuk pelatihan dan penyuluhan
Perkoperasian;
c. peningkatan kapasitas sumber daya manusia
penyelenggara pelatihan dan penyuluhan
Perkoperasian;
d. penyelenggaraan akreditasi lembaga
penyelenggara pelatihan dan penyuluhan
Perkoperasian;
e. penyelenggaraan sertifikasi bagi sumber daya
manusia pelatihan dan penyuluhan
Perkoperasian; dan
f. penyelenggaraan evaluasi promosi dan
penempatan alumni peserta pelatihan dan
penyuluhan.
(2) Dalam mendorong dan memfasilitasi penelitian
Perkoperasian untuk menumbuhkan dan
mengembangkan peluang usaha, inovasi, teknologi
produksi, daya saing, dan kinerja Koperasi,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
melakukan upaya:
a. penyediaan infrastruktur penelitian;
b. kerja sama Koperasi dengan pusat riset
perguruan tinggi, dunia usaha, media, dan
Gerakan Koperasi;
c. peningkatan kapasitas sumber daya manusia
penyelenggara penelitian Perkoperasian; dan
d. diseminasi hasil penelitian.

Pasal 127
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
melakukan pembinaan prakoperasi melalui:
a. pencatatan prakoperasi; dan
b. peningkatan kapasitas Pengurus dan karyawan
prakoperasi.
(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memberikan fasilitasi prakoperasi yang memenuhi
persyaratan untuk ditingkatkan menjadi Koperasi.
(3) Dalam pembinaan prakoperasi menjadi Koperasi,
prakoperasi difasilitasi untuk mendapatkan badan
hukum Koperasi.

Paragraf 4
Pengembangan Jaringan Usaha Koperasi

Pasal 128
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memfasilitasi kerja sama antar-Koperasi dan/atau
antara Koperasi dengan badan usaha lain dan
kemitraan dengan berbagai pihak terkait untuk:
a. mewujudkan kerja sama antar-Koperasi dan/atau
antara Koperasi dengan badan usaha lain;
b. mendorong hubungan yang saling menguntungkan
dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-Koperasi
dan/atau antara Koperasi dengan badan usaha lain;
c. mengembangkan kerja sama untuk meningkatkan
posisi tawar Koperasi;
d. mendorong terbentuknya struktur pasar yang
menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat
dan melindungi konsumen; dan
e. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan
pemusatan usaha oleh orang perseorangan atau
kelompok tertentu yang merugikan Koperasi.

Paragraf 5
Rencana Induk Pembangunan Perkoperasian Nasional

Pasal 129
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

(1) Dalam upaya mengoordinasikan pemberdayaan


Koperasi agar Koperasi menjadi pilar utama
ekonomi nasional, Pemerintah Pusat menyusun
kebijakan tentang rencana induk pembangunan
Perkoperasian nasional.
(2) Rencana induk pembangunan Perkoperasian
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pedoman bagi Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan pelaku Koperasi dalam
perencanaan pembangunan Perkoperasian untuk
jangka waktu setiap 20 (dua puluh) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana induk
pembangunan Perkoperasian nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Gerakan Koperasi

Pasal 130
(1) Gerakan Koperasi mendirikan suatu dewan Koperasi
Indonesia yang berfungsi sebagai wadah mandiri
untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak
sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka
pemberdayaan Koperasi.
(2) Nama, tujuan, keanggotaan, susunan organisasi,
dan tata kerja dewan Koperasi Indonesia diatur
dalam anggaran dasar.
(3) Anggaran dasar dewan Koperasi Indonesia disahkan
oleh Pemerintah Pusat.
(4) Ketua umum dewan Koperasi Indonesia dapat
dipilih paling lama 3 (tiga) periode untuk masa
jabatan 5 (lima) tahun.
(5) Sebelum habis masa jabatannya, ketua umum
dewan Koperasi Indonesia dapat diberhentikan atas
permintaan 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
dewan Koperasi Indonesia sesuai dengan ketentuan
dalam anggaran dasar.

Pasal 131
(1) Dewan Koperasi Indonesia menjunjung tinggi nilai
dan prinsip Koperasi.
(2) Dewan Koperasi Indonesia bertugas:
a. memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan
aspirasi Koperasi;
b. melakukan supervisi dan advokasi dalam
penerapan nilai dan prinsip Koperasi;
c. meningkatkan kesadaran berkoperasi di
kalangan masyarakat;
d. menyelenggarakan pendidikan Perkoperasian
kepada Anggota dan masyarakat secara swadaya;
e. menyelenggarakan sosialisasi dan konsultasi
kepada Koperasi;
f. mengembangkan dan mendorong kerja sama
antar-Koperasi dan antara Koperasi dengan
badan usaha lain, baik pada tingkat lokal,
nasional, regional, maupun internasional;
g. mewakili dan bertindak sebagai juru bicara
Gerakan Koperasi;
h. menyelenggarakan komunikasi, forum, dan
jaringan kerja sama di bidang Perkoperasian; dan
i. memajukan organisasi anggotanya.

Pasal 132
Pendanaan untuk melaksanakan tugas dewan Koperasi
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131
berasal dari:
a. iuran wajib anggota;
b. sumbangan dan bantuan yang tidak mengikat;
c. Hibah; dan/atau
d. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan
anggaran dasar dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 133
(1) Dalam rangka mendukung kegiatan dewan Koperasi
Indonesia, Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah mengalokasikan pendanaan yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dewan Koperasi Indonesia bertanggung jawab
penuh atas penggunaan anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengelolaan anggaran dewan Koperasi Indonesia
dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian,
transparansi, efisiensi, efektivitas, dan
akuntabilitas.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Pasal 134
(1) Untuk mendorong pengembangan dewan Koperasi
Indonesia, dibentuk dana pembangunan dewan
Koperasi Indonesia.
(2) Dana pembangunan dewan Koperasi Indonesia
bersumber dari anggota dewan Koperasi Indonesia
dan pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
(3) Dana pembangunan dewan Koperasi Indonesia
harus diaudit oleh akuntan publik.
(4) Ketentuan mengenai dana pembangunan dewan
Koperasi Indonesia diatur dalam Anggaran Dasar
Dewan Koperasi Indonesia.

Bagian Keempat
Dunia Usaha dan Masyarakat

Pasal 135
(1) Dunia usaha dan masyarakat yang memiliki
kompetensi dapat memberikan dukungan terhadap
penyelenggaraan pendidikan, pelatihan,
penyuluhan, dan penelitian Perkoperasian.
(2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara
aktif melakukan pengembangan kelembagaan dan
usaha Koperasi.
(3) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara
aktif meningkatkan akses Koperasi terhadap
Pinjaman atau kredit dengan cara:
a. meningkatkan kemampuan menyusun studi
kelayakan usaha;
b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur
pengajuan kredit atau Pinjaman;
c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan
teknis serta manajerial usaha; dan
d. menyediakan pembiayaan yang dialokasikan
kepada Koperasi dalam bentuk pemberian
Pinjaman, penjaminan, Hibah, dan pembiayaan
lainnya oleh usaha besar nasional dan asing.

Pasal 136
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan
Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118
sampai dengan Pasal 135 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 137
Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan
memakai kata “Koperasi” sebagai nama badan usaha
yang berbentuk selain badan hukum Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 138
Koperasi yang melaksanakan kegiatan Usaha Simpan
Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 139
Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan Syariah yang menghimpun dana
dalam bentuk tabungan yang tidak berasal dari
Anggotanya dan/atau menyalurkan dana tidak kepada
Anggotanya, Koperasi Sekundernya dan Koperasi
lainnya dalam bentuk Pinjaman atau pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 140
Unit Usaha Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam
Pembiayaan Syariah yang menghimpun dana dalam
bentuk tabungan yang tidak berasal dari Anggotanya
dan/atau menyalurkan dana tidak kepada Anggotanya
dan Koperasi lainnya dalam bentuk Pinjaman atau
pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 141
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 138, Pasal 139, dan Pasal 140 dilakukan oleh
Koperasi atau unit pada Koperasi, pidana dijatuhkan
kepada Koperasi dan/atau Pengurus yang bertindak
untuk dan atas nama Koperasi.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 142
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Koperasi yang telah memiliki status badan hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan
Undang-Undang ini;
b. Koperasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a
wajib menyesuaikan Anggaran Dasar sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun;
c. Koperasi dan Koperasi Simpan Pinjam yang
memiliki unit simpan pinjam dan pembiayaan
syariah yang sudah ada sebelum Undang-Undang
ini berlaku, wajib melakukan Pemisahan unit
simpan pinjam dan pembiayaan syariah menjadi
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
paling lama 4 (empat) tahun;
d. Akta pendirian Koperasi yang masih dalam proses
pengajuan pengesahan pendirian Koperasi, proses
pengesahannya dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang ini; dan
e. Perubahan Anggaran Dasar yang masih dalam
proses pengajuan persetujuan, proses
persetujuannya dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang ini.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 143
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3502) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku; dan
b. Semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 144
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 145
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal ……………
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …………..
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG PERKOPERASIAN

I. UMUM
Pengembangan koperasi di Indonesia merupakan bagian dari cita-
cita pembentukan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang
salah satu tujuannya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum
sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 33 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan
bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan.
Selanjutnya dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Politik
Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi dinyatakan bahwa
“…koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional harus memperoleh
kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan
seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada
kelompok usaha ekonomi rakyat …”. Ketentuan ini menegaskan bahwa
perekonomian Indonesia dibangun sebagai usaha bersama, secara
gotong royong untuk mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi sebagaimana
dimaksud pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sejalan dengan
jatidiri Koperasi sebagaimana rumusan International Cooperative
Alliance (ICA) dalam peringatan 100 tahun di Manchester tahun 1995.
Jatidiri koperasi tersebut mencakup definisi, nilai, dan prinsip
koperasi.
Koperasi dimaknai sebagai sekumpulan orang yang bersatu secara
sukarela dan bersifat otonom, tidak ada paksaan ataupun
diskriminasi. Koperasi Indonesia diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya melalui usaha
bersama yang diselenggarakan secara demokratis dan profesional.
Setiap orang yang menjadi Anggota, mempunyai kewajiban dan hak
yang setara. Setiap Anggota, memperoleh nilai tambah dan manfaat
berkoperasi sesuai dengan kontribusinya. Disamping itu Koperasi
sebagai bagian dari pelaku ekonomi nasional diarahkan untuk
menjadi bagian terpenting dalam mewujudkan demokrasi ekonomi
dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi sebagaimana
ditegaskan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Politik
Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian


dinilai sudah tidak memadai untuk digunakan sebagai payung hukum
pembangunan Koperasi, terlebih tatkala dihadapkan kepada
perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin
dinamis dan penuh tantangan. Oleh karena itu, perlu pembaharuan
hukum yang sesuai kebutuhan, perkembangan kondisi masyarakat,
dan kebijakan regulasi saat ini melalui penetapan landasan hukum
baru berupa Undang-Undang.
Sebagai pembaharuan hukum di bidang koperasi terhadap
Undang-Undang sebelumnya, maka Undang-Undang ini memuat hal-
hal baru, antara lain mengenai:
a. jatidiri;
b. azas;
c. pendirian dan kewenangan pengesahan badan hukum;
d. keanggotaan;
e. perangkat organisasi;
f. usaha koperasi dan pengaturan mengenai koperasi syariah;
g. izin usaha simpan pinjam dan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah;
h. modal dan utang;
i. rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja;
j. restrukturisasi Koperasi;
k. pemberdayaan; dan
l. sanksi administratif dan sanksi pidana.

Undang-Undang ini secara keseluruhan memuat materi pokok


yang disusun secara sistematis sebagai berikut: ketentuan umum;
nilai dan prinsip; status, bentuk, pendirian, anggaran dasar,
perubahan anggaran dasar dan pengumuman; keanggotaan;
perangkat organisasi; modal dan utang; usaha; rencana kerja dan
rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi; selisih hasil
usaha dan cadangan; pengawasan, pemantauan dan pemeriksaan;
restrukturisasi koperasi; pembubaran, penyelesaian, dan
penghapusan status badan hukum; pemberdayaan; ketentuan pidana;
ketentuan peralihan; dan ketentuan penutup.
Undang-Undang ini menjadi landasan hukum yang baru dan arah
bagi pembangunan Koperasi Indonesia untuk dilaksanakan secara
konsekuen dan konsisten guna menciptakan Koperasi yang
terpercaya, sehat, kuat, mandiri, dan tangguh yang bermanfaat bagi
Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta
berkontribusi yang signifikan dalam perekonomian nasional.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “menolong diri sendiri” adalah
semua Anggota Koperasi berkemauan dan sepakat
secara bersama-sama menggunakan jasa Koperasi
untuk memenuhi kebutuhannya dan mempromosikan
Koperasi sehingga menjadi terpercaya, sehat, kuat,
mandiri, dan tangguh.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab” adalah
segala kegiatan usaha Koperasi harus dilaksanakan
dengan prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan
tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat
menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi
Koperasi.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “demokratis” adalah setiap
Anggota Koperasi memiliki satu suara dan berhak ikut
dalam pengambilan keputusan yang berlangsung
dalam Rapat Anggota, tidak tergantung kepada besar
kecilnya modal yang diberikan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “persamaan” adalah setiap
Anggota Koperasi memiliki hak dan kewajiban yang
sama dalam melakukan transaksi dan mendapatkan
manfaat ekonomi dengan berkoperasi.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “keadilan” adalah kepemilikan
peluang dan kesempatan yang sama bagi semua warga
negara sesuai kemampuannya untuk menjadi Anggota
Koperasi.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “kesetiakawanan” adalah
koperasi lebih dari asosiasi individu namun koperasi
adalah perwujudan kekuatan kolektif dan tanggung
jawab bersama. Anggota mempunyai tanggung jawab
untuk memastikan semua Anggota diperlakukan
seadil mungkin dan diperhatikan.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kejujuran” adalah Koperasi
dalam berhubungan dengan Anggota maupun dengan
pihak luar selalu menjunjung tinggi kejujuran.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah
koperasi membuka informasi secara terbuka baik
kepada Anggota, masyarakat maupun Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial”
adalah Koperasi merupakan lembaga kolektif yang ada
dalam komunitas sehingga Koperasi memiliki
tanggung jawab untuk peduli kepada Anggota dan
juga masyarakat.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kepedulian terhadap sesama”
mengandung 2 (dua) hal, yaitu:
1. bahwa setiap individu Anggota, Koperasi, dan
Gerakan Koperasi secara keseluruhan harus
bertindak secara tepat dan berfaedah bagi
kepentingan sesama;
2. nilai ini juga memperlihatkan pada setiap unsur
Gerakan Koperasi untuk bertindak proaktif
melalui program-program yang berdampak
timbulnya perbaikan, struktur sosial
kemasyarakatan dari praktek-praktek
diskriminatif.
Ayat (4)
Huruf a
Koperasi merupakan organisasi swadaya dengan
keanggotaan secara sukarela, terbuka bagi semua
orang yang mampu dan membutuhkan memanfaatkan
layanannya dan bersedia menerima tanggung jawab
keanggotaan, tanpa diskriminasi.
Huruf b
Koperasi merupakan organisasi demokratis yang
diawasi dan dikendalikan oleh Anggotanya. Anggota
berpartisipasi aktif dalam menentukan kebijakan dan
membuat keputusan. Anggota yang ditunjuk sebagai
wakil Koperasi dipilih dan bertanggung jawab kepada
Anggota dalam rapat Anggota. Setiap Anggota memiliki
hak suara yang sama, satu Anggota satu suara.
Huruf c
Selain sebagai pemilik Koperasi, Anggota sekaligus
pengguna jasa atau pasar bagi Koperasinya.
Partisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi
merupakan sumber kekuatan utama bagi kemajuan
Koperasi.
Huruf d
Koperasi merupakan organisasi otonom yang diawasi
dan dikendalikan oleh Anggota. Jika Koperasi
mengadakan perjanjian dengan organisasi lain,
termasuk Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
atau menambah modal dari sumber lain, mereka
melakukan hal itu atas dasar syarat yang menjamin
tetap terselenggaranya pengawasan dan pengendalian
demokratis oleh Anggotanya dan tetap tegaknya
kemandirian Koperasi.
Huruf e
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi
Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawan
dimaksudkan agar mereka dapat memberikan
sumbangan secara efektif bagi perkembangan
Koperasi. Pemberian informasi pada masyarakat,
khususnya generasi muda dan pemuka masyarakat
tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi
adalah sangat prinsipil.
Huruf f
Koperasi melayani Anggota secara prima dan
memperkuat gerakan Koperasi dengan bekerja sama
melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional,
regional, dan internasional.
Huruf g
Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan
bagi lingkungan dan masyarakat melalui kebijakan
yang disepakati oleh Anggota.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Yang dimaksud “fungsi subsidiaritas” adalah kegiatan untuk
saling memperkuat hubungan usaha antar Anggota Koperasi
Sekunder, yang tujuannya untuk memperkuat jaringan integrasi
vertikal dan horisontal.

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Koperasi dapat berupa Koperasi Primer dan/atau Koperasi
Sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan
efisiensi, Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh Koperasi:
a. tunggal atau serba usaha;
b. satu atau lebih bidang usaha; dan/atau
c. berbeda tingkatan.
Dalam hal Koperasi mendirikan Koperasi Sekunder dalam
berbagai tingkatan seperti yang selama ini dikenal sebagai
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

pusat, gabungan, dan induk maka jumlah tingkatan dan


penamaannya diatur sendiri oleh Koperasi.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Bagi Koperasi yang tidak menetapkan jangka waktu
berdirinya maka dalam Anggaran Dasar disebutkan
bahwa Koperasi berdiri untuk jangka waktu tidak
terbatas.
Huruf e
Ketentuan mengenai Anggota, Pengurus, dan
Pengawas, antara lain meliputi:
a. tata cara pemilihan, pengangkatan,
pemberhentian, dan penggantian Pengurus dan
Pengawas;
b. hak dan kewajiban Anggota, Pengurus, dan
Pengawas; dan
c. ketentuan mengenai syarat keanggotaan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang
perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Ayat (1)
“Daftar umum Koperasi” merupakan daftar yang memuat
nama Koperasi, nomor badan hukum Koperasi, dan alamat
Koperasi.
Ayat (2)
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Anggota yang merupakan warga
negara Indonesia” adalah Anggota pada Koperasi Primer
sedangkan “Anggota yang merupakan Koperasi Indonesia”
adalah Anggota pada Koperasi Sekunder.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 27
Yang dimaksud dengan “persyaratan” adalah sejumlah ketentuan
yang harus dipenuhi orang perseorangan atau Koperasi pada saat
akan mendaftar menjadi Anggota Koperasi Primer atau Koperasi
Sekunder.

Yang dimaksud dengan “hak” adalah setiap hal yang wajib


diperoleh atau diterima oleh Anggota dari Koperasi sebagai bentuk
partisipasi Anggota sebagai pengguna pelayanan Koperasi.

Yang dimaksud dengan “kewajiban” adalah setiap hal yang wajib


dipenuhi oleh Anggota kepada Koperasi sebagai bentuk partisipasi
Anggota sebagai pemilik Koperasi.

Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tidak berpartisipasi aktif
dalam kepemilikan” adalah Anggota tidak atau kurang
berpartisipasi dalam pemodalan dan pengawasan
Koperasi.

Yang dimaksud dengan “tidak berpartisipasi aktif


dalam usaha” adalah Anggota tidak atau kurang
berpartisipasi dalam memanfaatkan pelayanan
Koperasi, berupa penyediaan barang dan/atau jasa
untuk atau dari Anggota.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
Pengurus dan Pengawas merupakan suatu institusi yang
mempunyai fungsi di bidang kepengurusan dan
kepengawasan kelembagaan dan usaha Koperasi.

Penamaan terhadap pelaksana fungsi kepengurusan dan


kepengawasan dapat menggunakan terminologi yang lazim
digunakan dalam dunia usaha, contohnya : untuk Pengurus
bisa dinamakan direksi sedangkan Pengawas bisa
dinamakan komisaris.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “secara proporsional” adalah
pengaturan hak suara berdasarkan perkalian jumlah
Anggota.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kendala geografis” adalah lokasi
domisili Anggota dengan kantor Koperasi atau tempat
penyelenggaraan Rapat Anggota yang dipisahkan oleh pulau,
gunung, atau sungai yang membutuhkan waktu relatif lama
untuk dijangkau.
Ayat (2)
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Buku dan/atau dokumen dapat berbentuk fisik atau
elektronik.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “secara berkala” adalah
laporan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun, kecuali diatur lain dalam Undang-Undang ini.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Ayat(1)
Huruf a
Aset dapat berupa antara lain tanah, bangunan,
kendaraan, dan surat-surat berharga.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.

Ayat(2)
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud “pendirian Koperasi baru” adalah Koperasi
yang baru pertama kali didirikan, bukan hasil dari
Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, dan Pengintegrasian.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pengenaan sanksi administratif dilaksanakan secara
bertahap.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 55
Materi muatan yang diatur dalam peraturan pemerintah antara
lain memuat mengenai persyaratan, pengangkatan, penetapan,
pemberhentian, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dewan
pengawas syariah.

Pasal 56
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Penyetaraan simpanan Anggota diperoleh dari selisih
hasil penyetaraan simpanan Anggota lama dengan
Anggota baru.
Huruf g
Sumber lain yang sah, antara lain hasil revaluasi,
donasi, konversi utang menjadi modal, dan bentuk
lain yang secara khusus diatur dalam Anggaran
Dasar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyertaan modal bersifat:
a. adanya kelayakan usaha yang disetujui oleh Rapat
Anggota;
b. menanggung risiko; dan
c. ada perjanjian antara Koperasi dengan penyerta modal.
Ayat (4)
Ketentuan batasan penyertaan modal sebesar 25% tidak
berlaku untuk Koperasi serbausaha yang merencanakan
dan melaksanakan usaha di sektor riil atas dasar kelayakan
usaha.

Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Simpanan Wajib dapat dibayar dalam waktu dan
kesempatan tertentu serta besarnya tidak harus sama untuk
setiap Anggota.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “non Anggota” adalah orang-
perseorangan yang bukan Anggota Koperasi.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Koperasi lainnya” adalah
Koperasi Sekunder atau Koperasi Primer lainnya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Tabungan berupa, antara lain, tabungan harian,
tabungan berjangka, tabungan pendidikan, dan
tabungan lainnya yang berlaku di Koperasi sesuai
dengan ketentuan Anggaran Dasar.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Surat utang jangka pendek antara lain surat berharga
komersial (commercial paper), surat janji utang
(promisary notes), dan surat utang jangka menengah
(medium term notes).
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Ayat (1)
Usaha Koperasi dapat dilakukan oleh Koperasi di bidang
industri, perdagangan, jasa, serta bidang usaha lainnya.

Yang dimaksud dengan “di bidang jasa” adalah kegiatan


usaha Koperasi di bidang jasa sektor riil dan jasa sektor
keuangan.

Koperasi jasa keuangan terdiri dari koperasi jasa keuangan


bank dan Koperasi jasa keuangan non bank. Koperasi jasa
keuangan non-bank melakukan aktivitas usaha antara lain
jasa keuangan, pembiayaan konsumen, asuransi,
pegadaian, modal ventura, layanan pinjam meminjam (peer
to peer lending) berbasis elektronik, penyelenggara layanan
urun dana (crowdfunding) berbasis elektronik, baik
konvensional maupun berdasarkan Prinsip Syariah.

Koperasi jasa non keuangan melakukan aktivitas usaha


antara lain jasa angkutan umum baik dengan aplikasi
berbasis teknologi informasi atau tidak, pengantaran/kurir,
waralaba, distribusi dan keagenan, perdagangan umum
berbasis jaringan seperti pengecer (reseller) dan perantara
penjualan (dropshiper, broker), penyumberluaran
(outsourcing), jasa profesi, jasa hiburan, jasa bongkar muat
barang, jasa pemeliharaan dan perbaikan,
pemasangan/instalatur, penyedia tempat perdagangan baik
secara elektronik, penyedia tempat usaha secara online
(marketplace), distributor, dan sub kontrak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Keberpihakan kepada Koperasi diwujudkan dalam bentuk
kesempatan utama, dukungan, perlindungan, dan
pengembangan seluas-luasnya yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bersama dengan
Gerakan Koperasi, dunia usaha, dan masyarakat.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kata “pinjam” berkaitan
dengan karakteristik Koperasi Syariah yang
mengemban misi sosial.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan baitulmal adalah suatu lembaga
atau pihak yang mempunyai tugas khusus menangani
segala harta umat.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Layanan keuangan lainnya berbasis elektronik dan digital
antara lain pembayaran tagihan secara daring (payment
online system).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “beban pokok” adalah nilai pokok
produksi atau nilai beli barang atau jasa.

Yang dimaksud dengan “beban operasional” adalah biaya


pelaksanaan operasional Koperasi baik secara langsung
maupun tidak langsung terkait dengan usaha Koperasi.

Komponen beban operasional berupa antara lain:


1. beban usaha, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh Koperasi
yang berkaitan langsung dengan usaha Koperasi,
meliputi:
a. beban penjualan;
b. beban promosi;
c. beban distribusi; dan
d. beban penjualan lainnya.
2. beban administrasi dan umum, berupa antara lain:
a. beban gaji karyawan;
b. beban alat tulis kantor;
c. beban sewa;
d. beban premi asuransi;
e. beban transportasi;
f. beban perawatan dan perbaikan aset tetap;
g. biaya penyusutan dan amortisasi; dan
h. biaya listrik, telepon, dan air.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Pasal 84
Ayat(1)
Cukup jelas.
Ayat(2)
Cukup jelas.
Ayat(3)
Untuk menutup defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha
dapat dibebankan lebih dari satu tahun anggaran
pendapatan dan belanja Koperasi.

Pasal 85
Ayat(1)
Cukup jelas.
Ayat(2)
Yang dimaksud “jumlah modal kontribusi Anggota” adalah
jumlah modal kontribusi Anggota pada akhir tahun buku
sebelumnya.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
yang dimaksud dengan “keuntungan yang tidak wajar”
adalah keuntungan yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata keuntungan Koperasi
yang lain.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 94
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Cukup jelas.

Pasal 97
Ayat (1)
Rancangan Penggabungan memuat antara lain:
a. nama dan tempat kedudukan dari tiap Koperasi yang akan
melakukan Penggabungan;
b. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan
melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
c. tata cara penilaian aset, utang, dan konversi ekuitas
Koperasi yang menggabungkan diri terhadap aset, utang,
dan konversi ekuitas Koperasi yang menerima
Penggabungan;
d. laporan keuangan paling sedikit 1 (satu) tahun buku
terakhir dari setiap Koperasi yang melakukan
Penggabungan;
e. rancangan perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang
menerima Penggabungan;
f. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari
Koperasi yang melakukan Penggabungan;
g. neraca proforma Koperasi yang menerima Penggabungan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk
Koperasi;
h. cara penyelesaian status, hak, dan kewajiban Anggota,
Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi yang
melakukan Penggabungan diri;
i. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi yang
menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j. nama Pengurus dan Pengawas serta gaji, honorarium, dan
tunjangan bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi yang
menerima Penggabungan;
k. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
l. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

dicapai dari setiap Koperasi yang melakukan Penggabungan;


m. kegiatan utama setiap Koperasi yang melakukan
Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun
buku yang sedang berjalan; dan
n. perincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi yang
melakukan Penggabungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Ayat (1)
Rancangan Peleburan memuat antara lain:
a. nama dan tempat kedudukan dari tiap Koperasi yang akan
melakukan Peleburan;
b. nama dan tempat kedudukan dari Koperasi baru hasil
Peleburan;
c. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan
melakukan Peleburan dan persyaratan Peleburan;
d. tata cara penilaian aset, utang, dan konversi modal Koperasi
yang akan meleburkan diri;
e. laporan keuangan paling sedikit 1 (satu) tahun buku
terakhir dari setiap Koperasi yang akan melakukan
Peleburan;
f. rancangan Anggaran Dasar Koperasi baru hasil Peleburan;
g. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari
Koperasi yang akan melakukan Peleburan;
h. neraca proforma Koperasi baru hasil Peleburan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk
Koperasi;
i. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban Anggota,
Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi yang
meleburkan diri;
j. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi yang
meleburkan diri terhadap pihak ketiga;
k. nama Pengurus dan Pengawas serta gaji, honorarium, dan
tunjangan bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi baru hasil
Peleburan;
l. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Peleburan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang
dicapai dari setiap Koperasi yang akan melakukan
Peleburan;
n. kegiatan utama setiap Koperasi yang akan melakukan
Peleburan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku
yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi yang
akan melakukan Peleburan.
Ayat (2)

Pasal 100
Cukup jelas.

Pasal 101
Ayat (1)
Rancangan Pemisahan memuat antara lain:
a. nama dan tempat kedudukan dari Koperasi yang akan
melakukan Pemisahan;
b. nama dari unit Koperasi yang akan dipisah;
c. nama dan tempat kedudukan dari Koperasi baru hasil
Pemisahan;
d. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan
melakukan Pemisahan dan persyaratan Pemisahan;
e. tata cara pengalihan aset, kewajiban, dan ekuitas Koperasi
yang akan melakukan Pemisahan kepada Koperasi baru
hasil Pemisahan;
f. laporan keuangan paling sedikit 1 (satu) tahun buku
terakhir dari Koperasi yang akan melakukan Pemisahan dan
unit bila ada;
g. rancangan Anggaran Dasar Koperasi baru hasil Pemisahan;
h. neraca proforma Koperasi baru hasil Pemisahan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk
Koperasi;
i. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban Anggota,
Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi yang
memisahkan diri;
j. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi yang
memisahkan diri terhadap pihak ketiga;
k. nama Pengurus dan Pengawas serta gaji, honorarium, dan
tunjangan bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi baru hasil
Pemisahan;
l. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pemisahan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang
dicapai dari setiap Koperasi yang akan melakukan
Pemisahan;
n. kegiatan utama setiap Koperasi yang akan melakukan
Pemisahan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku
yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi yang
akan melakukan Pemisahan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
Ayat (1)
Rancangan Pengintegrasian memuat antara lain:
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

a. nama dan tempat kedudukan dari para pihak yang akan


melakukan Pengintegrasian;
b. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan
melakukan Pengintegrasian dan persyaratan
Pengintegrasian;
c. tata cara penyelenggaraan hubungan induk usaha bersama
dengan para pihak yang akan melakukan Pengintegrasian;
dan
d. kegiatan utama para pihak yang melakukan Pengintegrasian
dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang
berjalan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.

Pasal 106
Cukup jelas.

Pasal 107
Cukup jelas.

Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa hak dan kewajiban
Koperasi yang berstatus ”Koperasi dalam penyelesaian”,
masih tetap ada untuk menyelesaikan seluruh urusannya.
Agar masyarakat mengetahuinya, di depan kantor Koperasi
dipasang pengumuman yang memuat frasa ”Koperasi dalam
penyelesaian”.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”pihak lain yang diperlukan”
antara lain adalah bekas Anggota, pejabat Pemerintah
Pusat, pejabat Pemerintah Daerah, pejabat Lembaga
Gerakan Koperasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 114
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.

Pasal 119
Cukup jelas.

Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121
Cukup jelas.

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123
Cukup jelas.

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
DRAFT RUU PERKOPERASIAN – 24 JUNI 2019

Cukup jelas.

Pasal 127
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “prakoperasi” adalah unit usaha
bersama yang dibentuk oleh masyarakat yang
dimaksudkan untuk dibentuk menjadi Koperasi, telah
dikelola sebagaimana pengelolaan Koperasi, dan dalam
proses memperoleh pengesahan sebagai badan hukum
Koperasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 128
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas.

Pasal 130
Ayat (1)
Pada saat diundangkan Undang-Undang ini, organisasi
gerakan koperasi yang telah ada dan berkembang adalah
dewan Koperasi Indonesia yang selanjutnya disingkat
Dekopin dan merupakan kelanjutan dari Sentral Organisasi
Koperasi Rakyat Indonesia disingkat SOKRI, yang didirikan
pada tanggal 12 Juli 1947 oleh Kongres Koperasi Seluruh
Indonesia yang pertama, yang diselenggarakan di
Tasikmalaya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 131
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Ayat (1)
Pengalokasian pendanaan dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) diberikan dengan memperhatikan
kemampuan keuangan negara dan daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 134
Cukup jelas.

Pasal 135
Cukup jelas

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Cukup jelas.

Pasal 138
Cukup jelas.

Pasal 139
Cukup jelas.

Pasal 140
Cukup jelas.

Pasal 141
Cukup jelas.

Pasal 142
Cukup jelas.

Pasal 143
Cukup jelas.

Pasal 144
Cukup jelas.

Pasal 145
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Anda mungkin juga menyukai